BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian yang relevan. Tujuannya, secara etis menghargai penulis-penulis terdahulu dan untuk menunjukkan keunggulan atau kekurangan serta posisi penulis di dalam rangkaian perjalanan ilmu pengetahuan yang telah berjalan lama (Subroto, 2007:96). Beberapa penelitian mengenai suntingan teks, analisis struktur, dan tinjauan ajaran tauhid pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Yanuar Rulis Ardianto, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2009) dalam skripsi yang berjudul Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-mukallafīn: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Ajaran Tauhid menyajikan suntingan teks Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-mukallafīn yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks, dan mengungkapkan ajaran tauhid teks Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-mukallafīn. Dalam penelitian ini, disimpulkan (1) suntingan teks tidak sepenuhnya dapat ditransliterasi dan ditemukan beberapa kesalahan salah tulis; (2) berstruktur sastra kitab dengan penyajian teks terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya penyajian teks menggunakan gaya interlinier. Pusat penyajian menggunakan metode orang pertama. Gaya bahasa teks banyak 7
8 dipengaruhi oleh bahasa Arab yang terlihat dalam pemilihan kosakata, sintaksis, dan ungkapan yang terdapat di dalamnya; (3) ajaran tauhid yang terkandung dalam teks, meliputi: akidah, sifat wajib bagi Allah (Sifat Dua Puluh), sifat jaiz bagi Allah, dan sifat-sifat yang ada pada diri Rasul. Konsep akidah yang terdapat dalam teks adalah uraian mengenai kewajiban setiap mukalaf untuk makrifat dan mengimani Allah, Rasul, beserta sifat-sifat-nya. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Farida Rohmawati, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (201 3) dalam skripsi yang berjudul Syair Ibadat: Suntingan Teks, Analisis Ajaran Tauhid dan Konsep Ekskatologi menyajikan suntingan teks Syair Ibadat yang baik dan benar, mengungkapkan ajaran tauhid teks, dan mengungkapkan konsep ekskatologi teks Syair Ibadat. Dalam penelitian ini, disimpulkan (1) suntingan teks secara keseluruhan ditemukan beberapa kesalahan tulis; (2) ajaran tauhid yang terkandung dalam teks, meliputi: sifat wajib bagi Allah dan Nabi Muhammad; (3) konsep ekskatologi yang terkandung dalam teks, meliputi: alam kubur, hari kiamat, hari kebangkitan, hari berkumpul, hari pengadilan, serta surga dan neraka. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Dhini Yustia Widhya Saputri, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (201 4) dalam skripsi yang berjudul Syair Aqīdatu `l- Awām: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Kandungan Ajaran Tauhid menyajikan suntingan teks Syair Aqīdatu `l- Awām yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks, dan mengungkapkan ajaran tauhid teks Syair Aqīdatu `l- Awām. Dalam penelitian ini, disimpulkan (1) suntingan teks secara keseluruhan ditemukan beberapa
9 kesalahan tulis; (2) berstruktur sastra kitab. Gaya penyajian menggunakan bentuk syair. Pusat penyajian menggunakan metode orang pertama dan kedua. Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa ilmiah sehingga tidak ditemukan bahasa kiasan atau majas; (3) ajaran tauhid yang terkandung dalam teks ini adalah dua puluh sifat Allah, sifat jaiz Allah, rasul-rasul Allah dan sifat-sifatnya, malaikatmalaikat Allah, kitab-kitab Allah, dan hari akhir. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Dhimas Muhammad Yasin, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universtas Sebelas Maret (2014) dalam skripsi yang berjudul Al-Mutawassimīn: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Ajaran Tauhid menyajikan suntingan teks Al- Mutawassimīn yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks, dan mengungkapkan ajaran tauhid teks Al-Mutawassimīn. Dalam penelitian ini disimpulkan (1) suntingan teks secara keseluruhan ditemukan beberapa kesalahan tulis; (2) berstruktur sastra kitab; (3) ajaran tauhid yang terkandung dalam teks ini adalah dua puluh sifat Allah. Berdasarkan deskripsi di atas, dapat diketahui bahwa penelitian terhadap teks Zuhratu ˋl-Murīd Fī Bayān Kalimat At-Tauhīd belum pernah dikaji dari aspek suntingan, analisis struktur, dan isi berdasarkan ajaran tauhid. Oleh karena itu, penelitian terhadap teks Zuhratu ˋl-Murīd Fī Bayān Kalimat At-Tauhīd perlu dilakukan. B. Landasan Teori 1. Suntingan Teks Dalam filologi, menyunting adalah menyediakan naskah yang mendekati aslinya, yaitu naskah yang baik dan benar. Baik, berarti mudah dibaca dan
10 dipahami karena hurufnya sudah ditransliterasikan dan ejaannya sudah disesuaikan dengan bahasa sasaran. Benar, berarti kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahan (Dasuki, 1996:60). Suntingan teks adalah bentuk menerbitkan kembali teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedang ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, diberikan komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks, segala usaha perbaikan teks harus disertai pertanggungjawaban dengan metode rujukan yang tepat (Baroroh, 1994:61). Pada umumnya, penelitian filologi diawali dengan kegiatan penyuntingan teks. Penyuntingan teks memerlukan metode yang tepat dan sesuai dengan kondisi naskah yang disunting. Penyuntingan teks dengan menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan objek yang diteliti akan menghasikan suntingan yang baik dan benar, baik dalam arti mudah dibaca dan benar dalam arti kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan jika isi teks sudah dibetulkan dari kesalahankesalahan kecil. Langkah penelitian filologi, yaitu diawali dengan inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, transliterasi naskah, dan kritik teks. Penjelasan mengenai langkah-langkah penelitian filologi tersebut adalah sebagai berikut (Djamaris, 2002:24-26). a. Inventarisasi Naskah Inventarisasi naskah dilakukan untuk mengumpulkan naskah yang ada di masyarakat melalui dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan. Studi katalog dilakukan dengan mendaftar judul naskah yang akan diteliti melalui katalog
11 naskah. Naskah yang terdaftar di katalog biasanya dimiliki oleh museum atau instansi yang menaruh perhatian terhadap naskah. Sudardi (2003:47) mengungkapkan bahwa beberapa katalog tersebut seringkali belum lengkap dengan adanya penemuan-penemuan naskah baru. Penemuan naskah baru sering diinformasikan melalui artikel-artikel atau hasil-hasil penelitian. Untuk itu, inventarisasi naskah perlu juga dilengkapi dengan pembacaan sejumlah artikel tentang penemuan dan informasi tentang naskah. Cara yang kedua adalah studi lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat yang diduga menyimpan naskah, termasuk di masyarakat. b. Deskripsi Naskah Setelah data berhasil dikumpulkan segera diolah yang berupa deskripsi naskah. Semua naskah dideskripsikan meliputi nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, dan garis besar isi cerita (Djamaris, 2002:11). Wilayah deskripsi naskah tersebut dapat diperluas lagi sehingga diperoleh keterangan yang lebih rinci dan dari situ dapat diketahui karakteristik naskah. c. Transliterasi Naskah Transliterasi merupakan salah satu tahap atau tahap dalam penyuntingan teks yang tertulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Transliterasi adalah pengalihan dari huruf ke huruf, dari abjad Arab ke abjad Latin dan sebaliknya (Sudardi, 2003:66).
12 d. Kritik Teks Langkah berikutnya setelah tahap transliterasi adalah melakukan kritik teks. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu krites yang berarti seorang hakim, krinein berarti menghakimi, dan kriterion berarti dasar penghakiman. Kritik teks memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya (Baroroh, dkk., 1994:61). Kritik teks adalah kegiatan filologi yang paling utama. Kritik teks adalah penilaian terhadap kandungan teks yang tersimpan dalam naskah untuk mendapatkan teks yang paling mendekati aslinya (Sudardi, 2003:55). Langkah kerja dalam kritik teks ialah memberikan catatan terhadap kesalahan-kesalahan yang terdapat pada teks. Kesalahan-kesalahan tersebut, meliputi: (1) lakuna, yaitu bagian yang terdapat penghilangan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (2) adisi, yaitu bagian yang terdapat penambahan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (3) substitusi, yaitu bagian yang terdapat penggantian huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (4) transposisi, yaitu bagian yang terdapat pemindahan letak huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (5) ditografi, y aitu bagian yang terdapat perangkapan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (6) ketidakkonsistenan, yaitu bagian yang terdapat ketidakselarasan penulisan ejaan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks. 2. Struktur Sastra Kitab Proses penciptaan kesusastraan Islam ada yang berupa sastra rekaan, yang pada umumnya menggunakan bentuk hikayat. Menurut isinya ada yang
13 menunjukkan karya ajaran, karya yang berisi uraian mengenai ajaran agama Islam yang bersumber pada ilmu fikih, tasawuf dan ilmu kalam. Chamamah (1982: 149) berpendapat bahwa sastra yang mengemukakan ajaran Islam yang bersumber pada ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam, dan tarikh serta riwayat tokoh-tokoh historis disebut sastra kitab. Sesuai dengan isi yang dikemukakannya, maka penciptaan karya sastra kitab bertujuan untuk menanamkan ajaran Islam sehingga dapat menguatkan iman dan kepercayaan kepada Tuhan serta untuk meluruskan ajaran yang sesat (Chamamah, 1982:149-150). (1) Struktur Narasi Sastra Kitab Struktur narasi sastra kitab adalah struktur penyajian teks, sama halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur (Chamamah, 1982: 152). Adapun struktur narasi sastra kitab pada umumnya terdiri dari tiga bagian 1) pendahuluan; 2) isi; dan 3) penutup (Chamamah, 1982: 209). Pendahuluan dimulai dengan satu rangkaian pembuka karangan yang berupa Bismillah, Alhamdulillah, serta selawat untuk Nabi Muhammad SAW, untuk keluarganya dan para sahabatnya, yang dipakai secara berturut-turut. Lalu, kata wa ba du merupakan ungkapan tetap untuk menyudahi bacaan pembukaan kemudian motivasi penulisan kitab tersebut dan judul atau nama kitab (Chamamah, 1982:156). Semua ditulis dalam bahasa Arab dan diikuti terjemahan yang dilakukan kalimat per kalimat secara intensif. Isi menguraikan pokok permasalahan yang dibahas dan sebagai penutup digunakan kata tamat yang berarti selesai atau sempurna (Chamamah, 1982:156-157).
14 Pada umumnya, struktur penyajian adalah alur lurus, yaitu masalahmasalah disajikan dan diuraikan secara berurutan, sesuai dengan tingkat-tingkat kepentingannya dan sesuai dengan urutan kronologinya. Gaya penyajian sastra kitab dimulai dengan doa dalam bahasa Arab disertai terjemahannya dalam bahasa Melayu secara interlinier. Isi dibentangkan sesuai dengan masalah yang disajikan. Kemudian karangan ditutup dengan doa kepada Tuhan dan selawat kepada nabi beserta keluarganya, diakhiri dengan kata tamat. (2) Gaya Penyajian Teks Gaya penyajian adalah cara pengarang yang khusus dalam menyampaikan ceritanya, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Gaya penyajian dalam sastra kitab seringkali menggunakan dua bahasa sekaligus. Artinya, gaya penyajian dimulai dengan doa yang menggunakan bahasa Arab diikuti dengan terjemahan dalam bahasa Melayu. (Chamamah, 1982:160). (3) Pusat Penyajian Teks Pusat penyajian adalah posisi seorang pengarang dalam menyampaikan cerita atau ajarannya. Pusat penyajian sastra kitab dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah pusat penyajian orang pertama. Pada tipe pertama, semua pendapat dituturkan sendiri oleh pengarang yang dicirikan dengan penggunaan kata ganti aku, saya, kami, atau kita. Tipe kedua adalah pusat penyajian orang ketiga yang dicirikan dengan penggunaan kata ganti mereka. Pada tipe kedua, pengarang dianggap sebagai orang yang serba tahu dengan teks yang ditulisnya (Chamamah, 1982:172). Pada umumnya, pusat penyajian sastra kitab cenderung pada pusat penyajian tipe kedua yakni metode pada orang ketiga. Metode ini dapat dibagi
15 menjadi dua macam. Pertama, metode orang ketiga bersifat romantik-ironik (penceritaan yang menonjolkan pengarang). Kedua, metode orang ketiga objektif (pengarang bersembunyi dibalik tokoh-tokohnya) (Chamamah, 1982:173). (4) Gaya Bahasa Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Gaya bahasa sastra kitab bersifat khusus. Kekhususan tersebut dapat dilihat dalam kosakata, ungkapan, sintaksis, sarana retorika atau bahasa retoris, dan bahasa kiasan yang mempergunakan istilah-istilah Islam berupa unsur bahasa Arab (Chamamah, 1982:178). 3. Tauhid Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifatsifat yang ada pada-nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-nya, dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-nya, dan membicarakan tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang ada padanya, sifat-sifat yang tidak ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya ( Abduh dalam Hanafi, 2001:3). Tauhid dapat dibagi dalam tiga aspek yakni bertauhid dalam kekuasaan Tuhan rububiyyah, ibadah uluhiyyah, dan dalam nama dan sifat Allah (Asma wa Sifat). Beberapa perbedaan antara 20 sifat wajib Allah dan 20 sifat mustahil Allah, yaitu sebagai berikut (Syukur, 1994:222). 1. Wujud, artinya ada, mustahil Allah bersifat Adam atau tidak ada. 2. Qidam, artinya tidak berpermulaan ada-nya, mustahil Allah bersifat Hudus atau baru.
16 3. Baqā`, artinya kekal selama-lamanya, mustahil Allah bersifat Fana` atau menerima tiada. 4. Mukhālafatuhu Ta ālā li `l-hawadis, artinya berlainan dengan sekalian makhluk, mustahil Allah bersifat Mumātsalatu li `l-hawādis atau serupa dengan makhluk-nya. 5. Qiyāmuhu Ta ālā Binafsih, artinya berdiri sendiri, mustahil Allah bersifat Lāyakūna Qa`imān Binafsih atau tidak berdiri sendiri; 6. Wahdāniyat, artinya esa, mustahil Allah bersifat Lāyakūna Wāhidā atau tidak esa/berbilang. 7. Qudrat, artinya kuasa, mustahil Allah bersifat Ajzu atau lemah/tidak kuasa. 8. Irādat, artinya menetapkan sesuatu menurut kehendak-nya, mustahil Allah bersifat Karāhah atau terpaksa/dipaksa. 9. Ilmu, artinya mengetahui segala perkara, mustahil Allah bersifat Jahlu atau tidak mengetahui segala sesuatu dan tidak menyadari dirinya sendiri tidak tahu. 10. Hayāt, artinya hidup, mustahil Allah bersifat Maut atau mati. 11. Sama, artinya mendengar, mustahil Allah bersifat Ashummu atau tuli. 12. Bashar, artinya melihat, mustahil Allah bersifat Umyu atau buta. 13. Kalām, artinya berkata-kata, mustahil Allah bersifat Bukmu atau tidak dapat berkata-kata/bisu. 14. Qādirān, artinya selalu berkuasa, mustahil Allah dalam keadaan lemah. 15. Muridān, artinya selalu berkehendak, mustahil Allah dalam keadaan tiada berkehendak. 16. Ālimān, artinya selalu mengetahui, mustahil Allah dalam keadaan jahil/tidak tahu.
17 17. Hayyān, artinya selalu hidup, mustahil Allah dalam keadaan mati. 18. Sami ān, artinya selalu mendengar, atau dalam keadaan tuli. 19. Bashīrān, artinya selalu melihat, mustahil Allah bersifat dalam keadaan buta. 20. Mutakallimān, artinya selalu berkata-kata, mustahil Allah bersifat dalam keadaan tidak dapat berkata-kata/bisu. a. Tauhid Rububiyyah Tauhid Rububiyyah ialah suatu kepercayaan bahwa yan menciptakan alam semesta beserta isinya hanya Allah SWT. Rububiyyah bermaksud mengimani dan yakin bahwa Allah SWT saja Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. b. Tauhid Uluhiyyah Beriman kepada Uluhiyyah Allah SWT bermaksud yakin bahwa Allah SWT saja Tuhan yang patut disembah, memohon segala doa, dipatuhi, dicintai, ditakuti, tawakal kepada-nya dan seterusnya menerima segala hukum-nya dengan yakin dan ridha. Tauhid Uluhiyyah ini menuntut seseorang meyakini kemutlakan kekuasaan Allah SWT yang menjadi tempat tumpuan segala makhluk dari segi sembah atau memohon segala doa dan hajat. Keyakinan ini menetapkan bahwa Allah SWT saja yang berhak menentuan hukum dan peraturan bagi seluruh makhluk di alam semesta. c. Tauhid Asma wa Sifat Tauhid Asma wa Sifat ialah beriman bahwa Allah SWT memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada. Metode iman dengan Asma wa Sifat ada dua, yaitu Isbat dan Nafyu (Ilyas, 1993:53).
18 Isbat ialah mengimani bahwa Allah Asma wa Sifat yang menunjukkan Maha Kesempurnaan-Nya, misalnya: Allah Maha Besar, Allah Maha Mendengar, Allah Maha Bijaksana dan lain-lain. Nafyu ialah menafikan atau menolak segala Asma wa Sifat yang menunjukkan ketidaksempurnaan-nya, misalnya dengan menafikan adanya makhluk yang menyerupai Allah SWT atau menafikan adanya anak dan orang tua dari Allah SWT (Ilyas, 1993:54). Dalam kalimat tauhid terdapat sebuah kalimat yang agung, yaitu kalimat.الله لا إ لھ إ لا ˋl-Lāhu, syahadat : Lā ilāha haqqun ila Pertama, (لا) = Lā nafiyatul jinsi (menafikan semua jenis) beramalan inna yaitu memanshubkan isimnya dan memarfu kan khabarnya. Kedua, ( ), kata ilāh merupakan isim (kata benda) yang mengikuti pola kata fi al ( ) manshub (berbaris atas) den gan adanya amil nawashib (yaitu huruf Lā). Ketiga, ( (الا adalah huruf istisna. ilā berfungsi mengitsbatkan kalimat yang manfi. Dalam kaidah bahasa Arab, isbat (kalimat positif) sesudah nafi (kalimat negatif) itu mempunyai maksud al-hashru (membatasi) dan taukid (menguatkan). Keempat, ( ) Lafadz jalalah Allah sebagai badal (pengganti) dari khabar Lā yang dibuang. Karena sebagai badal, maka irab lafadz jalalah Allah adalah sesuai dengan mubda ˋl-minhu (yang digantikannya), yaitu khabar Lā. Ingat, khabar Lā mempunyai irab marfu, maka badalnya yakni lafadz jalalah Allah juga ikut marfu, yang mana lafadz jalalah Allah ini adalah isim mufrad (kata tunggal) yang marfu dengan tanda dhommah sehingga berbunyi Allahu. Jadi, sebenarnya dari kalimat Lā ilāha ila ˋl-Lāhu terdapat kata yang dibuang karena maknanya sudah maklum, sehingga kalimat Lā ilāha ila ˋl-Lāhu dibaca dengan
19 mentakdirkan khabar Lā yang dibuang dengan haqqun atau bihaqqin, sehingga menjadi لا إ لھ ح ق إ لا الله Lā ilāha haqqun ila ˋl-Lāhu artinya Tiada Tuhan (yang benar) selain Allah. Kalimat Tauhid mengandung arti nafi dan isbat. Maksud yang dinafikan adalah setiap Zat yang masuk ke dalam pengertian Tuhan selain Allah dan yang diisbatkan adalah zat wajibu ˋl-wujud ialah Allah. Dicantumkan lafal ilā untuk membatasi hakikat Tuhan yang dimaksud hanya Allah, dengan arti tidak akan didapat Tuhan selain Allah, baik menurut akal maupun syara.
20 C. Kerangka Pikir Teks Zuhratu ˋl- Murid Suntingan Teks Zuhratu ˋl-Murid Analisis Struktur Teks Zuhratu ˋl-Murid Analisis tinjauan tauhid teks Zuhratu ˋl-Murid 1. Inventarisasi Naskah 2. Deskripsi Naskah 3. Ikhtisar Isi 4. Kritik Teks 5. Suntingan Teks 6. Daftar Kata Sukar 1. Struktur Penyajian 2. Gaya Penyajian 3. Gaya Bahasa Mengetahui masalah sifat dua puluh Allah, sifat Rasul Allah, dan penjelasan mengenai kalimat tauhid. Menyajikan suntingan yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur penyajian teks, dan menjelaskan isi teks Zuhratu ˋl-Murid.