37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Departemen Fisika IPB dari Bulan November 2010 sampai dengan bulan Mei 2011. Bahan dan Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik, reaktor spin coating, mortal, pipet, gelas ukur iwaki 10ml, pinset, gunting, spatula, stop watch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petritis, tissue, isolasi, dan blower PT310AC, spektrofotometer, x ray difractometer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk Barium Asetat [Ba(CH 3 COO) 2, 99%], Stronsium Asetat [Sr(CH 3 COO) 2, 99%], Titanium Isopropoksida [Ti(C 12 O 4 H 28 ), 99.999%], Tantalum Pentaoksida [(Ta 2 O 5 )], pelarut 2- metoksietanol [H 3 COCH 2 CH 2 OH, 99%], substrat Si (100) tipe-p. Prosedur Penelitian Metode Chemical Solution Deposition (CSD) Metode Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan film dengan pendeposisian larutan kimia diatas substrat dan dipreparasi dengan spin coating pada kecepatan tertentu. Proses spin coating banyak digunakan untuk pembuatan film tipis. Prosesnya yaitu dengan mendeposisikan larutan di tengah substrat dan kemudian substrat diputar dengan kecepatan tinggi (biasanya 3000 rpm). Percepatan sentripetal akan menyebabkan larutan menyebar pada permukaan substrat dan terbentuklah film tipis. Ketebalan film tipis dan sifat lainnya bergantung pada sifat alami larutan ( viskositas, laju pengeringan, persentase padatan, tegangan permukaan) dan parameter yang dipilih pada proses spin coating. Faktor seperti berkontribusi terhadap sifat lapisan film. Proses spin coating terdiri dari menyiapkan larutan, pendeposisian di permukaan substrat, pemutaran spin coating, penghilangan pelarut. Secara khusus kecepatan spin akan berpengaruh pada ketebalan film. Rentang ketebalan yang dihasilkan oleh alat spin coating
38 Gambar 13. Hubungan ketebalan film tipis terhadap (a) kecepatan spin coating (b) lama spin coating (c) Exhause volume. (d) exhause volume terhadap keseragaman ketebalan film tipis. adalah 1 µm -200 µm. Untuk film yang lebih tebal dibutuhkan material berviskositas tinggi, kecepatan putar rendah, dan waktu putar yang lebih pendek. Perubahan variasi spin ± 50 rpm akan menyebabkan ketebalan berubah kira-kira 10%. Ketebalan film sebagian besar sebanding dengan gaya yang diberikan untuk meratakan larutan pada substrat dan laju pengeringan yang mempengaruhi viskositas larutan. Gambar 13 adalah grafik yang menggambarkan trend untuk variasi parameter proses. Ketebalan film tipis akan berbanding terbalik dengan kecepatan dan waktu spin. Ketebalan film akan sebanding dengan volume gas buang hasil putaran dan berbanding terbalik dengan keseragaman ketebalan film tipis. Dalam prakteknya, alat spin coating memiliki beberapa kelebihan yaitu tebal lapisan dapat diatur, biaya relatif murah, mudah dalam pembuatan, menggunakan material dan peralatan sederhana (Syafutra, 2008). Pembuatan Film Tipis Persiapan Substrat Si Tipe-p Substrat yang digunakan adalah substrat Si (100) tipe-p. Substrat dipotong membentuk segi empat dengan ukuran 1 cm x 1 cm dengan menggunakan mata intan. Substrat yang telah dipotong kemudian dicuci. Substrat ini direndam dalam
39 aseton Pro Analysis selama 10 menit lalu diangkat dan disonikasi selama 10menit. Substrat ini kemudian direndam dalam deionezed water. Selanjutnya, substrat dimasukkan kedalam larutan Metanol Pro Analysis selama 10 menit kemudian diangkat dan digetarkan dengan ultrasonic selama 10 menit. Substrat ini direndam lagi dengan deionezed water. Kemudian diangkat dan dicelupkan dalam campuran larutan HF dan dye water (perbandingan 1:5) sambil digetarkan selama 1 menit. Substrat ini diangkat, kemudian direndam kembali dan digetarkan dalam dye water selama 10 menit. Pembuatan Larutan BST dan BSTT Film tipis BaSrTiO 3 yang ditumbuhkan di atas substrat Si tipe-p menggunakan metode CSD dibuat dengan cara barium asetat [Ba(CH 3 COO) 2, 99%] + stronsium asetat [Sr(CH 3 COO) 2, 99%] + titanium isopropoksida [Ti(C 12 O4H 28 ), 99.99%]+bahan pendadah sebagai precursor dan 2-metoksietanol [H 3 COOCH 2 CH 2 OH, 99.9%] sebagai bahan pelarut. Dalam penelitian ini digunakan fraksi molar untuk Ba sebesar 0,5 dan fraksi molar untuk Sr sebesar 0,5. Untuk pembuatan larutan BSTT, metode CSD yang digunakan sama seperti pada pembuatan larutan BST. Hanya saja pada BSTT ditambahkan bubuk tantalum pentaoksida (Ta 2 O 5 ) sebanyak 0%, 2.5%, 5%, 7.5% dan 10 % dari BST yang terbentuk. Masing-masing variasi doping dilakukan ulangan sebanyak lima kali. Sehingga jumlah seluruh sampel adalah 25 buah. Untuk mendapatkan komposisi yang sesuai dengan yang diharapkan, bahan-bahan tersebut ditimbang dengan menggunakan neraca analitik sebelum dilakukan pencampuran. Setelah bahan-bahan dicampur, larutan dikocok selama 1 jam dengan menggunakan Bransonic 2510 agar larutan yang terbentuk homogen. Proses Penumbuhan Film Tipis Proses penumbuhan film tipis dilakukan dengan menggunakan reaktor spin coating. Substrat silikon type-p yang telah dicuci siap dilakukan penumbuhan film tipis dengan menggunakan reaktor spin coating. Piringan reaktor spin coating ditempel dengan double tipe ditengahnya, kemudian substrat diletakkan di atasnya. Hal ini dilakukan agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin
40 coating berputar. Substrat yang telah ditempatkan di atas piringan spin coating ditetesi larutan BST atau BSTT sebanyak 1 tetes. Kemudian reaktor spin coating diputaran dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 detik. Proses penetesan dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah penetesan, substrat diambil dengan menggunakan pinset dan kemudian dipanaskan di atas hot plate selama 1 jam untuk menguapkan sisa pelarut yang masih ada. Proses selanjutnya adalah annealing yang bertujuan mendifusikan larutan BST dan atau BSTT dengan substrat serta pembentukan struktur kristal. Proses spin coating dapat dilihat pada Gambar 14. Proses Annealing Proses selanjutnya adalah proses annealing. Proses ini bertujuan untuk mendifusikan larutan BST dan BTST pada substrat. Proses annealing pada suhu yang berbeda akan menghasilkan karakterisasi film tipis yang berbeda dalam hal struktur Kristal, ketebalan dan ukuran butir. Substrat type-p yang telah ditumbuhi lapisan tipis BST dan atau BSTT (0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10%) kemudian dilakukan proses annealing (pemanasan) pada suhu 850 C untuk substrat silikon tipe-p. Masing-masing dilakukan selama 15 jam penahanan. Proses annealing dilakukan secara bertahap, dimulai dari suhu ruang kemudian dinaikkan hingga suhu annealing yang diinginkan dengan kenaikan suhu pemanasan 1,7 C/menit. Setelah mencapai suhu annealing yang diinginkan selama 8.5 jam, suhu ini ditahan konstan selama 15 jam. Selanjutnya dilakukan furnace cooling sampai didapatkan kembali suhu ruang. Penelitian ini menggunakan furnace model Vulcan 3-310. Proses annealing dapat dilihat pada Gambar 15. Pembuatan Kontak Pada Film Tipis Setelah dilakukan proses annealing, proses selanjutnya adalah pembuatan kontak. Proses ini meliputi proses pembuatan pola film tipis dengan ukuran 1 mm x 1 mm menggunakan aluminium foil serta metalisasi yang dilakukan di fisika material Institut teknologi Bandung (ITB). Bahan kontak yang dipilih adalah aluminium 99,999%. Setelah kontak terbentuk, proses selanjutnya adalah pemasangan hider, agar proses karakterisasi film tipis dapat dilakukan dengan
41 mudah. Kemudian dilakukan penyolderan kawat tembaga dengan memakai bahan pasta perak pada kontak. Gambar dari film tipis yang telah diberi kontak dan hider ditunjukkan oleh Gambar 16. Gambar 14. Proses spin coating Gambar 15. Proses annealing Konektor Isolator/plastik Kawat Kontak BST/BSTT tipe-n Si tipe-p Konektor Gambar 16. Prototipe BST/Si tampak atas
42 Karakterisasi Film Tipis Karakterisasi Kurva Arus-Tegangan (I-V) Karakterisasi kurva I-V akan dilakukan Lab. Fisika Material IPB menggunakan I-V Meter. Karakterisasi arus-tegangan dilakukan untuk melihat sifat dominan dari film tipis BST. Sifat yang mungkin diperoleh adalah diode, fotodiode, resistor atau fotoresistor. Pengukuran arus tegangan film tipis menggunakan Keithley s SourceMeter family Model 2400 pada dua kondisi yaitu pada kondisi gelap dan kondisi terang yang disinari lampu 3000 Lux untuk semua kombinasi kontak pada film yang sama. Tegangan pencatu yang diberikan pada film tipis adalah -20 V sampai + 20 V dengan kenaikan 0,2 V. Selain itu, karakterisasi arus tegangan dilakukan dengan bantuan filter warna. Filter warna yang digunakan adalah filter merah, biru, hijau dan kuning. Hal ini dilakukan untuk melihat senstivitas BST jika nanti diaplikasikan sebagai sensor warna. Hasil pengukuran berupa kurva hubungan antara arus dan tegangan. Dari data tersebut dibuat hubungan antara tegangan dan arus menggunakan Microsoft Excell. Karakterisasi Sifat Optik Film Tipis Karakterisasi sifat optik film tipis bertujuan untuk melihat spektrum absorbansi dan reflektansi film tipis sehingga dapat ditentukan sumber cahaya yang akan digunakan saat film tipis BST dijadikan sensor. Karakterisasi ini dilakukan di Laboratorium Biofisika IPB. Karakterisasi ini menggunakan Spektrofotometer VIS-NIR Ocean Optics USB 1000. Spektrofotometer ini menggunakan serat optik dan sumber cahaya yang digunakan mempunyai rentang dari 339 nm-1022 nm dengan metode refleksi. Kurva yang diperoleh berupa kurva absorbansi terhadap panjang gelombang dan kurva reflektansi terhadap panjang gelombang. Dari kurva tersebut dapat dianalisis sifat optik dari film tipis. Karakterisasi Sifat Dielektrik Karakterisasi konstanta dielektrik film tipis bertujuan untuk mengetahui nilai konstanta dielektrik film tipis sebagai aplikasi film tipis dalam pembuatan
43 5 kω Gambar 17. Rangkaian RC untuk mengukur kapasitansi film tipis kapasitor. Rangkaian yang digunakan adalah rangkaian RC seperti pada gambar 17. Dari rangkaian pengukuran ini akan diperoleh waktu pengosongan dan waktu pengisian.waktu pengisian terjadi ketika t = RC sehingga diperoleh nilai kapasitansi. Setelah diperoleh nilai kapasitansi, nilai konstanta dielektrik dapat diperoleh dari persamaan 4. Karakterisasi Konduktivitas Listrik Film Tipis Konduktivitas film tipis diukur dengan menggunakan LCR meter. Dari hasil pengukuran ini akan diperoleh nilai konduktansi (G). Setelah itu dapat diperoleh nilai resistansi dari persamaan R = 1/G. Sedangkan nilai konduktivitas dapat berbanding terbalik dengan nilai resistivitas. Konduktivitas listrik film tipis diukur dalam berbagai variasi yaitu pada kondisi gelap (0Lux), sedangkan kondisi terang dengan intensitas cahaya 250 Lux, 500 Lux, 750 Lux, dan 1000 Lux. Data konduktansi ini digunakan untuk menghitung nilai konduktivitas listrik film tipis. Data yg diperoleh akan dibandingkan dengan literatur mengenai nilai konduktivitas bahan konduktor, semikonduktor atau isolator. Karakterisasi Difraksi Sinar-X (XRD) Karakterisasi difraksi sinar-x dilakukan untuk mengetahui parameter kisi, struktur kristal dan derajat kekristalan dalam suatu sampel atau bahan Oleh karena itu, dilakukan karakterisasi difraksi sinar-x lapisan tipis BST dan BSTT menggunakan X Ray Diffractometer ( Shimadzu XRD-7000).
44 Tahapan pelaksanaan uji struktur kristal dengan XRD adalah sebagai berikut: 1. Sampel diletakkan pada sampel holder dari difraktometer sinar-x. 2. Proses difraksi sinar-x dimulai dengan menyalakan difraktometer. Difraktometer ini menggunakan sumber Cu dengan tegangan 30 kv, arus 30 ma dan panjang gelombang, λ = 1,540 Ǻ. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data pola difraksi dengan cara kontinyu pada daerah sudut hamburan ( 2 ) dari 10 o 70 o. 3. Diperoleh hasil berupa hubungan antara sudut difraksi 2 dan intensitas sinar- X yang dipantulkan. Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) Karakterisasi dengan SEM dilakukan untuk studi morfologi, analisis komposisi dengan kecepatan tinggi, kekasaran permukaan, porositas, distribusi ukuran partikel, homogenitas material atau untuk studi lingkungan tentang masalah sensitifitas material. Sampel yang telah dilapisi diamati menggunakan SEM dengan tegangan dan perbesaran tertentu. Perbesaran yang dipakai pada pengukuran ini adalah 30.000-40.000 kali. Teknik SEM dapat digabungkan dengan teknik EDX (Energy Dispersive X-ray Spectrometry). Teknik EDX digunakan untuk mengetahui berbagai kandungan unsur kimia dalam sampel dengan cara menangkap dan mengolah sinyal fluoresensi sinar-x yang dipancarkan untuk suatu volume kecil di permukaan sampel. Analisis komposisi bahan dapat diperoleh dengan memonitor sinar -X yang dihasilkan dari interaksi elektron dengan spesimen. Ketika berkas elektron mengenai spesimen elektron akan menembus sampai ke suatu kedalaman yang bergantung secara langsung pada energi elektron dan nomor-nomor atom dari atom-atom yang ada di dalam spesimen. Pembentukan gambar pada SEM berasal dari berkas elektron yang direfleksikan oleh permukaan sampel. Perbedaan panjang gelombang dari sumber pencahayaan ini mengakibatkan perbedaan tingkat resolusi yang dapat dicapai ( Pusdiklat BATAN 2004).