1025 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT DENGAN MENGETAHUI FAKTOR PENGELOLAAN Kappaphycus alvarezii DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

Ruzkiah Asaf, Makmur, dan Rezki Antoni Suhaemi

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Model Summary b. a. Predictors: (Constant), insentif, pengalaman, pendidikan, umur, upah b. Dependent Variable: produktivitas.

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Pertumbuhan Rumput Laut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA. tingkat kebenaran hipotesis penelitian yang telah dirumuskan. Dalam analisis data

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR LAMPIRAN. Kriteria Sampel Nama Provinsi

Oleh : ONNY C

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGARUH PRODUK, HARGA, PROMOSI DAN TEMPAT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN RESTORAN RICHEESE FACTORY CABANG DEPOK KELAPA DUA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

BAB IV HASIL PENELITIAN. pola asuh orang tua, motivasi belajar dan prestasi belajar IPS. 1. Pola asuh orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Statistik deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian

Tiara Puri Yasinta Manajemen Ekonomi 2016 PENGARUH LOKASI DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK SUSU PADA TOKO LULU KIDS DEPOK

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. pengolahan data yang telah dilakukan. Sebagai alat bantu analisis digunakan software

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

BAB I. REGRESI LINIER BERGANDA

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keputusan investasi terhadap nilai perusahaan pada perusahaan Consumer

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Textile dan Otomotif yang terdaftar di BEI periode tahun

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. atau populasi dan untuk mengetahui nilai rata-rata (mean), minimum, Tabel 4.1. Hasil Uji Statistik Deskriptif

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Rudi Aditia Hartono Manajemen Ekonomi 2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan data-data

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Responden dari penelitian ini adalah mahasiswa STAIN Pekalongan

ANALISIS PENGARUH KESEJAHTERAAN, LINGKUNGAN KERJA DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN HOTEL MELEAWAI

BAB IV HASIL PENELITIAN. (ISSI). Dimana ISSI adalah indeks yang diterbitkan oleh Bapepam-LK dan

BAB 4 PEMBAHASAN. Penelitian ini menguji pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang baik

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPR, Net Profit Margin

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Analisis Deskriptif Variabel Variabel Penelitian

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA. Statistika Deskriptif merupakan hal serangkaian teknik statistika yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maksimum. Penelitian ini menggunakan current ratio (CR), debt to equity ratio

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data. Tabel 4.1. Hasil Perolehan Data Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

BAB II. REGRESI LINIER BERGANDA DENGAN VARIABEL DUMMY

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. tertinggi, standar deviasi, varian, modus, dan sebagainya.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. digunakan dalam penelitian ini serta dapat menunjukkan nilai maksimum, nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari tiga variabel independen yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 2 September 2016 ANALISIS PENAWARAN CABAI BESAR DI KABUPATEN PURWOREJO

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. data hasil perhitungan data adalah sebagai berikut:

BAB IV PEMBAHASAN. Berdasarkan data olahan SPSS yang meliputi audit delay, ukuran

BAB IV. Tabel 4.1. dan Pendapatan Bagi Hasil. Descriptive Statistics. Pembiayaan_Mudharabah E6 4.59E E E9

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

minimum, nilai rata-rata (mean) serta standar deviasi (α) dari masing-masing variabel.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun Pengambilan sampel

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

dipenuhi asumsi klasik. Asumsi yang lain yang harus dipenuhi adalah mengenai

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, free cash flow dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN. : Silvina Ramadani NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dr. Prihantoro, SE., MM..

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,

Muhammad Syukri Hamdi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : ISSN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PUSAT ADMINISTRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Financing (NPF) dapat dilihat

Transkripsi:

1025 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii DENGAN MENGETAHUI FAKTOR PENGELOLAAN DI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ABSTRAK Ruzkiah Asaf, Rezki Antoni Suhaemi, dan Rachmansyah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: qiaasaf@gmail.com Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ), rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu komoditas unggulan. Metode budidaya yang digunakan adalah metode apung atau tali panjang (long line), yang dapat diterapkan di perairan yang relatif dalam dan perairan dangkal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas rumput laut pada beberapa faktor pengelolaan yang dilakukan dalam budidaya rumput laut. Metode survai digunakan dalam penelitian dengan mengajukan kuisioner kepada responden secara terstruktur. Peubah tidak bebas dalam penelitian ini adalah produksi rumput laut, sedangkan faktor pengelolaan budidaya adalah peubah bebas. Untuk memprediksi produksi rumput laut digunakan analisis regresi berganda dengan peubah boneka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara berkisar antara 540-2160 kg dengan rata-rata 942 kg kering/3.000 m2. Upaya peningkatan produktivitas rumput laut yang dilakukan dengan mengetahui faktor pengelolaan adalah panjang tali ris, jarak antar rumpun dalam tali ris, sistem budidaya, kedalaman tali bentang, asal bibit, berat bibit, masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut, umur rumput laut saat panen dan tempat pengeringan rumput laut. Untuk meningkatkan produksi rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dilakukan dengan penambahan panjang tali ris, penambahan jarak antar rumpun dalam tali ris, sistem budidaya yang tepat, kedalaman tali bentang tidak melebihi 50 cm, asal bibit yang bagus, penggunaan berat bibit sesuai dengan metode budidaya, memperhatikan cuaca dan pola tanam untuk meminimalkan masalah selama budidaya, waktu panen tidak melebihi 1,5 bulan dan cara penanganan pasca panen dalam hal tempat pengeringan harus diperhatikan. KATA KUNCI: pengelolaan budidaya, rumput laut, Konawe Selatan PENDAHULUAN Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara. Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konawe Selatan adalah jenis Kappaphycus alvarezii, karena tergolong usaha dengan modal rendah, menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pasca panen yang tidak terlalu sulit serta permintaan pasar masih terbuka. Rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu komoditas unggulan berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada masing-masing wilayah dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ), dengan pendekatan volume produksi. Penentuan komoditas yang menjadi prioritas pengembangan didasarkan pada beberapa hal, di antaranya: a) merupakan komoditas unggulan dilihat dari sisi teknis budidaya, produktivitas, dan peluang pasar, b) komoditas tersebut merupakan komoditas strategis secara nasional, sehingga patut untuk dikembangkan, dan c) merupakan komoditas khas daerah. Rumput laut, K. alvarezii, dewasa ini sedang giat dikembangkan oleh pemerintah melalui usaha budidaya karena selain dapat meningkatkan pendapatan nelayan juga menjadi sumber devisa negara. Rumput laut yang dibudidayakan bertujuan untuk meningkatkan hasil dalam jumlah yang cukup besar dan kontinyu dengan kualitas yang baik terutama untuk kebutuhan ekspor. Namun usaha

Upaya peningkatan produktivitas rumput laut... (Ruzkiah Asaf) 1026 budidaya tersebut jika pengelolaannya tidak baik dan tidak memperhatikan kelestarian serta daya dukung lingkungan, maka dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil yang diperoleh, oleh karena itu faktor-faktor pengelolaan perlu diketahui untuk memperoleh jumlah produksi yang sesuai harapan pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan. Dari beberapa hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui usaha peningkatan produktivitas rumput laut dengan memperhatikan fakto-faktor pengelolaan yang berpengaruh terhadap rumput laut, K. alvarezii, yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk mendapatkan informasi awal dilakukan pertemuan dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe Selatan di Andoolo mengenai kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii dan pemilihan responden pembudidaya rumput laut, K.alvarezii secara acak. Data primer dari produksi dan pengelolaan yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut diperoleh dengan menggunakan metode survai dalam penelitian, dengan tujuan untuk membuat deskripsi komprehensif dalam menjelaskan hubungan antar berbagai peubah yang diteliti (Ali, 2010). Metode survai dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden secara terstruktur (Wirartha, 2006). Daftar pertanyaan yang digunakan telah diuji terlebih dahulu pada responden. Selain itu, data primer tentang pengelolaan budidaya juga dikumpulkan melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Untuk mendapatkan kondisi umum lokasi budidaya rumput laut, K. alvarezii, maka dilakukan juga pengukuran salinitas dengan refraktometer, kecerahan perairan dengan piring secchi, kedalaman perairan dengan tali berskala yang dilengkapi pemberat, dan substrat dasar diambil dengan menggunakan grab sampler. Sebagai peubah tidak bebas dalam penelitian ini adalah produksi rumput laut, K. alvarezii. Produksi rumput laut, K. alvarezii, dinyatakan dalam kg kering/3000 m2. Penentuan 3.000 m2 didasarkan pada rata-rata panjang tali ris dan jumlah tali ris yang dipasang oleh pembudidaya. Peubah bebas dalam penelitian ini adalah pengelolaan budidaya rumput laut, K. alvarezii. Sebagai peubah boneka pada penelitian ini adalah: alasan sistem budidaya, asal bibit, masalah yang didapatkan dalam budidaya, dan tempat pengeringan rumput laut. Posisi budidaya rumput laut ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Gambaran umum dari data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif yaitu minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi. Untuk mengetahui adanya gejala multikolineritas, digunakan matriks korelasi. Grafik plot PP (probabilitas harapan dan probabilitas pengamatan) digunakan untuk menguji kenormalan distribusi data. Scatterplot regresi digunakan untuk mengetahui adanya gejala heteroskedastisitas. Uji DW (Durbin-Watson) digunakan untuk mendeteksi adanya gejala autokorelasi. Dalam memilih persamaan regresi ganda terbaik maka digunakan metode langkah mundur (backward) (Draper & Smith, 1981). Analisis regresi berganda diaplikasikan untuk mengetahui peubah bebas yang mempengaruhi peubah tidak bebas. Koefisien determinasi (R2) yang disesuaikan (adjusted R2) digunakan untuk melihat seberapa baik garis regresi sesuai dengan data aktualnya (goodness of fit). Koefisien determinasi mengukur prosentase total variasi peubah tidak bebas Y yang dijelaskan oleh peubah bebas X. Uji F atau analisis ragam digunakan untuk menguji signifikansi model regresi. Model persamaan regresi berganda yang diuji adalah (Sokal & Rohlf, 1981; Tabachnick & Fidell, 1996): Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 +... + b n X n (Persamaan 1) di mana: Y = Produksi rumput laut K. alvarezii a = Koefisien konstanta b 1,b 2,.b n = Koefisien regresi X 1,X 2,...X n = Peubah bebas yaitu pengelolaan budidaya rumput laut, K. alvarezii Analisis data statistik dilakukan dengan bantuan Program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 15,0 (SPSS, 2006; Coakes et al., 2008).

1027 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 HASIL DAN BAHASAN Pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan menggunakan metode tali panjang (long line). Metode long line paling banyak diminati karena fleksibel dalam pemilihan lokasi, biaya, dan ongkos material relatif lebih murah, dan memiliki keuntungan dapat terhindar dari hama bulu babi, serta memiliki pertumbuhan lebih cepat (Anggadiredja et al., 2006). K. alvarezii merupakan rumput laut yang relatif tidak tahan terhadap kisaran kadar garam yang luas. Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah berkisar 28-35 ppt. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan menjadi tidak normal. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Budidaya rumput laut, K. alvarezii, di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dilakukan pada perairan dengan salinitas antara 28-33 ppt (Tabel 1). Hasil pengukuran salinitas di perairan tersebut menunjukkan mendukung pertumbuhan yang baik untuk budidaya rumput laut. Salinitas yang mendukung pertumbuhan rumput laut, K. alvarezii, berkisar antara 27-34 ppt (Sadhori, 1989) atau 28-33 ppt (Anggadiredja et al., 2006). Tabel 1. Kondisi perairan dan substrat budidaya rumput laut, Kappaphycus alvarezii, di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Peubah Minimum Maksimum Kisaran Rata-rata Standar deviasi Salinitas (ppt) 28,25 32,90 10,65 31,93 1.261 Kecerahan (m) 0,60 15,00 14,40 6,34 4.456 Kedalaman (m) 1,00 42,50 41,50 13,26 10.462 Substrat Lumpur= 57,14%, Lumpur berpasir= 5,71%, Pasir berlumpur= 10,00%, Pasir=12,86%, Pasir berkerikil= 1,43%, Karang= 7,32%, Batu karang= 1,25%, Karang hidup= 2,86%, Pasir berkarang= 1,43% Kecerahan di perairan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara di lokasi budidaya rumput laut berkisar antara 0,6 dan 15,0 m. Beberapa lokasi dengan tingkat kecerahan yang rendah ditemukan karena substrat berupa lumpur dan dekat dengan muara sungai. Dasar perairan yang jernih merupakan dasar perairan yang penting untuk proses fotosintesis. Dasar perairan yang sesuai adalah berupa pecahan-pecahan karang dan pasir kasar. Perairan yang didominasi oleh lumpur dapat mengakibatkan kekeruhan yang tinggi dan menunjukkan pergerakan air yang lebih rendah, sedangkan yang hanya terdiri atas pasir menunjukkan pergerakan air yang sedikit. Kondisi perairan yang baik juga merupakan indikator kejernihan air yang relatif baik karena adanya gerakan air yang baik. Lokasi budidaya rumput laut sebaiknya pada perairan yang jernih atau memiliki tingkat kecerahan sekitar 2-5 m. Air keruh yang mengandung lumpur dapat menghalangi cahaya matahari ke dalam air serta dapat menutupi permukaan thallus sehingga dapat menyebabkan thallus membusuk dan mudah patah. Rumput laut, K.alvarezii, dapat hidup pada kedalaman di mana cahaya matahari masih ada, hal ini dikatakan berada pada lapisan fotik. Kedalaman air pada saat surut terendah minimal 0,4 m (Anggadiredja et al., 2006) dan 0,6 m (Aslan, 1998) sampai kedalaman dimana sinar matahari masih dapat mencapai rumput laut, K. alvarezii, dan pembudidaya masih mampu melakukan kegiatan budidaya merupakan lokasi yang cocok untuk budidaya rumput laut, K. alvarezii. K. alvarezii tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al., 1996). Umumnya K. alvarezii tumbuh dengan baik di daerah pantai berkarang. Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut. Substrat dasar perairan di lokasi budidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara di dominasi oleh lumpur. Menurut Aslan (1998), substrat dasar yang ideal untuk rumput laut K. alvarezii adalah karang yang terdiri dari pasir kasar yang bercampur dengan potongan-potongan karang.

Upaya peningkatan produktivitas rumput laut... (Ruzkiah Asaf) 1028 Rumput laut, K. alvarezii, yang dipelihara pada perairan dengan substrat karang mempunyai ukuran diameter tallus yang lebih besar yaitu 0,95 cm dan bercabang banyak namun percabangannya agak pendek, sedangkan yang tumbuh pada perairan dengan substrat dasar pasir mempunyai tallus 0,55 cm dan bercabang kurang namun percabangannya agak panjang (Patadjai, 2007). Identifikasi terhadap pembudidaya rumput laut, K. alvarezii, di perairan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dari 24 peubah pengelolaan yang dianalisis dengan korelasi Pearson, hanya ada 14 peubah yang memiliki gejala multikolineritas, sehingga hanya 14 peubah pengelolaan budidaya yang dipilih untuk analisis lebih lanjut. Peubah yang dipilih merupakan peubah pengelolaan yang lebih mudah diukur. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada gejala heteroskedastisitas, dan data terdistribusi normal Penentuan model didasarkan pada standar galat estimasi (standard error of estimate) karena nilai R2 yang disesuaikan (adjusted R2) pada lampiran 1 tertinggi adalah 0,634 diperoleh pada model 5. Selain itu, karena standar galat estimasi lebih kecil dari standar deviasi produksi rumput laut yang besarnya 424,6352 kg kering/3.000 m2 (Tabel 2), maka model regresi lebih baik dalam bertindak sebagai prediktor produksi rumput laut, K. alvarezii, daripada rata-rata produksi rumput laut, K.alvarezii, itu sendiri. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan Model 5 dapat digunakan untuk memprediksi produksi rumput laut, K. alvarezii, di Perairan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara P= 0,000). Karena R2 yang disesuaikan tertinggi yang diperoleh adalah 0,634; menunjukkan bahwa, 63,4% produksi rumput laut, K.alvarezii, dapat dijelaskan oleh peubah pengelolaan budidaya rumput laut, K. alvarezii, yang meliputi: tempat pengeringan rumput laut kering, masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut, berat bibit (gram/ikat), panjang tali ris (m), umur rumput laut kering dipanen Tabel 2. Statistik deskriptif dari berbagai peubah pengelolaan budidaya dan produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (n = 27) Peubah Minimum Maksimum Kisaran Rata-Rata Standar deviasi Produksi RL kering (kg/3.000 m 2 ) 540.000 2.160.000 1.620.000 942.275 4.246.352 Jumlah tali ris (Per 3.000 m 2 ) 40,0 120,0 80,0 60,3 14,89 Panjang tali ris (m) 25,0 75,0 50,0 52,0 10,76 Jarak antar rumpun dalam tali ris (cm) 7.000 20.000 13.000 9.296 41.307 Jumlah unit budidaya (unit) 1,0 7,0 6,0 2,7 1,44 Alasansistem budidaya a) 1,0 4,0 3,0 1,2 0,70 Kedalaman tali bentang (cm) 10,0 50,0 40,0 22,8 13,47 Alasan jenis RL yang dibudidayakan b) 1,0 4,0 3,0 2,6 1,37 Asal bibit c) 1,0 5,0 4,0 2,1 1,31 Berat bibit (gram/ikat) 11.200 120.000 108.800 28.071 257.219 Pengontrolan RL (kali/minggu) 1,0 7,0 6,0 2,9 2,14 Jenis hama lainnya 0 2,0 2,0 0,3 0,62 Masalah yang didapatkan selama budidaya RL d) 0,0 7,0 7,0 2,2 2,06 Umur RL kering dipanen (hari) 60,0 30,0 30,0 43,3 5,30 Tempat pengeringan RL kering e) 5,0 1,0 4,0 2,8 1,55 a) 1 = Praktis; 2 = Harga murah; 3 = Kedalaman hanya 5 dan biaya kurang; 4 = Bahan mudah didapat dan murah b) 1 = Yang tersedia; 2 = Hasilnya bagus; 3 = Tahan penyakit; 4 = Cepat tumbuh dan lebih praktis c) 1 = Hasil budidaya sendiri; 2 = Pembudidaya lain dalam desa yang berbeda; 3 = Pembudidaya lain dalam desa yang berbeda dan Bungin; 4 = Moramo-Lanuti; 5 = Tinanggea/Akuni d) 0 = Tidak ada masalah yang didapat selama budidaya rumput laut; 1 = Harga rumput laut; 2 = Cuaca; 3 = Penyakit; 4 = Limbah; 5 = Penyakit dan harga; 6 = Penyakit dan sumber cemaran; 7 = Pertumbuhan rumput laut kecil dan masalah penyakit e) 1 = Para-para bambu; 2 = Gantungan kayu; 3 = Waring; 4 = Pondokan di tengah laut; 5 = Waring/dijemur di tanah

1029 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 (hari), asal bibit, jarak antar rumpun dalam tali ris (cm), alasan sistem budidaya, kedalaman tali bentang (cm), dan sisanya (36,6%) merupakan faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Untuk memprediksi produksi rumput laut K. alvarezii di Perairan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, digunakan hasil analisis dengan nilai koefisien konstanta dan koefisien regresi dari persamaan regresi (Lampiran 2) dengan persamaan sebagai berikut: Y = 952,108 + 7,505X 1 48,689X 2 + 335,220X 3 21,407X 4 63,179X 5 + 11,591X 6-3,255X 7 + 21,932X 8 333,065X 9 (persamaan 2) di mana: Y = Produksi rumput laut kering (kg/3000 m2) X 1 = Panjang tali ris (m) X 2 = Jarak antar rumpun dalam tali ris (cm) X 3 = Alasan sistem budidaya X 4 = Kedalaman tali bentang (cm) X 5 = Asal bibit X 6 = Berat bibit (gram/ikat) X 7 = Masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut X 8 = Umur rumput laut kering saat panen (hari) X 9 = Tempat pengeringan rumput laut kering Hasil analisis peubah faktor pengelolaan budidaya diperoleh 9 peubah yang berpengaruh dari 14 peubah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: panjang tali ris, jarak antar rumpun dalam tali ris, alasan sistem budidaya, kedalaman tali bentang, asal bibit, berat bibit, masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut, umur rumput laut kering saat panen dan tempat pengeringan rumput laut kering, yang merupakan peubah pengelolaan budidaya yang berpengaruh secara nyata dalam menentukan produksi rumput laut, K. alvarezii. Lima peubah pengelolaan budidaya lainnya yaitu: jumlah tali ris, jumlah unit budidaya, pengontrolan rumput laut, jenis hama lainnya dan jenis rumput laut yang dibudidayakan, belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi rumput laut. Dari persamaan 2 terlihat bahwa koefisien konstanta sebesar 952,108 yang berarti produksi rumput laut, K. alvarezii, dapat diprediksi mencapai 952,108 kg kering/3.000 m2 kalau tidak ada kontribusi dari peubah pengelolaan budidaya. Hal ini menunjukkan bahwa peubah pengelolaan budidaya yang meliputi: panjang tali ris, jarak antar rumpun dalam tali ris, alasan sistem budidaya, kedalaman tali bentang, asal bibit, berat bibit, masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut, umur rumput laut kering saat panen dan tempat pengeringan rumput laut kering berpengaruh besar terhadap produksi rumput laut, K. alvarezii. Koefisien regresi dari panjang tali ris per 3.000 m2 (X 1 ) sebesar 7,505 menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang tali ris sebesar 1 m, akan meningkatkan produksi rumput laut sebesar 7,505 kg kering/3.000 m2. Hal tersebut dapat dimengerti bahwa makin panjang tali ris maka jumlah penanaman rumput laut akan makin bertambah sehingga dapat meningkatkan produksi rumput laut, dengan penambahan panjang tali minimal 25 m dan maksimum 75 m, hal tersebut dimaksudkan karena makin panjang tali akan makin banyak jumlah ikatan yang menyebabkan kemampuan tanaman untuk terkena arus tidak merata karena padatnya rumput laut yang ditanam sehingga perkembangan rumput laut juga akan terganggu. Jarak antar rumpun dalam tali ris (X 2 ) sebesar 48,689 yang berarti setiap peningkatan jarak antar rumpun dalam tali ris sebesar 1 cm dapat meningkatkan produksi rumput laut sebesar 48,689 kg kering/3.000 m2. Jarak antar rumpun dalam tali ris yang diaplikasikan oleh pembudidaya rumput laut, K. alvarezii, di Perairan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara berkisar antara 7 cm dan 20 cm (Tabel 2). Penambahan jarak antar rumpun dalam tali ris akan mempengaruhi perkembangan pertumbuhan rumput laut, karena semakin jauh jarak tanam akan semakin luas lalu lintas pergerakan air dan juga akan menghindari terkumpulnya kotoran pada thallus serta membawa unsur hara sehingga pertumbuhan rumput laut meningkat (Afrianto & Leviawati, 1993). Jarak antar rumpun dalam tali ris yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan rata-rata sebesar 9 cm. Untuk efisiensi pemanfaatan lahan budidaya jarak antar rumpun dalam tali ris sebaiknya tidak melebihi 20 cm, agar dapat meningkatkan produksi rumput laut, K. alvarezii. Pada

Upaya peningkatan produktivitas rumput laut... (Ruzkiah Asaf) 1030 metode tali panjang, bibit rumput laut K. alvarezii diikat pada tali ris dengan jarak 20 cm (Afrianto & Liviawaty, 1989), 25 cm (Anggadiredja et al., 2006), 30 cm (Patadjai, 2007) dan antara 10 sampai 15 cm (Pong-Masak et al., 2009). Koefisien regresi untuk alasan sistem budidaya (X 3 ) yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan pada persamaan 2 adalah 335,220 yang berarti bahwa adanya alasan penggunaan sistem budidaya dapat meningkatkan hasil produksi sebesar 335,220 kg kering/ 3.000 m2. Sistem budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan adalah long line dengan alasan praktis dan biaya murah. Hal ini juga karena pada beberapa metode sistem budidaya rumput laut, metode tali panjang (long line method) banyak digunakan karena hanya menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai pelampungnya, selain itu juga lebih ekonomis dan dapat diterapkan di perairan yang agak dalam. Metode ini juga memiliki beberapa keuntungan, dalam hal penerimaan cahaya matahari, perubahan kualitas air, dapat terbebas dari hama, kualitas rumput laut yang dihasilkan baik dan pertumbuhan rumput laut lebih cepat. Kedalaman tali bentang (X 4 ) pada persamaan 2, memberikan pengaruh terhadap produksi rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan, koefisien regresi kedalaman tali bentang (X 4 ) adalah 21,407 yang menunjukkan bahwa setiap penambahan kedalaman tali yang digunakan akan mengurangi jumlah produksi rumput laut sebesar 21,407 kg kering/3.000 m2. Dalam pertumbuhannya rumput laut memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, karena cahaya berpengaruh besar secara tak langsung sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang merupakan tumpuan hidup, dan merupakan sumber makanan (Romimohtarto & Juwana, 2001). Intensitas cahaya yang diterima sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis yang menentukan tingkat pertumbuhan rumput laut. Dari persamaan terlihat bahwa asal bibit (X 5 ) dapat menurunkan jumlah produksi sebesar 63,179 kg kering/3.000 m2. Hal ini dapat dihubungkan dengan kandungan karaginan untuk hasil budidaya rumput laut tersebut, kriteria bibit unggul yang baik adalah memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap fluktuasi lingkungan perairan dan kemampuan tumbuh diatas 10% dalam periode pembudidayaan selama satu bulan (Nurdjana, 2006). Asal bibit yang digunakan pada pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan rata-rata diperoleh dari hasil budidaya sendiri dan dari pembudidaya lain dalam desa yang berbeda, sehingga hal ini merupakan salah satu kendala dalam keberhasilan budidaya rumput laut, yaitu adanya ketersediaan benih yang memadai, berkualitas dan berkesinambungan. Pada tabel 2, berat bibit yang digunakan oleh pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan berkisar antara 11,2 120 g basah/rumpun dengan rata-rata 28,07 g basah/rumpun, dimana pada hasil analisis yang ditunjukkan pada persamaan regresi, bahwa berat bibit (X 6 ) dapat meningkatkan jumlah produksi sebesar 11,591 kg kering/3.000 m2. Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2004) menyatakan bahwa berat bibit yang kecil menghasilkan pertambahan berat yang paling tinggi dibandingkan dengan berat bibit yang lebih tinggi. Murti (2005) berpendapat bahwa hasil produksi rumput laut tergantung dari berat awal penanaman, karena dikaitkan dengan penyerapan nutrisi dan proses fotosintesis pada perolehan cahaya matahari, pada ruang tumbuh yang lebih luas, selain itu juga berat bibit berpengaruh terhadap jumlah rumpun. Menurut Aslan (2006), berat awal bibit dalam budidaya rumput laut harus disesuaikan dengan metode yang digunakan. Pada metode sebar, berat awal rumput laut yang umum digunakan antara 25-30 g, pada metode lepas dasar berat awal rumput laut kurang lebih 100 g, sedangkan pada metode apung berat bibit antara 50-100 g. Penanaman rumput laut dengan berat bibit yang sesuai akan menghasilkan produksi yang maksimal. Dari beberapa hal tersebut diatas kisaran berat bibit awal penanaman rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara telah memenuhi syarat berat bibit untuk penanaman rumput laut, walaupun berat bibit melebihi persyaratan yang baik, para pembudidaya memberikan jarak antar tali ris yang lebih direnggangkan untuk pemenuhan penyerapan zat hara dan cahaya matahari. Masalah yang didapatkan oleh pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan adalah mengenai masalah cuaca. Dari persamaan regresi terlihat bahwa masalah yang didapatkan oleh pembudidaya rumput laut (X 7 ) dapat menurunkan jumlah produksi sebesar 33,255 kg kering/3.000

1031 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 m2. Berdasarkan hasil pengamatan beberapa penelitian menjelaskan bahwa pola tanam merupakan hal penting yang diperhatikan dalam budidaya rumput laut karena pertumbuhan rumput laut berfluktuasi tergantung dari musim tanam dan lokasi budidaya. Adanya faktor cuaca dalam budidaya rumput laut akan berdampak pada kondisi parameter yang dibutuhkan oleh rumput laut, karena pertumbuhan rumput laut tergantung pada faktor fisika, kimia dan pergerakan air laut serta nutrisi dari lingkungannya, rumput laut sangat rentan oleh beberapa perubahan pada faktor tersebut. Berdasarkan pola musim yang telah diketahui petani yakni peralihan musim kemarau ke musim hujan ataupun sebaliknya umumnya dapat menimbulkan masalah penyakit pada rumput laut, sedangkan yang terjadi pola musim yang diketahui petani tidak tepat lagi, akhirnya petani tidak lagi memiliki panduan terhadap musim tanam untuk budidaya rumput laut. Menurut Kasim (2009), Perubahan kondisi lingkungan perairan seperti suhu, salinitas dan parameter fisika lainnya membuat sel-sel rumput laut pecah. Penyakit ice-ice pada rumput laut diketahui penyebabnya bukan karena adanya serangan bakteri, tetapi kerusakan sel akibat perubahan lingkungan, yang ditandai dengan gejala terjadinya pemutihan, serta rusaknya dan terlepasnya sel. Menurut Parenrengi (2010), penyakit ice-ice terjadi akibat kurangnya densitas cahaya, salinitas kurang dari 20 ppt, dan suhu mencapai 33 35oC. Hal ini merupakan penyebab dari kerusakan pada thallus rumput laut, saat kondisi ini berangsur-angsur terjadi membuat bakteri patogen dapat hidup dan mengganggu pertumbuhan rumput laut. Penentuan umur panen merupakan hal penting untuk dapat menghasilkan mutu rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh teknik atau metode budidayanya saja. Panen dapat dibedakan berdasarkan tujuannya yaitu untuk bibit dan untuk produksi. Panen untuk bibit dilakukan pada saat rumput laut berumur 25 35 hari dengan memperhatikan persyaratan bibit yang berkualitas baik, sedangkan panen untuk produksi dilakukan pada umur 45 hari agar kandungan karagenannya bernilai optimum (DJPB KKP, 2004). Secara umum kandungan dan komposisi kimia rumput laut dipengaruhi oleh jenis rumput laut, fase (tingkat pertumbuhan), dan umur panennya. Hal ini juga dijelaskan bahwa rumput laut yang akan dikeringkan sebaiknya dilakukan pemanenan pada saat rumput laut tersebut berumur 1,5 bulan atau lebih karena pada saat umur tersebut kandungan karaginannya cukup tinggi (Runtuhboy et al., 2001 dalam Reinnamah, 2010). Umur panen rata-rata yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut yaitu berkisar 43 hari, hal ini dapat dilihat pada persamaan 2, umur rumput laut saat panen (X 8 ) dapat menaikkan jumlah produksi sebesar 21,932 kg kering/3.000 m2. Kualitas hasil produksi budidaya rumput alut juga ditentukan oleh cara penanganan pasca panen. Perlakuan penjemuran mempengaruhi hasil yang diinginkan oleh permintaan pasar. Tempat pengeringan yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan rata-rata dilakukan diatas waring yang diletakkan diatas tanah, hal ini tentunya dapat berpengaruh terhadap kualitas rumput laut karena akan bercampur dengan pasir atau kerikil dan lain-lain. Dari persamaan 2 dapat kita lihat bahwa tempat pengeringan rumput rumput laut mempengaruhi jumlah produksi, di mana tempat pengeringan rumput laut (X 9 ) dapat menurunkan jumlah produksi sebesar 333,065 kg kering/3.000 m2. Hal tersebut dapat dipahami bahwa penanganan pasca panen sangat mempengaruhi kualitas rumput laut dan berkaitan erat dengan hasil produksi yang diharapkan. Penanganan rumput laut dari hasil pengolahan pasca panen harus dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan, setelah bersih rumput laut dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para di lokasi yang tidak berdebu dan tidak boleh bertumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan telah keluarnya garam. Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan baku agar, rumput laut kering dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk bahan baku karagenan dicuci dengan air laut. Setelah bersih rumput laut dikeringkan lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28%. Bila dalam proses pengeringan hujan turun, maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karagenannya tidak boleh terkena air tawar, karena air tawar dapat melarutkan karaginan. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal. Petani rumput laut menjual hasil produksinya dalam bentuk rumput laut kering. Agar harga jual rumput laut tersebut tinggi maka

Upaya peningkatan produktivitas rumput laut... (Ruzkiah Asaf) 1032 rumput laut harus memenuhi standar mutu rumput laut, sehingga penanganan pasca panen harus diperhatikan dalam hal ini kegiatan dalam proses pengeringan rumput laut. KESIMPULAN DAN SARAN Produksi rumput laut, Kappaphycus alvarezii, di Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara berkisar antara 540-2160 dengan rata-rata 942 kg kering/3.000 m2 yang dibudidayakan dengan metode tali panjang. Faktor pengelolaan budidaya yang mempengaruhi produksi rumput laut adalah panjang tali ris, jarak antar rumpun dalam tali ris, alasan sistem budidaya, kedalaman tali bentang, asal bibit, berat bibit, masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut, umur rumput laut kering saat panen dan tempat pengeringan rumput laut kering. Untuk meningkatkan produksi rumput laut di Perairan Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilakukan melalui penambahan panjang tali ris, peningkatan jarak antar rumpun dalam tali ris, penggunaan sistem budidaya yang tepat, kedalaman tali bentang tidak melebihi 50 cm, asal bibit yang bagus, penggunaan berat bibit sesuai dengan metode budidaya, memperhatikan cuaca dan pola tanam untuk menimalkan masalah selama budidaya, waktu panen tidak melebihi 1,5 bulan dan cara penanganan pasca panen dalam hal tempat pengeringan harus diperhatikan. DAFTAR ACUAN Afrianto, E. & Liviawaty, E. 1993. Budidaya Laut dan Cara Pengolahannya. Bharata. Jakarta, hlm. 60-64. Kurniawan, A. 2011. Serba-Serbi Analisis Statistika dengan Cepat dan Mudah. Jasakom, Jakarta, 136 hlm. Ali, M. 2010. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bandung: Pustaka Cendikia Utama. Anggadiredja, J.T., Zatmika, A., Purwoto, H., & Istini, S. 2006. Rumput Laut: Pembudidayaan, Pengolahan & Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta, 147 hlm. Aslan, L.M. 1998. Rumput Laut. Penerbit Kanisius, Jakarta, 97 hlm. Atmadja, W.S, Kadi, A., Sulistijo, & Satari, R. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta Coakes, S.J., Steed, L., & Price, J. 2008. SPSS : Analysis without Anguish: Version 15.0 for Windows. John Wiley & Sons Australia, Ltd., Milton, Qld, 270 pp. (DJPB KKP) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2004. Pedoman Umum Budidaya Rumput Laut di Laut. Jakarta. Draper, N.R. & Smith, H. 1981. Applied Regression Analiysis. Second edition. John Wiley & Sons, New York, 709 pp. Ernawati. 2004. Laju Pertambahan Berat dan Produksi Gracilaria gigas Harvey dengan berbagai Metode Budidaya dan Berat Awal di Tambak Goa Petruk Gombong. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Kasim, M. 2009. Penelitian Rumput Laut Kondisi Lingkungan dan Musim Tanam. Unhalu. Kendari. Murti, N.A.D. 2005. Pertumbuhan dan Produksi Kappaphycus alvarezii Doty dengan Stek Bagian Tallus dan berat Awal yang Berbeda Pada Sistem Jaring Tabung di Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Nurdjana, M.L. 2006. Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Dalam Handout Diseminasi Teknologi dan Temu Bisnis Rumput Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta, hlm. 1-35. Parenrengi, A. 2010. Budidaya Rumput Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Patadjai, R.S. 2007. Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty pada berbagai Habitat Budidaya yang Berbeda. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar, 163 hlm. Pong-Masak, P.R. & Pantjara, B. 2009. Optimasi jarak botol pelampung tali bentangan pada budidaya rumput laut metode long line di perairan Gorontalo Utara. Dalam: Buku Panduan Seminar Nasional Perikanan 2009. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, 1 hlm.

1033 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 Pong-Masak, P.R,, Tjaronge, M., Rosmiati, Madeali, M.I., Suryati, E., & Rachmansyah. 2009. Metode budidaya serta pencegahan hama dan penyakit rumput laut, Kappaphycus alvarezii. Makalah disampaikan pada acara Sarasehan dan Temu Konsultasi Teknologi Budidaya Kepiting dan Rumput Laut, Hotel Grand Wisata, Kabupaten Bone, tanggal 29 Oktober 2009. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 20 hlm. Reinnamah, Y. 2010. Proposal Analisa Pertumbuhan dan Penyakit Ice-ice Pada Kappaphycus alvarezii (Doty-Doty) Yang dibudidayakan Pada Lokasi Yang Berbeda di Perairan Pantai Desa Tesa Bela Kecamatan Pantai Baru, Kab. Rote Ndao. Romimohtarto, K. & Juwana, S. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan. Djambatan. Jakarta. Sadhori, S.N. 1989. Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka, Jakarta, 109 hlm. Sokal, R.R. & Rohlf, F.J. 1981. Biometry: The Principles and Practice of Statistics in Biological Research. Second edition: W.H. Freeman and Co., New York, 859 pp. Tabachnick, B.G. & Fidell, L.S. 1996. Using Multivariate Statistics. Third edition. Harper Collins College Publishers, New York, 880 pp. Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengelolaan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 112 hlm. Wirartha, I M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Andi, Yogyakarta, 383 hlm.

Upaya peningkatan produktivitas rumput laut... (Ruzkiah Asaf) 1034 Lampiran 1. Ringkasan model untuk menentukan faktor pengelolaan budidaya yang mempengaruhi produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 0,885 a 0,783 0,565 27.998.819 2 0,884 b 0,782 0,595 27.009.772 3 0,883 c 0,779 0,617 26.265.460 4 0,878 d 0,771 0,628 25.908.505 5 0,872 e 0,761 0,634 25.676.192 6 0,862 f 0,744 0,630 25.837.608 7 0,852 g 0,727 0,626 25.974.721 8 0,836 h 0,698 0,608 26.596.984 9 0,818 i 0,669 0,590 27.176.967 2.278 e. Predictors: (Constant), tempat pengeringan rumput laut kering, masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut, berat bibit (gram/ikat), panjang tali ris (m), umur rumput laut kering dipanen (hari), asal bibit, jarak antar rumpun dalam tali ris (cm), alasan sistem budidaya, kedalaman tali bentang (cm) j. Dependent variable: Produksi rumput laut kering (kg/3.000 m 2 ) Lampiran 2. Analisis ragam dari faktor pengelolaan budidaya yang mempengaruhi produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Model Sum of squares Df Mean square F Sig. 5 Regressio 3.567.437.500 9 396.381.944 6.012 0,001 e Residual 1.120.753.589 17 65.926.682 Total 4.688.191.089 26 e.predictors: (Constant), tempat pengeringan rumput laut kering, masalah yang didapatkan selama budidaya rumput laut, berat bibit (gram/ikat), panjang tali ris (m), umur rumput laut kering dipanen (hari), asal bibit, jarak antar rumpun dalam tali ris (cm), alasan sistem budidaya, kedalaman tali bentang (cm). j. Dependent variable: Produksi rumput laut kering (kg/3000 m 2 ).

1035 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 Lampiran 3. Konstanta dan koefisien regresi pada model 7 dari faktor pengelolaan budidaya yang mempengaruhi produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara 5 Unstandardized Standardized Model coefficients coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 952.108 853.049 1.116 0,280 Panjang tali ris (m) 7.505 6.355 0,190 1.181 0,254 Jarak antar rumpun dalam tali ris (cm) -48.689 18.346-0,474-2.654 0,017 Alasan sistem budidaya 335.220 101.275 0,551 3.310 0,004 Kedalaman tali bentang (cm) -21.407 7.989-0,679-2.679 0,016 Asal bibit -63.179 48.241-0,195-1.310 0,208 Berat bibit (gram/ikat) 11.591 3.657 0,702 3.170 0,006 Masalah yang didapatkan selama budidaya RL -33.255 30.021-0,162-1.108 0,283 Umur RL kering dipanen (hari) 21.932 13.112 0,274 1.673 0,113 Tempat pengeringan RL kering -333.065 77.968-1.212-4.272 0,001 a. Dependent Variable: Produksi rumput laut kering (kg/3000 m 2 )