BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM BENTLEY MX ROAD Rizky Rhamanda NRP:

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JARINGAN JALAN DI DALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB III LANDASAN TEORI. A. Klasifikasi Jalan

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual.

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN PEMBANGUNAN JALAN RUAS ONGGORAWE MRANGGEN PROPINSI JAWA - TENGAH

RSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN

BAB II STUDI PUSTAKA

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

STUDI KELAYAKAN GEOMETRI JALAN PADA RUAS JALAN SANGGAU - SEKADAU

No Dokumen Revisi Ke: Dokumen Level: 3 PANDUAN Tanggal Berlaku: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1

TINJAUAN GEOMETRIK JALAN PADA RUAS JALAN AIRMADIDI-TONDANO MENGGUNAKAN ALAT BANTU GPS

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman*

EVALUASI GEOMETRIK JALAN PADA JENIS TIKUNGAN SPIRAL- CIRCLE-SPIRAL DAN SPIRAL-SPIRAL (Studi Kasus Jalan Tembus Tawangmangu Sta Sta

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

BAB II DASAR TEORI. Bab II Landasan Teori

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN BERDASARKAN METODE BINA MARGA MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

BAB II LANDASAN TEORI

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik Jalan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NOTASI ISTILAH DEFINISI

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

HADIRANTI 1, SOFYAN TRIANA 2

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II DASAR TEORI D3 TEKNIS SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Debi Oktaviani Nofita Milla Ana Farida

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan


BAB IV. PERENCANAAN ALIGNAMENT HORIZONTAL B.4.1. LENGKUNG PERALIHAN Secara teoritis perubahan jurusan yang dilakukan pengemudi dari jalan lurus (R =

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAKSI EVALUASI GEOMETRIK JALAN RUAS JALAN R. A. KARTINI, KOTA KUPANG, PROVINSI NTT (STA STA 0+400)

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SNI T Standar Nasional Indonesia. Geometri Jalan Perkotaan BSN. Badan Standardisasi Nasional ICS

ABSTRAK PERENCANAAN GEOMETRIK DAN TEBAL PERKERASAN JALAN NGIPIK KECAMATAN KEBOMAS KABUPATEN GRESIK

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal vital dalam kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Salah satunya adalah jalan raya. Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu lintas perekonomian suatu daerah karena pembangunan prasarana jalan berfungsi menunjang kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga dapat memperlancar pemerataan hasil pembangunan dalam suatu negara. Disamping hal tersebut pembangunan prasarana jalan juga merupakan upaya dalam memecahkan isolasi bagi daerah-daerah pengembangan yang cukup potensial, sehingga dengan terbukanya daerah-daerah tersebut akan meningkatkan kegiatan perekonomian.dengan demikian, jalan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang kemajuan serta mempercepat proses pembangunan. Kenyamanan, keamanan, kelayakan suatu jalan mempunyai suatu pengaruh yang cukup besar dalam menentukan baik tidaknya suatu jalan. Berhubungan dengan hal diatas, di mana prasarana jalan dapat membantu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat maka penyelesaian tugas besar yang berjudul Perencanaan Geometrik Jalan dapat melatih mahasiswa agar dapat membuat suatu perencanaan geometrik jalan. Perencanaan geometrik merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan dimana geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu-lintasnya. Jadi, dengan ini diharapkan adanya keseimbangan antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan sehingga menghasilkan efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas pertimbangan ekonomi yang layak. 1.2. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam tugas besar mengenai perencanaan geometrik jalan ini adalah: 1. Bagaimana merencanakan jalan dari titik B ke titik L? 2. Bagaimana cara Penentuan dan perhitungan patok? 3. Berapa jumlah dan jenis tikungan yang ada pada perancangan? 4. Bagaimana cara merancang alinemen vertical dan horizontal? 5. Bagaimana cara membuat super elevasi? 6. Bagaimana cara membuat profil melintang dan memanjang jalan? 7. Bagaimana cara menghitung volume galian dan timbunan? 1.3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam pembuatan tugas besar ini adalah: 1. Merencanakan jalan dari titik B ke titik L 2. Mengetahui cara penentuan dan perhitungan patok 3. Mengetahui jumlah dan jenis tikungan yang di rencanakan 4. Mengetahui cara merancang alinemen vertical dan horizontal 5. Mengetahui pembuatan super elevasi 6. Mengetahui pembuatan profil melintang dan memanjang jalan 7. Mengetahui perhitungan volume galian dan timbunan BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Geometri Jalan Perencanaan geometrik jalan adalah suatu perencanaan rute dari suatu jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang berdasarkan kelengkapan data dasar, yang didapat dari hasil survey lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan acuan persaratan yang berlaku (modul jalan raya 1, 2012). Selain itu, Perencanaan geometrik jalan dapat juga diartikan sebagai suatu bagian dari perencanaan konstrusi jalan dimana geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu lintasnya. Perencanaan tersebut disesuaikan dengan persyaratan parameter pengendara,kendaraan dan lalu lintas.parameter tersebutmerupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan( Silvia Sukirman, 1999 ). 2.2 Standar Perencanaan Geometrik Jalan 1. Peraturan Perencanaan Geometrik jalan No. 13 / 1990 (RSNI. T-14-2004). 2. Standar Perencanan Geometrik untuk jalan Perkotaan, 1992 (RSNI. T-14-2004). 3. Peraturan Perencanaan Geometrik jalan antar kota No. 38/T/BM/1997 (RSNI.T-14-2004). 2.3 Elemen Perencanaan Geometrik Jalan 2.3.1 Perencanaan trase jalan Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan menyatakan jalur garis tengah dari jalan yang akan dibuat. Perencanaan Trase Jalan dibuat berdasarkan kontur. Dengan demikian, Perencanaan Trase Jalan dibuat berdasarkan kondisi yang ada (Silvia Sukirman, 1999).

Sebelum membuat trase jalan yang akan direncanakan, maka terlebih dahulu kita melihat beberapa syarat, antara lain: Syarat Ekonomis Pertama-tama, dilihat apakah di daerah sekitar yang akan dibuat trase jalan baru, sudah ada jalan lama atau tidak. Untuk pembuatan jalan, diperlukan beberapa material seperti batu dan pasir yang banyak, maka perlu diperkirakan tempat penggalian material yang letaknya berdekatan dengan lokasi pembuatan jalan. Syarat Teknis Untuk mendapatkan jalan yang bisa menjamin keselamatan jiwa dan dapat memberi rasa nyaman berkendara bagi pengemudi kendaraan bermotor maka perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain: Keadaan Geografi Keadaan Geografi adalah keadaan permukaan (medan) dari daerahdaerah yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat yang dapat dilihat dalam peta topografi. Peta topografi ini perlu untuk menghindari sejauh mungkin bukit-bukit, tanah yang berlereng terjal, tanah yang berawa-rawa dan lainnya. Apabila diperlukan, maka dapat dilakukan survey pengukuran topografi ulang demi ketelitian kerja. Keadaan Geologi Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus diperhatikan juga karena banyak fakta yang menunjukan adanya bagian jalan yang rusak akibat pengaruh keadaan geologi. Dengan adanya data yang menyatakan keadaan geologi permukaan medan dari daerah yang akan dibuat, dapat dihindari daerah yang rawan. Contohnya adalah adanya bagian jalan yang patah atau longsor sebagai akibat dari tidak adanya data geologi saat jalan direncanakan (RSNI. T-14-2004). 2.3.2 Alinyemen Horizontal

Alinyemen Horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, yang dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan. Alinyemen Horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung yang terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja atau busur lingkaran saja. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal, yaitu : Penentuan nilai Fmaks bertolak ukur pada tabel 4.1 yang tercantum dalam Buku Dasar Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Tabel 4.1 Besar R min dan D mak untuk beberapa kecepatan rencana Menentukan nilai Rmin berdasarkan tabel 12 RSNI-2004.

Menentukan nilai Rc berdasarkan tabel 13 RSNI-2004 Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi. Hal ini akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan alam dan biaya yang murah. Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada jalan yang relative lurus dan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan mempunyai kesempatan memperlambat kecepatannya. Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga jalan tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan fungsi jalan.

Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan dua tikungan searah dengan jari-jari berlainan (Gambar 1). Gambar 1.Tikungan ganda tanpa lengkung peralihan Gambar 2.Lengkung berbalik mendadak (RSNI.T-14-2004) (RSNI. T-14-2004) Hindari lengkung berbalik yang mendadak (Gambar 2), pada keadaan ini pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya dan juga kesukaran dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan. Pada tikungan gabungan harus dilengkapi lengkung peralihan sepanjang paling tidak 20 m (Gambar 3 dan 4). Gambar 3. Tikungan ganda dengan lengkung peralihan Gambar 4. Lengkung berbalik dengan lengkung peralihan Pada sudut-sudut tikungan kecil, panjang lengkung yang diperoleh dari perhitungan sering kali tidak cukup panjang sehingga memberi kesan patahnya jalan tersebut. Sebaiknya hindari lengkung tajam pada timbunan yang tinggi(rsni. T-14-2004), dengan jumlah lengkungan dengan rincian :

Spiral spiral adalah tikungan yang terdiri atas dua lengkung spiral. Gambar 5. Spiral-spiral (RSNI. T-14-2004) Spiral circle spiral adalah tikungan yang terdiri atas satu lengkung circle dan dua lengkung spiral. Gambar 6. Spiral-circle-spiral (RSNI. T-14-2004) Full circle adalah tikungan yang berbentuk busur lingkaran secara penuh. Tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran dengan jari-jari yang seragam. Gambar 7. Full circle

(RSNI. T-14-2004) Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus dan bagian lengkung yang berjari-jari tetap.berdasarkan ketetapan ini, maka panjang lengkung peralihan: Berdasarkan waktu tempuh, Ls = (V rencana / 3.6 ) * T Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal (metode SHORTT), Ls = 0.022 *(V rencana ³ / R.C ) 2.727 * (V rencana * e / C ) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian, Ls = (e m - e n ) * V rencana / (3.6 * r e ) 2.3.3 Alinyemen Vertikal Alinyemen vertikal jalan adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut potongan memanjang jalan. Alinyemen vertikal disebut terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasanya disebut berlandai. Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal, yaitu : Penentuan panjang kritis untuk kelandain yang melebihi kelandaian maksimum standar, berdasarkan tabel 5.2 pada buku Dasar Dasar Perencanaan Geometrik Jalan

Ada 2 jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen) adalah : Lengkung vertical cekung Gambar 8. Lengkung vertical cekung Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent berada dibawah permukaan jalan. Panjang lengkung cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan beberapa hal antara lain : Jarak penyinaran lampu kendaraan. Jarak ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan < L Gambar 9. Akibat penyinaran lampu depan < L b. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan > L Gambar 10. Akibat penyinaran lampu depan > L

(RSNI. T-14-2004) Jarak pandang bebas Persyaratan drainase Kenyamanan pengemudi dan keluwesan bentuk Lengkung vertical cembung Lengkung vertical cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan kedua tangen berada diatas permukaan jalan. Gambar 11. Lengkung vertical cembung (RSNI. T-14-2004) Pada lengkung ini direncanakan berdasarkan jarak pandang, dibagi atas 2 keadaan, yaitu : 1. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S < L Gambar 12. Jarak pandang dalam daerah lengkung S < L (RSNI. T-14-2004) 2. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S > L Gambar 13. Jarak pandang dalam daerah lengkung S > L

(RSNI. T-14-2004) Suatu alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan dan mengikuti muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak tikungan. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang jalan diletakkan diatas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang dibutuhkan dapat tetap dipertanggungjawabkan. Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti : 1. Kondisi tanah dasar. 2. Keadaan medan. 3. Fungsi jalan. 4. Muka air banjir. 5. Muka air tanah. 6. Kelandaian yang masih memungkinkan. (Silvia Sukirman, 1999) 2.3.4 Profil Memanjang. Profil memanjang adalah media untuk mengetahui besarnya pekerjaan tanahdalam perencanaan. Gambar profil memanjang jalan dibuat berdasarkan Tinggi Stasiun setiap patok dari titik I-J dan J-K yang membentuk tanjakan, landai (kemiringan) dan daerah datar yang digambar dengan skala vertikal 1 : 250.000 dan skala horizontal 1 : 100.000 Perencanaan profil memanjang dibuat mengikuti ketinggian permukaan tanah asli. Tetapi, pada keadaan medan yang tidak memungkinkan (tanjakan yang terlalu tinggi atau landai), perlu diadakan penggalian dan timbunan. Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi Rencana (TR), sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh elevasi untuk menghitung luas dan volume galian timbunan. Landai Jalan

Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu jarak horizontal yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor akan mampu menanjak dalam batas-batas landai tertentu. Kemampuan menanjak ini, selain dipengaruhi oleh besarnya landai jalan juga dipengaruhi oleh panjangnya landai jalan. Jadi, ada batas landai jalan yang disebut landai maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan dengan panjang landai yang disebut panjang kritis. Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan luar kota dari Bina Marga (rancangan Akhir) dengan ketentuan sebagai berikut Tabel 1. Spesifikasi kemiringan standar bina marga JENIS MEDAN KEMIRINGAN MELINTANG RATA-RATA (%) Datar < 3 % Perbukitan 3 25 % Pegunungan > 25.0 % Perhitungan landai jalan dalam perancanaan ini, dapat dilihat dalam tabel perhitungan patok, dimana menggunakan rumus : dimana : BT = Beda Tinggi JL = Jarak Langsung...( 2 ) 2.3.5 Profil Melintang Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah melintang. Fungsinya, selain untuk memperlihatkan bagian-bagian jalur jalan (Gambar 5), juga untuk membantu menghitung banyaknya tanah (m 3 ) yang harus digali maupun banyaknya tanah (m 3 ) yang akan digunakan untuk menimbun jalan agar jalan yang dibuat itu dapat sesuai dengan jalan yang direncanakan dengan menghitung luas profil melintang jalan.

Gambar 14, Profil melintang jalan (RSNI. T-14-2004) Jalur Lalu Lintas Jalur Lalu Lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik merupakan perkerasan jalan. Lajur Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, yang dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup dilewati oleh suatu kendaraan sesuai kendaraan rencana. Bahu Jalan Bahu Jalan adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu lintas, harus diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang bebas samping dan penyangga perkerasan jalan, kemiringan yang digunakan 3-5 % Median Median adalah bagian jalan yang secara fisk memisahkan jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Namun, dalam perencanaan ini tidak digunakan median. Talud atau Lereng Talud atau Lereng adalah bagian tepi perkerasan yang diberi kemiringan, untuk menyalurkan air ke saluran tepi. Saluran Tepi Saluran Tepi dalah selokan yang berfungsi menampung dan mengalirkan air hujan, limpasan permukaan jalan dan sekitarnya. Daerah Milik Jalan(Damija)

Daerah Milik Jalan, adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi dengan lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu, yang merupakan sejalur tanah diluar Damaja yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keleluasaan keamanan penggunaan jalan semisal untuk pelebaran Damaja dikemudian hari. Daerah Manfaat Jalan(Damaja) Daerah Manfaat Jalan, yaitu areal yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya, sedangkan badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan. Daerah Pengawasan Jalan(Dawasja) Daerah Pengawasan Jalan, yaitu Damija ditambah dengan sejalur tanah yang penggunaanya dibawah pengawasan pembina jalan dengan maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi jalan (Silvia Sukirman, 1999). Perhitungan luasan dan perhitungan volume dapat dilihat setelah penggambaran profil melintang (dapat dilihat pada tabel). Dalam penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil perhitungan pada daerah jalan kolektor mengacu pada kondisi yang ideal dengan VLHR (Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata) 3.000-10.000 smp/hari, dimana diperoleh data dari daftar Standar Perencanaan Geometrik Jalan sebagai berikut : Kecepatan Rencana : 50 km/jam Lebar daerah penguasaan minimum : 30 m Lebar perkerasan : 2 x 3,50 m Lebar bahu jalan : 2 x 1 m Kemiringan melintang perkerasan : 2-3 % Kemiringan melintang bahu : 3-5 % Dari daftar standar perencanaan geometrik jalan yang sudah ditentukan,dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB III Gambar 15, Kemiringan melintang jalan PEMBAHASAN Pada pengerjaan tugas besar jalan raya 1, yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan kareteristik lalu lintas.hal-hal tersebut haruslah menjadi dasar pertimbangan perencanaan sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Tahapan pelaksanaan tugas besar dapat diuraikan dalam langkah kerja sebagai berikut: 1 Penetapan koridor jalan pada peta kontur 2 Pembuatan trase jalan 3 Penentuan dan perhitungan patok 4 Menentukan alinemen horizontal 5 Pembuatan diagram super elevasi 6 Pembuatan profil memanjang 7 Pembuatan alinemen vertikal 8 Pembuatan profil melintang 9 Menghitung galian dan timbunan 10 Pembuatan laporan 3.1 Penetapan koridor jalan pada peta kontur Koridor merupakan bidang memanjang yang menghubungkan 2 titik. Oleh kerena itu penentuan koridor terbaik antara dua titik yang dihubungkan perlu mempertimbangkan lokasi-lokasi yang harus dihindari.

3.2 Pembuatan trase jalan Trase merupakan seri dari garis-garis lurus yang merupakan rencana sumbu jalan. Pembuatan trase pada peta topografi dibuat dengan menggunakan jangka. 3.3 Perhitungan Patok Sebelum menghitung patok maka terlebih dahulu memberi nama patok dari dari dari titik I ke J dan J ke K mengetahui jumlah patok secara keseluruhan. Tujuan dari perhitungan patok ini adalah untuk mendapatkan tinggi patok (tinggi stasiun), jarak stasiun, jarak langsung, beda tinggi dari suatu patok dengan patok yang lain serta kemiringan dari trase jalan yang telah direncanakan. Beda tinggi yang ada diperoleh berdasarkan Tinggi Stasiun dari kontur yang ada. 3.4 Menentukan Alinyemen Horizontal Untuk mengetahui jenis tikungan maka terlebih dahulu harus dihitung besar jarijari dengan menggunakan metode grafis. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Menentukan titik singgung pada tikungan antara garis koridor dan garis trase Membuat garis tegak lurus dari dua titik singgung pada tikungan yang akan dihitung jari-jarinya sampai kedua garis berpotongan. Mengukur panjang garis tersebut dengan menggunakan penggaris kemudian jarijarinya dihitung dengan masing-masing skala tiap tikungan yang ada. Berdasarkan hasil perencanaan trase, tikungan yang didapat adalah: 3.4.1 Tikungan 1 Spiral Spiral (SS) Ditentukan data-data sebagai berikut: Kelas jalan Arteri V R = 50 km/jam = 23 0 = = 11,5 0 Rc = 90 m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) E maks = 6 %

= 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 ) e = 3 % Rmin = 90 m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) Langkah-langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk SS (spiral - spiral) sebagai berikut : Menentukan Bentuk Tikungan spiral - spiral Ls = 0,22*(Vr 3 / R*C) 2,727*(Vr*e/C) = 0,22*(50 3 /90*3)-2,727*(50*6%/3) =88,93 m Ls =(em-en)*vr/(3,6*rc) = (6%-3%)*50/(3,6*90) = 11,90 m Maka digunakan nilai Ls terbesar, Ls = 88,93967 m. Menghitung nilai Yc dan Xc Yc = Xc =Ls (Ls / 40 R 2 ) = 88,93 (88,93 / 40*90 2 ) = 86,77 m Menghitung nilai k dan p k = Xc R sin θs = 86,76 90 sin 11,5 = 68,82 m p = Yc R(1 cos θs) = 14,65 90(1- cos 11,5) =12,84 m Menghitung nilai Ts dan Es Ts = (R + P) tan Δ/2 + k =(90 + 12,84) tan 23/2 + 68,82 =89,74 m Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) R =((90 + 12,84 ) cos 23/2 )- 90 =14,94 m

Menghitung nilai L total L tot = 2* Ls = 2* 88,93 =177,86 m Dengan demikian, data untuk lengkung SS (Spiral-Spiral) di atas adalah : V R = 50 km/jam L total = 177,86 m = 23 0 e = 3 % L s = 88,93 m Θs = 11,5 0 P = 12,84 m K = 68,83 m = 89,75 m Lc = 14,95 m = 0 m 3.4.2 Tikungan 2 dan Tikungan 5 Spiral Spiral (SS) Ditentukan data-data sebagai berikut: Kelas jalan Arteri V R = 50 km/jam = 10 0 = = 5,0 0 Rc = 250 m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) E maks = 6 % = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 ) e = 4,2 % Rmin = 90 m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) Langkah-langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk SS (spiral - spiral) sebagai berikut : Menentukan Bentuk Tikungan spiral - spiral

Ls = 0,22*(Vr 3 / R*C) 2,727*(Vr*e/C) = 0,22*(50 3 /250*3)-2,727*(50*6%/3) =31,09 m Ls =(em-en)*vr/(3,6*rc) = (6%-3%)*50/(3,6*250) = 11,90 m Maka digunakan nilai Ls terbesar, Ls = 41,66 m. Menghitung nilai Yc dan Xc Yc = Xc =Ls (Ls / 40 R 2 ) = 41,66 (41,66 / 40*250 2 ) = 41,63 m Menghitung nilai k dan p k = Xc R sin θs = 41,63 250 sin 5,0 = 19,84 m p = Yc R(1 cos θs) = 1,15 250(1- cos 5,0) =0,20 m Menghitung nilai Ts dan Es Ts = (R + P) tan Δ/2 + k =(250 + 0,20) tan 10/2 + 19,84 =41,73 m Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) R =((250 + 0,20 ) cos 10/2 )- 250 =1,16 m Menghitung nilai L total L tot = 2* Ls = 2* 41,66 =93,32 m Dengan demikian, data untuk lengkung SS (Spiral-Spiral) di atas adalah : V R = 50 km/jam L total = 93,32 m = 10 0 e = 4,2 % L s = 41,66 m

Θs = 5,0 0 P = 0,20 m K = 19,84 m = 41,73 m Lc = 1,16 m = 0 m 3.4.3 Tikungan 3 Spiral - Circle - Spiral (SCS) Ditentukan data-data sebagai berikut: V R = 50 km/jam = 45 0 Rc = 150 m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) emaks = 6% e = 5,3% = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 ) = 90m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) Langkah langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk spiral circle spiral (SCS) sebagai berikut : Menentukan Panjang Lengkung Peralihan (L s ) Ls = 0,22*(Vr 3 / R*C) 2,727*(Vr*e/C) = 0,22*(50 3 /150*3)-2,727*(50*5,3%/3) =52,59 m Ls =(em-en)*vr/(3,6*rc) = (6%-3%)*50/(3,6*150) = 11,90 m Dari hasil perhitungan di atas, diambil nilai L s maksimum yaitu 52,59 m. Menentukan Bentuk Tikungan SCS (spiral-circle-spiral) =

Θs = (Ls/ 2*Rc)*(360/2π) =( 52,59/ 2*150)*(360/2 π) =10,04 Δc = Δ (2*θs) =45 (2*10,04) =24,90 Menghitung nilai Lc Lc = (Δc/360) * 2πR =(24,92/360)*2π* 150 =65,15 m Menghitung nilai k dan p k = Xc R sin θs = 52,42 150 sin 10,04 = 26,25 m p = Yc R(1 cos θs) = 3,07 150(1- cos 10,04) =0,77 m Menghitung nilai Ts dan Es Ts = (R + P) tan Δ/2 + k =(150 + 0,77) tan 45/2 + 26,25 =88,70 m Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) R =((150 + 0,77 ) cos 45/2 )- 150 =13,19 m Menghitung nilai L total L tot = (2* Ls) + Lc =( 2* 52,59) + 65,15 =170,34 m

Dengan demikian, data untuk lengkung SCS (spiral-circle-spiral) di atas yaitu : V R = 50 km/jam L c = 65,15 m R c = 150 m L total = 170,34 m = 45 0 p = 0.77 m K = 26,25 m L s = 52,59 m E s = 13,19 m θ c = 24,92 0 T s = 88,70 m X s = 52,42 m Y s = 3,07 m 3.4.4 Tikungan 4 Full Circle (FC) Ditentukan data-data sebagai berikut: V R = 50 km/jam = 54 0 Rc = 700 m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) emaks = 6% e = 2,1% = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 ) = 90m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) Menghitung nilai Tc Tc= R tan Δ/2 =700 tan 54/2 =356,66 m Menghitung nilai Lc Lc = (Δ/360) * 2πR = (54 / 360) * 2π*700 =659,4 m Menghitung Ec

Ec= (R/ cos Δ/2) R =(700 / cos 54/2) 700 =85,62 m V R Dengan demikian, data untuk lengkung full circle (FC) di atas yaitu : = 50 km/jam R c E s T s L c = 54 0 = 700 m = 85,62 m = 356,66 m = 659,4 m 3.4.5 Tikungan 6 Spiral Circle Spiral (SCS) Ditentukan data-data sebagai berikut: V R = 50 km/jam = 35 0 Rc = 150 m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) emaks = 6% e = 5,3% = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 ) = 90m ( Tabel 12 RSNI 2004 ) Langkah langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk spiral circle spiral (SCS) sebagai berikut : Menentukan Panjang Lengkung Peralihan (L s ) Ls = 0,22*(Vr 3 / R*C) 2,727*(Vr*e/C) = 0,22*(50 3 /150*3)-2,727*(50*5,3%/3) =52,59 m Ls =(em-en)*vr/(3,6*rc) = (6%-3%)*50/(3,6*150)

= 11,90 m Dari hasil perhitungan di atas, diambil nilai L s maksimum yaitu 52,59 m. Menentukan Bentuk Tikungan SCS (spiral-circle-spiral) = Θs = (Ls/ 2*Rc)*(360/2π) =( 52,59/ 2*150)*(360/2 π) =10,04 Δc = Δ (2*θs) =35 (2*10,04) =14,90 Menghitung nilai Lc Lc = (Δc/360) * 2πR =(14,90/360)*2π* 150 =38,99 m Menghitung nilai k dan p k = Xc R sin θs = 52,42 150 sin 10,04 = 26,25 m p = Yc R(1 cos θs) = 3,07 150(1- cos 10,04) =0,77 m Menghitung nilai Ts dan Es Ts = (R + P) tan Δ/2 + k =(150 + 0,77) tan 35/2 + 26,25 =73,79 m Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) R =((150 + 0,77 ) cos 35/2 )- 150

=8,08 m Menghitung nilai L total L tot = (2* Ls) + Lc =( 2* 52,59) + 38,99 =144,17 m Dengan demikian, data untuk lengkung SCS (spiral-circle-spiral) di atas yaitu : V R = 50 km/jam L c = 38,99 m R c = 150 m L total = 144,17 m = 35 0 p = 0.77 m K = 26,25 m L s = 52,59 m E s = 8,08 m θ c = 14,90 0 T s = 73,79 m X s = 52,42 m Y s = 3,07 m 3.5 Pembuatan diagram superelevasi Dengan menggunakan diagram superelevasi, dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di suatu lengkung horizontal yang direncanakan. Diagram superelevasi adalah suatu cara untuk menggambarkan pencapaian superelevasi dan lereng normal ke kemiringan melintang (superelevasi). Diagram superelevasi pada ketinggian bentuknya tergantung dari bentuk lengkung yang bersangkutan. Ada 3 cara dalam menggambarkan diagram superelevasi yaitu sumbu jalan dipergunakan sebagai sumbu putar, tepi perkerasan jalan sebelah dalam digunakan sebagai sumbu putar dan tepi perkerasan jalan sebelah luar digunakan sebagai sumbu putar. Kemiringan melintang jalan pada tikungandari keadaan normal sampai mencapai nilai superelevasi dapat dilihat pada gambar berikut :

3.6 Menghitung Lengkung vertikal berdasarkan tanah rencana Setelah mendesain tanah rencana diperoleh perbedaan aljabar kelandaian ( g1 dan g2 ). Lengkung vertikal dibagi menjadi dua bagian yaitu : Lengkung vertikal cembung Pada lengkung vertikal cembung pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedakan atas dua keadaan yaitu : o Jarak pandangan pada seluruhnya dalam daerah lengkung ( S < L ) o Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S > L )

Lengkung vertikal cekung Lengkung vertikal cekung ditentukan dengan memperhatikan : o Jarak penyinaran lampu kendaraan o Jarak pandangan bebas di bawah bangunan o Persyaratan drainase o Kenyamanan mengemudi o Keluesan bentuk 3.7 Menghitung galian dan timbunan 3.7.1 Perhitungan luas galian. Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas tanah yang akan digali. Luas tanah yang digali dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar daerah manfaat jalan, ditambah dengan luasan galian untuk membuat saluran drainase dan luasan galian untuk membuat kemiringan badan dan bahu jalan. (contoh perhitungan luasan galian dapat dilihat pada bab selanjutnya). 3.7.1 Perhitungan volume galian. Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan galian yang akan dikerjakan dengan bentuk galian ini, apakah segitiga, persegi atau trapesium dapat dihitung volume galian yang akan dikerjakan volume galian yang akan dikerjakan dapat diperoleh dengan menghitung luas galian yang dapat dilihat dari profil memanjang, dengan sisi-sisi bangun tersebut adalah luas galian dan lebarnya adalah jarak stasiun. Sebagai contoh : jika bentuk galian segitiga maka, volume galiannya = ( luas galian / 2 ) x jarak stasiun...( 3 ) (contoh perhitungan volume galian dapat dilihat pada bab selanjutnya). 3.7.2 Perhitungan luas timbunan Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas timbunan yang akan dibuat. Luas timbunan ini dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar daerah manfaat jalan (DAMAJA) dikurangi dengan luas saluran drainase dan luas daerah

yang dibentuk oleh pengaruh kemiringan jalan. (contoh perhitungan dapat dilihat pada bab selanjutnya). 3.7.3 Perhitungan volume timbunan Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan timbunan yang akan dikerjakan, apakah segitiga, persegi panjang ataukah trapesium. Dengan mengetahui bentuk dari pekerjaan timbunan ini kita dapat menghitung volume timbunan, yang dapat diperoleh dengan menghitung luas bangun yang dibentuk tersebut, dengan luas timbunan sebagai sisi-sisi bangun tersebut dan jarak stasiun sebagai lebarnya. Sebagai contoh : jika bentuk bangun yang dibentuk oleh pekerjaan timbunan adalah segitiga maka, Volume timbunan = ( Luas timbunan / 2 ) x jarak stasiun...( 4 ) Pada perhitungan luasan dan volume daerah galian dan timbunan, diperoleh hasil sebagai berikut: Luas total untuk daerah galian datar = m 2 Luas total untuk daerah timbunan = m 2 Volume total untuk daerah galian = m 3 Volume total untuk daerah timbunan = m 3 Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan luasan dan volume untuk daerah galian dan timbunan, maka diketahui bahwa perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun J lebih banyak ditemukan volume galian daerah datar sebesar 12225.58 m 3 sedangkan untuk daerah timbunan hanya sebesar 2171.99 m 3 dan untuk daerah galian di dapat 4364.38 m 3, Maka selisih pekerjaan tanah 10053.60 m 3. Dengan demikian, tidak diperlukan biaya tambahan untuk daerah timbunan.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pengerjaan tugas Jalan Raya I adalah : Perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun J dilakukan dengan : Penentuan titik koridor Pembuatan trase Pada perencanaan jalan terdapat 3 buah tikungan yaitu : Spiral - spiral ( 2 tikungan) Spiral circle spiral (1 tikungan) Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan luasan dan volume untuk daerah galian dan timbunan, maka diketahui bahwa perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun J lebih banyak ditemukan volume galian daerah datar sebesar 12225.58 m 3 sedangkan untuk daerah timbunan hanya sebesar 2171.99 m 3 dan untuk daerah galian di dapat 4364.38 m 3, Maka selisih pekerjaan tanah 10053.60 m 3. Dengan demikian, tidak diperlukan biaya tambahan untuk daerah timbunan.. 4.2 Saran Berdasarkan tugas yang telah dikerjakan, penulis ingin memberikan beberapa saran antara lain:

Dalam merencanakan jalan khususnya pada peta topografi sebaiknya perencana mampu melihat ataupun membayangkan bagaimana situasi sesungguhnya yang akan direncanakan sehingga gambar-gambar rencana yang dihasilkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, karena akan sangat berpengaruh pada rencana anggaran biaya dan kenyamanan serta keamanan pengemudi atau pengguna jalan. Pada pembuatan potongan memanjang sebisanya mengikuti ketinggian tanah asli untuk mengurangi biaya pada saat pembuatan jalan. DAFTAR PUSTAKA Messah, Y. 2012. Bahan Ajar Mata Kuliah Jalan Raya I. Teknik Sipil Universitas Nusa Cendana, Kupang. Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan, 1990. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. RSNI T 14 2004. Geometrik Jalan Perkotaan, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta. Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. Sukirman,Silvia.1999.Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan.Nova: Bandung