BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

BAB I PENDAHULUAN. Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. hasil penelitian yang dialami Kurator hanya bertujuan untuk menghambat

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang. sosial,ekonomi,budaya,dan lain-lain.khususnya di bidang

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RIANITA REHULINA TARIGAN

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan oleh perbankan syari ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

I. PENDAHULUAN. membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu sarana

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. Lazimnya dalam suatu gugatan yang diajukan oleh kreditor terhadap

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

Penundaan kewajiban pembayaran utang

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Akuntansi forensik berperan dalam beberapa proses dalam perkara kepailitan. Hal ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat dimungkinkan untuk memenuhi panggilan hidupnya, memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Agar kebutuhan dan kepentingan tersebut terpenuhi dan terlindungi, maka manusia hidup secara berkelompok di dalam masyarakat. 1 Di dalam kelompok tersebut kemudian manusia dapat berkembang mengikuti arah pembangunan modern seperti sekarang ini. Dalam era pembangunan ini umumnya semua orang, baik perorangan maupun badan hukum memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhannya, terutama mereka yang terlibat dalam dunia bisnis modern yang semakin berkembang pesat. Untuk mendapatkan sumber dana tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya seperti orang perorangan maka dia dapat bekerja untuk mendapatkan upah, sementara bagi badan hukum maka ia dapat meningkatkan produksi atas barang maupun jasa. Namun dalam kenyataannya pada waktu tertentu seseorang baik perorangan maupun badan hukum adakalanya tidak memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya, oleh karena itu untuk memperoleh tambahan dana agar 1 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm 3

dapat mencukupi kebutuhannya maka orang perorangan maupun suatu badan hukum tersebut dapat melakukannya dengan cara meminjam dana dari pihak lain, salah satunyadengan mengadakan perjanjian kredit. Selanjutnya dalam perjanjian tersebut pihak yang memperoleh pinjaman disebut debitor sedangkan pihak yang memberi pinjaman disebut kreditor. Apabila pihak kreditornya adalah bank, dalam perjanjian kredit tersebut biasanya disertai dengan adanya agunan atau jaminan terhadap pelunasan utang dari debitor, hal ini bertujuan agar apabila di kemudian hari debitor benar-benar tidak melunasi utangnya, maka jaminan tersebut akan dieksekusi oleh kreditor yang hasilnya akan digunakan sebagai pelunasan utang debitor. Menurut Sutan Remy Sjahdeini pada dasarnya, pemberian kredit oleh kreditor kepada debitor dilakukan karena percaya bahwa debitor akan mengembalikan pinjamannya itu pada waktunya. Dengan demikian, faktor pertama yang menjadi pertimbangan bagi kreditor adalah kemauan (willingness) dari debitor untuk mengembalikan utangnya itu. Tanpa adanya kepercayaan (trust) dari kreditor kepada debitor tersebut, maka kreditor tidak akan memberikan kredit atau pinjaman tersebut. Oleh karena itulah, mengapa pinjaman dari seorang debitor disebut kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan atau trust. 2 Dalam perkembangannya dana yang dipinjam debitor dari kreditor tadi umumnya digunakan untuk mengembalikan kembali kestabilan neraca keuangan debitor, menambah modal debitor, atau untuk menutup utang lainnya. Hal tersebut 2 Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta,hlm.3

dilakukan tidak lain bertujuan agar debitor tersebut tetap dapat melangsungkan kehidupannya. Namun dalam praktek tidak semua debitor mampu mengambil kebijakan yang tepat,guna mengelola uang pinjaman dari kreditor, sehingga justru mengakibatkan kondisi keuangan debitor menjadi tidak sehat karena pembengkakan jumlah utang yang harus dibayar, bahkan tidak jarang debitor tersebut tidak lagi dapat melakukan kegiatan usahanya, yang pada akhirnya berakibat debitor tersebut bangkrut (pailit) karena tidak mampu sama sekali membayar utangnya yang telah jatuh tempo. Pailit dapat diartikan bahwa debitor dalam keadaan berhenti membayar utang karena tidak mampu. Kata pailit dapat juga diartikan sebagai bankrupt. Kata bankrupt sendiri berasal dari kata Banca Rupta, dimana kata tersebut mempunyai arti bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan dan mematahkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. 3 Pailit merupakan suatu keadaan hukum berdasarkan keputusan Pengadilan karena alasan-alasan tertentu. Keputusan Pengadilan dimaksud mempunyai akibat hukum yang sangat penting bagi kedudukan debitor. 4 3 http://hukum-area.blogspot.com/2009/11/hukum-kepailitan-pengantar.html. diakses pada jam 20.56 WIB 4 Sri Redjeki Hartono, 1999, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis (YPHB), Jakarta, hlm.22

Dalam kepailitan, masalah pembayaran utang merupakan suatu hal yang penting dalam rangka menjaga perputaran ekonomi. Ketidakmampuan debitor untuk melunasi utangnya secara otomotatis dapat menghambat pemasukan para kreditornya. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya efek domino, karena ketidakmampuan debitor dalam membayar utangnya tadi dapat menjadikan para kreditornya yang mungkin berutang kepada kreditor lain menjadi terhambat dan berlanjut terus menerus, yang kemudian efek domino dari kredit macet ini dapat mencakup pada skala nasional. Di Indonesia ketentuan mengenai kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK-PKPU). Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut. Dengan adanya putusan pailit tersebut maka menimbulkan berbagai macam akibat hukum, antara lain yaitu: 1. Dengan dinyatakan pailit maka berlaku sita umum atas seluruh harta debitor. Pada prinsipnya kepailitan terhadap seorang debitor berarti meletakkan sitaan umum terhadap seluruh aset debitor. Karena sitaan-sitaan yang lain jika ada harus dianggap gugur karena hukum. Sitaan umum tersebut berlaku terhadap seluruh kekayaan debitor yang meliputi kekayaan yang sudah ada pada saat pernyataan pailit ditetapkan, dan kekayaan yang

diperoleh oleh debitor selama kepailitan tersebut. Debitor pailit tidak lagi berhak atas harta kekayaannya sampai pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator selesai. Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak hari putusan pailit diucapkan. 2. Akibat hukum yang kedua adalah akibat hukum terhadap kreditor pemegang hak jaminan. Dalam Pasal 55 ayat (1) UUK-PKPU menentukan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia,hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah olah tidak terjadi kepailitan. Namun Pasal 56 Ayat (2) UUK-PKPU menentukan, hak eksekusi kreditor pemegang hak jaminan itu ditangguhkan (tidak dapat seketika) untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. 3. Putusan pailit juga berakibat pemberesan terhadap harta pailit menjadi kewenangan kurator. Menurut Pasal 1 angka 5 UUK-PKPU yang dimaksud dengan kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan Hakim pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini. 4. Kreditor dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh

debitor terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut merugikan kreditor. Hak kreditor ini merupakan hak yang timbul dari adanya asas actio pauliana. Actio Pauliana merupakan hak yang diberikan Undang-Undang kepada seorang kreditor untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan debitor terhadap kekayaan yang diketahui oleh debitor perbuatan itu merugikan kreditor. Hak tersebut merupakan perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditor atas perbuatan debitor yang dapat merugikan kreditor, sebagaimanadiatur dalam Pasal 1341 KUHPerdata.Dalam UUK-PKPU, ketentuan tersebut diakomodir pelaksanaannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal49UUK-PKPU,dalam Undang-Undang tersebut memberikan hak kepada kreditor untukmengajukan pembatalan atas tindakan-tindakan hukum yang dilakukan olehdebitor yang melakukan kecurangan-kecurangan yang dapat merugikan kreditor sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 37 Tahun2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, yang dalam Hukum Perdata dikenal sebagai Actio Pauliana. 5 Meskipun Actio Pauliana secara teoritis dan normatif tersedia dalam kepailitan, akan tetapi dalam prakteknya tidak mudah untuk mengajukan gugatan actio paulianasampai dikabulkan oleh Hakim. Menurut Andriani Nurdin (mantan Hakim Niaga Pengadilan Niaga Jakarta Pusat) menyatakan bahwa tidak banyak perkara actio pauliana yang diajukan ke Pengadilan Niaga, berdasarkan data di 5 Jono, S.H., 2008, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.135

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, perkara actio pauliana tercatat hanya ada 6 perkara, dan terhadap kasus-kasus actio pauliana yang telah diputuskan baik oleh Pengadilan Niaga pada tingkat pertama maupun pada tingkat kasasi dan PK di Mahkamah Agung kesemuanya ditolak. Penyebab ditolaknya gugatan actio pauliana dalam kepailitan adalah karena terdapatnya perbedaan persepsi di antara para Hakim niaga baik pada peradilan tingkat pertama maupun tingkat Mahkamah Agung mengenai: apakah tindakan-tindakan ataupun transaksi yang dilakukan oleh debitor merupakan suatu kecurangan, sehingga merugikan para kreditor dan karenanya dapat diajukan permohonan pembatalan atau actio pauliana, serta mengenai yurisdiksi peradilan yang berwenang memeriksa dan mengadili permohonan actio pauliana. 6 Dalam penulisan hukum ini, di tengah sulitnya mencari putusan tentang actio pauliana, penulis menemukan terdapat Putusan Pengadilan Niaga Makassar Nomor 01/Actio Pauliana/2013/PN.Mks, yang dalam amar putusannya mengabulkan sebagian gugatanactio pauliana yang diajukan oleh kurator dalam perkara kepailitan Herry selaku debitor pailit, yang kemudian menarik perhatian penulis dan menjadi penting untuk dikaji lebih jauh, karena bisa saja dalam putusan tersebut termuat di dalamnya suatu terbosan hukum, atau justru menjadi suatu putusan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Pelaksanaan putusan terhadap gugatanactio pauliana yang benar dapat menjamin tercapainya tujuan utama dan tujuan sosial UUK-PKPU. 6 Andriani Nurdin, 2004, Masalah Seputar Actio Pauliana, Dalam: Emmy Yuhassarie, Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, hlm.261

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian mengenai penerapan asas actio pauliana dalam perkara kepailitan dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul Analisis Yuridis Penerapan Asas Actio Pauliana Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Kepailitan Dengan Register Perkara Nomor 01/Actio Pauliana/2013/PN.MKS) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Apa yang menjadi dasar dan pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Makassar dalam memberikan putusan terkait gugatan actio pauliana dengan register perkara Nomor 01/Actio Pauliana/2013/PN.Mks? 2. Apakah dasar dan pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan terkait gugatan actio pauliana dengan register perkara Nomor 01/Actio Pauliana/2013/PN.Mkstelah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui dasar dan pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan terkait gugatan actio paulianadengan register perkara Nomor 01/Actio Pauliana/2013/PN.Mks. b. Untuk mengetahui kesesuaian dasar dan pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan terkait gugatanactio paulianadengan register perkara Nomor 01/Actio Pauliana/2013/PN.Mksdengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia 2. Tujuan Subyektif: a. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan penulis tentang hukum kepailitan, khususnya tentang penerapan asas actio pauliana dalam kepailitan. b. Untuk memberikan tambahan literatur bagi sesama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada c. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai persyaratan kelulusan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian yang penulis lakukan dengan judul Analisis Yuridis Penerapan Asas Actio Pauliana Dalam Perkara Kepailitan (Study Kasus Kepailitan Dengan Register Perkara

Nomor.01/2013/Actio Pauliana/PN.MKS) belum pernah dilakukan dan penelitian ini dapat dianggap asli serta layak untuk diteliti. Seandainya telah ada penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan permasalahan yang sama, penulis berharap penelitian ini dapat melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara akademis maupun praktis, yaitu : 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu hukum pada umumnya dan hukum kepailitan pada khususnya, serta menjadi bahan kepustakaan bagi penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran maupun masukan kepada para praktisi hukum, mahasiswa, serta masyarakat umum, berkaitan dengan actio pauliana.