4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

dokumen-dokumen yang mirip
5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Diagram TS

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

3. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

KAJIAN HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN IKAN CAKALANG

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat

BAB II LANDASAN TEORITIS

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN POTENSIAL IKAN TUNA MATA BESAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN LHOKSEUMAWE

KAITAN MONSUN TERHADAP VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A UNTUK PREDIKSI POTENSI FISHING GROUND DI PERAIRAN KARIMUNJAWA

2) The Lecturer at Department of Fisheries Resource Utilization Faculty of Fisheries and Marine Resources,University of Riau.

PEMETAAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN UTARA NANGGROE ACEH DARUSSALAM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara, ( 2) Staff Pengajar Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DATA INDERAJA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

PREDIKSI LA NINA OLEH 3 INSTITUSI INTERNASIONAL DAN BMKG (UPDATE 03 JANUARI 2011)

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Domu Simbolon. Staf pengajar pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatn Institut Pertanian Bogor

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran

ABSTRAK. Kata kunci: Suhu Permukaan Laut; Klorofil-a; Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares); Pancing Ulur ABSTRACT

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

Musim Ikan Di Perairan Laut Jawa Kabupaten Jepara dan Prediksi Lokasi Fishing ground-nya

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) di Perairan Sangihe Sulawesi Utara

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal

KETERKAITAN PARAMETER DAERAH PENANGKAPAN TERHADAP UPAYA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI SAMUDERA HINDIA OLEH HARRY AGUSTIAN

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

3. METODOLOGI. Gambar 7 Peta lokasi penelitian.

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 1-8 Online di :

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG EKA SEPTIANA

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

Transkripsi:

28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a pada periode Januari 2006 sampai Desember 2010 berkisar antara 0,15 mg/m 3 sampai 0,52 mg/m 3 (Gambar 3). Konsentrasi klorofil-a setiap musim membentuk pola naik turun selama 5 tahun, yaitu pada musim terlihat naik hingga tertinggi pada musim barat kemudian menurun pada musim hingga terendah pada musim timur. Konsentrasi klorofil-a bervariasi setiap musim, pada musim barat konsentrasi klorofil-a paling tinggi setiap tahun dibanding musim-musim lain, hal ini diduga karena curah hujan yang tinggi pada musim ini mengakibatkan suplai nutrien yang berasal dari daratan lebih banyak mengalir melalui sungai ke daerah pantai. Sedangkan pada saat musim timur konsentrasi klorofil-a paling rendah, hal ini diduga karena adanya pengaruh musim kemarau. Sesuai dengan pernyataan Nontji (2005) bahwa musim barat merupakan musim angin yang membawa banyak hujan sedangkan musim timur sedikit membawa hujan. Sementara itu, perbedaan yang signifikan terjadi pada bulan Desember 2006 dimana konsentrasi klorofil-a sangat tinggi dan bulan Agustus 2010 dimana konsentrasi klorofil-a sangat rendah. Hal ini kemungkinan diduga karena adanya pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada tahun 2010. 28

konsentrasi klorofil-a (mg/m³) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Klorofil-a jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov 2006 2007 2008 2009 2010 bulan, musim, dan tahun Gambar 3. Nilai rata-rata Bulanan Konsentrasi Klorofil-a di Pantai -Selatan NAD dari Januari 2006 hingga Desember 2010 29

30 Pada setiap musim selama periode Januari 2006 hingga Desember 2010, nilai maksimum dan minimum konsentrasi klorofil-a bervariasi. Nilai maksimum dan minimum tersebut disajikan pada Table 3 berikut : Tabel 3. Nilai Maksimum dan Minimum Klorofil-a periode Januari 2006 hingga Desember 2010 (diekstrak dari citra satelit Aqua MODIS) Musim Maksimum Minimum Desember 2006 (0.45 mg/m 3 ) Desember 2010 (0.21 mg/m 3 ) Maret 2007 (0.38 mg/m 3 ) April 2010 (0.18 mg/m 3 ) Agustus 2006 (0.28 mg/m 3 ) Agustus 2010 (0.15 mg/m 3 ) November 2006 (0.34 mg/m 3 ) November 2010 (0.18 mg/m 3 ) Pada tahun 2010, secara spasial distribusi konsentrasi klorofil-a menyebar dari pantai hingga lepas pantai, namun di daerah pantai kandungan klorofil-a lebih tinggi di bandingkan di daerah lepas pantai (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gordon dan Morel (1983) dalam IOCCG (2000), bahwa berdasarkan materi pembentuk warna, perairan dibagi menjadi dua kasus (case). Pada kasus satu, merupakan daerah perairan lepas pantai, komponen utama yang mempengaruhi sifat optik/biooptik air laut adalah pigmen-pigmen fitoplankton (khusunya klorofil-a). Kasus dua, merupakan daerah pesisir, maka sifat optik air laut kemungkinan besar didominasi oleh fitoplankton, bahan sedimen (suspended material) dan material organik (yellow substances). 4.2 Distribusi Spasial Klorofil-a Berdasarkan Musim Secara keseluruhan distribusi klorofil-a secara spasial terlihat bahwa pada musim barat lebih tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai dibandingkan musim lain (Gambar 5).

Gambar 4. Distribusi Klorofil-a rata-rata bulanan tahun 2010 31

32 Hal ini dikarenakan pada musim ini adalah musim hujan yang mempengaruhi peningkatan suplai nutrien dari daratan ke perairan laut. Pada tahun 2006 hampir setiap musim (barat,, dan timur) terlihat sebaran klorofil-a tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai kecuali pada musim dimana sebaran klorofil-a yang tinggi hanya berada di daerah pantai. Pada tahun 2007 sebaran klorofil-a yang tinggi, menyebar di bagian selatan Aceh yaitu di daerah Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Simeulu dari pantai hingga lepas pantai. Pada tahun 2008, sebaran klorofil-a yang tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai terdapat pada saat musim barat dan musim. Sementara itu, saat musim timur dan musim sebaran klorofil-a terlihat rendah. Pada tahun 2009 sebaran klorofil-a yang tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai terdapat pada saat musim barat dan musim timur. Sedangkan saat musim peralihan ( dan ) sebaran klorofil-a terlihat rendah. Pada tahun 2010, sebaran klorofil-a tinggi berada pada saat musim barat yang menyebar dari pantai hingga lepas pantai, dan musim lain (, timur, dan ) sebaran klorofil-a terlihat rendah dan hanya di daerah pantai. 4.3 Distribusi Suhu Permukaan laut Secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan SPL di daerah pantai barat-selatan Aceh, pada periode Januari 2006 sampai Desember 2010 tergolong hangat, dengan suhu antara 28,7 C sampai 31,9 C.

Gambar 5. Distribusi Spasial Klorofil-a berdasarkan Musim 33

34 Variasi SPL terlihat memiliki pola yang hampir sama setiap tahun dimana mulai meningkatnya suhu pada musim hingga musim dan musim timur, kemudian terjadi penurunan pada musim. Namun pada tahun 2010 mengalami kenaikan dan penurunan SPL yang sinifikan, dan pada tahun 2007 juga mengalami penurunan yang signifikan (Gambar 6). Pengelompokan kategori SPL sesuai dengan kutipan dari www.rsgisforum.net dalam Muklis (2008), untuk perairan Indonesia yaitu SPL dingin berada di bawah 27,00 C, SPL hangat berkisar antara 27,00-31,00 C, dan SPL panas berada di atas 31,00 C. Pada musim barat dari tahun 2006 hingga tahun 2010, SPL dikategorikan hangat dengan kisaran antara 29,6-30,3 C. pada musim peralihan (Maret, April, Mei) SPL berkisar pada 29,9-31,1 C. SPL yang cenderung hangat tersebut diduga karena terjadi perubahan pola pergerakan angin musim yang mendorong massa air permukaan. Sesuai dengan pendapat Nontji (1993) yang menyatakan bahwa pada musim peralihan barat-timur sekitar bulan april, arus ke timur mulai melemah bahkan mulai berbalik arah hingga di beberapa tempat terjadi olakanolakan (eddies). Namun pada bulan mei 2010 SPL mencapai 32,0 C yang dikategorikan SPL panas, hal ini diduga karena pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada tahun 2010. Pada musim timur, SPL berkisar antara 30-31,3 C. SPL cenderung hangat pada tahun 2006 hingga 2009 dengan tingkat SPL di bawah 31,00 C. Hal tersebut diduga karena pengaruh musim kemarau yang menyebabkan penutupan awan berkurang sehingga tingkat radiasi matahari akan menjadi semakin tinggi. Sedangkan pada tahun 2010 SPL cenderung panas dengan tingkat SPL di atas

35 31,00 C, hal ini diduga karena masih adanya pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada musim. Sementara itu, pada musim peralihan (September, Oktober, November) pola sebaran SPL lebih bervariasi yaitu berkisar antara 28,7-31,0 C, namun masih dalam kategori hangat. Pada tahun 2006 tingkat SPL paling rendah terjadi pada musim ini. Pada tahun 2007 SPL mengalami penurunan yang sangat signifikan di awal musim hingga pertengahan musim tetapi mengalami kenaikan lagi di akhir musim. Pada tahun 2008 SPL terlihat menurun namun masih dalam kategori hangat, pada tahun 2009 juga berkategori hangat dan pada tahun 2010 pengalami kenaikan suhu di awal musim kemudian terjadi penurunan yang signifikan pada akhir musim. Distribusi SPL secara spasial pada tahun 2010 terlihat menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai dengan membentuk pola meningkat pada awal tahun hingga pertengahan kemudian menurun hingga akhir tahun (Gambar 7). Pada bulan Januari hingga bulan Mei terlihat SPL meningkat baik di daerah pantai maupun di lepas pantai. Sementara itu, pada bulan Juni sebaran SPL mulai menurun hingga bulan Desember. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada tahun 2010. Dipole Mode negatif pada terjadi bulan Mei 2010 di Indonesia bagian barat. Sementara itu, Elnino terjadi pada musim barat dan musim, sedangkan Lanina terjadi pada musim timur dan musim di Indonesia bagian tengah dan timur (BMKG, 2010).

33 SPL 32 suhu (ºC) 31 30 29 28 27 jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov 2006 2007 2008 2009 2010 bulan dan tahun Gambar 6. Nilai rata-rata Bulanan SPL di Pantai -Selatan NAD dari Januari 2006 hingga Desember 2010 3629

Gambar 7. Distribusi SPL rata-rata bulanan secara Spasial tahun 2010 37

38 4.4 Variasi CPUE Catch per unit effort (CPUE) adalah jumlah hasil tangkapan dibagi dengan jumlah trip kapal yang melakukan penangkapan. Nilai rata-rata CPUE setiap musim selama 5 tahun (2006-2010) untuk perairan barat-selatan Aceh bervariasi, namun secara keseluruhan mengalami peningkatan (Gambar 8). Secara keseluruhan terlihat bahwa setiap musim peralihan baik musim maupun musim selalu terjadi peningkatan nilai CPUE dan sebaliknya pada musim barat dan musim timur terjadi penurunan nilai CPUE, sehingga untuk daerah pantai barat-selatan sangat baik dilakukan penangkapan ikan pada musim peralihan. Variasi CPUE secara tahunan juga memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan dari tahun 2006 hingga 2010 (Gambar 9). Peningkatan CPUE ini diduga karena semakin membaik kondisi penunjang penangkapan, baik itu alat tangkap maupun kapal penangkapan dan juga semakin membaiknya keterampilan nelayan dalam menangkap ikan serta pengetahuan tentang daerah penangkapan ikan, setelah terjadinya bencana alam berupa gempa dan gelombang tsunami pada tahun 2004 di Aceh. Faktor-faktor penunjang dalam upaya penangkapan ikan seperti bahan bakar kapal, informasi tentang keberadaan ikan, dan waktu yang cocok untuk penangkapan sangat dibutuhkan oleh nelayan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup nelayan. Jenis ikan dominan hasil tangkapan nelayan adalah jenis ikan karnivora pelagis yaitu ikan Cakalang, ikan Kembung, ikan Kwee, ikan Tongkol Krai, dan ikan Tongkol Abu-abu. Alat tangkap dominan yang digunakan nelayan adalah pancing, pukat insang, pukat kantong, jaring angkat, dan pukat cincin.

39 40 35 30 25 20 15 10 5 0 barat timur kg/trip barat timur barat timur barat timur barat timur 2006 2007 2008 2009 2010 musim dalam tahun Gambar 8. Variasi CPUE rata-rata Musiman periode Januari 2006 hingga Desember 2010 30 25 20 kg/trip 15 10 5 0 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 tahun Gambar 9. Variasi CPUE rata-rata Tahunan (2006-2010) 4.5 Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dengan CPUE Berdasarkan Musim Konsentrasi klorofil-a dengan CPUE tidak terlihat adanya pengaruh yang signifikan (Gambar 10), hal ini dikarenakan perhitungan CPUE untuk jumlah hasil produksi ikan dilakukan semua jenis ikan herbivora dan karnivora. Pada perairan kandungan klorofil-a sangat erat kaitannya dengan rantai makanan.

40 Klorofil-a terdapat pada fitoplankton sebagai sumber makanan pokok dalam rantai makanan di perairan. Jenis ikan pelagis yang dominan tertangkap adalah ikan Karnivora yang keberadaannya tidak secara langsung dipengaruhi oleh klorofil-a. Secara umum, setiap musim kandungan klorofil-a cenderung tinggi yaitu diatas 0,2 mg/m 3, namun pada tahun 2010 saat musim timur dan kandungan klorofil-a cenderung rendah, hal ini diduga karena adanya pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada bulan Mei 2010 (musim timur). CPUE (kg/trip) 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 konsentras i klorofil -a (mg/m³) 2006 2007 2008 2009 2010 CPUE klorofil-a Gambar 10. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dengan CPUE periode Januari 2006 hingga Desember 2010 Pada musim barat konsentrasi klorofil-a berbanding lurus dengan CPUE, sedangkan pada musim lain (, timur, dan ) konsentrasi klorofil-a berbanding terbalik dengan CPUE (Gambar 11). Secara keseluruhan CPUE cenderung meningkat pada setiap musim dan tertinggi terdapat pada musim tahun 2009 yaitu 35,5 kg/trip dengan konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,26-

41 0,29 mg/m 3. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi klorofil-a pada kisaran tersebut adalah tingkat konsentrasi yang baik untuk melakukan penangkapan ikan. Gambar 11. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dengan CPUE Berdasarkan Musim 4.6 Hubungan SPL dengan CPUE Berdasarkan Musim Setiap jenis biota perairan mempunyai tingkat atau toleransi suhu yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi fisik, habitat, tempat pemijahan dan kecukupan makanan. Hal tersebut untuk melangsungkan kehidupan sehingga mempengaruhi keberadaan dan penyebarannya di suatu perairan. SPL adalah salah satu indikator untuk mengetahui keberadaan biota di suatu perairan. Variasi nilai rata-rata musiman SPL di daerah pantai -Selatan NAD berkisar antara 29,5-31,5 C (gambar 12). Menurut Muklis (2008), kisaran SPL optimum dan kebanyakan upaya penangkapan ikan pelagis di Aceh dilakukan pada kisaran antara 28,00-30,00 0 C. Perubahan suhu perairan menjadi dibawah suhu normal/suhu optimum menyebabkan penurunan aktifitas gerakan dan

42 aktifitas makan serta menghambat berlangsungnya proses pemijahan (Laevastu dan Hayes, 1981). Secara umum SPL cenderung meningkat dan diatas suhu optimum untuk penangkapan, diikuti dengan meningkatnya CPUE. Seperti halnya hubungan klorofil-a dengan CPUE, hubungan SPL dengan CPUE juga tidak terlalu berpengaruh. Namun, berdasarkan kisaran suhu optimum, hubungan SPL dengan CPUE dapat dikatakan bahwa upaya penangkapan optimal dilakukan pada musim dan musim barat. SPL ( C) 32 31,5 31 30,5 30 29,5 29 28,5 40 35 30 25 20 15 10 5 0 CPUE (kg/unit) 2006 2007 2008 2009 2010 SPL CPUE Gambar 12. Hubungan SPL dengan CPUE periode Januari 2006 hingga Desember 2010 Secara musiman memperlihatkan bahwa SPL pada kisaran 29,9-31 0 C terjadinya peningkatan CPUE (Gambar 13). Hal ini mengindikasikan bahwa SPL pada kisaran tersebut adalah kisaran SPL yang baik untuk melakukan penangkapan ikan.

Gambar 13. Hubungan SPL dengan CPUE 43