BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah stroberi. Buah stroberi (Fragaria sp) merupakan salah satu komoditi yang berpotensi besar untuk dikembangkan secara komersial karena merupakan buah-buahan yang bernilai ekonomi tinggi (Rukmana, 1998). Dari tahun ke tahun perkembangan komoditas stroberi di Indonesia terus mengalami peningkatan, bahkan menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2013), pertumbuhan stroberi tahun 2011-2012 adalah terbesar keempat setelah apel, anggur, dan jeruk besar dengan angka pertumbuhan sebesar 24,02 %. Terlihat dari semakin meluasnya budidaya stroberi hingga ke beberapa daerah di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan wilayah-wilayah sentra penghasil stroberi terbesar di Indonesia. Berastagi merupakan salah satu sentra penghasil stroberi di wilayah Sumatera Utara. Tabel 1 Luas Lahan Daerah Penghasil Stroberi di Indonesia Lokasi Sentra Stroberi Luas Lahan (Ha) Kab. Bandung, jawa Barat 184 Garut, Jawa Barat 160 Purbalingga, Jawa Tengah 60 Bedugul, Bali 40 Batu, Jatim 25 Berastagi, Sumut 60 Jumlah 529 Sumber : Hanif dan Ashari (2012) 1
2 Buah stroberi dihasilkan di daerah dataran tinggi Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Budidaya stroberi di Kabupaten Karo juga mengalami peningkatan begitupun juga dengan komoditas buah-buahan yang lain. Tabel 2 menunjukkan perkembangan produktivitas buah-buahan per komoditi di Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tabel 2 Perkembangan Produktivitas Buah-buahan per Komoditi Perkembangan Produktivitas Buah-buahan di Komoditi Kabupaten Karo Tahun 2008-2012 (Ton) 2008 2009 2010 2011 2012 Alpokat 235,17 235,00 94,00 121,61 110,51 Belimbing - - - - - Duku/Langsat 64,83 64,91 68,35 133,33 81,93 Durian 389,65 397,73 141,71 32,20 186,88 Jambu Biji 98,00 91,67 97,56 133,33 69,15 Jambu Air 157,78 166,25 53,85 145,16 37,38 Jeruk Siam 420,39 420,43 422,41 594,34 335,70 Mangga 251,22 251,91-195,57 123,29 Manggis 52,81 53,64-50,00 55,38 Nangka/Cempedak 330,00 75,00 78,50 240,38 106,87 Nenas 70,00 65,60 744,19 2.147,73 1.505,26 Pepaya 410,00 463,33 - - 444,44 Pisang 212,74 211,82 213,03 1.251,09 769,05 Rambutan 109,09 107,94 87,45 46,19 50,00 Salak - 43,33 192,61-210,53 Sawo 72,08 71,74 72,11 193,74 65,94 Sirsak - - - 258,62 214,29 Markisah 106,69 107,51 90,05 346,29 372,63 Melon - - - - 302,50 Semangka - - - - 70,00 Stroberi - 11,67 - - 37,38 Sumber : Dinas Kehutanan (2013) Stroberi merupakan buah non klimaterik yaitu dimana buah masih akan melakukan proses metabolisme seperti respirasi dalam bentuk segar, dengan begitu untuk menjaga mutu stroberi segar maka sebaiknya dilakukan pemasaran yang cepat. Hal ini terkait pada proses distribusi barang hingga sampai ke
3 konsumen, sehingga dengan melakukan proses distribusi barang dengan cepat akan dapat mengurangi terjadinya penurunan mutu buah stroberi (Mitcham, 1996). Stroberi merupakan salah satu jenis buah yang populer dan bernilai ekonomi tinggi. Namun, komoditas ini juga merupakan komoditas buah yang mudah rusak (perishable) dalam bentuk segar. Stroberi sangat mudah atau rentan terhadap kerusakan mekanis diakibatkan kulitnya yang tipis. Kulitnya yang tipis akan mempercepat terjadinya kehilangan air sehingga perlu dilakukan proses pemasaran yang cepat. Terdapat dua faktor penting yang dapat mempengaruhi jaminan mutu buah stroberi yaitu suhu dan kecepatan pemasaran buah stroberi (Mitcham, 1996). Menurut Mitcham (1996), suhu dapat meningkatkan proses respirasi buah stroberi selama proses metabolisme masih berlangsung, dengan begitu pemasaran yang cepat dapat mengurangi terjadinya peningkatan laju respirasi selama proses metabolisme buah stroberi berlangsung. Mitcham (1996) menyatakan bahwa ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi mutu buah stroberi segar yang meliputi: 1. Tingkat kematangan buah, umumnya di lihat dari persentase merah muda atau warna merah. 2. kesegaran buah stroberi, dapat dilihat dari persentase kadar airnya. 3. Tidak adanya kerusakan akibat kebusukan dan memar 4. Rasa yang ditentukan oleh kandungan gula, keasaman dan zat volatil yang terkandung di dalam buah stroberi. 5. Ukuran dan keseragaman buah stroberi.
4 6. Tidak adanya buah yang teksturnya lembek atau terlalu masak. 7. Harga dan ketersediaan buah stroberi Setelah dipanen buah stroberi masih akan mengalami proses pengangkutan dan penyimpanan, selama proses tersebut buah masih akan tetap melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat di dalam buah, selama proses metabolisme tersebut, maka cadangan makanan akan terus berkurang, akibat buah stroberi yang telah terpisah dari pohonnya. Akan tetapi, proses metabolisme buah stroberi yang dilakukan pada saat pascapanen tidak sama lagi dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya Produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi, proses panen sering menimbulkan pelukaan, seperti pada saat pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut, hambatan ketersediaan CO 2 dan O 2, hambatan suhu dan sebagainya. Produk pascapanen harus dipindahkan melalui beberapa sistem penanganan dan transportasi ke tempat lain seperti pasar supermarket atau langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin dalam kondisi kesegaran yang optimum (Utama, 2001). Oleh sebab itu serangkaian kegiatan metabolisme buah stroberi pascapanen akan memicu penurunan mutu dan nilai nutrisi dari buah stroberi yang terkandung didalamnya. Willes (2000) menyatakan bahwa secara fisiologis, buah-buahan yang telah dipetik dari tangkainya masih tetap hidup karena buah-buahan tersebut masih akan melakukan kegiatan respirasi dan transpirasi untuk menghasilkan energi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Oleh karena itu, komposisi
5 dan kualitas buah-buahan ikut mengalami perubahan juga (Utama, 2001). Pada akhirnya produk yang demikian tersebut akan dipasarkan di pasar supermarket kepada konsumen sebagai produk farm fresh (Utama, 2001). Perubahan fisiologis yang tidak terkontrol dengan baik akan mempercepat proses penurunan mutu yang akan berakhir dengan penuaan jaringan hingga kebusukan (Aked, 2000). Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi, dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat memperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O 2 atau meningkatkan konsentrasi CO 2 (Utama, 2001). Buah stroberi yang dikenal sebagai buah bernilai ekonomi tinggi terkait bentuk, warna, serta kandungan gizinya yang bermanfaat sehingga harga buah stroberi di katakan cukup tinggi jika dibandingkan dengan jenis buah lainnya (Soemadi, 1997). Maka dengan begitu diharapkan untuk produsen buah stroberi, pengepul, dan supermarket yang memasarkan buah stroberi dapat memperoleh keuntungan. Keuntungan dalam bidang agroindustri dapat juga dilihat dari seberapa besar added value (nilai tambah) yang dihasilkan. Peningkatan nilai tambah dalam agroindustri dapat dilakukan dengan beberapa langkah yaitu: penerapan bioteknologi baru kedalam proses pengolahan bahan makanan, restrukturisasi sistem distribusi dan pemasaran, globalisasi sumberdaya yang dapat menurunkan biaya total bahan baku keahlian, pengolahan dan pengiriman produk akhir kepada konsumen (Hidayat, 2012).
6 Berdasarkan paparan latar belakang di atas maka penulis ingin melakukan analisis terkait adanya penurunan mutu stroberi segar pascapanen selama proses distribusi pada tingkatan hari dengan menggunakan dua model transportasi yaitu mobil dan bus dari Desa Dolat Rayat hingga ke Medan yang sebelumnya telah melewati proses pengumpulan hasil dan grading di petani. Kemudian akan menghitung persentase added value yang diterima oleh setiap pemasok buah stroberi yaitu petani, pengepul, dan supermarket dengan menggunakan dua model transportasi yaitu mobil dan bus yang diasumsikan akan memilki cost yang berbeda. Dimana mutu suatu komoditas dapat dibedakan menjadi mutu pemasaran, mutu penyimpanan, mutu pengangkutan, mutu pengolahan, mutu gizi, dan mutu tampilan (Winarno, 1986 dan Kader, 1992). Penelitian ini akan menganalisis perubahan mutu dan added value dari segi pengangkutan (transportasi). 1.2 Rumusan Masalah Desa Dolat Rayat, kabupaten Karo merupakan salah satu sentra penghasil buah stroberi segar yang di pasok ke supermarket yang ada di Medan. Buah stroberi termasuk salah satu komoditas yang sangat potensial untuk dikembangkan karena kandungan nutrisinya yang banyak. Buah stroberi pada proses pascapanen masih melakukan serangkaian proses seperti pengumpulan hasil, grading, pengangkutan, dan pemasarn. Dalam serangkaian proses tersebut buah masih melakukan proses metabolisme seperti respirasi dan transpirasi yang akan berpengaruh terhadap mutu buah stroberi segar sebelum sampai ke konsumen. Desa Dolat Rayat masih belum melakukan proses pascapanen yang
7 tepat untuk buah stroberi segar, sehingga akan terjadi kemunduran mutu selama proses pascapanen buah stroberi sebelum sampai ke konsumen. Petani di Desa Dolat Rayat juga belum mengetahui seberapa besar pengaruh kandungan nutrisi buah stroberi terhadap perlakuan di saat proses pengangkutan terhadap komoditi (buah stroberi) yang akan dipasarkan. Petani belum mengetahui transportasi seperti apa yang layak untuk dijadikan alat pengangkutan stroberi yang dikirim dari Desa Dolat Rayat menuju Medan, sehingga stroberi tidak mengalami proses kerusakan yang lebih cepat. Buah stroberi mempunyai umur simpan pendek, dimana produk hortilkultura ini sangat mudah rusak baik karena faktor lingkungan maupun kerusakan kerusakan mekanis yang dapat meurunkan mutu buah stroberi yang sebagian besar kerusakan dikarenakan faktor distribusi yang tidak baik atau belum memenuhi standar mutu untuk buah stroberi 1.3 Batasan Penelitian Batasan Penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini tidak dilakukan pada saat musim penghujan di lokasi penelitian dikarenakan musim penghujan, buah stroberi tidak tumbuh dengan baik dan menghasilkan mutu yang kurang baik seperti ukuran buah stroberi yang kecil. 2. Mutu stroberi yang di analisa berdasarkan parameter yang diberikan oleh pihak supermarket di Medan. 3. Analisa dilakukan pada tingkatan hari pertama hingga hari ke enam.
8 4. Sampel buah stroberi yang akan dianalisa stroberi Varietas Dorit (Fragaria ananassa var. Dorit) yang berasal dari Desa Dolat Rayat, kecamatan Dolat Rayat, kabupaten Karo, Sumatera Utara. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis perubahan mutu stroberi segar dari Desa Dolat Rayat (Fragaria ananassa var. Dorit) selama proses distribusi pada tingkatan hari. 2. Mendapatkan solusi penanganan yang dapat digunakan untuk mengurangi penurunan mutu buah stroberi segar (Fragaria ananassa var. Dorit) selama proses distribusi. 3. Mengetahui added value penjualan stroberi yang diterima di setiap tingkatan hari pada transportasi mobil dan bus. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah dapat: 1. Diketahui perubahan perubahan mutu stroberi segar Varietas Dorit (Fragaria ananassa var. Dorit) dari Desa Dolat Rayat selama proses distribusi pada tingkatan hari. 2. Diketahui solusi penanganan buah stroberi segar (Fragaria ananassa var. Dorit) untuk mengurangi penurunan mutu buah stroberi selama proses distribusi. 3. Diketahui added value penjualan buah stroberi segar di petani, pengepul, dan supermarket
9 1.6 Keaslian penelitian Beberapa penelitian terkait analisis mutu buah stroberi segar dengan analisis mutu fisik dan kimia yang pernah dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah Husna (2013). Penelitian terkait mutu buah stroberi (Fragaria Sp) dengan sampel stroberi yaitu Varietas Holibert yang diambil dari daerah Sleman, Yogyakarta. Sampel Varietas Holibert ini dipasok dari dari kebun stroberi yang ada di Desa Barudua, Malangbong, Garut, Jawa Barat. Dengan membandingkan mutu buah stroberi dari pasar tradisional dan pasar modern, untuk perlakuan yang dilakukan adalah pada dua kondisi penyimpanan yang berbeda yaitu pada show case dengan kisaran suhu 8 10 C dan pada suhu ruang berkisar 27 29 C. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan membandingkan karakteristik mutu buah stroberi Varietas Holibert yang berada di pasar tradisional dan pasar modern berdasarkan standar FFV-35 dari UNECE (United Nations Economic Commision For Europe) dan standar Kemenristek (Kementrian Riset dan Teknologi) yang berlaku di Indonesia, dengan menggunakan SPC (Statistical Proces Control) sehingga diketahui karakteristik mutu buah stroberi yang ada di Indonesia khususnya stroberi Varietas Holibert dari Garut, Jawa Barat. Penelitian selanjutnya adalah Agustina (2013) melakukan analisis mutu buah stroberi segar pada parameter mutu fisik dan kimiawi dengan Varietas yang sama yaitu Varietas Holibert. pada buah stroberi yang telah dikemas dengan plastik jenis PET (polyethylene terephtalate) dengan pendekatan metode Taghuci, penelitian ini dilakukan pada dua jenis penyimpanan yaitu: pada 7 hari di show case dengan kisaran suhu 8 10 C dan pada suhu ruang berkisar 27 29 C. Adanya
10 kemasan PET berguna untuk mempermudah untuk proses penanganan buah stroberi segar, akan tetapi pengaruh kemasan terhadap kondisi fisik dan kimiawi kurang begitu diperhatikan, penelitian ini terkait kondisi fisik dan kimiawi, dan biologis selama penyimpanan. Metode Taghuci pada penilitian ini digunakan untuk mendapatkan setting yang paling sesuai terhadap kemasan PET pada buah stroberi. Dengan metode Taghuci ini akan diketahui langkah-langkah pengemasan sebelum stroberi disimpan ke dalam kemasan plastik PET.