BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya harga daging sapi mengakibatkan beredarnya isu bakso sapi yang dicampur dengan daging tikus. Akibat dari tingginya harga daging sapi, ada pedagang bakso yang berinisiatif mengganti bahan bakso dengan daging tikus sawah, yang dapat diperoleh secara bebas dari sawah. Keresahan masyarakat tersebut terjadi karena sebagian besar masyarakat menganggap bahwa tikus merupakan binatang yang tidak layak untuk dikonsumsi (Tawi M., 2008). Berdasarkan isu tersebut, perlu dilakukan penelitian secara fisika - kimia maupun biologi molekuler untuk mendeteksi apakah dalam produk makanan tersebut mengandung daging tikus atau tidak. Indonesia, sebagai negara yang mayoritas warganya beragama Islam, menjadikan permasalahan makanan halal sebagai isu yang sangat krusial di negara ini. Dalam Al Qur an disebutkan Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (Al A raf : 157). Daging tikus, karena dianggap sebagai binatang pengerat yang tidak layak untuk dimakan maka diharamkan bagi umat muslim. Dalam Hadits Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia berada di daerah halal (selain Mekkah) maupun di daerah haram (Mekkah), yaitu Ular, gagak yang belang, tikus, anjing, dan rajawali. Tikus merupakan salah satu binatang yang diperintahkan untuk dibunuh sehingga haram dimakan bagi umat muslim.
Secara umum halal didefinisikan sebagai diijinkan, dimungkinkan, resmi, disetujui, legal, atau sah. Secara khusus makanan halal berarti makanan yang terbebas dari atau tidak mengandung komponen yang berasal dari binatang yang diharamkan menurut hukum Islam, tidak mengandung komponen yang disebut sebagai kotoran berdasarkan hukum Islam serta selama pengolahan tidak bersentuhan dengan komponen komponen yang diharamkan menurut hukum Islam. Tikus termasuk dalam binatang yang tidak halal bagi umat muslim, sehingga adanya cemaran daging tikus dalam makanan halal merupakan isu yang krusial terutama bagi umat muslim (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia - JAKIM, 2004). Disamping aspek kehalalan daging tikus bagi umat muslim, tikus juga dapat menimbulkan banyak masalah medis bagi manusia. Tikus merupakan pembawa atau penyebab beberapa penyakit mematikan seperti Pes, Salmonellosis, Leptospirosis, Riketsia, dan Lassa. Transmisi patogen dari tikus dapat ditimbulkan melalui gigitan langsung oleh tikus, dibawa oleh vektor (pinjal, caplak atau tungau) atau kontaminasi langsung melalui urin, feses dan jaringan tikus yang mengandung patogen (Alfin, 2012). Pencampuran bahan baku bakso sapi dengan daging tikus dapat dikategorikan sebagai pemalsuan (Rahmania dkk., 2015). Pemalsuan maupun pencemaran produk pangan merupakan masalah utama pada industri makanan karena menimbulkan keresahan dan kerugian material maupun spiritual bagi konsumen. Deteksi keaslian produk pangan sangat penting untuk melindungi konsumen. Negara negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, 2
seharusnya memiliki suatu peraturan dan sistem penjaminan tentang kehalalan suatu produk pangan. Pengawasan terhadap jaminan produk halal di Indonesia telah dipersyaratkan dalam UU Pangan N0. 18/2012 bagian kedelapan tentang jaminan produk halal. Kehalalan suatu produk dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat halal. Sertifikat halal meupakan bentuk tanggung jawab produsen kepada konsumen, baik produsen industri rumah tangga maupun produsen industri besar (Anonim, 2015). Bakso merupakan produk olahan daging yang dapat berasal dari daging sapi, ayam, atau babi (Purnomo dan Rahardiyan, 2008). Seiring dengan naiknya harga daging sapi, dikhawatirkan produsen bakso mencampur atau bahkan mengganti daging sapi dengan daging tikus ke dalam bakso sapi. Deteksi komponen yang bersifat nonhalal dalam suatu produk makanan maupun produk farmasi menjadi tantangan tersendiri dalam mengembangkan suatu metode analisis. Metode analisis yang telah dikembangkan untuk analisis daging tikus antara lain adalah dengan polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR untuk analisis daging kucing, anjing, dan tikus dalam produk makanan maupun makanan hewan sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Martin dkk (2007). Pengembangan lain dari penggunaan PCR pada saat ini adalah adanya real time PCR yang dapat melakukan kuantifikasi hasil PCR. Selain itu, dibandingkan dengan PCR konvensional, real time PCR memberikan analisis yang lebih peka, sederhana dan lebih cepat. Metode ini merupakan pengembangan metode PCR dengan hasil amplifikasi dapat langsung teramati dan dianalisis secara kuantitatif 3
dengan menggunakan pewarna DNA maupun pelacak berfluorosensi (Sudjadi, 2008). Penggunaan lain real time PCR adalah untuk deteksi single nucleotide polimorfism serta determinasi melting temperature yang akurat berdasarkan kurva hasil analisis real time PCR (Hanuraga, 2014). Pada saat ini, banyak perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memudahkan peneliti dalam merancang primer. Adanya perangkat lunak tersebut memudahkan peneliti dalam merancang primer dengan cara memodifikasi panjang primer, panjang produk hasil DNA amplifikasi, serta kandungan GC sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penggunaan program tersebut juga diintegrasikan dengan database sekuen DNA sehingga setelah primer dirancang dapat dilihat spesifitas terhadap DNA target serta ketidakcocokan yang mungkin muncul. Selain itu, kelebihan program tersebut adalah peneliti dapat memperkirakan juga apakah primer yang telah disusun menempel pada sekuen DNA spesies lain atau hanya spesifik pada DNA target saja. Spesifitas primer merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam teknik PCR, sehingga perancangan primer yang spesifik sangat menentukan keberhasilan analisis dengan metode PCR (Sudjadi, 2008). Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan primer yang spesifik terhadap DNA Mitokondria tikus guna pengujian DNA secara real time PCR. Perancangan primer dilakukan dengan software NCBI-Primer BLAST yang tersedia pada website NCBI-Primer BLAST. Target organisme yang digunakan dalam perancangan primer untuk penelitian ini adalah Rattus argentiventer pada daerah gen cytocrhome b dengan kode GenBank AB033701.1. Kandidat primer 4
yang didapat dari perancangan primer dengan software tersebut dilakukan BLAST terhadap organisme lain seperti ayam, sapi, kambing, kelinci, dan babi. Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah tersebut maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Perumusan Masalah a. Apakah primer yang telah dirancang pada daerah gen cytocrhome b dapat spesifik mengamplifikasi DNA mitokondria tikus secara real time PCR? b. Apakah primer tersebut dapat digunakan untuk identifikasi DNA tikus pada campuran daging tikus dan daging sapi dalam bakso sapi secara real time PCR? 2. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis daging tikus dalam bakso sapi sudah pernah dilakukan baik analisis secara kimia dengan metode spektrofotometri FTIR maupun secara biologi molekuler dengan metode PCR. Identifikasi daging tikus secara real time PCR masih jarang dilaporkan. Rahmania dkk (2015) telah melakukan analisis daging tikus dalam bakso dengan metode spektrofotometri FTIR. Beberapa penelitian terkait dengan analisis daging tikus dalam bakso secara biologi molekuler diantaranya telah dilakukan oleh Hanuraga (2014) dan Ningtyas (2014) dengan menggunakan primer yang telah dikembangkan oleh Balakirev dan Rozhnov (2012) untuk identifikasi, klasifikasi dan persebaran spesies Rattus di Vietnam Selatan. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa primer yang dikembangkan dapat 5
mengamplifikasi secara spesifik DNA tikus dalam campuran bakso sapi dan tikus. Faizah (2013) juga telah melakukan analisis PCR dengan menggunakan primer rrna 16S untuk mengamplifikasi DNA Rattus norvegicus dalam sampel bakso sapi tikus. Penelitian penelitian tersebut menggunakan primer yang telah dipublikasikan pada penelitian sebelumnya dan menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai organisme target. Pada penelitian ini dilakukan analisis daging tikus dan sapi dalam bakso sapi secara PCR dengan menggunakan primer baru yang belum pernah digunakan pada penelitian sebelumnya. Primer yang dirancang dengan menggunakan perangkat lunak serta database sekuen DNA dari NCBI berada pada daerah gen cytocrhome b. Selanjutnya, metode PCR yang didapat digunakan untuk menganalisis bakso sapi yang beredar dipasaran. 3. Urgensi Penelitian Penelitian ini diharapkan menghasilkan primer spesifik yang dapat digunakan untuk identifikasi DNA tikus secara real time PCR. Selain itu, didapatkan pula metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif DNA tikus pada campuran daging tikus dan daging sapi dalam bakso sapi secara real time PCR. Metode yang diperoleh selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam autentikasi halal pada produk makanan terutama bakso sapi yang beredar di pasaran serta adanya pemalsuan bakso sapi dengan daging tikus. 6
B. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis DNA tikus pada bakso menggunakan metode real time PCR. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah: 1. Menguji pimer yang telah dirancang dapat spesifik mengamplifikasi DNA mitokondria tikus secara real time PCR, 2. Primer tersebut dapat digunakan untuk menganalisis DNA tikus pada campuran daging tikus dan daging sapi dalam bakso sapi secara real time PCR. 7