BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

BAB III. FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata kunci: analisa moda dan efek kegagalan, pakan ternak, pengendalian kualitas, mix up

MODEL ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS SPREADSHEET UNTUK ANALISIS RESIKO RANTAI PASOK BAHAN BAKU (Studi kasus PTEI)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK MELALUI ANALISIS JENIS CACAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FMEA PADA PT XYZ

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

MATERI VI DIAGRAM SEBAB AKIBAT DIAGRAM PARETO. By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab.

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DALAM UPAYA MENURUNKAN TINGKAT KEGAGALAN PRODUK JADI

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA KERUSAKAN KOMPONEN ENGINE ARROWVRG TYPE 330 TA DENGAN MENGGUNAKAN METODE FMEA

BAB III METODE PENELITIAN

Statistical Process Control

ANALISIS PENYEBAB KECACATAN PADA SAAT PROSES ASSEMBLY PEMASANGAN KOMPONEN MESIN MOTOR BERJENIS K15 DENGAN METODE FMEA PADA PT XYZ

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

ANALISA DAMPAK KEGAGALAN PROSES PRODUKSI TERHADAP KERUSAKAN PRODUK BAN DENGAN METODE FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat.

ABSTRACT. Keywords : Process improvement, Failure Modes & Effect Analysis, Vehicle Lights FMEA.

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Semester Genap tahun 2007/2008

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

DAFTAR ISI. ABSTRAK...i. KATA PENGANTAR ii. DAFTAR ISI..iv. DAFTAR TABEL viii. DAFTAR GAMBAR.ix. DAFTAR LAMPIRAN..x. 1.1 Latar Belakang Masalah..

Bab III. Metodologi Penelitian. digunakan dalam penyelesaian masalah pada PT. Calvin Metal Products.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

7 Basic Quality Tools. 14 Oktober 2016

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PT. Automatic Carwash TITLE : SUPERVISOR DOCUMENT NO. : REV.: 00 DATE : GRADE : Page 1 of 10

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Perancangan Analisa Risiko pada Sistem ISO 9001:2015 di PT. X

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA RESIKO DALAM USAHA MENGELOLA FAKTOR RESIKO SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS DAN KUANTITAS PRODUK JADI

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN:

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Ogbo (2014, p.5), jenis-jenis inventori terbagi menjadi 3, yaitu Raw Material, Work In Process dan Finished Goods.

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA

REDUCING DEFECTS AND COSTS OF POOR QUALITY OF WW GRAY ROYAL ROOF USING DMAIC AND FMEAP (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS PROCESS)

PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Tabel 4.1 Hasil Skor RPN. No. Moda Kegagalan (Failure Mode) Skor RPN

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut :

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Kerja Perancangan kerja merupakan disiplin ilmu yang dirancang untuk memberikan pengetahuan mengenai prinsip dan prosedur yang harus dilaksanakan dalam upaya memahami hal-hal yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi. (Sritomo, 2006, p.103). Salah satu upaya perbaikan dalam perancangan kerja adalah penyederhanaan kerja yang merupakan landasan yang penting saat melakukan analisis desain kerja. Penyederhanaan kerja bertujuan mencari cara kerja yang lebih mudah, lebih cepat, lebih efisien dan menghindari pemborosan-pemborosan material, waktu, tenaga dan lain-lain. (Sritomo, 2006, p.104) menjelaskan pelaksanaan penyederhanaan kerja dalam lima langkah sebagai berikut : 1. Pemilihan kegiatan kerja yang diperbaiki. 2. Pengumpulan dan pencatatan data atau fakta. 3. Analisa terhadap langkah-langkah kerja. 4. Usulan dan pengujian alternatif metoda kerja yang lebih baik. 5. Aplikasi dan evaluasi metode kerja baru. 2.2 Perencanaan Kerja Untuk mencapai target dan tujuan yang telah ditetapkan maka perlu dibuat perencanaan dalam melakukan kerja. (Sritomo, 2006, p.334) mendefinisikan perencanaan yaitu Perencanaan adalah proses untuk menetapkan kearah mana kegiatan harus ditujukan dengan mengidentifikasikan segala prasyarat dan kondisi agar bisa sampai ketempat tujuan tersebut dengan cara dan usaha yang paling efektif dan efisien. Agar perencanaan dapat efektif dan efisien, maka segala aktivitas kerja harus dikoordinasikan dalam sebuah manajemen yaitu proses pengorganisasian. Proses pengorganisasian ini setiap aktivitas akan diatur dan dilaksanakan berdasarkan pada fungsi-fungsi kerja yang diformulasikan dari deskripsi kerja (job description). Tahap selanjutnya apabila pengorganisasian telah selesai adalah tahap pelaksanaan kegiatan dan pengarahan. Tahapan ini berkaitan erat dengan masalah-masalah komunikasi, koordinasi, motivasi dan sebagainya. Namun dalam pelaksanaan kegiatan harus tetap terarah pada target sasaran yang akan direncanakan walaupun selama pelaksanaan akan selalu ada hambatan-hambatan yang mengarah kepada penyimpangan dari target sasaran yang ingin dicapai sehingga fungsi pengawasan dan pengendalian penting untuk dilakukan secara rutin sebagai langkah evaluasi apabila terjadi penyimpangan dari target yang telah ditetapkan selama kegiatan kerja berlangsung. 5

6 2.3 Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram atau Fisbone Diagram) Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menganalisa persoalan dan faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Dengan demikian diagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab persoalan. Berkaitan dengan proses secara statistik, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakter kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. (Iskandar, 2008) Diagram sebab akibat sering juga disebut Ishikawa Diagram karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943 di pabrik Kawasaki Steel Works. Diagram sebab akibat sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan. Pada dasarnya (Iskandar, 2008) juga menjelaskan diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut: Untuk menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. Untuk memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang perlu dikumpulkan. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Diagram sebab akibat terutama berguna dalam tahap perencanaan (plan) dari siklus PDCA karena dapat membantu mengidentifikasi sebab-sebab proses yang mempunyai peranan bagi timbulnya efek yang dikehendaki oleh pelanggan. Diagram sebab akibat ini juga dapat diterapkan pada organisasi, baik manufaktur maupun jasa. Sumber: Sritomo, 2006, p.269 Gambar 2.1 Diagram Fishbone

7 2.3.1 Langkah-Langkah Pembuatan Diagram Sebab Akibat (Iskandar, 2008) menerangkan langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat antara lain: Menentukan dahulu apa yang menjadi masalah atau penyimpangan yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat. Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas, kemudian gambarkan tulang belakang (anak panah dari kiri ke kanan) dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang menimbulkan masalah sebagai tulang besar (yang ditulis hanyalah kemungkinan yang bersifat garis besar atau kelompok suatu sumber daya tertentu), juga tempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor yaitu: manusia, mesin atau alat, material, metode dan lingkungan. Dari penggolongan kemungkinan sebab secara garis besar, kemudian dijabarkan secara lebih rinci (penyebab sekunder) dinyatakan, dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran sedang. Lalu penyebab-penyebab tersier yang dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktorfaktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap masalah utama. Langkah terakhir adalah memeriksa apakah setiap item dalam diagram mempunyai hubungan sebab akibat secara signifikan. 2.3.2 Manfaat Diagram Sebab Akibat (Iskandar, 2008) juga menerangkan manfaat diagram sebab akibat yaitu: Membuat diagram sebab akibat merupakan suatu pendidikan dimana seseorang akan berlatih dan berpikir apa hubungan sebab dan akibat terhadap kualitas suatu proses atau kegiatan. Diagram ini adalah sebagai pembantu (guide) dari diskusi secara sistematik. Dan kesimpulan dari diskusi dengan cepat dapat ditarik. Diperolehnya suatu inventarisasi kemungkinan sebab yang menimbulkan suatu akibat. Diagram ini juga akan menunjukkan tingkat teknologi dari suatu organisasi atau pabrik. Hal ini terlihat dari sebab-sebab yang mungkin, misalnya tingkat presisi alat, tingkat keterampilan dan sebagainya. Diagram ini juga bisa dipakai untuk berbagai keperluan yang tidak hanya untuk kualitas, namun juga kuantitas dan sebagainya.

8 2.4 Diagram Pareto Diagram ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dari Italia bernama VILPREDO PARETO (1848-1923). Diagram pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebabpenyebab yang dominan atau yang seharusnya pertama kali diatasi, maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan atau tindakan koreksi pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa akibat atau pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Kegunaan dari diagram pareto adalah: Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan kumulatif secara keseluruhan. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada daerah yang terbatas. Menunjukkan perbaikan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah perbaikan. (Sritomo, 2006, p.272) Sesuai dengan konsep Pareto (pembagian 80 : 20), berlaku hal-hal sebagai berikut: 80% dari sales dihasilkan oleh 20% jumlah salesman. 80% income RI dihasilkan oleh 20% jumlah jenis mata pencaharian produk. 80% dari kesalahan yang terjadi di organsasi dilakukan oleh 20% dari seluruh karyawan. Dalam kehidupan sehari-hari, analisis dan diagram pareto atau yang biasa disebut dengan diagram prioritas, digunakan dalam memilih prioritas masalah yang dampaknya paling besar, yaitu lebih kurang 80%, yang disebabkan oleh lebih kurang 20% faktor penyebab, sesuai dengan hukum pareto. (Iskandar, 2008) Sumber: Iskandar, 2008 Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto

9 2.4.1 Tipe-Tipe Diagram Pareto 1. Diagram Pareto yang menunjukkan akibat suatu masalah atau fenomena, diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada. Contoh fenomena antara lain: Kualitas; jumlah kerusakan, cacat, kesalahan, keluhan,produk yang dikembangkan dan perbaikan. Biaya; jumlah kerugian,pemborosan biaya, biaya stock, biaya bunga. Penyerahan (delivery); Keterlambatan pengiriman, keterlambatan pembayaran. Keamanan; jumlah kecelakaan, kekeliruan kerja, gangguan dan lainlain. 2. Diagram Pareto yang menunjukkan penyebab-penyebab suatu masalah, diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses yang dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada. Contoh penyebab, antara lain: Operator; giliran kerja (shift), kelompok kerja, umur karyawan, pengalaman, keterampilan, dan sifat individual. Mesin; perlengkapan, peralatan, organisasi, instrument, dan mesinmesin. Bahan baku; jenis bahan baku, pembuatan bahan baku, dan pabrik bahan baku. Metode kerja; kondisi kerja, order kerja, metode operasi, sistem pengaturan. (Iskandar, 2008) 2.4.2 Langkah-Langkah Pembuatan Diagram Pareto Proses penyusunan diagram pareto menurut (Sritomo, 2006, p.272) yaitu: 1. Kelompokkan masalah yang ada dan nyatakan hal tesebut dalam angka yang bisa terukur secara kuantitatif. 2. Atur masing-masing penyebab atau masalah yang ada sesuai dengan pengelompokan yang dibuat. Pengaturan dilaksanakan berurutan sesuai dengan besarnya nilai kuantitatif masing-masing. 3. Buatlah grafik garis secara kumulatif atau berdasarkan persentase penyimpangan terbesar sampai terkecil diatas kolom grafik. 2.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 2.5.1 Pengertian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA (failure mode and effect analysis) adalah metode sistematik untuk mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah pada produk dan proses. FMEA fokus pada pencegahan defects atau masalah, peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja atau safety dan meningkatkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction). (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009)

10 2.5.2 Sejarah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA pertama kali digunakan pada industri penerbangan pada pertengahan tahun 1960 dan fokus secara spesifik pada aspek keselamatan atau safety. Kemudian setelah itu FMEA berkembang menjadi alat atau metode untuk meningkatkan aspek safety, khususnya pada proses kimia di industri. Tujuan dari peningkatan safety di industri adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan (accidents) dan kejadian atau peristiwa (incidents). Pada industri otomotif, FMEA digunakan sebagai metode untuk meningkatkan kualitas (quality improvement tool). (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009). 2.5.3 Tujuan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Tujuan FMEA adalah untuk mencegah terjadinya masalah pada pada produk dan proses. Dengan menggunakan desain dan proses manufaktur, maka hal tersebut akan mengurangi biaya dengan cara mengidentifikasi terutama pada peningkatan produk dan proses yang tidak membutuhkan banyak biaya dan mudah untuk dilakukan. (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009) 2.5.4 Tipe FMEA (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009) Tipe FMEA ada dua jenis yaitu product atau design FMEA dan process FMEA. Kedua tipe ini sama-sama menggunakan skala severity, occurrence dan detection. Definisi dari skala tersebut masing-masing dari ketiganya dapat berbeda. Banyak perusahaan yang menggunakan definisi yang dibuat sendiri yang dibuat perusahaan tersebut untuk kegiatan proses FMEA maupun desain FMEA. Penjelasan desain FMEA dan proses FMEA yaitu: 2.5.4.1 Product atau Design FMEA Produk atau desain FMEA digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kegagalan dari produk (product malfunctions), faktor safety atau safety hazards atau umur pemakaian produk yang pendek. Contoh dari desain FMEA misalnya air bag pada sebuah mobil tidak mengembang sesuai fungsinya ( ketika terjadi tabrakan) atau cat pada mobil yang terjadi masalah yang tidak semestinya saat pemakaian mobil baru di tahun ketiga atau keempat. Desain FMEA fokus kepada identifikasi bagaimana kegagalan dapat terjadi. (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009) 2.5.4.2 Process FMEA Proses FMEA digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan produk dan proses manufaktur. Contoh dari proses FMEA yaitu terjadi salah pasang pada proses perakitan komponen kendaraan, dan pada industri kimia yaitu sumber potensi kegagalan ada pada suhu atau temperatur dan waktu saat dip roses atau mixing time sehingga produk yang dihasilkan tidak bisa digunakan. Untuk membantu proses FMEA dapat digunakan lima elemen dari proses yaitu: manusia, material, alat, metode dan lingkungan. Proses FMEA fokus kepada bagaimana kegagalan dapat berdampak kepada produk, efisiensi proses atau aspek safety. (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009)

2.5.5 Langkah Dasar Pengerjaan Proses FMEA. Menurut McDermott, Mikulak, & Beauregard (2009) menerangkan langkah-langkah dasar pengerjaan failure mode and effect analysis (FMEA) yaitu: 1. Mengidentifikasi proses atau produk. Tim yang akan mengidentifikasi proses yang akan dianalisa, dapat mempertimbangkan diagram proses (flowchart) untuk memudahkan identifikasi proses FMEA.. 2. Menganalisis kemungkinan setiap potensi mode kegagalan (potential failure mode) yang berpotensi dapat terjadi. 3. Menganalisis efek yang ditimbulkan dari terjadinya setiap potensi kegagalan (potential failure mode). 4. Menentukan peringkat atau ranking dari severity, occurrence, dan detection dengan skala penilaian dari 1 sampai 10. 5. Menghitung nilai Risk Priority Number atau RPN pada setiap potensi mode kegagalan (potential failure mode) dengan cara sebagai berikut : Risk Priority Number = Severity x Occurrence x Detection 6. Membuat daftar prioritas perbaikan untuk memperbaiki atau mencegah terjadinya potensi mode kegagalan (potential failure mode). (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009) 7. Membuat analisis usulan perbaikan (recommended action). 11

12 Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Severity Ranking Kriteria Penilaian Severity 1 Efek serius tidak ada atau dapat diabaikan. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Efek serius yang ditimbulkan berpotensi ringan. Efek serius yang ditimbulkan berpotensi sedang. Efek serius yang ditimbulkan berpotensi tinggi. Efek serius yang ditimbulkan berpotensi sangat tinggi Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Occurrence Ranking Kriteria Penilaian Occurence 1 Kemungkinan potensi mode kegagalan sangat jarang terjadi 2 3 4 5 6. 7 8 9 10 Kemungkinan potensi mode kegagalan cukup jarang terjadi Kemungkinan potensi mode kegagalan biasa terjadi Kemungkinan potensi mode kegagalan sering terjadi Kemungkinan potensi mode kegagalan sangat sering terjadi Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Detection Ranking Kriteria Penilaian Detection 1 Metode kontrol deteksi sangat efektif untuk mendeteksi. 2 3 4 5 6. 7 8 9 10 Metode kontrol deteksi efektif untuk mendeteksi. Metode kontrol deteksi cukup efektif untuk mendeteksi. Metode kontrol deteksi tidak efektif untuk mendeteksi. Metode kontrol deteksi sangat tidak efektif untuk mendeteksi.

2.5.6 Deskripsi Pengisian Tabel FMEA Chrysler LLC, Ford Motor Company, & General Motors Corporation, (2008) menerangkan deskripsi pengisian pada tabel proses failure mode and effect analysis (FMEA) yaitu sebagai berikut: 1. FMEA Number : Digunakan sebagai cara untuk mengontrol dokumen FMEA dan terdapat angka dan huruf sebagai identitas dokumen FMEA. 2. Item : terdiri dari nama dan nomor, dengan memasukkan data nama dan nomor maka akan diproses oleh sistem. 3. Process Responsibilty : terdiri dari OEM (Original Equipment Manufacturer), perusahaan atau organisasi dan departemen atau grup. Dan juga organisasi supply atau supplier jika ada. 4. Model Year(s) atau Program(s) : terdiri dari tahun model dan program atau yang lainnya jika ada. 5. Key Date : yaitu batas akhir pengerjaan proses FMEA dimana tidak boleh melewati batas pengerjaan dari jadwal produksi karena proses FMEA berhubungan dengan pelanggan (customer). 6. FMEA Date : yaitu tanggal resmi dari proses FMEA yang telah selesai dikerjakan dan yang paling update atau yang paling baru. 7. Core Team : terdiri dari beberapa anggota dari tim yang bertanggungjawab dalam pengerjaan proses FMEA. Dan terdiri dari nama anggota tim, perusahaan, nomor telepon dan email. 8. Prepared By : yaitu terdiri dari nama, perusahaan, dan nomor telepon dari pemimpin tim atau ketua tim yang bertanggungjawab mempersiapkan proses FMEA. 9. Process Step atau Process Function : Process step merupakan identifikasi dari proses yang akan dianalisa dan diurutkan dengan nomor proses. Proses ini juga dapat diperoleh dari diagram aliran proses (flow process diagram) untuk memudahkan dalam hubungan dengan yang lain seperti control plan dan lain-lain. Process function merupakan tujuan dari setiap proses pengerjaan yang kan dianalisa. Analisis resiko berupa tujuan proses yang jelas dan lengkap diperlukan agar tujuan proses dapat lebih spesifik (requirement) untuk diketahui. Requirement merupakan kolom khusus (optional) untuk deskripsi tujuan proses yang lebih jelas dan lengkap. 10. Potential Failure Mode : yaitu potensi kegagalan yang dapat terjadi pada proses requirement, dengan asumsi incoming material sudah tepat atau tidak dipengaruhi kualitas dari incoming material. Potensi kegagalan ini diasumsikan mungkin dapat terjadi dengan analisa dari teknis. 11. Potential Effect(s) of Failure : merupakan efek yang didapatkan dari kegagalan yang terjadi. Efek yang ditimbulkan ini dari hasil analisa teknis berdasarkan pengalaman dan juga dapat diperoleh dari keterangan pejelasan dari pelanggan (customer). Ada beberapa analisa yang perlu dianalisis apakah potensi kegagalan ini berpengaruh terhadap: 13

14 Pada operator atau equipment : apakah dengan adanya penyebab kegagalan ini adalah merupakan penyebab utama yang dapat membahayakan kerja dari operator, misalnya operator tidak dapat menjalankan fungsi kerjanya dengan baik dan benar. Dan juga pada equipment misalnya pada penggunaan tool yang menjadi cepat rusak atau aus. Pada end user atau customer (efek tidak langsung): merupakan efek dari potensi kegagalan yang dapat timbul dan berpengaruh terhadap end user namun efek belum langsung sampai ke end user atau customer atau masih dapat dicegah sebelum sampai ke customer dengan analisis dari teknis dan pengalaman ataupun keterangan spesifikasi dari end user. Misalnya terjadinya kebocoran (water leak) pada product dan lain-lain. Pada end user atau customer (efek langsung) : yaitu efek dari potensi kegagalan yang terjadi dan berpengaruh langsung terhadap end user atau customer misalnya produk cacat dapat ditemukan atau diterima oleh end user sehingga hal ini dapat mengakibatkan line shutdown, product 100% scrapped dan lain lain. 12. Severity : yaitu nilai keseriusan dari efek yang ditimbulkan dari potensi mode kegagalan yang terjadi. 13. Classification : kolom classification berfungsi untuk menampilkan priortitas tertinggi dari potensi atau penyebab kegagalan yang dapat terjadi dan dibutuhkan sebagai informasi tambahan saat pelaksanaan oleh engineering. Kolom ini juga berguna untuk proses kontrol yang terdapat informasi tentang produk khusus atau karakteristik proses seperti nilai kristis dan sebagainya. Informasi ini juga dapat diperoleh dari customer specific requirement. 14. Potential Cause(s) of Failure Mode : yaitu penyebab potensi kegagalan yang menjelaskan bagaimana kegagalan dapat terjadi dan merupakan sesuatu yang dapat dikontrol atau dicegah. Setiap penyebab potensi kegagalan harus digambarkan dengan jelas dan lengkap. Hanya spesifik kesalahan yang dapat ditulis misalnya seal axle housing bocor akibat landasan pallet yang digunakan dan sebagainya. Bila karena dari kesalahan terdapat pada operator misalnya operator salah memasang tooling, maka penyebab kegagalan tersebut tidak perlu ditulis. 15. Occurrence : yaitu kemungkinan potensi mode kegagalan yang dapat terjadi. Estimasi kemungkinan yang terjadi berupa skala ranking dari 1 sampai 10. Occurrence didasarkan pada frekuensi kejadian kegagalan yang terjadi berupa angka kejadian atau berapa banyak kejadian dari potensi mode kegagalan yang terjadi. Jika tidak ada data statistik atau data berupa angka maka dapat digunakan data subjektif menggunakan data huruf atau kata yang berupa gambaran atau deskripsi untuk menentukan ranking atau peringkat dari occurrence. 16. Current Process Control : merupakan gambaran atau deskripsi dari proses kontrol saat ini. Ada dua tipe proses kontrol yaitu prevention dan detection. Prevention berarti mengeliminasi atau mencegah terjadinya penyebab dari kegagalan atau mengurangi frekuensi kejadian dari occurrence. Detection berarti mengidentifikasi atau mendeteksi penyebab

15 kegagalan dan dapat dijadikan acuan untuk tindakan penanggulangan atau corrective action. Tipe prevention lebih baik digunakan dalam current process control karena berpengaruh pada ranking occurrence. Oleh karena itu kolom pada current process control ada dua yaitu kolom prevention dan kolom detection. Jika hanya satu kolom yang digunakan maka kolom tersebut maka dapat ditandai dengan P jika kolom diisi dengan tipe prevention atau D jika kolom diisi dengan tipe detection. 17. Detection : yaitu metode atau sistem untuk mendeteksi kegagalan (detection control). Jika kegagalan terjadi, maka prioritaskan proses kontrol yang ada supaya dapat mencegah efek langsung kepada customer yaitu dengan cara mengubah proses kontrol atau yang lainnya. Random quality checks tidak dapat mendeteksi kemungkinan dari potensi penyebab kegagalan dan tidak berpengaruh terhadap peringkat detection. 18. Determining Action Priorities : setelah proses identifikasi dari kegagalan dan efek dari mode kegagalan yang terjadi, mengetahui penyebab dan menganalisa proses kontrol yang ada dan menentukan peringkat skala untuk severity, occurrence dan detection, maka selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan mengambil tindakan yang akan dilakukan untuk mengurangi resiko. Karena terbatasnya sumber daya manusia, waktu, biaya, teknologi dan faktor lainnya, maka akan akan ditentukan prioritas terbaik untuk tindakan selanjutnya dengan pertimbangan dari faktor-faktor tersebut. Fokus utama dari tindakan selanjutnya yaitu berupa tindakan rekomendasi (recommended action) berdasarkan orientasi peringkat dari potensi mode kegagalan (potential failure mode) dengan ranking severity tertinggi. Jika severity pada failure mode berada di ranking 9 dan 10 maka akan diutamakan untuk mengurangi resiko dengan fokus pada perubahan design proses kontrol (current process control) selanjutnya yang akan menjadi recommended action. Untuk severity pada failure mode yang berada di ranking 8 ke bawah dan mempunyai ranking tertinggi pada skala occurrence atau detection, maka akan dipertimbangkan untuk menjadi prioritas tindakan selanjutnya. Ini semua merupakan tanggung jawab dari seluruh anggota tim untuk menentukan mengambil keputusan yang terbaik dalam prioritas tindakan yang akan dilakukan yang berpengaruh kepada eliminasi resiko untuk memberikan hasil terbaik kepada perusahaan maupun pelanggan (customer). 19. Risk Priority Number (RPN) : yaitu cara untuk mengetahui prioritas utama dalam melakukan tindakan selanjutnya adalah dengan menggunakan risk priority number yaitu RPN = Severity x Occurrence x Detection. Nilai RPN berada di rentang nilai 1 sampai 1000. Prioritas utama tetap ada pada nilai severity tertinggi dibandingkan dengan nilai RPN tertinggi. Item Severity Occurence Detection RPN A 9 2 5 90 B 7 4 4 112 Pada contoh diatas nilai RPN pada item B lebih tinggi dibandingkan nilai RPN pada item A. Namun prioritas utama tetap akan diberikan kepada item A karena mempunyai nilai severity 9 atau lebih tinggi dari nilai severity item B, meskipun nilai RPN item A lebih rendah dari nilai RPN item B.

16 20. Recommended Action : secara umum tindakan rekomendasi bertujuan untuk mencegah kegagalan terulang kembali. Karena itu tindakan rekomendasi lebih penting daripada tindakan untuk mendeteksi. Untuk mencegah kegagalan terulang kembali dengan cara tindakan rekomendasi adalah dengan menurunkan ranking atau peringkat dari severity, occurrence dan detection seperti penjelasan berikut ini: Untuk menurunkan peringkat severity : hanya dengan perubahan design atau revisi proses untuk mengurangi peringkat severity. Contohnya perubahan dari teknologi proses dapat dipertimbangkan untuk mengeliminasi severity. Untuk menurunkan peringkat occurrence : yaitu dengan perubahan atau revisi dari design dan proses. Seperti pada design perubahan dari proses kontrol sehingga dapat mengurangi peringkat occurrence. Untuk menurunkan peringkat detection : metode yang tepat untuk menurunkan peringkat detection adalah dengan menggunakan pembuktian kesalahan (error atau mistake proofing). Dengan mengetahui metode pembuktian kesalahan, maka akan lebih mudah selanjutnya untuk merancang ulang atau design ulang dari metode deteksi sebelumnya sehingga dapat mengurangi peringkat detection. 21. Responsibility and Target Competion Date : berisi informasi setiap nama anggota tim dan perusahaan yang bertugas melakukan atau menyelesaikan tindakan rekomendasi dan informasi tanggal selesai dilakukan. Pemimpin tim memastikan setiap rekomendasi tindakan telah tepat dilakukan. 22. Action Results : yaitu tindakan untuk mengidentifikasi hasil dari tindakan rekomendasi yang telah dilakukan dan pengaruhnya pada peringkat severity, ocuurence, detection dan RPN. 23. Action Taken and Competion Date : setelah tindakan rekomendasi dilakukan maka, berikan informasi pelaksanaan yang telah dilakukan dan informasi aktual tanggal selesai. 24. Severity, Occurrence, Detection and RPN : setelah tindakan rekomendasi telah selesai dilakukan maka akan ada perubahan dari peringkat severity, occurrence, detection dan RPN. Hasil dari tindakan rekomendasi yang dilakukan kemudian akan dihitung ulang untuk mendapatkan nilai RPN yang baru. Setiap perubahan peringkat pada severity, occurrence dan detection akan dievaluasi. Dan tindakan lebih lanjut dengan menganalisis ulang bila diperlukan dapat dipertimbangkan karena perbaikan harus dilakukan terus menerus.