BAB II. A. Akibat Hukum Dikabulkannya Permohonan Kepailitan Terhadap Debitor Maupun Kreditor Serta Harta Pailit

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP PIHAK KETIGA 1 Oleh : Ardy Billy Lumowa 2

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Pembuktian Sederhana dalam Perkara PKPU. PENERAPAN PRINSIP KELANGSUNGAN DALAM PKPU

BAB II PENGATURAN INDEPENDENSI KEWENANGAN PENGURUS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D

II. Tinjauan Pustaka. 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGERTIAN PERDAMAIAN

Transkripsi:

BAB II HAK SUARA KREDITOR SEPARATIS DALAM PERSETUJUAN PENGAJUAN UPAYA PERDAMAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Akibat Hukum Dikabulkannya Permohonan Kepailitan Terhadap Debitor Maupun Kreditor Serta Harta Pailit 1. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Debitor Akibat hukum berarti mengandung makna pula sebagai akibat yuridis. Untuk mengetahui akibat hukum, Munir Fuady mengatakan, dapat dilihat melalui dua cara yaitu: berlaku demi hukum dan berlaku secara rule of reason. Berlaku secara hukum yaitu demi hukum segera setelah pernyataan pailit dinyatakan seketika itu pula memiliki kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Sedangkan berdasarkan rule of reason yaitu akibat hukum tersebut tidak berlaku secara otomatis, tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. 70 Sebelum pernyataan pailit, pada prinsipnya debitur masih memiliki hak-hak dan kewajiban untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan harta kekayaannya yang dinyatakan berdasarkan hubungan kontraktual serta kewajiban debitur yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 71 Tetapi setelah pengadilan mengucapkan putusan 70 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 61. 71 R. Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, (Bandung: Eresco,1993), hal. 89. 35

pailit terhadap debitur akan berakibat debitor pailit tersebut kehilangan hak-hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya (persona standy inludicio) dan hak kewajiban debitor pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. 72 Banyak sekali akibat hukum yang timbul terhadap debitor, jika dilihat dari berbagai aspek, antara lain: dilihat dari perjanjian-perjanjian debitor, dilihat dari gugatan yang sedang berjalan dan atau belum diajukan, dilihat dari perjumpaan utang (kompensasi), hak retensi (hak untuk menahan), dan yang lebih penting adalah akibat hukum terhadap harta debitor pailit. Semua perjanjian antara debitor dengan kreditor, dan terhadap pihak lain yang berkepentingan bilamana perjanjian itu terbukti di persidangan merugikan bagi para kreditor, secara umum semua perjanjian yang merugikan para kreditor tersebut akan batal atau dibatalkan kecuali jika terdapat perjanjian-perjanjian yang dapat menguntungkan terhadap pembagian harta pailit, seperti adanya penjaminan dari guarantor. 73 Misalnya terhadap perjanjian sebagaimana dalam Pasal 43 UUK dan PKPU menyebutkan, Hibah yang dilakukan Debitor dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan, apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan Debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor. Kemudian ditentukan dalam Pasal 44 UUK dan PKPU, Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa 72 Mulhadi, Hukum Perseroandan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 29. 73 Jono, Op. cit., hal. 111-112.

hibah tersebut merugikan Kreditor, apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, perjanjian-perjanjian hibah yang dilakukan oleh debitor dengan pihak lain, dan perjanjian-perjanjian hibah tersebut dapat merugikan kreditor, maka terhadapnya dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan. Bahkan dalam Pasal 45 UUK dan PKPU menentukan: Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit Debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara Debitor dan Kreditor dengan maksud menguntungkan Kreditor tersebut melebihi Kreditor lainnya. Jika dalam perjanjian telah diperjanjikan penyerahan benda yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu dan pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit, maka perjanjian menjadi batal dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, dalam hal pihak lawan dirugikan karena pembatalan maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi. 74 Terhadap perjanjian antara debitor pailit dan kreditor yang dibuat sebelumnya bilamana prestasi sebahagian atau seluruhnya belum dipenuhi oleh kedua belah pihak, maka kreditor dapat meminta kepastian dari kurator tentang kelanjutan perkara. 75 Jika perjanjian 74 Munir Fuady, Op. cit., hal. 63. 75 Sunarmi, Hukum Kepailitan, Op. cit., hal. 88.

dilanjutkan, maka kreditor dapat meminta kurator untuk memberlakukan jaminan atas kesanggupannya. 76 Terhadap perjanjian-perjanjian debitor pailit yang sedang berlangsung, di mana terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitor pailit, sedangkan putusan pailit telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut menjadi batal, kecuali menurut pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit. 77 Ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 29 UUK dan PKPU yang menentukan, Suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap Debitor. UUK dan PKPU juga memberikan hak kepada para kreditor dan atau pihak lain yang berkepentingan untuk memintakan permohonan pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum debitor pailit, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat merugikan, baik harta pailit secara keseluruhan maupun terhadap kreditor konkuren tersentu. 78 Ketentuan mengenai hal itu misalnya ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 30 UUK dan PKPU yang menentukan: Dalam hal suatu perkara dilanjutkan oleh Kurator terhadap pihak lawan maka Kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh Debitor sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan 76 Munir Fuady, Loc. cit. 77 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 33. 78 Ibid.

bahwa perbuatan Debitor tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan Kreditor dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya. Hal yang lebih penting ditegaskan dalam Pasal 30 UUK dan PKPU ini adalah bahwa perjanjian atau perbuatan hukum debitor pailit tersebut bersifat dapat dibatalkan dan bukan batal demi hukum. Hal ini dapat dikembalikan kepada prinsip dasar dari sahnya suatu perjanjian sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata junto Pasal 1338 KUH Perdata, yang berarti sepanjang perjanjian dan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor pailit dengan pihak lain tidak menyentuh aspek objektif dan syarat sahnya perjanjian, maka perjanjian tersebut hanya dapat dimintakan pembatalannya atas dasar tidak dipenuhinya syarat kecakapan dan atau ketiadaaan kesepakatan. 79 Terhadap pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih dapat dibatalkan jika dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit Debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara Debitor dan Kreditor dengan maksud menguntungkan Kreditor tersebut melebihi Kreditor lainnya. 80 Secara umum akibat kepailitan terhadap diri si debitor sendiri ditentukan dalam Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU yaitu: Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Berdasarkan ketentuan tersebut, diketahui bahwa seorang debitor yang dinyatakan pailit kehilangan nama baiknya dalam masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi pengusaha rekan bisnisnya dalam kegiatan bisnis sedangkan 79 Ibid. 80 Tim Redaksi Tatanusa, Kepailitan dan PKPU, (Jakarta: Tatanusa, 2008), hal. 41.

dari sisi materil debitor kehilangan kepercayaan untuk memperoleh fasilitas kredit dari pihak lain. 81 Dalam hal Debitor Pailit adalah Perseroan Terbatas, organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit, adalah wewenang Kurator. 82 Debitor pailit kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya kecuali perbuatan debitor pailit tersebut mendatangkan keuntungan bagi boedel pailit. Debitor dapat saja masih berwenang melakukan perbuatan-perbuatan hukum dalam bidang harta kekayaannya, asalkan perbuatan itu menguntungkan boedel pailit. Sedangkan perbuatan lain yang tidak membawa manfaat terhadap budel pailit tidak mengikat budel pailit tersebut. 83 Dengan arti lain bahwa debitor pailit tidak kehilangan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd), namun perbuatan-perbuatannya itu tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta kekayaannya yang tercakup dalam kepailitan. 84 Tidak berwenangnya debitor pailit misalnya dalam hal membuat perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 25 UUK dan PKPU yaitu, Semua perikatan Debitor yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit. Hal ini juga telah disebutkan dalam Pasal 45 UUK dan PKPU sebagaimana di atas, yang pada intinya semua perikatan-perikatan ataupun perjanjian yang dibuat oleh debitor pailit setelah dinyatakan pailit, tidak dibenarkan secara 81 Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Op. Cit., hal. 64. 82 Penjelasan Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU. 83 Ibid., hal. 65. 84 Sunarmi (II), Op. Cit., hal. 96.

hukum kecuali perbuatan-perbuatan itu dapat menguntungkan terhadap budel pailit dalam pembagian harta pailit terhadap para kreditornya. Debitor pailit tidak kehilangan hak dan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum dalam bidang hukum keluarga. Debitor pailit tidak kehilangan kemampuannya untuk bertindak dalam bidang keluarga karena dalam keluarga debitor pailit dianggap seolah-olah tidak ada kepailitan dan debitor pailit bukan dalam keadaan pengampuan. Kepailitan tidak mempengaruhi pula kedudukannya dalam masyarakat, tetapi ekses kepailitan membawa dampak negatif tersendiri terhadap debitor pailit dalam masyarakat. 85 Pada prinsipnya ketentuan dalam hukum kepailitan tidak menyebabkan debitor pailit kehilangan kecakapannya bertindak secara hukum untuk melakukan perbuatan-perbuatan di dalam lingkungan masyarakat dan keluarga, kepailitan tidak mempengaruhi martabat debitor pailit sebagai manusia, akan tetapi dampaknya akan terasa jika debitor pailit tersebut ingin memperoleh pinjaman misalnya pinjaman dalam bentuk kredit dari bank. Pihak bank tentunya akan membuat pertimbangan atas permohonan kredit dari debitor pailit, bahkan bank sama sekali tidak percaya dengan debitor pailit karena ia sudah pernah dipailitkan melalui putusan pengadilan. 86 2. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Kreditor Akibat hukum putusan pailit terhadap para kreditor dijelaskan dalam sub bab ini, tetapi sebelumnya perlu diketahui bahwa kreditor adalah pemegang hak atas jaminan. 41. 85 Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Loc. Cit. 86 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembiayaan, (Jakarta: Pardnya Paramita, 1982), hal.

Jaminan-jaminan itu dapat berupa hipotek 87, gadai 88, hak tanggungan 89, dan jaminan fidusia 90. Pihak-pihak yang memegang hak atas jaminan hipotek, gadai, hak tanggungan, dan fidusia tersebut berkedudukan sebagai kreditor separatis, kreditor konkuren, dan kreditor preferen. 91 Jika debitor tidak diajukan permohonan pailit kepadanya misalnya diajukan oleh kreditor sendiri, maka sudah tentu pelunasan atas utang-utang debitor sulit untuk diminta atau diperoleh oleh kreditor. Oleh sebab itulah, maka UUK dan PKPU hadir membawa paradigma kepastian hukum kepada para kreditor terhadap debitor yang tidak mampu membayar utangutangnya atau karena debitor beritikad tidak baik. Dinyatakannya putusan pailit oleh pengadilan terhadap debitor (debitor pailit), maka akibat hukum terhadap harta kekayaan debitor pailit tersebut akan diurus, dibereskan, dan dihitung untuk didistribusikan (dibagikan) kepada para kreditor dan pihak lain yang berkepentingan dalam pengurusan harta pailit debitor. Akibat hukum ini sekaligus 87 Hipotek diatur dalam Pasal 1162 s/d Pasal 1232 pada bab XXI KUH Perdata yang pada saat ini hanya diberlakukan untuk kapal laut yang berukuran minimal 20 m 3 dan sudah terdaftar di syahbandar dan pesawat terbang. 88 Gadai diatur dalam Pasal 1150 s/d Pasal 1160 bab XX KUH Perdata, yang diberlakukan terhadap benda-benda bergerak. 89 Hak tanggungan diatur dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang melekat di atas tanah tersebut. 90 Hak fidusia diatur dalam UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang objek jaminannya berupa benda-benda yang tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotek, dan hak tanggungan. 91 Jono, Op. cit., hal. 121-122. Kreditor preferen adalah kreditor yang mendapatkan pelunasan terlebih dahulu semata-mata berdasarkan sifat piutangnya (memiliki hak istimewa). Untuk mengetahui siapa saja yang berkedudukan sebagai kreditor preferen dapat dibaca ketentuan dalam Pasal 1133, 1134, 1139, dan Pasal 1149 KUH Perdata. Adapun kreditor konkuren adalah kreditor yang memiliki kedudukan yang sama dan tidak memiliki hak untuk didahulukan daripada kreditor yang lain. Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang memberi wewenang kepada kreditor lainnya untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya untuk memperoleh pelunasan dibandingkan dengan kreditor-kreditor lainnya.

memberikan eksekusi terhadap harta pailit untuk dibayarkan kepada piutang-piutang para kreditor. Akibat hukum sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, penjualan benda milik debitor baik bergerak maupun tidak bergerak dalam rangka eksekusi sudah sedemikian jauhnya hingga hari penjualan benda itu sudah ditetapkan maka dengan izin hakim pengawas, kurator dapat meneruskan penjualan itu atas tanggungan harta pailit. 92 Kecuali ditentukan lain dalam UUK dan PKPU, perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah, balik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotek, atau jaminan fidusia yang telah diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan pailit diucapkan. 93 Akibat hukum terhadap kreditor juga berlaku actio paulina, yaitu kredtor juga dapat mengajukan upaya pembatalan terhadap semua tindakan debitor yang berupaya memindahkan atau mengalihkan hak atas sebahagian kekayaan debitor pailit yang merugikan kreditornya. 94 Pembatalan transaksi debitor pailit yang merugikan kreditor-kreditornya bilamana debitor pailit tersebut secara tidak beritikad baik melakukan transaksi dengan mengalihkan aset-asetnya kepada pihak ketiga. 95 Bahkan dalam Pasal 1178 KUH Perdata telah ditentukan hak setiap kreditor untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak ada terjadi kepailitan, hak ini khususnya untuk 92 Pasal 33 UUK dan PKPU. 93 Pasal 34 UUK dan PKPU. 94 Sunarmi (I), Op. Cit., hal. 186. 95 Tentang actio paulina diatur dalam Pasal 41 s/d Pasal 47 UUK dan PKPU.

kreditor pemegang hak tanggungan, gadai, hipotek, dan fidusia. 96 Ketentuan ini diatur dalam Pasal 55 UUK dan PKPU yang menentukan: a. Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolaholah tidak terjadi kepailitan. b. Dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 maka mereka hanya dapat berbuat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihan tersebut. Putusan pailit oleh hakim pengadilan tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang hak gadai, hipotek, hak tanggungan, dan jaminan fidusia, atau hak agunan dan termasuk hak retensi. Artinya kreditor dapat melakukan eksekusi terhadap hak-hak tersebut seolah-olah tidak terjadi kepailitan dengan tetap memperhatikan ketentian Pasal Pasal 1178 KUH dan Pasal 55 UUK dan PKPU. 97 Pasal 55 UUK dan PKPU tersebut di atas jelas menentukan hak kepada kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, kecuali dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dalam Pasal 136 dan Pasal 137 UUK dan PKPU, kreditor separatis hanya dapat mengeksekusi setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihan tersebut. 98 Pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1178 KUH Perdata yaitu menjual benda jaminan dengan tetap memperhatikan 96 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 70. 97 Sunarmi (III), Op. Cit., hal. 102. 98 Jono, Op. cit., hal. 122.

ketentuan Pasal 55 UUK dan PKPU. 99 Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, sangat logis diterima, sebab dalam praktek biasanya para kreditor pada waktu membuat perjanjian hipotek dengan debitor dengan tegas meminta diperjanjikan dalam hal jika debitor lalai melunasi utang pokok beserta bunganya, maka kreditor (pemegang hipotek) dapat menjual benda hipotek itu dengan cara pelelangan di depan umum. Hasil pelelangan itu akan diambil oleh kreditor untuk pelunasan piutangnya beserta bunganya. Apabila terdapat kelebihan dari hasil penjualan itu, maka kelebihannya harus dikembalikan menjadi harta pailit (budel), dan ketentuan ini juga berlaku pada pemegang hak gadai. 100 Akibat hukum juga berlaku bagi kreditor dalam hal melaksanakan hak retensi yaitu hak kreditor untuk menahan suatu barang yang berada pada penguasaannya, barang mana tersebut merupakan hak milik orang lain yang ada kaitannya dengan debitor pailit. Hak retensi ini diatur dalam Pasal 1812, 1616, dan Pasal 1159 ayat (2) KUH Perdata. Sama dengan hak hipotek dan hak gadai, maka dengan dijatuhkannya putusan pailit terhadap debitor pailit, tidak akan mempengaruhi hak retensi yang dimiliki oleh para kreditor. 101 3. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Harta Pailit Untuk mengetahui secara umum akibat hukum putusan pailit terhadap harta pailit, sebagaimana Pasal 21 UUK dan PKPU, menentukan, Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Pasal 22 UUK dan PKPU menentukan pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 KUH Perdata tersebut tidak berlaku terhadap: 99 Sunarmi (III), Loc. Cit. 100 Zainal Asikin, Op. Cit., hal. 70-71. 101 Ibid., hal. 72.

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu; b. Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau c. Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang. Dari ketentuan tersebut di atas diketahui bahwa, pernyataan pailit konkritnya adalah hanya ditujukan pada harta kekayaan debitor. Jika debitornya perseroan terbatas yang pailit, bukan terhadap status badan hukumnya, status badan hukumnya masih tetap ada, kecuali dimohonkan sekaligus untuk dibubarkan dan dilikuidasi. Jika organ perseroan terbatas (misalnya direksi) tetap melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta pailit, maka perbuatan direksi tersebut tidak mengikat harta pailit kecuali jika perbuatan hukum tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit. 102 Esensi penting dari keputusan pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekeyaan debitor. Kekayaan debitor tersebut akan dikuasai oleh kurator yang akan mengurus dan membereskan seluruh harta pailit. Akibat dari putusan pailit membawa konsekuensi pula terhadap gugatan-gugatan yang sedang berjalan, baik dalam kapasitas debitor sebagai tergugat maupun sebagai penggugat yaitu gugatan ditunda atau ditangguhkan, kurator mengambil alih perkara dengan menggantikan kedudukan debitor, perkara digugurkan, atau gugatan diteruskan. 103 102 Penjelasan Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU. 103 Sunarmi (III), Op. cit., hal. 86-87.

B. Pengertian Upaya Perdamaian Dalam Rangka Kepailitan 1. Pengertian Upaya Perdamaian UUK dan PKPU memberikan peluang bagi debitor maupun kreditor untuk upaya perdamaian. 104 Upaya perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah satu pihak guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perdamaian (accord) dalam kepailitan diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara debitor pailit dengan para kreditor. 105 Debitur pailit berhak untuk menawarkan perdamaian kepada seluruh kreditor berpiutangnya bersama-sama. 106 Dalam berbagai literatur yang membahas tentang kepailitan tidak ada keseragaman dalam menggunakan istilah padanan kata dari perdamaian. Ada yang menggunakan istilah accord, ada yang menggunakan accoord, ada yang menggunakan istilah akor (akkoord), ada yang menggunakan istilah akur. Tetapi menurut Zainal Asikin istilah asli dari perdamaian adalah accoord. 107 Steven R. Schuit dalam bukunya berjudul Dutch Business Law menggunakan istilah composition untuk accoord yang diartikannya persetujuan untuk pembayaran utang. 108 Sedangkan di dalam Kamus Umum Bahasan Indonesia oleh WJS Poerwadarminta, akor atau akur diartikan dengan cocok, sesuai, dan setuju. 109 Sedangkan akor atau akur atau accoord dalam hukum kepailitan diartikan oleh Vollmar, sebagai suatu perjanjian perdamaian antara si pailit (debitor) dengan para kreditor di hal. 27. 104 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 96. 105 Sunarmi (III), Op. cit, hal. 144. 106 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 91. 107 Zainal Asikin, Op. Cit., hal. 87. 108 Ibid. 109 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),

mana diadakan suatu ketentuan bahwa si pailit (debitor) dengan membayar suatu prosentase tertentu dari utangnya, maka ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya. 110 Penggunaan istilah perdamaian yang berbeda-beda, pengertiannya juga ditemukan dalam buku Sunarmi yang berjudul Hukum Kepailitan, menurutnya ada dua pengertian dari accord. Yaitu pertama, accord yang ditawarkan pada saat verifikasi dalam kepailitan dan kedua, accord yang ditawarkan dalam PKPU yaitu sebelum debitor dinyatakan pailit. 111 Dalam Black s Laws Dictionary, pengertian accord diartikan, In a debtor/creditor relationship, an agreement between the parties to settle a dispute for same partial payment. It is called an accord because the creditor has a right of action against the debtor. 112 Dalam hubungan debitur/kreditur, kesepakatan antara para pihak untuk menyelesaikan sengketa pembayaran disebut accord karena kreditur memiliki hak tindakan terhadap debitur. Dari pengertian dalam Black s Law Dictionary tersebut, accord diartikan sebagai sebuah perjanjian antara dua orang, yang salah satunya memiliki hak tindakan terhadap yang lain, untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam hubungan debitor dan kreditor, membuat kesepakatan antara pihak untuk menyelesaikan sengketa pembayaran utang, di mana karena kreditur memiliki hak bertindak terhadap debitor. Dari pengertian-pengertian accord tersebut di atas memberikan makna bahwa walaupun debitor telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga melalui putusannya, namun bagi si pailit (debitor) masih diberikan kesempatan oleh undang-undang untuk mengajukan rencana perdamaian dengan para kreditornya. Perdamaian dalam proses kepailitan berbeda 110 HFA Vollmar dalam Zainal Asikin, Loc. Cit. 111 Sunarmi (III), Loc. Cit. 112 Ibid., lihat juga: Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, (United States of America: ST. Paul Minn. West Publishing Co, 1990), hal. 17.

dengan perdamaian dalam hukum acara perdata biasa. Perdamaian dalam hukum acara perdata biasa tidak terikat formulanya dan bisa dilakukan sendiri oleh para pihak tanpa campur tangan pengadilan, tetapi perdamaian dalam proses kepailitan terjadi dalam proses perkara kepailitan melalui hakim pengawas. 113 Demikian pula perdamaian dalam pemberesan harta pailit berbeda karakteristiknya dengan perdamaian dalam PKPU. Perdamaian dalam kepailitan lebih mengarah pada proses penyelesaian utang-utang debitor melalui pemberesan harta pailit sedangkan perdamaian dalam PKPU lebih ditekankan pada rencana penawaran pembayaran atau melakukan restrukturisasi pembayaran utang. 114 Dalam hal ini untuk keseragaman penggunaan istilah maka digunakan istilah accord saja. 2. Dasar Hukum Pengajuan Upaya Perdamaian Dasar hukum perdamaian terdapat pengaturannya di dalam Pasal 144 s/d Pasal 177 UUK dan PKPU. Pasal 144 UUK dan PKPU menentukan, Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor. Hal ini juga ditegaskan dalam Zainal Asikin bahwa penawaran perdamaian itu harus diajukan oleh si pailit (debitor pailit) kepada kurator atau kepada Balai Harta Peninggalan, paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat verifikasi (rapat pencocokan piutang). 115 Beberapa ketentuan menyangkut rencana perdamaian dalam UUK dan PKPU diuraikan berikut ini. Ketentuan dalam Pasal 145 UUK dan PKPU menentukan: 113 M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 140. 114 Ibid., hal. 1441. Lihat juga: Munir Fuady, Op. cit., hal. 177. 115 Zainal Asikin, Op. cit., hal. 89.

a. Apabila Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian dan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan, rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang, kecuali dalam hal yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147. b. Bersamaan dengan penyediaan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kepaniteraan Pengadilan maka salinannya wajib dikirimkan kepada masingmasing anggota panitia kreditor sementara. Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan bagi kurator dan panitia kreditor sementara masing-masing wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana perdamaian dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU. Pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU, ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kemudian yang Pasal 147 UUK dan PKPU ditunda dalam hal: a. Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orangorang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau b. Rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat. Pasal 148 UUK dan PKPU menentukan: Dalam hal pembicaraan dan pemungutan suara mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal rapat terakhir harus memberitahukan kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor yang untuk sementara diakui yang tidak hadir pada rapat pencocokan piutang dengan surat yang memuat secara ringkas isi rencana perdamaian tersebut. Kemudian dalam Pasal 149 UUK dan PKPU ditentukan:

a. Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut. b. Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, diketahui bahwa upaya perdamaian hanya berlaku terhadap kreditor konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi hanya kreditor konkurenlah yang berhak untuk mengeluarkan suara terhadap rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitor pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen dengan hak untuk didahulukan tidak berhak memberikan suaranya dalam rapat tentang rencana perdamaian tersebut. 116 Jika kreditor separatis dan kreditor preferen memberikan suaranya dalam rapat rencana perdamaian, maka berarti bahwa kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak istimewanya sebagaimana dalam KUH Perdata dan selanjutnya berubah menjadi kreditor konkuren, meskipun jika pada akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak diterima, kreditor ini tetap menjadi kreditor konkuren. 117 3. Pengajuan Upaya Perdamaian Dalam Rangka Kepailitan Sebagaimana telah disinggung mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa yang menawarkan perdamaian dalam kepailitan harus lah dari pihak si pailit (debitor pailit). 116 Sunarmi (III), Op. cit., hal. 147. 117 Ibid.

Diajukannya rencana perdamaian ini oleh debitor pailit, disebabkan oleh karena kemungkinan alasan-alasan berikut ini: 118 a. Mungkin debitor pailit menawarkan kepada kreditornya bahwa ia akan membayar (sanggup membayar) dalam jumlah tertentu dari utangnya (tidak dalam jumlah keseluruhannya). b. Mungkin debitor pailit akan menawarkan akor likuidasi (liquidatie accord) di mana debitor pailit menyediakan hartanya bagi kepentingan para kreditornya untuk dijual di bawah pengawasan seorang pengawas (pemberes), dan hasil penjualannya dibagi untuk para kreditor. Jika hasil penjualan itu tidak mencukupi, maka debitor pailit dibebaskan dari dalam hal membayar sisa utang yang belum terbayar. c. Mungkin debitor pailit menawarkan untuk meminta penundaan pembayaran dan diperbolehkan mengangsur utangnya untuk beberapa waktu. Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa dalam pengajuan perdamaian pada PKPU berbeda dengan pengajuan perdamaian dalam kepailitan. 119 Perbedaan perdamaian antara perdamaian pada PKPU dan perdamaian pada kepailitan dapat dilihat dari segi waktu, penyelesaian, syarat penerimaan, dan kekuatan mengikat. Dari segi waktu, perdamaian pada PKPU diajukan diajukan pada saat atau setelah permohonan PKPU sedangkan perdamaian pada kepailitan diajukan setelah adanya putusan pailit dari majelis hakim pengadilan niaga. 120 118 Zainal Asikin, Op. cit., hal. 88. 119 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antarakepailitan-dengan-pkpu, diakses tanggal 11 Maret 2014. Artikel yang ditulis oleh Letezia Tobing, berjudul Perbedaan Antara Kepailitan dan PKPU. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU). Jadi perdamaian dalam kepailitan di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sedangkan PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditor dalam hal debitur atau kreditor menilai debitor tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor) antara debitor dan kreditor agar debitor tidak perlu dipailitkan (Pasal 222 jo Pasal 228 ayat (5) UUK dan PKPU). 120 Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Op. cit., hal. 139.

Dari segi penyelesaian, pembicaraan penyelesaian perdamaian dilakukan pada sidang pengadilan yang memeriksa permohonan PKPU sedangkan perdamaian pada kepailitan dibicarakan pada saat verifikasi (rapat pencocokan piutang) yaitu setelah adanya putusan pailit. Dari segi syarat penerimaan, syarat penerimaan perdamaian pada PKPU harus disetujui 2/3 jumlah kreditor yang diakui dan mewakili 3/4 dari jumlah piutang. Sedangkan perdamaian dalam kepailitan harus disetujui oleh 1/2 kreditor konkuren yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui. 121 ini: Hal ini ditegaskan dalam Pasal 151 UUK dan PKPU yang menentukan syarat berikut Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. hal: Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam a. Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan. b. Pada pemungutan suara kedua, Kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama. 121 Ibid., hal. 140.

Dari segi kekuatan mengikat perdamaian pada PKPU berlaku pada semua kreditor sedangkan perdamaian pada kepailitan hanya berlaku bagi kreditor konkuren saja. 122 Apakah perdamaian bisa dilakukan setelah adanya putusan MA yang menolak kasasi debitor pailit? Pada prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor (Pasal 144 UUK dan PKPU). Akan tetapi, rencana perdamaian itu harus diajukan oleh debitor pailit paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang dengan menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan Niaga. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang (Pasal 145 ayat 1 UUK dan PKPU). Dengan kata lain, rencana perdamaian ini diajukan setelah adanya putusan pailit terhadap debitor oleh Pengadilan Niaga. 123 Memang debitor pailit diberikan hak untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi ke MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU), tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit (Pasal 11 ayat 2 UUK dan PKPU). Hal ini berarti rencana pengajuan perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah ada putusan dari MA yang menolak kasasi yang diajukan oleh debitor pailit. Karena jangka waktu untuk pengajuan rencana perdamaian telah lewat waktu. Rencana pengajuan perdamaian dalam rangka kepailitan hanya boleh dilakukan setelah putusan pailit dijatuhkan Pengadilan 122 Ibid. 123 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2008), hal. 408-409

Niaga dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari setelah jatuhnya putusan pailit. Jadi, perdamaian tidak bisa dilakukan setelah ada putusan MA yang menolak kasasi debitor pailit. 124 C. Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Persetujuan Pengajuan Perdamaian 1. Pengertian Kreditor dan Kreditor Separatis Istilah kreditor memiliki padanan kata dengan creditor di mana istilah creditor ini berasal dari kata credit (kredit) dari Bahasa Latin yaitu credo yang berarti saya percaya, dikombinasi dengan Bahasa Sanskerta yaitu cred yang berarti kepercayaan. Kemudian juga kata creditor dikombinasi dengan akhiran or (Bahasa Inggris) yang berarti menyebutkan pada orangnya atau pihak atau lembaga yang memberikan kepercayaan. 125 Atas dasar kepercayaan, kreditor memberikan sejumlah uang atau jasa kepada seseorang debitor yang memerlukan dengan syarat debitor tersebut membayar kembali atau memberikan penggantinya dalam suatu jangka waktu yang telah diperjanjian. 126 Namun perjanjian dimaksud dalam pengertian ini belum menunjukkan suatu makna yuridis, sebab perjanjian akan dapat mengikat dan memberikan kepastian hukum, bila perjanjian itu dilakukan dengan cara tertulis. Pengertian kreditor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyebutan kepada pihak yang memberi utang atau orang atau lembaga yang berpiutang sedangkan 124 Ibid, hal. 408 125 Iswi Hariyani, Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet, Kenapa Perbankan Memanjakan Debitur Besar Sedangkan Usaha/Debitur Kecil Dipaksa, (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2010), hal. 9. 126 Pratama Rahardja, Uang dan Perbankan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 104.

debitor adalah orang atau lembaga yang menerima utang atau berutang kepada kreditor. 127 Dalam Kamus Hukum disebut dengan istilah crediteur yang pada prinsipnya tetap mengandung arti kreditor yaitu pihak yang berpiutang. 128 Kreditor dan debitor dapat berbentuk pihak orang perorangan, lembaga atau organisasi, atau perusahaan maupun pemerintah. Pengertian kreditor dalam Black s Law Dictionary diartikan dengan creditor yaitu: A person to whom a debt is owing by another person who is the debtor. 129 Pengertian kreditor di sini hanya ditujukan pada orang, belum menunjukkan pada suatu badan atau lembaga. Tetapi pengertian ini telah mengarah pada suatu subjek hukum yang memberikan utang kepada debitor, sedangkan kreditor itu adalah orang yang memiliki piutang atau tagihan. Pengertian kreditor secara yuridis ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU yang ditentukan berikut, Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Sedangkan debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 angka 3 UUK dan PKPU) dan yang dimaksud dengan debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan (Pasal 1 angka 4 UUK dan PKPU). 127 Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 190. 128 M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hal. 140. 129 Henry Campbell Black, Op. cit., hal. 368.

Berdasarkan ketentuan yuridis tersebut di atas juga tidak disebutkan sama sekali tentang perjanjian itu dilakukan secara tertulis. Walaupun demikian, UUK dan PKPU tidak dengan tegas menentukan perjanjian tertulis antara kreditor dan debitor, tetapi dalam praktiknya perjanjian utang piutang antara kreditor dan debitor selalu dilakukan dengan cara tertulis, dengan tujuan untuk kepastian hukum bagi para pihak. 130 Kreditor memiliki tagihan kepada pihak lain yaitu debitor atas utang-utang debitor yang telah diperjanjikan sebelumnya antara kreditor dan debitor di mana kreditor telah memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak debitor. Lilik Mulyadi mengatakan, kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Di mana kreditor yang dimaksud dapat bersifat perorangan atau badan hukum. 131 Pengertian kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang memberi wewenang kepada kreditor lainnya untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya untuk memperoleh pelunasan dibandingkan dengan kreditor-kreditor lainnya. 132 Kreditor separatis adalah kreditor yang memperoleh kedudukan didahulukan seperti gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotik adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan. 133 Pada prinsipnya kreditor separatis terdiri dari kreditor pemegang hak gadai, hipotek, hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Pemegang gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 130 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal.57 131 Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 95. 132 Ibid. 133 Kartini Muliadi dan Gunawan Widjaya, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 199.

s/d Pasal 1160 Buku III Bab XX KUH Perdata yang diberlakukan terhadap benda-benda bergerak. Secara normatif terhadap gadai, pemberi gadai (debitor) wajib melepaskan penguasaan atas suatu benda yang dijaminkan kepada penerima gadai (kreditor). 134 Pemegang hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 m 3 atau lebih. Aspek ini harus terdaftar di Syahbandar, dengan pendaftaran kapal tersebut merupakan kapal Indonesia (Pasal 314 KUHD). Pesawat terbang juga harus terdaftar sebagaiman ditentukan dalam Konvensi Jenewa 1948 tentang Convention on The International Recognation of Right in Aircrafts. 135 Hipotek diatur dalam ketentuan Pasal 1162 s/d Pasal 1232 KUH Perdata. Pada dasarnya menurut ketentuan Pasal 314 KUHD kapal-kapal diberlakukan sebagai kebendaan yang tidak bergerak sehingga penjamin yang diletakkan diatasnya juga hanya dalam bentuk hipotek. Adapun bagi kapal-kapal yang tidak terdaftar, dianggap sebagai kebendaan yang bergerak dan terhadapnya berlaku ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata berlaku bagi bendabenda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang serta tidak harus dibayar kepada pembawa. Konsekuensi logisnya berarti kapal laut dengan ukuran kurang dari 20 m 3 isi kotor yang tidak didaftarkan, dapat digadaikan. 136 Hak tanggungan diatur dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang melekat di atas tanah tersebut, sedangkan 134 Lilik Mulyadi, Loc. cit. 135 http://www.mcgill.ca/files/iasl/geneva1948.pdf, tentang Convention on The International Recognition of Rights in Aircraft, Signed At Geneva, on 19 June 1948 (Geneva Convention). 136 Lilik Mulyadi, Loc. Cit.

jaminan fidusia diatur dalam UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang objek jaminannya berupa benda-benda yang tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotek, dan hak tanggungan. 137 Menurut Pasal 149 ayat (1) UUK dan PKPU para kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia dan hak tanggungan atau hypotek, atau hak atas kebendaan lainnya, dan kreditor yang diistimewakan, termasuk kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian. Dalam buku karangan Sunarmi berjudul Hukum Kepailitan disebutkan Kreditor separatis dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa harus kehilangan hak-hak agunan atas kebendaan yang dimilikinya terhadap harta debitor termasuk hak-hak dari kreditor tersebut untuk didahulukan pembayarannya. 138 Kreditor separatis yaitu kreditor pemegang jaminan kebendaan berdasarkan Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata yaitu Gadai dan Hipotik. Selain itu kreditor separatis juga pemegang jaminan-jaminan kebendaan yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan juga pemegang hak dalam UU No.9 Tahun 2006 sebagaimana diubah melalui UU No.9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang. 139 2. Beberapa Jenis Kreditor Yang Dikenal Dalam Hukum Kepailitan 137 Jono, Op. cit., hal. 121-122. 138 Sunarmi (III), Op. cit., hal. 39. 139 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1998/perbedaan-antara-kreditur-separatisdengan-kreditur-konkuren, diakses tanggal 11 Maret 2014. Artikel ditulis oleh Nien Rafles Siregar, berjudul, Perbedaan Antara Kreditur Separatis dengan Kreditur Konkuren. Lihat Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia : Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 81-82

Dalam hukum kepailitan (UUK dan PKPU) pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) dikenal ada 3 (tiga) jenis kreditor yaitu kreditor konkuren, kreditor separatis dan kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Pembagian kreditor dalam kepailitan sesuai dengan prinsip structured creditors atau prinsip structured prorata yang diartikan sebagai prinsip yang mengklasifikasikan atau mengelompokkan berbagai macam kreditur sesuai dengan kelasnya masing-masing antara lain kreditur separatis, preferen, dan kongkruen. Pembagian hasil penjualan harta pailit, dilakukan berdasarkan urutan prioritas di mana kreditor yang kedudukannnya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih dahulu dari kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah, dan antara kreditur yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran dengan asas prorata (pari passu prorata parte). 140 Sebagaimana telah disebutkan di atas, kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan terhadap hipotek, gadai, hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Sedangkan yang dimaksud dengan kreditor preferen adalah kreditor yang memiliki piutang-piutang yang berkedudukan istimewa (privilege) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata. Hak privilege merupakan hak istimewa yang didahulukan (dikecualikan) karena undang-undang atau ditentukan dalam perjanjian. Piutang-piutang yang pelunasannya harus didahulukan itu juga disebut dengan piutang preference atau 140 M. Hadi Shubhan, Op. cit, hal. 31-32.

piutang istimewa, sedangkan piutang-piutang yang pelunasannya diselesaikan menurut asas keseimbangan dinamakan piutang konkuren. 141 Kreditor preferen yaitu kreditor yang mempunyai hak mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditor preferen terdiri dari kreditor preferen khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata, dan kreditor preferen umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata. 142 Hak privilege dimaksud dalam Pasal 1134 KUH Perdata adalah suatu kedudukan istimewa dari seorang penagih (kreditor preferen) yang diberikan undangundang berdasarkan sifat piutang. Hak privilege baru muncul jika kekayaan yang disita tidak cukup untuk melunasi semua tanggungan. Oleh karena itu kedudukan hak privilege lebih rendah dari gadai, hak tanggungan, hipotek, dan jaminan fidusia kecuali ditentukan lain. 143 Kreditor konkuren adalah kreditor yang mempunyai hak mendapatkan pelunasan secara bersama-sama tanpa hak yang didahulukan, dihitung besarnya piutang masing-masing terhadap piutang secara keseluruhan dari seluruh harta kekayaan debitor. 144 Kreditor 141 Ibid., hal. 20. 142 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1998/perbedaan-antara-kreditur-separatisdengan-kreditur-konkuren, diakses tanggal 22 Februari 2014. Artikel pada hukumonline ditulis oleh Nien Rafles Siregar, tentang Perbedaan Antara Kreditur Separatis dengan Kreditur Konkuren. 143 Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 98. 144 Ibid.

Konkuren yaitu kreditor yang tidak termasuk dalam kreditor separatis dan kreditor preferen. 145 Kreditur kongkruen adalah kreditur yang biasa yang tidak dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hipotik, dan hak tanggungan dan pembayarannya dilakukan secara berimbang. Kreditur inilah yang umum melaksanakan prinsip pari passu prorata parte, pelunasan secara bersama-sama tanpa hak yang didahulukan, dihitung besarnya piutang masing-masing terhadap piutang secara keseluruhan dari seluruh kekayaan debitur. 146 Berdasarkan pengertian-pengertian tentang kreditor di atas disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kreditor separatis adalah kreditor yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan, dan golongan ini dapat dikatakan sebagai kreditor yang tidak terkena akibat kepailitan. 147 Kreditor preferen adalah golongan kreditor yang piutangnya memiliki kedudukan istimewa, memiliki hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu. 148 Kreditor konkuren adalah kreditor yang dicukupkan pembayaran piutangpiutangnya dari hasil penjualan harta pailit sesudah diambil bagian untuk kreditor separatis dan kreditor preferen. 149 3. Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Memberikan Persetujuan Pengajuan Upaya Perdamaian 145 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1998/perbedaan-antara-kreditur-separatisdengan-kreditur-konkuren, diakses tanggal 11 Maret 2014. Artikel ditulis oleh Nian Rafles Siregar, berjudul Perbedaan Antara Kreditur Separatis dengan Kreditur Konkuren. 146 Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 95-97. Lihat juga: M. Hadi Shubhan, Op. cit, hal. 31-32. 147 Sunarmi (III), Op. cit., hal. 153-153. 148 Ibid. 149 Ibid.

Kreditor separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi objek jaminannya seolaholah tanpa terjadinya kepailitan (Pasal 55 UUK dan PKPU) dan mendapatkan pembayaran piutang terlebih dahulu dari pada kreditor konkuren. Hak suara kreditor separatis dalam memberikan persetujuan pengajuan upaya perdamaian dalam kepailitan dapat diketahui dari ketentuan Pasal 149 UUK dan PKPU yaitu: (1) Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut. (2) Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, kreditur Separatis pada prinsipnya tidak berhak mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian. Namun jika kreditor separatis telah melepaskan haknya sebagai kreditor separatis menjadi kreditor konkuren, maka kreditor separatis tersebut memiliki hak yang sama dengan kreditor konkuren lainnya, misalnya rencana perdamaian yang diajukan debitor tidak diterima kreditor. Kondisi seperti ini hanya akan terjadi dalam hal hak kreditor separatis untuk didahulukan dibantah dalam rapat verifikasi. Hak suara kreditor separatis dalam memberikan persetujuan pengajuan upaya perdamaian dapat pula dilihat dari ketentuan Pasal 281 UUK dan PKPU. (1) Rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan: a. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian