1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat tinggal dan tempat aktivitasnya. Kebutuhan akan lahan terbangun terus meningkat sedangkan luas wilayah administrasi perkotaan cenderung tetap. Hal tersebut mendorong terjadinya pertumbuhan area perkotaan melebihi batas administrasi kota atau yang sering dikenal dengan istilah urban sprawl (Yunus, 2000). Kajian urban sprawl pada penelitian ini dilakukan di sebagian wilayah bekas Karesidenan Surakarta yang memiliki kenampakan morofologi perkotaan dominan yang meliputi Kota Surakarta dan wilayah peri-urban dari Kota Surakarta yakni sebagian Kabupaten Sukoharjo, sebagian Kabupaten Karanganyar dan sebagian Kabupaten Boyolali. Pertumbuhan area terbangun di wilayah peri-urban tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi baik dari dalam Kota Surakarta maupun dari wilayah kabupaten tersebut. Jumlah penduduk Kota Surakarta tahun 2014 menurut Unit Pelayanan Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (UP3AD) Kota Surakarta, mencapai 586.978 jiwa dengan luas administrasi sebesar 44,04 km 2 sehingga kepadatan penduduknya mencapai 13.328 jiwa/km 2. Pertambahan penduduk tersebut mempengaruhi pertambahan luas area terbangun. Menurut data statistik pada Surakarta dalam angka (2014) luas area permukiman pada tahun 2009 adalah 2737,48 ha, sedangkan pada tahun 2012 luasan area permukiman telah mencapai 2873,51 ha. Luas area persawahan semakin berkurang yakni pada tahun 2009 luas area persawahan sebesar 146,17 ha, sedangkan pada tahun 2012 luas area persawahan menjadi 99,46 ha. Lahan administrasi Kota Surakarta yang terbatas, sedangkan pertumbuhan yang terus meningkat menyebabkan kawasan perkotaan berkembang ke wilayah administrasi tetangga. Kehadiran stakeholder atau pengembang dan investor turut memberikan kontribusi dalam terjadinya alih fungsi lahan di wilayah perbatasan kota. Investor dan pengembang swasta cenderung 1
memafaatkan harga lahan di wilayah perbatasan yang dianggap relatif lebih murah, sedangkan masyarakat cenderung memanfaatkan harga lahan yang terus meningkat sehingga memilih untuk menjual tanahnya kepada pihak investor swasta dibandingkan mempertahankan tanahnya untuk area persawahan. Kasus tersebut banyak terjadi di wilayah perbatasan Kota Surakarta seperti pada Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Boyolali, maupun Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai lahan subur yang sangat produktif dan cukup luas. Urban sprawl atau penjalaran kenampakan fisikal kekotaan ke arah luar mengakibatkan transformasi bentuk pemanfaatan lahan pada wilayah peri-urban. Transormasi bentuk pemanfaatan lahan pada wilayah peri-urban ditandai dengan adanya perubahan penggunaan lahan yang tadinya didominasi untuk penggunaan lahan pertanian menjadi penggunaan lahan non pertanian seperti kawasan perdagangan, industri, maupun permukiman skala kecil. Perkembangan area perkotaan hasil transformasi pada wilayah peri-urban yang memiliki pola menyebar mengakibatkan terjadinya fragmentasi pada lahan non urban seperti lahan pertanian yang luas menjadi bagian yang kecil-kecil (Dewan,2012). Transormasi pada wilayah peri-urban tersebut berdampak pada degradasi lingkungan seperti berkurangnya daerah hijau, resapan air maupun berkurangnya lahan subur yang dapat ditanami. Transformasi pada wilayah peri-urban tersebut perlu dipantau dan dikaji agar perkembangan yang terjadi sesuai dengan konsep sustaibale development atau pembangunan berkelanjutan (Yunus,2008). Fragmentasi lahan sebagai akibat dari urban sprawl yang memiliki karakteristik perkembangan yang tidak berdampingan dengan lahan terbangun yang sudah ada, rendahnya kepadatan bangunan sepanjang tepi dari pusat kota maupun dari suatu bidang penggunaan lahan seperti pemisahan dari pusat hunian, kantor maupun pusat perdagan (Frenkel dan Danie, 2011) dapat dikaji dengan menggunakan data penginderaan jauh. Penginderaan jauh memiliki keunggulan dalam pemetaan permukaan lahan yang mendukung dalam pemetaan area perkotaan yang dapat memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai pertumbuhan perkotaan dan pemekeran perkotaan (Bhatta, 2012). 2
Penggunaan penginderaan jauh dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga dalam memperoleh informasi mengenai penutup maupun penggunaan lahan. Penginderaan jauh juga mampu menyajikan gambaran area di permukaan bumi dengan pandangan menyeluruh atau synoptic overview. Keunggulan penggunaan data penginderaan jauh lainnya dalam kajian perkembangan area perkotaan adalah dapat digunakan untuk kajian perkotaan secara historis karena penginderaan jauh memiliki resolusi temporal (perekaman ulang pada lokasi yang sama) yang baik (Dewan, 2012). Keunggulan penginderaan jauh yang memiliki periode revisit time untuk merekam wilayah yang sama tersebut memberikan peranan penting dalam kajian proses perkembangan area perkotaan. Salah satu citra penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk kajian urban sprawl adalah Citra sumberdaya lahan Landsat dengan resolusi spasial menengah sehingga dapat menggambarkan bentanglahan pekotaan secara menyeluruh (Rahman, 2007). Integrasi penginderaan jauh dengan sistem informasi geografi dapat dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya urban sprawl. Sistem informasi geografi mampu memetakan, memonitoring, menganalisis, dan memodelkan fenomena spasial (Prahasta, 2009). Salah satu aplikasi sistem informasi geografis yang dapat digunakan untuk melakukan kajian mengenai urban sprawl adalah analisis fragmentasi spasial. Analisis fragmentasi spasial dilakukan untuk mengevaluasi apakah penggunaan lahan mengalami fragmentasi atau tidak. Penggunaan lahan yang terfragmen merupakan salah satu akibat dari urban sprawl. Semakin tinggi tingkat fragmentasi lahan pada wilayah peri-urban menunjukkan semakin tinggi pula tingkat urban sprawl pada wilayah tersebut. Analisis fragmentasi spasial dilakukan dengan melakukan perhitungan geometri spasial bentanglahan yang meliputi komposisi dan konfigurasi dari bentanglahan (Trrens dan Alberti, 2001 dalam Frenkel dan Daniel, 2011) dan dengan melihat distribusi fragmentasi pada lahan. Metrik spasial yang digunakan untuk menghitung komposisi dan konfigurasi bentanglahan serta peta fragmentasi bentanglahan membantu dalam mengidentifikasi pemecahan pola geografis yang sudah ada sebelumnya akibat dari pertumbuhan kegiatan sosial dan ekonomi (Dewan, 2012). 3
1.2. Rumusan Masalah Urbanisasi dan industrialisasi yang terjadi di Kota Surakarta mendorong penjalaran area perkotaan yang ditandai dengan adanya dinamika bentanglahan pada wilayah peri-urban. Dinamika pada wilayah peri urban secara spasial dapat dilihat dengan adanya transformasi bentuk pemanfaatan lahan pada wilayah peri urban yakni perubahan bentuk pemanfaatan lahan non urban seperti pertanian menjadi pemanfaatan lahan urban seperti permukiman, infrastruktur, maupun perdagangan dan jasa. Penjalaran area perkotaan tersebut menimbulkan beberapa persoalan salah satunya adalah fragmentasi pada bentanglahan. Fragmentasi pada lahan terjadi dikarenakan pertumbuhan area terbangun memiliki karakteristik perkembangan yang tidak berdampingan dengan lahan terbangun yang sudah ada serta rendahnya kepadatan bangunan sepanjang tepi dari pusat kota. Fragmentasi pada bentanglahan dapat menimbulkan persoalan terhadap lingkungan. Kajian mengenai pola perkembangan dan penjalaran area perkotaan pada wilayah periurban perlu dilakukan berkaitan dengan masa depan perkembangan wilayah perkotaan maupun masa depan pedesaan agar perkembangan yang terjadi sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Kajian mengenai penjalaran area perkotaan dengan melakukan identifikasi transformasi sifat non urban ke sifat urban pada wilayah bentanglahan perkotaan yang relatif luas tidak dapat mengandalkan pada pengamatan terestrial saja karena akan menghabiskan banyak biaya, waktu maupun tenaga. Teknologi penginderaan jauh merupakan sarana yang tepat untuk kajian transformasi pemanfaatan lahan pada bentanglahan perkotaan. Data penginderaan jauh mampu menyajikan kenampakan penutup lahan secara menyeluruh pada bentanglahan perkotaan. Periode perekaman ulang yang dimiliki oleh teknologi penginderaan jauh juga memungkinkan untuk kajian dinamika bentanglahan perkotaan secara historis. Citra sumberdaya lahan Landsat dengan resolusi menengah 30 meter dapat digunakan untuk kajian dinamika bentanglahan perkotaan karena mampu menyajikan gambaran penutup lahan pada bentanglahan perkotaan secara menyeluruh dan memiliki resolusi temporal yang dapat digunakan untuk kajian 4
perubahan pemanfaatan lahan. Diperlukan keterangan mengenai akurasi dari hasil ekstraksi informasi penutup/penggunaan lahan perkotaan dari citra penginderaan jauh sebelum menyimpulkan karakteristik penjalaran area perkotaan berdasarkan data hasil ekstraksi citra penginderaan jauh, karena hasil kajian penjalaran area perkotaan dengan data penginderaan jauh bergantung dari kualitas data yang dihasilkan. Ekstraksi informasi penutup/penggunaan lahan dari data penginderaajn jauh saja belum dapat mencerminkan karakteristik dari penjalaran area perkotaan. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk dapat mengetahui karakteristik dari penjalaran penjalaran area perkotaan. Penjalaran area perkotaan menyebabkan dinamika pada wilayah peri urban dan juga modifikasi pada bentanglahan perkotaan. Dinamika wilayah peri urban dapat dianalisis dengan mengetahui perubahan penutup/penggunaan lahan pada bentanglahan perkotaan. Modifikasi bentanglahan perkotaan dapat dikaji dengan melakukan analisis fragmentasi spasial berdasarkan struktur dan hetergogenitas dari bentanglahan perkotaan. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat diturunkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan citra Landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI dengan resolusi spasial 30 meter untuk mengidentifikasi perubahan penutup/penggunaan lahan pada bentanglahan perkotaan di sebagian wilayah Surakarta? 2. Bagaimana dinamika wilayah peri-urban pada bentanglahan perkotaan sebagian wilayah Surakarta dinilai dari perubahan penutup/penggunaan lahan? 3. Bagaimana pola dan proses penjalaran area perkotaan (urban sprawl) di sebagian wilayah Surakarta dinilai dari analisis fragmentasi spasial? 5
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dijabarkan, maka dapat diturunkan menjadi tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Mengetahui akurasi semantik hasil ekstraksi informasi penutup/penggunaan lahan di Surakarta dari citra Landsat 5 TM dan citra Landsat 8 OLI. 2. Mengetahui dinamika wilayah peri-urban pada bentanglahan perkotaan di sebagian wilayah Surakarta dengan menilai perubahan penutup/penggunaan lahan di sebagian wilayah Surakarta dari tahun 1999 hingga 2015. 3. Mengkaji karakteristik urban sprawl meliputi pola dan proses di sebagian wilayah Surakarta berdasarkan analisis fragmentasi spasial. 1.5. Manfaat / Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ataupun kegunaan sebagai berikut : 1. Mengimplementasikan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk kajian pola dan proses pada dinamika bentanglahan perkotaan. 2. Memberikan gambaran mengenai fenomena pertumbuhan area perkotaan di sebagian wilayah Surakarta sebagai bahan dalam pertimbangan perencanaan kota. 6