4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
SOURCE DAN SINK PADA TANAMAN KACANG TANAH

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1 Deskripsi duabelas varietas kacang tanah

Peningkatan Produktivitas Kacang. Keseimbangan Source dan Sink

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERAKITAN KULTIVAR KACANG TANAH TAHAN PENYAKIT KAPASITAS SOURCE-SINK SEIMBANG UNTUK

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Percobaan Kapasitas Source dan Sink Pada Beberapa Varietas Kacang Tanah Waktu dan Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

Akumulasi dan Distribusi Bahan Kering pada Beberapa Kultivar Kacang Tanah. Accumulation and Distribution of Plant Dry Matter in Peanut Cultivars

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

HASIL DAN PEMBAHASAN

KACANG HIJAU. 16 Hasil Utama Penelitian Tahun 2013 PERBAIKAN GENETIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,

KAPASITAS FOTOSINTESIS LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS NI WAYAN SINDRA JULIARINA A

BAHAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

II. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS POTENSI HASIL KACANG TANAH DALAM KAITAN DENGAN KAPASITAS DAN AKTIVITAS SOURCE DAN SINK HENI PURNAMAWATI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

TATA CARA PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertanaman Musim Pertama

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

V2K1 V3K0 V2K3 V2K2 V3K2 V1K3 V2K1 V2K0 V1K1

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

PELAKSANAAN PENELITIAN

Transkripsi:

35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan total bobot bahan kering tanaman pada saat panen. Nilai indeks panen tinggi menunjukkan varietas mampu mendistribusikan asimilat lebih banyak ke dalam polong. Nilai indeks panen berbeda nyata antar varietas yang diteliti pada MT- 2007 (Tabel 6). Varietas Garuda 3, Gajah dan Jerapah tampak mempunyai nilai indeks panen lebih tinggi dibandingkan Pelanduk, Sima, Turangga dan Kidang. Nilai indeks panen rendah yang ditunjukkan Pelanduk, Sima, Turangga dan Kidang menunjukkan bahwa varietas-varietas ini lebih banyak mengakumulasikan bahan keringnya dalam tajuk dibandingkan dalam polong. Tabel 6. Nilai indeks panen kacang tanah pada dua musim tanam Varietas MT-2007 MT-2010 Badak 0.50 bc 0.34 Gajah 0.53 ab 0.32 Garuda3 0.61 a 0.31 Jerapah 0.54 ab 0.25 Kancil 0.47 bc 0.32 Kelinci 0.50 bc 0.24 Kidang 0.37 d 0.23 Mahesa 0.49 bc 0.25 Panter 0.49 bc 0.32 Pelanduk 0.41 cd 0.24 Sima 0.40 cd 0.25 Turangga 0.40 cd 0.25 KK 11.90 26.89 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Pada MT-2010, nilai indeks panen tidak berbeda antar varietas dan nilainya juga lebih rendah daripada MT-2007. Pada MT-2010, kondisi cuaca lebih basah dan lama penyinaran lebih sedikit (Tabel 3), populasi dan jarak tanam yang digunakan lebih rapat (250 000 tanaman/ha) dibandingkan pada MT-2007 (125 000 tanaman/ha). Populasi yang lebih rapat ditambah kondisi cuaca yang basah ini tampaknya mendorong persaingan tajuk antar tanaman untuk

36 mendapatkan cahaya sehingga asimilat lebih banyak diakumulasikan ke tajuk. Hasil uji ragam gabungan dua lokasi pada karakter Indeks Panen menunjukkan pengaruh genetik (varietas) lebih kuat daripada pengaruh lingkungan (Lampiran 6). Walaupun terdapat perbedaan dalam pendistribusian bahan kering tetapi berdasarkan hasil sidik ragam tidak ditemukan adanya perbedaan produktivitas polong dan biji antar varietas-varietas kacang tanah yang diuji baik pada MT-2007 dan 2010 (Tabel 7). Perbedaan tidak ditemukan, baik pada hasil polong dan biji per tanaman maupun dugaan produktivitasnya, yang merupakan konversi hasil ubinan ke dalam hasil per hektar. Tabel 7. Hasil polong dan biji kacang tanah berdasarkan bobot keringnya pada MT-2007 dan MT-2010 Varietas MT-2007 MT-2010 Polong Biji Polong Biji Polong Biji Polong Biji t/ha..per tanaman.. t/ha..per tanaman.. Badak 2.33 1.35 14.96 10.08 3.82 1.57 20.52 8.41 Gajah 2.25 1.43 17.39 11.07 2.56 1.71 13.06 8.43 Garuda3 1.69 1.16 13.51 9.25 2.44 1.66 13.02 9.17 Jerapah 2.20 1.49 16.77 11.39 2.23 1.48 11.01 7.25 Kancil 2.35 1.63 18.82 13.02 3.15 2.05 14.69 9.58 Kelinci 2.03 1.41 16.24 11.23 2.58 1.61 12.66 7.95 Kidang 2.18 1.20 17.47 9.63 1.86 1.21 10.39 6.74 Mahesa 2.05 1.27 16.44 10.15 2.22 1.34 11.17 6.77 Panter 1.92 1.20 14.94 9.29 3.06 2.07 17.65 11.86 Pelanduk 2.22 1.42 17.72 11.34 2.30 1.40 17.75 10.80 Sima 2.10 1.32 16.82 10.58 3.19 1.94 17.08 10.37 Turangga 1.87 1.27 14.96 10.14 2.31 1.52 12.32 8.16 KK 31.2 36.9 30.8 36.2 35.2 18.6 15.7 16.9 Produktivitas tanaman merupakan puncak dari berbagai proses yang terjadi dalam siklus hidup tanaman (Khanna-Chopra 2000). Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman berpengaruh terhadap produksi. Berikut ini disajikan kapasitas dan aktivitas source dan sink tanaman untuk mendapatkan gambaran mengenai karakter-karakter yang mempengaruhi hasil polong dan pengisian biji kacang tanah.

37 4.2. Source Source merupakan bagian tanaman yang berkontribusi dalam menyediakan asimilat untuk pengisian biji. Varietas-varietas kacang tanah yang diuji dibandingkan kapasitas dan aktivitas sourcenya selama fase pengisian biji. Secara umum, data menunjukkan adanya perbedaan antara varietas kacang tanah dalam kapasitas source tetapi tidak dalam aktivitasnya. 4.2.1. Kapasitas Source Pengamatan kapasitas source meliputi nilai Indeks Luas Daun, bobot kering tajuk, yang terdiri dari bobot batang dan daun, kandungan klorofil, kerapatan stomata serta tinggi batang utama dan percabangan. Tinggi batang utama dan percabangan termasuk kedalam kapasitas source karena selain batang dan cabang dapat berfungsi sebagai sink temporal pada pengisian biji juga dapat mempengaruhi pertambahan luas daun dan efektifitas fotosintesis kanopi. 4.2.1.1. Indeks Luas Daun (ILD) Daun merupakan source utama tanaman penghasil asimilat. Luasan daun dapat menggambarkan besarnya kapasitas source tanaman. Luas daun merefleksikan kapasitas fotosintesis dan produksi bahan kering (El Hafid et al. 1998; Anyia and Herzog 2004). Luas daun per unit luas area dimana tanaman tumbuh dikenal dengan istilah Indeks Luas Daun (ILD). ILD, laju fotosintesis kanopi dan sudut daun merupakan penentu produksi bahan kering (Yoshida 1972). Tabel 8 menyajikan data rata-rata Indeks Luas Daun kacang tanah tiap fase tumbuh pada MT-2007 dan MT-2010. Hasil uji ragam MT-2007 menunjukkan adanya perbedaan antar varietas pada luasan daun per unit area tumbuh hanya pada periode lanjut menjelang panen (91 HST), sedangkan pada MT-2010 perbedaan antar varietas ditemukan pada periode awal pembentukan ginofor (42 HST). Kondisi ini diduga karena pertanaman hanya diberi pestisida hingga 70 HST sehingga setelah 70 HST nilai ILD bertumpu pada ketahanan varietas terhadap serangan hama penyakit. Kondisi agroklimat pada MT-2011 lebih basah daripada MT-2007 dengan tingkat keawanan tinggi dan lama penyinaran yang lebih rendah diduga mempengaruhi pertumbuhan tajuk. Nilai ILD pada MT-2007

38 lebih kecil daripada MT-2010, hal ini diduga karena perbedaan dalam metode pengukuran luas daun. Pada MT-2007, pengukuran ILD menggunakan 20 daun contoh, sedangkan pada MT-2010 pengukuran menggunakan seluruh daun yang ada dalam tanaman. Dugaan nilai ILD yang diperoleh pada MT-2007 diduga lebih kecil dari nilai ILD sesungguhnya, sedangkan nilai ILD pada MT-2010 diduga lebih mendekati nilai sesungguhnya. Tabel 8. Rata-rata Indeks Luas Daun kacang tanah tiap fase tumbuh pada MT-2007 dan MT-2010 Varietas MT-2007 MT-2010 ILD 42 HST ILD 70 HST ILD 91 HST ILD 42 HST ILD 56 HST ILD 70 HST ILD 84 HST Badak 0.59 1.70 1.74 bcd 1.45 bc 4.69 5.60 5.79 Gajah 0.78 2.55 1.07 bcd 3.27 ab 5.18 5.79 4.08 Garuda3 0.78 1.58 0.43 d 3.79 a 4.96 4.83 3.49 Jerapah 0.80 1.95 0.99 cd 3.10 ab 6.77 9.39 5.88 Kancil 0.87 2.12 1.14 cd 2.96 abc 5.73 5.50 6.61 Kelinci 0.76 2.81 1.74 bcd 1.27 c 4.09 5.86 6.49 Kidang 1.08 2.61 2.42 abc 2.83 abc 6.49 8.07 7.74 Mahesa 0.84 1.67 1.52 bcd 2.72 abc 5.81 8.22 7.76 Panter 0.86 2.96 2.16 a-d 1.88 bc 4.30 4.98 6.19 Pelanduk 0.65 2.03 1.71 bcd 2.94 abc 6.03 10.61 9.23 Sima 1.08 3.44 3.62 a 2.11 abc 5.76 7.67 10.92 Turangga 1.08 3.10 3.07 ab 1.88 bc 4.82 7.49 7.12 KK 29.7 32.6 18.8 37.0 31.7 39.6 17.4 Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Tanaman kacang tanah akan dapat menerima 95% sinar matahari apabila tanaman mempunyai ILD melebihi nilai kritisnya yang berkisar 3 4 (McCloud et al. 1980). Kiniry et al. (2005) menemukan bahwa nilai ILD antara 5-6 dan nilai k 0,60-0,65 merupakan nilai yang lebih tepat untuk kacang tanah. Dari Tabel 8, pada MT-2010 tampak bahwa nilai ILD Badak, Kelinci, Panter dan Turangga pada periode awal pembentukan polong (42 HST) belum mencapai atau baru mendekati nilai 3. Kelinci dan Panter pada awal pengisian polong (56 HST) rataan indeks luas daunnya juga belum mencapai nilai 5. Dari hasil uji korelasi Pearson pada MT-2010 (Lampiran 9) didapatkan bahwa ILD tidak berkorelasi dengan hasil/bobot polong, akan tetapi ILD pada 42

39 dan 56 HST nyata berkorelasi positif dengan kualitas polong (persentase polong penuh) dengan nilai r masing-masing 0,66 dan 0.62. Pada 70, 84 dan 91 HST, ILD nyata berkorelasi negatif dengan persentase polong penuh dan Indeks Panen (Lampiran 8 dan 9). Adanya korelasi ini mengindikasikan bahwa luas daun pada fase awal pertumbuhan merupakan hal penting yang menentukan pengisian dan kualitas polong kacang tanah, sedangkan luasan daun hijau yang tinggi pada periode setelah puncak pengisian polong cenderung mengurangi kualitas polong. 4.2.1.2. Bobot Kering Tajuk Tabel 9 dan 10 menyajikan bobot kering batang dan daun pada MT-2007 dan 2010. Berdasarkan hasil uji ragam didapatkan adanya perbedaan kemampuan akumulasi bahan kering dan pembagiannya antar varietas-varietas kacang tanah. Pada MT-2007, beberapa varietas secara statistik menunjukkan perbedaan kemampuan akumulasi bahan kering dalam batang dan daun pada periode pembentukan polong (42 HST), pengisian polong (70 HST) dan pemasakan biji (91 HST). Setelah fase pengisian biji (70 91 HST), rata-rata bobot kering daun pada sebagian besar varietas menurun, sedangkan bobot kering batang konstan dan bobot kering polong terus meningkat. Pada Sima, Turangga dan Kidang, ratarata bobot kering daun setelah periode pengisian biji hingga menjelang panen masih lebih baik daripada varietas lain. Hal ini menunjukkan masih banyak daun hijau pada saat menjelang panen. Pada MT-2010, perbedaan akumulasi bahan kering dalam batang didapatkan berbeda antar varietas hanya pada 84 HST, yang merupakan akhir periode pengisian biji dan awal periode pemasakan biji. Perbedaan akumulasi bahan kering dalam daun berbeda antar varietas pada 42 HST, 70 HST dan 84 HST. Akumulasi bahan kering dalam polong pada 70 HST nyata berbeda antar varietas pada MT-2007, akan tetapi menjelang panen (91 HST) bahan kering dalam polong tidak berbeda antar varietas. Pada MT-2010, akumulasi bahan kering dalam polong tidak ditemukan berbeda antar varietas pada semua periode tumbuh (Tabel 9 dan 10).

40 Tabel 9. Bobot kering batang dan daun kacang tanah pada beberapa periode tumbuh pada MT-2007 BATANG DAUN....gram.... Varietas 42 HST 70 HST 91 HST 42 HST 70 HST 91 HST Badak 2,36 c 8,91 f 13.39 cd 2,00 5,50 c 6.18 c-f Gajah 3,88 bc 14,27 b-e 14.30 cd 2,85 7,49 bc 5.99 c-f Garuda3 3,89 bc 11,58 def 12.05 d 2,82 5,11 c 1.52 g Jerapah 3,99 bc 12,12 def 15.79 a-d 2,91 6,32 bc 3.83 f Kancil 4,46 ab 15,79 bcd 18.63 a-d 2,73 6,51 bc 4.42 ef Kelinci 3,53 bc 10,13 ef 15.12 bcd 2,55 7,67 bc 6.85 cde Kidang 6,06 a 20,83 a 25.41 a 3,63 8,66 abc 10.30 abc Mahesa 4,51 ab 12,44 b-f 15.82 a-d 2,66 5,96 c 4.70 def Panter 3,70 bc 13,29 b-f 18.84 abc 2,95 10,37 ab 8.31 bcd Pelanduk 3,03 bc 12,45 b-f 20.47 abc 2,12 6,11 c 7.13 cde Sima 4,82 ab 18,30 ab 25.23 ab 4,10 12,29 a 15.77 a Turangga 4,56 ab 16,80 abc 20.20 abc 3,63 12,20 a 14.48 ab KK 25.8 17.1 12.0 27.7 27.8 15.9 Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 0,05. Tabel 10. Bobot kering batang dan daun kacang tanah pada beberapa periode tumbuh pada MT-2010 Varietas BATANG DAUN..gram.. 42HST 56HST 70HST 84HST 42HST 56HST 70HST 84HST Badak 2,8 6,5 11,4 9,9 c 3,1 b 5,3 9,0 bc 6,2 de Gajah 6,6 11,5 12,5 13,7 bc 9,1 a 7,4 8,4 c 6,4 cde Garuda3 4,7 10,2 11,0 8,9 c 5,3 b 7,5 7,9 c 5,0 e Jerapah 4,9 11,9 13,3 12,7 bc 6,1 ab 8,8 8,6 c 6,5 cde Kancil 4,5 10,0 17,0 14,0 bc 6,1 ab 6,8 10,2 bc 6,8 b-e Kelinci 2,6 7,2 11,5 10,1 c 4,7 b 5,8 10,6 bc 5,6 e Kidang 5,3 13,6 16,0 16,5 b 5,6 b 8,7 11,6 ab 8,9 a-d Mahesa 5,0 11,4 16,4 17,2 b 5,9 ab 9,0 12,1 abc 9,2 abc Panter 3,4 9,0 10,6 10,6 c 3,8 b 6,6 10,3 bc 6,2 de Pelanduk 5,5 12,0 22,2 22,4 a 5,9 ab 8,6 16,3 a 11,3 a Sima 2,8 12,2 16,7 16,3 b 3,5 b 9,8 14,2 ab 9,4 ab Turangga 3,8 10,2 13,5 13,9 bc 4,3 b 8,0 10,9 bc 7,3 b-e KK 34.4 23.4 13.9 21.3 32.8 23.6 25.2 20.3 Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 0,05.

41 39 41 70.0 60.0 50.0 40.0 bpol91 30.0 daun91 20.0 bat91 10.0 bpol70 daun70 Bat70 0.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 Turangga Sima Pelanduk Panter Mahesa Kidang Kelinci Kancil Jerapah Garuda3 Gajah Badak Turangga Sima Pelanduk Panter Mahesa Kidang Kelinci Kancil Jerapah Garuda3 Gajah Badak (a) 60.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 50.0 40.0 bpol84 bpol70 30.0 daun70 20.0 daun84 bat70 10.0 bat84 0.0 (b) Gambar 3 Perbandingan bobot kering polong, daun dan batang pada (a) 70 dan 91 HST (MT-2007) dan (b) 70 dan 84 HST (MT-2010). Turangga Sima Pelanduk Panther Mahesa Kidang Kelinci Kancil Jerapah Garuda3 Gajah Badak Turangga Sima Pelanduk Panther Mahesa Kidang Kelinci Kancil Jerapah Garuda3 Gajah Badak

42 Beberapa varietas setelah fase puncak pengisian polong/biji (70 HST) masih terus mengakumulasikan bahan kering dalam tajuk sambil terus mengisi bahan kering untuk polong (Gambar 3a). Varietas tersebut contohnya adalah Badak, Kidang, Panter, Pelanduk, Sima dan Turangga. Varietas yang lain seperti Gajah, Garuda3, Jerapah, Kancil, Kelinci dan Mahesa cenderung menambah bobot polong setelah 70 HST dengan bobot tajuk yang hampir tetap, bahkan ada yang menurun. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya proses remobilisasi asimilat untuk pengisian polong/biji. Gambar 3b menunjukkan adanya kecenderungan yang sama pada MT-2010, tetapi karena pengukuran hanya sampai 84 HST perbedaan bahan keringnya belum terlalu tampak. Namun demikian, berdasarkan uji korelasi Pearson (Lampiran 7 dan 8) tidak ditemukan adanya korelasi antara bobot kering daun dan batang dengan bobot/hasil polong tanaman sehingga penurunan bobot kering tajuk pada periode ini tidak berpengaruh terhadap pengisian polong. 4.2.1.3. Kandungan Klorofil Dan Kerapatan Stomata Aktivitas fotosintesis juga dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur kandungan klorofil pada MT-2007 dan kerapatan stomata pada MT- 2010, dimana keduanya merupakan apparatus fotosintesis. Tabel 11 menyajikan data kadar klorofil dan kerapatan stomata dari 12 varietas kacang tanah yang diuji. Varietas tidak menunjukkan perbedaan pada kadar klorofil, baik pada fase pembentukan polong (42 HST) maupun pada akhir pengisian biji (70 HST). Kandungan klorofil (mg) per gram berat basah daun dan per satuan luas daun pada 70 HST berkorelasi negatif dengan persentase polong penuh yang ditunjukkan dengan nilai r berturut-turut sebesar -0,58 dan -0.45 dan berkorelasi positif dengan jumlah polong cipo (r = 0.45). Hasil ini mengindikasikan bahwa varietas yang daunnya tetap hijau hingga akhir fase pengisian biji menghasilkan lebih banyak polong yang kurang terisi penuh (keriput) dan cipo. Stomata penting bagi keluar masuknya CO 2 dan air yang dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis. Pada kacang tanah, stomata terdapat di permukaan atas dan bawah daun. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan antar varietas pada kerapatan stomata permukaan atas dan bawah daun.

43 Rata-rata kerapatan stomata dari varietas-varietas yang diuji berkisar dari 200-288 stomata/mm 2. Jumlah ini masih dibawah rata-rata jumlah stomata kacang tanah hasil menurut Bhagsari dan Brown (1976) yang mencapai 300-400/mm 2. Kerapatan stomata bawah berkorelasi positif dengan jumlah polong/tanaman, jumlah polong penuh/tanaman dan jumlah polong cipo/tanaman yang ditunjukkan oleh nilai r berturut turut sebesar 0,55; 0,53 dan 0,54. Tabel 11. Kadar klorofil dan kerapatan stomata kacang tanah Kadar klorofil (mg/g bobot basah daun) Kerapatan stomata Varietas 42HST 70HST (mm 2 ) Badak 3.352 2.633 266.67 Gajah 4.210 2.727 200.00 Garuda3 3.738 2.492 200.00 Jerapah 3.785 2.955 266.67 Kancil 3.602 2.432 244.45 kelinci 3.712 3.304 266.67 Kidang 3.424 2.546 222.22 Mahesa 3.663 2.639 200.00 Panter 4.152 3.147 222.22 Pelanduk 3.181 2.626 288.89 Sima 4.105 3.268 266.67 Turangga 3.432 2.818 222.22 KK 11.2 15.6 12.7 4.2.1.4. Tinggi Batang Utama Dan Percabangan Jumlah cabang dan tinggi batang utama hanya diamati pada MT- 2010. Jumlah cabang dihitung pada beberapa periode tumbuh, sedangkan tinggi batang utama hanya diukur pada saat panen. Tabel 12 menyajikan data rata-rata jumlah cabang dan tinggi batang utama kacang tanah pada MT-2010. Pada tabel ini terlihat bahwa perbedaan percabangan antara varietas ditemukan pada periode lanjut (70 dan 84 HST). Hal ini menunjukkan beberapa varietas masih mengalami pertumbuhan bagian vegetatif yang tinggi pada periode pengisian biji. Beberapa varietas ada yang membentuk maksimal 5 cabang, beberapa varietas lain ada yang memiliki hingga 8 cabang. Percabangan yang muncul pada periode lanjut ini merupakan cabang-cabang yang tidak produktif.

44 Tabel 12. Rata-rata jumlah cabang dan tinggi batang utama kacang tanah pada MT-2010 Jumlah Percabangan Tinggi Varietas 42HST 56HST 70HST 84HST (cm) Badak 5.0 5.2 5.0 d 5.3 cde 75.6 ab Gajah 6.8 7.3 6.5 a-d 6.7 abc 65.6 bc Garuda3 6.5 7.3 7.3 ab 6.3 a-d 55.1 c Jerapah 4.7 6.8 7.2 abc 7.2 a 66.1 bc Kancil 6.0 5.3 8.2 a 7.0 a 65.1 bc Kelinci 5.0 5.7 4.8 d 5.5 b-e 72.4 ab Kidang 6.0 6.5 5.8 bcd 6.8 ab 68.1 bc Mahesa 6.0 7.3 6.0 bcd 7.3 a 61.0 bc Panter 4.3 4.8 5.0 d 4.8 e 77.1 ab Pelanduk 6.5 6.3 8.2 a 7.5 a 75.9 ab Sima 5.2 6.3 5.5 bcd 5.2 de 87.9 a Turangga 5.0 5.0 5.2 cd 5.0 de 75.2 ab KK 17.1 17.8 17.8 12.6 6.4 Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Berdasarkan uji F diperoleh bahwa tinggi batang utama berbeda nyata antar varietas. Sima merupakan varietas dengan tinggi batang utama tertinggi dan Garuda3 adalah yang terendah. Umumnya varietas yang tinggi menghasilkan jumlah cabang yang rendah. Dengan menggunakan uji korelasi Pearson didapatkan bahwa jumlah cabang menunjukkan kecenderungan berkorelasi negatif dengan tinggi batang utama. Varietas dengan jumlah cabang banyak juga nyata berkorelasi positif dengan ILD 42 dan 56 HST. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan tanaman yang bercabang menghasilkan lebih banyak daun pada fase awal pengisian biji. Banyaknya cabang pada awal fase pembentukan ginofor dan pengisian memungkinkan pembentukan lebih banyak ginofor pada 42 dan 56 HST, ini ditunjukkan dengan adanya korelasi positif antara jumlah cabang dengan jumlah ginofor (Lampiran 9). Hal ini diduga adanya cabang memungkinkan lebih banyak ginofor terbentuk pada buku-buku yang dekat dengan permukaan tanah. Tinggi batang utama berkorelasi positif dengan jumlah bunga, jumlah ginofor pada 70 dan 84 HST. Hal ini dapat menyebabkan distribusi asimilat untuk pengisian polong menjadi terganggu. Alasan ini dikuatkan dengan hasil korelasi antara tinggi batang utama dengan persentase polong penuh yang negatif dan

45 dengan jumlah cipo dan persentase polong setengah penuh yang positif. Walaupun demikian, tinggi batang utama berkorelasi nyata dengan hasil polong (jumlah dan bobot polong/tanaman) dengan nilai r sebesar 0,56 dan 0,60. 4.2.2. Aktivitas Source Biomassa atau bahan kering tanaman merupakan produk laju fotosintesis bersih per unit luas daun dan total area yang aktif berfotosintesis (Khanna-Chopra 2000). Kemampuan tanaman menghasilkan asimilat diamati melalui laju pertambahan luas daun, laju asimilasi bersih dan laju pertambahan bahan kering. 4.2.2.1. Laju Pertambahan Luas Daun Untuk mengamati pertambahan luas daun digunakan data luas daun pada MT-2010 karena hasilnya diduga lebih mendekati rata-rata luas daun sesungguhnya. Gambar 4 menyajikan pertambahan luas daun dari varietasvarietas yang diuji. Pertambahan luas daun disajikan dalam dua gambar, yaitu Gambar 4a dan Gambar 4b, untuk memudahkan pengamatan. Pada MT-2010, rata-rata luas daun tanaman pada tiap varietas terus meningkat hingga 70 HST, kemudian kecepatan pertambahannya menurun setelah periode tersebut. Varietas seperti Gajah, Kancil, Badak (Gambar 4a) dan Kidang, Mahesa, Turangga (Gambar 4b) relatif tidak menunjukkan pertambahan luas daun hijau setelah 70 HST, tetapi Kelinci (Gambar 4a) dan Sima, Panter (Gambar 4b) masih menunjukkan pertambahan. Pertanaman kacang tanah mendapat penyemprotan pestisida hingga 70 HST, sehingga kemampuan varietas menghadapi serangan OPT setelah 70 HST tergantung pada ketahananan varietas tersebut. Jerapah, Garuda3 (Gambar 4a) dan Pelanduk (Gambar 4b) setelah 70 HST luasan daun hijau cenderung menurun. Hal ini diduga karena varietas tidak mampu menahan serangan penyakit bercak daun. Rata-rata nilai ILD Sima pada MT-2007 dan 2010 masih bertambah setelah 70 HST (Tabel 8 dan Gambar 4b). Hal ini menunjukkan varietas ini masih banyak mendistribusikan asimilat untuk pembentukan daun baru hingga menjelang panen.

46 12.0 10.0 (a) Indeks Luas Daun 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 42HST 56HST 70HST 84HST Badak Gajah Garuda3 Jerapah Kancil Kelinci 12.0 (b) Indeks Luas Daun 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 42HST 56HST 70HST 84HST Kidang Mahesa Panther Pelanduk Sima Turangga Gambar 4 Pertambahan luas daun pada duabelas varietas kacang tanah (a dan b) pada MT-2010. 4.2.2.2. Laju Asimilasi Bersih (LAB) Akumulasi bahan kering merupakan Laju Asimilasi Bersih (LAB) menggambarkan efisiensi fotosintesis daun/tajuk dalam menghasilkan bahan kering (Gardner et al. 1991). Nilai LAB tinggi terjadi pada saat tanaman masih muda dan sebagian besar tajuknya mendapatkan sinar matahari langsung. Nilai LAB menurun seiring dengan pertambahan jumlah/luasan daun yang mengakibatkan makin banyak daun saling menaungi. Daun-daun yang ternaungi tidak dapat berfotosintesis dengan baik, apabila hal ini terjadi pada saat tanaman memasuki periode pengisian biji, maka suplai asimilat untuk pengisian biji dapat terganggu.

47 Tabel 13. Rata-rata Laju Asimilasi Bersih kacang tanah pada MT-2007 dan MT- 2010 Varietas MT2007 MT2010 LAB 26-42 HST LAB 42-70 HST LAB 70-91 HST LAB 42-56 HST LAB 56-70 HST LAB 70-84 HST Badak 22.86 12.95 8.45 5.55 6.65 0.12 Gajah 14.74 18.30 2.56 3.85 2.61-0.13 Garuda3 29.16 14.89 2.10 5.38 3.15-2.29 Jerapah 15.37 13.18 4.45 6.17 1.34 0.36 Kancil 14.21 14.74 2.69 4.68 6.70-0.34 Kelinci 20.32 15.26 4.24 7.05 7.87-2.53 Kidang 15.33 13.58 3.28 7.10 3.02 1.17 Mahesa 19.93 9.64 5.89 7.93 5.93-1.53 Panter 28.60 17.75 3.51 8.35 4.98 1.61 Pelanduk 21.77 16.25 6.93 6.36 7.22-0.31 Sima 26.37 13.27 5.00 10.05 5.52-0.72 Turangga 30.68 14.71 4.26 9.00 5.48-0.80 KK 23.7 20.1 70.4 51.8 49.3 48.6 Pada Tabel 13 terlihat bahwa tidak ditemukan perbedaan antar varietas dalam nilai LAB. Hal ini menunjukkan adanya efisiensi tajuk (kanopi) dalam menghasilkan bahan kering tidak berbeda antar varietas. Luasan daun yang makin meningkat dan tidak ditunjang dengan tata letak daun yang memungkinkan penetrasi cahaya yang lebih baik menyebabkan efisiensi tajuk dalam menghasilkan bahan kering tidak meningkat. 4.2.2.3. Laju Akumulasi Bahan Kering Laju akumulasi/pertambahan bahan kering tanaman per unit luas area per unit waktu atau Laju Tumbuh Tanaman (LTT g/m 2 /hari) diukur dari selisih bobot bahan kering yang dikumpulkan tanaman pada saat panen dengan bobot bahan kering pada fase pengisian biji (42 dan 70 HST). Nilai LTT pada MT-2007 dan MT-2010 disajikan pada Tabel 14. Pada MT-2007 terdapat perbedaan antar varietas dalam kecepatan mengumpulkan bahan kering, tetapi pada MT-2010 perbedaan tersebut tidak tampak secara signifikan. Varietas Sima pada periode 42 HST hingga panen menunjukkan akumulasi bahan kering yang lebih cepat daripada Garuda3, Badak, Gajah, Jerapah, Kelinci dan Mahesa. Nilai LTT pada periode 70 HST hingga

48 panen tampak lebih kecil daripada LTT periode 42 HST hingga panen. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman tidak banyak menambah bahan kering setelah 70 HST hingga panen. Pada MT-2010, nilai LTT pada periode 70 HST hingga panen lebih tinggi daripada LTT periode 42 HST hingga panen yang menunjukkan semua varietas setelah 70 HST masih terus menambah bahan kering dalam jumlah yang cukup besar. Tabel 14. Laju Tumbuh Tanaman pada dua periode tumbuh kacang tanah pada MT-2007 dan MT-2010 Varietas MT-2007 MT-2010.(g/m 2 /hari) LTT 42-panen LTT 70-panen LTT 42-panen LTT 70-panen Badak 6.45 bc 6.14 48.92 71.85 Gajah 6.65 bc 0.80 31.67 46.92 Garuda3 4.32 c 1.71 31.13 41.83 Jerapah 6.30 bc 2.84 34.74 49.79 Kancil 7.42 abc 2.54 38.53 49.46 Kelinci 6.84 bc 3.07 36.82 46.51 Kidang 9.32 ab 4.80 37.00 47.00 Mahesa 6.38 bc 5.02 33.18 33.77 Panter 7.51 abc 1.93 45.72 67.40 Pelanduk 8.62 ab 7.41 50.41 58.68 Sima 10.50 a 6.81 55.29 73.71 Turangga 8.85 ab 5.55 37.46 46.04 KK 23.6 82.3 28.6 35.3 Rata-rata 7.4±1.7 3.8±2.7 40.1±8.0 52.8±12.5 Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Nilai rata-rata LTT pada MT-2007 yang diperoleh dari periode 42 HST hingga panen hanya mencapai 7,4±1,66 g/m 2 /hari. Nilai LTT ini lebih rendah daripada nilai rata-rata LTT kacang tanah menurut Ketring et al. (1982), yaitu sebesar 19,8±4,2 g/m 2 /hari. Hal ini menunjukkan rendahnya bahan kering yang mampu diakumulasikan oleh tanaman. Pada MT-2010, laju pertambahan bahan keringnya sangat tinggi (40.1 ± 8.0 g/m 2 /hari dan 52.8±12.5). Populasi tanaman yang lebih banyak dan kondisi agroklimat tampaknya mengakibatkan tanaman mampu menghasilkan bahan kering yang lebih banyak.

49 Walaupun nilai LAB, kandungan klorofil dan kerapatan stomata tidak menunjukkan adanya perbedaan antar varietas, akan tetapi nilai LTT berbeda nyata antar varietas. Hal ini diduga karena LAB, kandungan klorofil dan kerapatan stomata hanya mengukur kemampuan fotosintesis daun tunggal, sedangkan LTT menunjukkan kemampuan kanopi menghasilkan bahan kering. Nilai LTT pada periode 42 HST dan periode 70 HST hingga panen berkorelasi negatif dengan indeks panen yang ditunjukkan dengan nilai r sebesar -0.94 dan -0.79. Hal ini mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa makin cepat laju akumulasi bahan kering, makin banyak asimilat untuk pertumbuhan tajuk dan semakin sedikit bahan kering yang didistribusikan ke dalam polong/biji. 4.3. Sink Dalam penelitian ini sink produktif yang diamati adalah bobot polong dan biji/tanaman. Untuk memahami dan membandingkan kemampuan varietasvarietas kacang tanah dalam menghasilkan sink tersebut dilakukan dengan mengamati kemampuan menghasilkan sink reproduktif, kapasitas sink, aktivitas sink dan kekuatan sink. Kapasitas sink diartikan sebagai ukuran sink yang dapat diisi oleh asimilat. Aktivitas sink diartikan sebagai laju pengisian polong/biji atau Laju Tumbuh Polong (LTP). Kekuatan sink menggambarkan dominansi sink untuk mendapatkan asimilat. 4.3.1. Sink Reproduktif Sink reproduktif merupakan sink yang berpotensi untuk menjadi sink produktif. Bagian tanaman yang masuk dalam kategori sink reproduktif adalah bunga dan ginofor. Pengamatan yang dilakukan meliputi jumlah bunga dan ginofor, waktu berbunga, lamanya periode reproduktif dan laju pertambahan ginofor. Pada MT-2007 pengamatan bunga tidak dilakukan. 4.3.1.1. Bunga Tabel 15 menyajikan data waktu bunga muncul dan saat 50% populasi berbunga. Banyaknya bunga yang muncul dihitung setiap hari mulai 26 HST hingga 70 HST. Waktu bunga muncul tidak berbeda nyata antar varietas. Rata-

50 rata bunga muncul adalah pada 27,8 HST. Masing-masing varietas membutuhkan waktu yang berbeda untuk mencapai 50% populasi berbunga, dimana Mahesa paling lama mencapai 50% populasi berbunga, yaitu pada hari ke-33 setelah tanam. Selisih waktu antara periode bunga dengan waktu panen menggambarkan waktu pengisian polong/biji. Waktu pengisian yang pendek dapat mengakibatkan polong-polong menjadi kurang terisi. Waktu bunga muncul berkorelasi negatif dengan persentase polong penuh (r = -0,65) dan berkorelasi positif dengan persentase polong kurang terisi penuh (r = 0,59), tetapi tidak ditemukan adanya korelasi antara waktu 50% populasi berbunga dengan hasil dan kualitas polong per tanaman. Hal ini dapat diartikan bahwa varietas yang lambat memunculkan bunga cenderung menghasilkan persentase polong penuhnya lebih rendah daripada varietas yang lebih cepat memunculkan bunga. Tabel 15. Waktu bunga muncul, waktu 50% populasi berbunga, periode reproduktif dan persentase polong penuh kacang tanah pada MT-2010 Varietas Bunga muncul (HST) 50% populasi berbunga (HST) Periode Reproduktif (a) % polong penuh Badak 28.3 31.0 abc 69.0 abc 66.7 Gajah 27.0 29.0 c 71.0 ab 72.8 Garuda3 27.0 29.3 bc 70.7 ab 71.3 Jerapah 27.0 29.0 c 72.0 a 79.2 Kancil 27.0 28.3 c 72.0 a 73.7 Kelinci 30.3 32.0 ab 68.0 bc 65.7 Kidang 26.7 28.3 c 72.0 a 75.7 Mahesa 28.3 33.0 a 67.0 c 72.3 Panter 27.7 29.3 bc 71.3 a 64.1 Pelanduk 27.7 28.3 c 71.0 ab 68.3 Sima 28.7 31.0 abc 69.0 abc 60.1 Turangga 28.0 31.0 abc 69.0 abc 67.7 KK 8.3 10.1 1.2 6.21 Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% (a) dihitung dari selisih waktupanen 100HST dengan waktu 50% populasi berbunga Periode reproduktif dimulai dari saat populasi mencapai 50% berbunga hingga panen (Jogloy et al. 2011). Berdasarkan hasil uji F diperoleh bahwa lamanya periode reproduktif berbeda nyata antar varietas. Mahesa merupakan

51 varietas dengan periode reproduktif paling pendek dibandingkan varietas lain, meskipun perbedaannya hanya terpaut 5 hari. Berdasarkan rataan jumlah bunga yang muncul pada setiap varietas yang dihitung dari 26 HST hingga 68 HST diperoleh bahwa periode terbanyak menghasilkan jumlah bunga/tanaman adalah pada kisaran 29 45 HST, seperti yang terjadi pada Badak, Garuda3, Jerapah, Kancil, Pelanduk, Gajah, Kidang dan Panter (Lampiran 2). Pada varietas Kelinci, Mahesa, Turangga dan Sima bungabunga awal terbentuk lebih lambat dan periode pembentukan pembungaan sedikit lebih panjang (pada kisaran 31-58 HST) dibandingkan dengan varietas lain. Pembentukan bunga terus berjalan walaupun tanaman memasuki periode pengisian biji. Pertambahan jumlah bunga meningkat cepat pada kisaran 26-42 HST, kemudian laju pertambahannya mulai berkurang pada saat memasuki periode pembentukan dan pengisian polong. Pada varietas Gajah, Jerapah, Kancil, Kidang, Mahesa, Pelanduk dan terutama Garuda3, hampir tidak terjadi penambahan laju jumlah bunga selama periode pembentukan polong dan pengisian biji (42-70 HST) (Gambar 5a). Laju pertambahan bunga pada Badak, Kelinci, Panter, Sima dan Turangga baru mulai terjadi pada awal periode pengisian polong (56 HST), walaupun mulai melambat, pertambahan jumlah bunganya masih cukup besar (Gambar 5b). Jumlah bunga 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 26 42 56 68 Gajah Garuda3 Jerapah Kancil Kidang Mahesa Pelanduk HST Jumlah bunga 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 26 42 56 68 HST Badak Kelinci Panter Sima Turangga (a) (b) Gambar 5 Pertambahan jumlah bunga duabelas varietas kacang tanah pada MT-2010.

52 Berdasarkan hasil uji ragam (Lampiran 5), diperoleh bahwa jumlah bunga yang dihasilkan kacang tanah di pengaruhi oleh sifat genetiknya. Pelanduk menghasilkan rata-rata jumlah bunga/tanaman yang lebih tinggi daripada sebagian besar varietas lain, sementara Mahesa menghasilkan rata-rata bunga total per tanaman paling sedikit. Pelanduk menghasilkan bunga paling banyak, tetapi persentase bunga yang tumbuh menjadi polong hanya 26,3%, sedangkan pada Mahesa sejumlah 34,6% dari total bunga yang dihasilkan tumbuh menjadi polong. Persentase bunga yang menjadi polong untuk semua varietas rata-rata hanya sebesar 25,4 %. Efisiensi pembungaan kacang tanah memang rendah, yaitu hanya 10-20% (Cahaner dan Ashri 1974). Tabel 16 menyajikan data rata-rata jumlah bunga tiap periode, persentase bunga yang menjadi polong dan jumlah polong/tanaman pada MT-2010. Jumlah bunga berkorelasi positif dengan tinggi batang utama (r = 0.74), yang berarti bahwa tanaman yang habitusnya tinggi akan cenderung menghasilkan lebih banyak bunga daripada yang rendah. Lebih banyak bunga berarti ada kemungkinan menghasilkan lebih banyak ginofor. Tidak semua bunga menjadi ginofor dan tidak semua ginofor menjadi polong. Tabel 16. Rata-rata jumlah bunga tiap periode, persentase bunga yang menjadi polong dan jumlah polong per tanaman pada MT-2010 Varietas Jumlah bunga %bunga Jumlah 42 HST 56 HST 68 HST jadi polong polong /tanaman Badak 32.0 b-e 54.1 63.9 a-e 30.7 19.54 Gajah 38.3 b-e 47.7 50.5 de 26.3 13.38 Garuda3 44.3 a-d 48.1 49.4 de 25.7 11.90 Jerapah 39.1 b-e 50.1 55.5 b-e 22.2 12.51 Kancil 48.3 abc 60.6 67.0 a-d 25.5 16.24 Kelinci 22.0 e 44.5 52.5 cde 26.5 14.36 Kidang 49.3 ab 62.8 66.3 a-d 15.6 10.38 Mahesa 27.9 de 37.6 42.6 e 34.6 14.41 Panter 35.5 b-e 65.1 73.9 abc 26.2 18.22 Pelanduk 57.9 a 74.6 81.6 a 26.3 19.86 Sima 30.9 cde 59.7 76.0 ab 22.3 17.18 Turangga 30.0 de 51.9 61.4 a-e 20.1 11.87 KK 23.8 21.9 19.8 29.5 14.0 Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

53 Ginofor yang berkembang menjadi polong kebanyakan adalah yang terbentuk dari bunga-bunga awal (Cahaner dan Ashri 1974) atau pada awal pembentukan ginofor, yaitu pada 42 HST (Trustinah 1993). Waktu yang dibutuhkan untuk pembungaan hingga polong masak adalah sekitar 2 bulan (Trustinah 1993; Maria 2000). Berdasarkan peubah bunga yang muncul setiap hari, persentase bunga jadi polong dan jumlah polong/tanaman, maka diduga polong-polong yang dihasilkan berasal dari bunga yang mekar dari awal berbunga hingga 30-40 HST. Bunga dan ginofor yang muncul setelah periode tersebut kemungkinan tidak berkembang menjadi polong sempurna. 4.3.1.2. Ginofor Pada MT-2007 terdapat perbedaan yang nyata antar varietas pada peubah jumlah ginofor dan polong yang terbentuk, akan tetapi berat kering yang diakumulasi dalam ginofor dan polong tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa varietas mampu menggantikan jumlah polong yang sedikit dengan ukuran yang lebih besar. 60 50 40 30 20 10 0 42 70 91 Hari Sesudah Tanam Badak Gajah Garuda3 Jerapah Kancil Kelinci Kidang Mahesa Panter Pelanduk Sima Turangga Gambar 6 Pertambahan jumlah ginofor per tanaman pada MT-2007. Gambar 6 menyajikan data pertambahan jumlah ginofor/tanaman kacang tanah pada MT-2007. Dari gambar ini terlihat bahwa varietas Panter dan Kelinci memiliki keunggulan dalam pembentukan sink reproduktif yaitu lebih banyak

54 ginofor dibandingkan varietas lainnya. Beberapa varietas tampak masih menambah jumlah ginofornya pada periode akhir pengisian biji (70-91 HST) seperti Panter, Kelinci, Sima, Badak dan Gajah. Penambahan jumlah ginofor pada periode ini berdampak pada berkurangnya asimilat untuk pengisian biji, bahkan walaupun polong terbentuk, pengisian biji tidak maksimal karena waktu pengisian yang tidak mencukupi. Pada MT-2010 tidak ditemukan adanya perbedaan antar varietas dalam menghasilkan ginofor. Varietas Mahesa, yang menghasilkan total bunga paling sedikit, menghasilkan rataan jumlah ginofor yang lebih banyak dibandingkan varietas lain. Gambar 7 memperlihatkan data persentase bunga yang menjadi ginofor. Banyaknya ginofor yang dihasilkan ternyata tidak selalu menghasilkan polong yang banyak, karena rataan jumlah polong/tanaman Mahesa tidak lebih baik daripada varietas lain (lihat juga Tabel 16). 120 100 80 60 40 20 Badak Gajah Garuda3 Jerapah Kancil Kelinci Kidang Mahesa Panter 0 42 56 70 84 Hari Sesudah Tanam Pelanduk Sima Turangga Gambar 7 Pertambahan jumlah ginofor per tanaman pada MT-2010. Jumlah ginofor yang dihasilkan pada MT-2010 cenderung lebih banyak daripada MT-2007, akan tetapi persentase ginofor yang menjadi polong pada MT- 2010 lebih kecil (Tabel 17). Apabila jumlah polong/tanaman dibandingkan dengan total jumlah ginofor pada 42 HST, maka rata-rata ginofor yang kemudian menjadi polong pada MT-2007 sebesar 46,2%, sedangkan pada MT-2010 hanya sebesar 22,8%. Rata-rata persentase bunga yang menjadi ginofor pada MT-2010 sekitar 88,2 %.

55 Tabel 17. Persentase ginofor jadi polong pada MT-2007 dan MT-2010 Varietas MT-2007 MT-2010 Badak 35.46 a-d 25.51 Gajah 54.27 a 32.93 Garuda 42.21 a-d 29.71 Jerapah 56.90 a 22.57 Kancil 40.76 a-d 27.96 Kelinci 28.88 bcd 25.85 Kidang 46.94 a-d 15.74 Mahesa 49.72 abc 19.82 Panter 26.47 cd 23.88 Pelanduk 52.40 ab 22.01 Sima 38.98 a-d 25.25 Turangga 24.07 d 16.93 KK 30.4 36.8 Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Untuk mendapatkan produksi polong dan biji yang maksimal, maka bunga dan ginofor kacang tanah harus banyak terbentuk pada periode awal periode generatif sehingga ada cukup waktu untuk melakukan pengisian biji. Akan tetapi, seperti juga tanaman kacang-kacang lainnya, tidak semua bunga yang terbentuk menjadi ginofor dan tidak semua ginofor menjadi polong. Sehingga peubah jumlah bunga dan ginofor sulit digunakan sebagai indikator keberhasilan produksi kacang tanah. 4.3.2. Kapasitas Sink Kapasitas sink menggambarkan jumlah dan ukuran sink yang harus diisi. Pengamatan kapasitas sink meliputi jumlah polong, bobot polong dan bobot 100 biji. 4.3.2.1. Jumlah dan Bobot Polong Jumlah bunga yang muncul menunjukkan adanya perbedaan antar varietas. tetapi jumlah ginofor yang dihasilkan pada fase awal pembentukan ginofor (42 HST) tidak ditemukan adanya perbedaan antar varietas. Perbedaan jumlah ginofor muncul pada fase pengisian biji (70 HST) dan menjelang panen (91 HST). Walaupun terdapat perbedaan dalam ginofor yang dihasilkan, akan tetapi jumlah

56 polong yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 18). Sementara itu, bobot polong antara varietas berbeda hanya pada 70 HST, namun perbedaan ini tidak ditemukan lagi pada saat menjelang panen (91 HST) dan saat panen. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan antar varietas dalam kecepatan pengisian biji dan waktu panen. Varietas yang cepat mengisi polong atau biji diduga akan memiliki waktu panen yang juga lebih cepat. Pada MT-2007, komponen hasil tanaman yang berupa jumlah polong total, polong penuh, cipo dan persentase polong penuh per tanaman tidak menunjukkan perbedaan antar varietas (Tabel 19). Pada Tabel 19 terlihat bahwa tidak semua varietas mampu menghasilkan rata-rata 15 polong/tanaman. Rata-rata jumlah polong/tanaman hanya mencapai 14.50 polong, kecuali Badak yang dapat menghasilkan rata-rata jumlah polong/tanaman sebesar 17.45 polong. Rata-rata jumlah polong/tanaman yang kurang dari 15 ditemukan pada varietas Sima, yaitu sebesar 10.75 polong/tanaman. Rata-rata persentase polong cipo adalah 3.5% dari jumlah polong total per tanaman. Tabel 18. Rataan jumlah ginofor, jumlah polong dan bobot polong per tanaman pada MT-2007 Varietas Jumlah ginofor Jumlah polong Bobot polong (g) 42 HST 70 HST 91 HST 70 HST 91 HST 70 HST 91 HST Badak 10.67 1.35 abc 34.00 a 9.00 18.67 5.38 d 20.11 Gajah 11.00 1.35 abc 9.67 cd 15.67 19.83 14.02 ab 24.52 Garuda3 13.67 1.14 bcd 14.33 a-d 15.83 17.17 14.50 a 21.60 Jerapah 14.00 1.04 cd 6.17 d 15.67 23.17 11.13 a-d 24.74 Kancil 13.33 1.06 cd 22.83 a-d 19.33 20.50 13.47 abc 21.89 Kelinci 20.67 1.50 ab 30.33 ab 16.33 22.83 13.02 abc 23.32 Kidang 15.50 1.07 cd 17.67 a-d 16.00 18.00 12.17 a-d 21.45 Mahesa 12.00 1.02 cd 10.50 bcd 8.33 17.83 6.50 cd 20.45 Panter 18.17 1.59 a 27.17 abc 20.17 21.17 13.81 ab 27.65 Pelanduk 11.17 0.89 d 11.33 bcd 12.33 18.67 8.97 a-d 20.33 Sima 14.67 1.40 abc 20.17 a-d 14.17 21.83 10.89 a-d 29.51 Turangga 13.67 1.22 a-d 30.33 ab 11.33 15.67 7.29 bcd 23.23 KK 32.8 20.5 27.2 31.9 20.3 33.4 24.3 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Kecepatan pengisian polong/biji mengindikasikan adanya perbedaan antar varietas. Varietas yang cepat mengisi polong/biji akan menghasilkan lebih

57 banyak jumlah polong yang terisi penuh daripada varietas yang lebih lambat dalam pengisian polong/biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase polong penuh hanya cenderung berbeda (Pr>F 0.06) antar varietas. Jerapah, Mahesa, Kancil dan Pelanduk hanya cenderung berbeda persentase polong penuhnya dengan Kelinci dan Sima (Tabel 19). Pada MT-2010, varietas yang diuji menunjukkan perbedaan dalam menghasilkan ginofor pada awal fase pembentukan ginofor (42 HST) dan fase pengisian (70 HST), akan tetapi jumlah polong yang terbentuk tidak berbeda antar varietas (Tabel 20). Varietas hanya menunjukkan kecenderungan perbedaan jumlah polong pada 56 dan 70 HST (Pr>F 0.08 dan 0.06), akan tetapi pada fase lanjut/fase akhir pengisian (84 HST) ditemukan perbedaan antar varietas. Pada 84 HST, varietas Pelanduk dan Mahesa menghasilkan lebih banyak jumlah polong/tanaman daripada Badak, Kelinci, Sima dan Garuda3. Walaupun jumlah polong/tanaman berbeda antar varietas, tetapi bobot polong pada tiap fase tidak menunjukkan perbedaan antar varietas. Hal ini diduga bahwa varietas dengan jumlah polong lebih sedikit mengisi sink dengan ukuran yang lebih besar. Tabel 19. Rata-rata jumlah polong total, polong penuh, cipo dan persentase polong penuh per tanaman kacang tanah pada MT-2007 Varietas Jumlah polong total Jumlah polong penuh Jumlah polong cipo Persentase polong Penuh Badak 17.45 12.44 5.01 70.43 Gajah 15.53 11.17 4.36 71.44 Garuda3 12.38 9.67 2.71 78.41 Jerapah 16.19 14.04 2.15 87.21 Kancil 16.17 13.75 2.42 84.83 Kelinci 15.42 9.59 5.84 63.85 Kidang 14.29 10.75 3.54 73.52 Mahesa 13.71 11.67 2.04 85.10 Panter 12.60 9.21 3.39 71.90 Pelanduk 15.63 12.63 3.00 81.33 Sima 13.88 8.67 5.21 62.01 Turangga 10.75 8.09 2.67 73.16 KK 23.2 25.6 18.6 12.8 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

58 58 Tabel 20. Rataan jumlah ginofor, jumlah polong dan bobot polong per tanaman pada MT-2010 Varietas Jumlah Ginofor Jumlah Polong Bobot polong (g) 42HST 56HST 70HST 84HST 56HST 70HST 84HST 56HST 70HST 84HST Badak 11.50 bc 39.33 58.17 abc 64.83 6.83 13.67 14.00 cd 2.18 10.60 14.47 Gajah 32.83 a 35.33 39.00 bc 33.00 14.50 14.50 15.33 bcd 5.90 11.77 13.98 Garuda3 24.50 ab 29.17 33.50 c 27.50 10.33 14.33 12.67 d 4.75 12.52 12.73 Jerapah 24.33 ab 39.00 34.00 c 37.33 13.50 12.50 17.00 bcd 4.88 9.28 13.53 Kancil 17.50 bc 28.67 49.83 bc 42.00 11.50 20.33 18.50 a-d 4.42 12.27 15.97 Kelinci 16.17 bc 28.33 58.50 abc 42.67 7.83 15.33 13.50 cd 2.30 13.17 11.88 Kidang 19.33 abc 41.33 49.00 bc 46.33 11.33 14.33 19.67 a-d 4.15 11.28 18.45 Mahesa 19.00 abc 29.67 48.67 bc 51.00 11.50 11.50 22.50 ab 5.33 18.02 15.40 Panther 11.83 bc 32.83 60.17 ab 61.33 12.17 14.17 21.83 abc 3.98 9.78 19.23 Pelanduk 19.67 abc 38.33 82.00 a 63.00 13.50 23.67 25.83 a 4.73 16.78 19.15 Sima 6.83 c 34.50 59.50 abc 59.50 4.28 12.93 13.30 cd 4.28 12.93 13.30 Turangga 13.50 bc 35.00 63.17 ab 55.17 9.00 15.17 18.17 a-d 3.12 13.72 14.02 KK 28.2 29.5 25.2 30.8 18.5 26.5 24.8 20.7 32.9 27.8 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

59 Pada MT-2007 ditemukan bahwa tidak semua polong terisi penuh biji. Untuk mengetahui proses pengisian, maka pada MT-2010 dilakukan pengamatan polong yang terisi biji tetapi tidak penuh, yang disebut dengan polong setengah penuh. Kriteria polong penuh, setengah penuh dan cipo dapat dilihat pada Lampiran 2. Polong cipo merupakan polong yang pada saat kering berkerut tidak berisi, sedangkan polong setengah penuh adalah polong yang saat kering bentuk polongnya sempurna, tetapi pada saat dibuka biji tidak mengisi polong dengan penuh. Adanya polong setengah penuh menggambarkan proses pengisian biji yang belum selesai. Tabel 21. Rata-rata jumlah polong total, polong penuh, ½ penuh, cipo, persentase polong penuh dan polong setengah penuh per tanaman kacang tanah pada MT2010 Varietas Jumlah polong total Jumlah polong penuh Jumlah polong ½ penuh Jumlah polong cipo Persentase polong penuh Persentase polong ½ penuh Badak 19.5 12.9 2.4 a 3.3 a-d 66.7 bc 12.9 ab Gajah 13.4 9.8 1.0 cd 2.2 bcd 72.8 ab 6.9 bcd Garuda3 11.9 8.4 1.1 bcd 1.7 d 71.3 abc 9.4 a-d Jerapah 12.5 10.0 0.4 d 1.7 d 79.2 a 3.5 d Kancil 16.2 12.0 0.8 d 2.4 bcd 73.7 ab 4.8 cd Kelinci 14.4 9.5 1.4 a-d 2.9 a-d 65.8 bc 9.7 a-d Kidang 10.4 7.9 0.4 d 1.9 cd 75.7 ab 4.3 cd Mahesa 14.4 10.4 1.1 bcd 2.4 bcd 72.3 ab 7.3 a-d Panter 18.2 11.6 2.0 abc 3.4 abc 64.1 bc 10.8 abc Pelanduk 19.9 13.8 1.6 a-d 4.2 a 68.3 abc 7.7 a-d Sima 17.2 10.7 2.2 ab 3.5 ab 60.1 c 13.8 a Turangga 11.9 8.0 1.2 bcd 2.2 bcd 67.7 abc 9.9 a-d KK 14.0 15.2 15.9 31.4 6.2 17.9 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Pada MT-2010, rata-rata jumlah polong total per tanaman pada saat panen mencapai 14.99 polong/tanaman. Beberapa varietas dapat mencapai rataan lebih dari 19 polong/tanaman, dan beberapa varietas lainnya tidak mencapai rataan 15 polong/tanaman (Tabel 21). Walaupun jumlah polong/tanaman pada 84bHST nyata berbeda antar varietas, tetapi jumlah polong/tanaman saat panen tidak berbeda antar varietas. Kondisi yang sama terjadi pula pada MT-2007, sehingga

60 dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan antar varietas dalam menghasilkan banyaknya polong/tanaman. Berdasarkan hasil uji ragam gabungan dua musim tanam diperoleh bahwa jumlah polong/tanaman merupakan karakteristik genetik (Lampiran 6). Jumlah polong yang mampu dihasilkan tanaman merupakan kapasitas sink, sehingga perlu diupayakan agar potensi genetik ini dapat dimaksimalkan pada periode pembentukan polong. Jumlah polong/tanaman pada semua varietas relatif sama, tetapi banyaknya polong yang terisi penuh biji berbeda antar varietas. Keadaan ini dapat dijadikan indikator perbedaan varietas dalam mendistribusikan asimilat ke dalam sink. Selain itu, persentase polong penuh per tanaman sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik. 4.3.2.2. Bobot 100 Butir Ukuran biji menentukan banyaknya asimilat yang didistribusikan untuk pengisian polong. Bobot 100 butir biji dapat digunakan untuk menentukan besar kecilnya ukuran biji. Semakin tinggi bobot 100 butir biji, semakin besar kapasitas yang harus diisi untuk setiap sink. Tabel 22. Bobot 100 biji kacang tanah pada dua musim tanam Varietas MT-2007 MT-2010 gram. Badak 37.2 d 40,0 Gajah 60.0 a 41,6 Garuda3 41.8 cd 45,6 Jerapah 54.8 ab 41,7 Kancil 54.5 ab 49,6 Kelinci 41.0 cd 38,0 Kidang 53.1 abc 52,0 Mahesa 53.4 abc 40,5 Panter 38.5 d 38,2 Pelanduk 56.0 ab 43,2 Sima 43.9 bcd 35,1 Turangga 42.0 cd 35,1 KK 7.1 16.1 Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

61 Tabel 22 menyajikan data bobot 100 butir biji pada dua musim tanam. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa bobot 100 butir biji nyata berbeda antar varietas pada MT-2007, sedangkan pada MT-2010 tidak ditemukan perbedaan antar varietas. Pada MT-2007, varietas Gajah, Jerapah, Kancil dan Pelanduk mempunyai bobot 100 biji yang lebih tinggi daripada Panter, Badak, Kelinci dan Garuda3, sedangkan pada MT-2010 ukuran biji semua varietas relatif hamper sama. Kondisi ukuran biji pada MT-2010 diduga dapat mempengaruhi banyaknya asimilat yang dapat disimpan dalam biji, sehingga mempengaruhi ukuran biji yang dihasilkan. 4.3.3. Aktivitas Sink Laju akumulasi bahan kering dalam polong per unit area per unit waktu atau Laju Tumbuh Polong diukur dari selisih bobot polong pada saat panen dengan bobot ginofor dan polong pada 42 HST (MT-2007) atau pada 56 HST (MT-2010). Pada MT-2010, LTP dihitung dari awal pembentukan polong (56 HST) hingga panen. Perhitungan ini dilakukan karena pada 42 HST sebagian besar tanaman belum membentuk polong sehingga LTP belum dapat dihitung. Tabel 23 menyajikan nilai LTP dari pertanaman pada MT-2007 dan MT-2010. Tabel 23. Laju Tumbuh Polong kacang tanah pada MT-2007 dan MT-2010 Varietas LTP42-panen (MT-2007) LTP 56-panen (MT-2010)..g/m2/hari.. Badak 3.17 10.42 a Gajah 3.73 4.05 bc Garuda3 2.84 4.72 bc Jerapah 3.56 3.48 c Kancil 4.00 5.84 bc Kelinci 3.42 5.88 bc Kidang 3.71 3.54 c Mahesa 3.50 3.31 c Panter 3.10 7.76 ab Pelanduk 3.78 7.40 abc Sima 3.58 7.27 abc Turangga 3.14 5.23 bc Rataan 3.5±0.3 5.7±2.2 KK 31.2 37.1 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

62 Pada MT-2007, laju akumulasi bahan kering dalam polong tidak berbeda antar varietas, sedangkan pada MT-2010 laju akumulasi bahan kering dalam polong berbeda antar varietas. Pada MT-2010, varietas Badak dan Panter menunjukkan laju akumulasi bahan kering dalam polong lebih baik daripada varietas-varietas lain, kecuali dengan Pelanduk dan Sima (Tabel 23). Nilai Laju Tumbuh Tanaman merupakan penjumlahan laju akumulasi bahan kering tajuk dan laju akumulasi bahan kering dalam polong. Perbandingan rata-rata LTP dengan rataan LTT pada periode yang sama (Tabel 14) menunjukkan bahwa akumulasi bahan kering dalam tajuk pada MT2007 tidak mendominasi akumulasi bahan kering dalam polong (LTT=7.4±1.7; LTP=3.5±0.3), sedangkan pada MT-2010 laju akumulasi bahan kering dalam tajuk jauh lebih besar daripada nilai LTP (LTT=40.1±8.0; LTP=5.7±2.2). Hubungan LTP pada periode 42 dan 56 HST hingga panen dengan bobot polong dan bobot biji/tanaman memiliki korelasi positif. Kekuatan hubungan antara LTP dengan bobot polong sebesar 0.99 dan 0.96, sedangkan dengan bobot biji/tanaman sebesar 0.77 dan 0.60 (Lampiran 11 dan 12). Nilai LTP periode 56 HST hingga panen berkorelasi negatif dengan persentase polong penuh (r = - 0.71), tetapi pada MT-2007, LTP periode 42 HST hingga panen tidak berkorelasi dengan persentase polong penuh. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak tanaman mengakumulasi bahan kering dalam polong, maka hasil polong dan biji cenderung meningkat, akan tetapi terdapat pula kecenderungan jumlah polong penuhnya menurun. Penurunan jumlah polong penuh ini diduga karena asimilat ditempatkan dalam banyak sink (polong/biji). 4.3.4. Kekuatan Sink (Sink Strength) Kekuatan sink menunjukkan kemampuan sink untuk mendapatkan asimilat. Dalam penelitian ini kekuatan sink diamati melalui perbandingan laju akumulasi bahan kering dalam polong atau LTP dengan LTT, serta dari persentase polong penuh yang dihasilkan pertanaman.

63 4.3.4.1. Partition Coefficient Duncan et al. (1978) memperkenalkan koefisien partisi (PC = Partitioning Coefficient) yang merupakan rasio antara Pod Growth Rate (LTP) dan Crop Growth Rate (LTT). Apabila nilai koefisien partisi 1 berarti laju pertambahan berat kering polong lebih besar atau sama dengan laju pertambahan berat kering tanaman. Semakin tinggi nilai koefisien partisi menunjukkan semakin banyak asimilat didistribusikan ke bagian ekonomis. Tabel 24 menyajikan data nilai koefisien pembagian asimilat (PC) antara polong dan total bahan kering tanaman saat panen pada tiap varietas. Pada tabel ini ditunjukkan bahwa nilai koefisien partisi, baik pada MT-2007 (PC periode 42 HST-panen) maupun MT-2010 (PC periode 56-panen), tidak berbeda antar varietas. Hal ini menguatkan dugaan bahwa tidak ada perbedaan antar varietas kacang tanah dalam mendistribusikan bagian asimilat yang diperuntukkan untuk mengisi polong/biji. Nilai PC pada MT-2007 lebih besar daripada MT-2010, akan tetapi bahan kering yang dihasilkan pada MT-2010 lebih besar daripada MT-2007. Tabel 24 Nilai koefisien partisi (PC) kacang tanah pada MT-2007 (PC42-panen) dan MT-2010 (PC56-panen) Varietas PC 42-panen PC 56-panen Badak 0.48 0.17 Gajah 0.57 0.10 Garuda3 0.66 0.14 Jerapah 0.58 0.09 Kancil 0.54 0.13 Kelinci 0.49 0.13 Kidang 0.41 0.09 Mahesa 0.55 0.09 Panter 0.41 0.15 Pelanduk 0.44 0.12 Sima 0.35 0.12 Turangga 0.37 0.13 KK 22.9 25.7 Besarnya bagian asimilat yang didistribusikan untuk polong sejak periode 42 HST dan 56 HST hingga panen (PC 42-panen dan PC 56-panen) nyata berkorelasi positif dengan Indeks Panen (r = 0.86 dan 0.61). Pada MT-2010, PC