PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

PENGARUH PERLAKUAN DAYA DAN WAKTU OVEN GELOMBANG MIKRO TERHADAP MORTALITAS SERANGGA

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

SKRIPSI. Oleh : REDY HENDRA GUNAWAN F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai September 2013 di Desa

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

Alumni Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP **) Staf Pengajar Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ***)

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

NURUL FATIMAH A

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

Tabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

I. PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pulp dan kertas Indonesia terus

KADAR BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA (DIENDAPKAN 5 HARI) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

Tabel 1.1 Daftar Impor Bahan Pangan Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TURUNNYA KUALITAS BERAS DI PT B CAUSE OF RICE DECREASE QUALITY ANALYSIS IN PT B

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 di lokasi peternakan Sapi Bali yakni

KUALITAS NATA DE CASSAVA LIMBAH CAIR TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN GULA PASIR DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia harus diimpor,

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Yang Berpengaruh. Mutu komoditas Metode pemanenan dan penanganannya Pendinginan awal (pre-cooling) Sanitasi ruangan penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Permasalahan energi selalu beriringan dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyediaan Bibit untuk Budi Daya Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai iklim tropis. Iklim

1 Muhammad Syaifullah Hiola, , Rida Iswati, Fahria Datau, Jurusan Agroteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIO-COAL CAMPURAN BATUBARA DENGAN SERBUK GERGAJI DENGAN KOMPOSISI 100%, 70%, 50%, 30%

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

PENDAHULUAN. terus melemah dan akhirnya tidak laku di pasaran. Menurut perkiraan United State Department of Agriculture (USDA)yang

RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK BRIKET ARANG PADA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG BIJI BUAH KARET

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. PERHITUNGAN KARAKTERISTIK DAN KADAR NUTRISI.

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

LAPORAN PENELITIAN BRIKET ARANG KULIT KACANG TANAH DENGAN PROSES KARBONISASI. Oleh : REZY PUTRI RAGILIA ( )

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

UJI KERJA REAKTOR ENZIMATIS DALAM PEMBUATAN DEKSTRIN PATI JAGUNG MENGGUNAKAN ENZIM α-amilase

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK WONOCAF DENGAN BAHAN BAKU UBI KAYU

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Waktu pelaksanaan bulan Maret sampai

Transkripsi:

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA Oleh RAMDHAN NURBIANTO F14103066 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ramdhan Nurbianto. F14103066. Pengaruh Perlakuan Oven Gelombang Mikro Terhadap Mortalitas Tribolium castaneum Herbst dan Kandungan Tepung Tapioka. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Dyah Wulandari, MSi dan Drs. Sunjaya. Ringkasan Tepung tapioka merupakan bahan pangan yang banyak digunakan dalam rumah tangga maupun industri. Tercatat adanya kecenderungan peningkatan permintaan tepung tapioka di Indonesia karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri maupun untuk keperluan rumah tangga, tepung tapioka akan melewati tahap penyimpanan sebelum dibentuk menjadi produk lanjutan. Pada tahap inilah tepung tapioka sangat rentan terhadap kerusakan diantaranya akibat serangan hama gudang seperti serangga, tungau, dan kapang. Serangan akibat serangga relatif lebih banyak menimbulkan kerusakan dibanding kerusakan yang ditimbulkan selainnya. Pada penelitian ini, pengelolaan kondisi lingkungan dengan menggunakan oven gelombang mikro dipakai untuk pengendalian serangan hama gudang. Jumlah serangga hama gudang (Tribolium castaneum Herbst) yang diujikan adalah sebanyak 20 ekor (10 ekor jantan dan 10 ekor betina) dan tepung tapioka sebanyak 5 gram. Adapun perlakuan oven gelombang mikro diujikan pada berbagai tingkatan daya (240 W, 480 W, dan 720 W) dan waktu (30 s, 60 s, 90 s, 120 s). Dari hasil uji, perlakuan oven gelombang mikro pada berbagai tingkatan daya dan waktu memberikan pengaruh yang berbanding lurus terhadap kenaikan suhu bahan (tepung tapioka), kenaikan mortalitas Tribolium castaneum Herbst, kenaikan kadar abu bahan (tepung tapioka), kenaikan penggunaan energi, penurunan kadar air bahan, penurunan kadar pati bahan (tepung tapioka), dan penurunan derajat putih. Adapun dari hasil uji LSD dengan nilai α < 5% menunjukkan bahwa daya dan waktu mempengaruhi perubahan suhu tepung tapioka, kadar air bahan, mortalitas Tribolium castaneum Herbst, serta tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar pati bahan, derajat putih, dan kadar abu. Pada perlakuan dengan oven gelombang mikro dibutuhkan waktu 120 detik dan energi 57.6 kj untuk mendapatkan mortalitas Tribolium castaneum 100% dan kemunculan F1 Tribolium castaneum 0 %, sementara oven pengering udara panas membutuhkan waktu 25 menit dan energi 2640 kj untuk mendapatkan mortalitas Tribolium castaneum 100% dan kemunculan F1 Tribolium castaneum 0%. Adapun perlakuan oven gelombang mikro yang relatif efektif untuk mereduksi hama dan mencegah keturunan F1 Tribolium castaneum adalah pada 480 watt 120 detik di mana pengaruh perubahan kadar air, massa bahan, kadar abu, derajat putih, kandungan pati masih berada dalam Standar Nasional Indonesia 01 3451 1994, dengan penggunaan energi dan waktu yang relatif kecil serta dapat memberikan mortalitas dan mencegah munculnya F1 dengan efektifitas 100%. Kata kunci : pemanasan, oven gelombang mikro, Tribolium castaneum

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 III. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Singkong dan Tapioka... 4 B. Pati... 7 C. Serangga Hama Gudang... 7 1. Sifat Umum Tribolium castaneum... 9 2. Kerusakan yang Ditimbulkan Tribolium castaneum... 11 D. Gelombang Mikro... 12 E. Oven Gelombang Mikro... 13 II. METODOLOGI... 19 A.Tempat dan Waktu... 19 B.Bahan dan Alat... 19 C.Parameter yang Diukur... 21 1. Massa Bahan... 21 2. Kadar Air Bahan... 22 3. Suhu Bahan... 23 4. Mortalitas Tribolium castaneum... 23 5. Kandungan Pati Tepung Tapioka... 24 6. Derajat Keputihan Tepung Tapioka... 25 7. Kadar Abu Bahan... 25 8. Energi yang Digunakan... 26 9. Perlakuan Pembanding... 26

10. Rancangan percobaan... 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 28 A.Suhu Tapioka... 28 B.Kadar Air Bahan... 31 C.Mortalitas Tribolium castaneum... 33 D.Kadar Pati Bahan... 38 E. Derajat Putih... 40 F. Kadar Abu Bahan... 41 G.Energi... 43 H.Jumlah Keturunan F1... 46 I. Penerapan Skala Industri... 48 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 46 A. Kesimpulan... 46 B. Saran... 47 VI. DAFTAR PUSTAKA... 52 VII. LAMPIRAN... 50

DAFTAR TABEL Tabel 1. Informasi pemanfaatan tapioka dalam skala industri. 1 Tabel 2. Susunan kandungan nutrisi pada singkong mentah bobot 100 gram... 5 Tabel 3. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap laju perubahan kadar air pada berbagai variasi daya dan waktu 32 Tabel 4. Data mortalitas Tribolium castenum dengan oven pengering udara panas 37 Tabel 5. Data penggunaan energi oven pengering udara panas dan pengaruhnya terhadap mortalitas 38 Tabel 6. Energi yang digunakan dalam perlakuan Tribolium castenum dengan oven gelombang mikro. 43 Tabel 7. Penggunaan energi oven pengering udara panas pada variasi daya dan pengaruhnya terhadap mortalitas Tribolium casteneum. 45 Tabel 8. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap jumlah keturunan (F1) imago Tribolium castaneum. 46 Tabel 9. Pengaruh perlakuan oven pengering udara panas terhadap munculnya keturunan F1 Tribolium castaneum. 47

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Ketela pohon... 4 Gambar 2. Imago Tribolium castaneum... 8 Gambar 3. Penampang tubuh Tribolium castaneum jantan... 10 Gambar 4. Skema aliran arus oven gelombang mikro... 13 Gambar 5. Skema bagian kendali oven gelombang mikro... 14 Gambar 6. Skema kerja oven gelombang mikro secara keseluruhan... 15 Gambar 7. Oven gelombang mikro... 20 Gambar 8. Desikator... 20 Gambar 9. Oven Pengering Udara Panas... 20 Gambar 10. Bagan alir pengukuran massa bahan... 21 Gambar 11. Bagan alir pengukuran kadar air... 22 Gambar 12. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap suhu tepung tapioka... 28 Gambar 13. Laju perubahan suhu tapioka dengan perlakuan oven gelombang mikro... 29 Gambar 14. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap kadar air bahan (tepung tapioka)... 31 Gambar 15. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap mortalitas Tribolium castaneum.. 33 Gambar 16. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap mortalitas Tribolium castaneum jantan... 35 Gambar 17. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap mortalitas Tribolium castaneum betina. 35 Gambar 18. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap kadar pati bahan (tapioka)... 39 Gambar 19. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap laju perubahan pati bahan (tapioka) 40 Gambar 20. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap derajat putih bahan.. 41 Gambar 21. Pengaruh perlakuan oven gelombang mikro terhadap kadar abu bahan... 42

Gambar 22. Penggunaan energi gelombang mikro dalam perlakuan Tribolium castaneum.. 44

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tepung tapioka merupakan bahan pangan yang banyak digunakan dalam rumah tangga maupun industri. Industri yang umum menggunakan tepung tapioka adalah industri makanan, pakan, dekstrim, dan glukosa (Tabel 1). Dekstrim digunakan dalam industri tekstil, farmasi, dan industri perekat sebagai ekstender kayu lapis atau industri lainnya. Glukosa digunakan dalam industri makanan, kimia seperti etanol dan senyawa organik lainnya (http://www.zetatalk.com). Secara keseluruhan, industri tapioka banyak tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Terlebih hal ini didukung oleh produksi umbi kayu nasional yang relatif besar (terbesar kedua setelah padi) yakni sebesar 16 913 000 ton pada tahun 2002 dengan luas panen lebih dari 122 juta hektar (BPS, 2003). Tabel 1. Informasi pemanfaatan tapioka dalam skala industri. ( http://www.zetatalk.com) No. Industri Aplikasi 1 Tekstil Meningkatkan kecerahan dan bobot kain Bahan baku makanan seperti mi, campuran pemanis 2 Industri makanan susu, pelengkap/pengisi makanan bayi maupun biskuit. 3 Industri kertas Sebagai perekat/lem untuk kekuatan dan kecerahan 4 Pabrik es krim Sebagai pelengkap es krim dan produksi susu 5 Industri lem dan Bahan baku utama adhesive 6 Industri farmasi Bahan pelengkap dan pengikat untuk membuat tablet 7 Industri kosmetik Bahan baku tepung 8 Industri pati dan turunannya Bahan baku 9 Industri modifikasi pati Membuat dekstrin, SMS, CMC, dan lain lain 10 Industri karet dan busa Untuk mendapatkan busa dan warna yang lebih baik Tercatat adanya kecenderungan peningkatan permintaan tepung tapioka di Indonesia karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Selama ini, sebagian besar hasil produksi tapioka hanya mampu

memenuhi kebutuhan beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Surabaya, Bogor, Indramayu dan Tasikmalaya (http://www.bi.go.id/sipuk, 2007) Pada tahun 1996 sampai 2001 Indonesia menghasilkan rata rata 15 sampai 16 juta ton tapioka dari industri tapioka yang berlokasi di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Jumlah produksi tapioka yang terserap pasar dalam negeri sebanyak 13 juta ton dan permintaan dalam negeri mengalami peningkatan 10% per tahun. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan produksi Pulau Jawa dan Sulawesi. Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia (http://www.bi.go.id/sipuk, 2007) Sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri maupun untuk keperluan rumah tangga, tepung tapioka akan melewati tahap penyimpanan sebelum dibentuk menjadi produk lanjutan. Pada tahap inilah tepung tapioka sangat rentan terhadap kerusakan diantaranya akibat serangan hama gudang seperti serangga, tungau, dan kapang. Serangan akibat serangga relatif lebih banyak menimbulkan kerusakan dibanding kerusakan yang ditimbulkan selainnya. Dalam menyerang bahan pangan, serangga tidak hanya memakan bahan (tepung tapioka) tapi juga menjadi sumber kontaminasi berupa feces, webbing, potongan, dan sisa tubuh serangga sehingga akan menyebabkan susut kualitas dan penurunan nilai estetika serta dapat mengundang hama yang lainnya seperti kapang. Di wilayah Jawa Barat, jenis hama gudang yang banyak menimbulkan kerusakan pada bahan simpan berupa serelia maupun tepung adalah Tribolium castaneum, Carpophilus pusillus, Sitophillus oryzae, Oryzaephilus surinamensis, Rhyzopertha dominica, dan carpophilus dimidiatus (Mulyo Sidik dan Yun Cahyana, 1991). Tribolium castaneum merupakan hama sekunder yang bersifat kosmopolitan, yakni hama yang biasa menyerang biji bijian yang sudah patah atau rusak dan jarang menyerang biji bijian yang masih utuh (Grist dan Lever, 1969). Tribolium castaneum pun relatif banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Industri tapioka maupun industri yang menggunakan tepung tapioka sebagai bahan baku atau bahan tambahan adalah salah satu pihak yang mengalami

masalah akibat gangguan hama gudang. Dari tahap pengiriman (transportasi), penyimpanan dalam gudang, pengemasan, bahkan sampai pengiriman hasil kepada konsumen memungkinkan terjadinya resiko serangan hama gudang. Hal ini mengingat serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab susut kuantitatif maupun kualitatif pada bahan pangan (Sidik, 1997). Selama ini, usaha pengendalian yang sering dilakukan adalah mengatasi serangan serangga hama gudang dengan insektisida. Penanganan dengan cara demikian ternyata membawa masalah baru, yakni adanya resiko timbulnya resistensi serangga pada insektisida yang disemprotkan. Sebagaimana makhluk hidup lainnya, serangga perusak memerlukan kondisi lingkungan tertentu agar mampu bertahan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian pengelolaan kondisi lingkungan merupakan salah satu cara untuk pengendalian serangan serangga hama gudang (Ekoputro, 1990). Pengeringan dengan menggunakan gelombang mikro merupakan salah satu alternatif untuk menghentikan pertumbuhan dan perkembangan serangga hama gudang termasuk Tribolium castaneum yang relatif banyak ditemukan di berbagai negara tropis seperti Indonesia (Handerson dan Perry, 1976). B. TUJUAN 1. Mengetahui pengaruh pemanasan oven gelombang mikro dengan berbagai tingkat daya dan waktu terhadap mortalitas dan perkembanganbiakan keturunan (F1) hama gudang Tribolium castaneum Herbst. 2. Mengetahui pengaruh perlakuan daya dan waktu oven gelombang mikro dengan berbagai tingkat daya dan waktu terhadap kadar air, suhu bahan, derajat putih, kadar abu, dan kadar pati bahan (tapioka)