Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

FENOMENA GAS RUMAH KACA

Kajian Penggunaan Faktor Emisi Lokal (Tier 2) dalam Inventarisasi GRK Sektor Energi

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi

Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Energi serta Indikator Energi - OEI 2014

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG RENDAH KARBON: PERBANDINGAN KASUS KOTA JAKARTA, YOGYAKARTA DAN SEMARANG

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

Workshop Low Carbon City

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI

OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

PERAN PLTN DALAM MENDUKUNG KOMITMEN PEMERINTAH UNTUK MENGURANGI EMISI CO2

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian Timur

OUTLOOK ENERGI INDONESIA : PROSPEK ENERGI BARU TERBARUKAN Indonesia Energy Outlook : New and Renewable Energy Prospect

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT

SISTEM INFORMASI MONITORING EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR INDUSTRI

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Peranan Energi Baru dan Terbarukan Dalam Penyediaan Energi Nasional Jangka Panjang (Outlook Energi Indonesia 2012)

KAJIAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR ENERGI

ISBN: Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PEMILIHAN STRATEGI ENERGI UNTUK MENDORONG PEMANFAATAN EBT DI SEKTOR TRANSPORTASI

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Studi Carbon Footprint dari Aktivitas Rumah Tangga di Kelurahan Limbungan Baru Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR

III. METODOLOGI PENELITIAN

RENCANA AKSI DAERAH (RAD) UNTUK PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

BAB IV. BASELINE ANALISIS

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

IKLIM. Dr. Armi Susandi, MT. Pokja Adaptasi, DNPI

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

Versi 27 Februari 2017

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

Studi Carbon Footprint Dari Kegiatan Industri Pabrik Kelapa Sawit

BERDASARKAN PRAKIRAAN PEMAKAIAN ENERGI DI INDONESIA TERHADAP DUNIA

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

BaB i Pendahuluan OutlOOk EnErgi indonesia 1

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini

BAB I PENDAHULUAN. produksi energi nasional, dimana menurut data Departemen Energi dan Sumber Daya

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2012 2030 Suryani Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta Email: suryanidaulay@ymail.com Abstract Acceleration of the National development of Indonesia will increase the use of energy included fossil fuels uses. Carbon emissions from the use of energy are projected to increase continuously as impact of the fossil fuels burning. Based on the report of the Second National Communication, in 2005, total GHG emissions in Indonesia reached 1.1 Gton CO 2 e. The energy sector accounted for 0.4 Gton CO 2 e or about 36% of total GHG emissions. This paper describes the energy supply in the period 2000-2011 increased from 764 million BOE in 2000 to 1,044 million BOE in 2011 with an average growth rate of 2.87% per year. Final energy consumption in the industrial sector does not take account of other petroleum products. In the base scenario, the total CO 2 e emissions produced in 2011 reached 511 million tons and increased to 1563 million tonnes in 2030 with a growth rate of 6.3% per year. The total CO 2 e emissions generated as a result of the production and transport of fuels called as fugitive emissions in 2011 reached 30.45 million tons of CO 2 e and increased to 37.78 million tonnes CO 2 e in 2015 and then showed a decline in 2030 to 33.42 million tons with an average growth rate of 0.5% per year. Keywords: fuel consumption, green house gass emissions, fugitive emissions 1. Pendahuluan Perubahan iklim global merupakan isu lingkungan yang telah menjadi mainstream dunia internasional. Emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi salah satu tolak ukur kinerja lingkungan seluruh kegiatan industri pada saat ini. Jenis, sumber, dan potensi emisi GRK di Indonesia beragam. Sumber emisi GRK terbesar berasal dari kebakaran gambut dan hutan, pembukaan lahan dan pembakaran bahan bakar fosil. Sumber-sumber lain adalah kegiatan pertanian, proses produksi industri dan penggunaan produk, proses degradasi biokimia limbah cair dan limbah padat dari kegiatan domestik (municipal waste) maupun industri (industrial waste), serta sumber fugitive yang berasal dari kegiatan gas flaring, gas venting, pembukaan lahan tambang, maupun proses pengolahan produk tambang. Menurut laporan resmi dariunited Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) gas rumah kaca mencakup gas-gas seperti: CO 2, CH 4, N 2 O, HFCs, PFCs, SF 6, NF 3, SF 5 CF 3, C 4 F 9 OC 2 H 5, CHF 2 OCF 2 OC 2 F 4 OCHF 2, CHF 2 OCF 2 OCHF 2, dan senyawa-senyawa halocarbon yang tidak termasuk dalam Protokol Montreal (CF 3 I, CH 2 Br 2, CHCl 3, CH 3 Cl, CH 2 Cl 2 ). Emisi GRK utama adalah CO 2, CH 4, N 2 O, HFCs, PFCs, dan SF 6. Jenis GRK yang diemisikan oleh sektor energi adalah CO 2, CH 4 dan N 2 O. Berdasarkan IPCC Guideline 2006, sumber emisi GRK dari sektor energi diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama, yaitu: a. Emisi hasil pembakaran bahan bakar b. Emisi fugitive pada kegiatan produksi dan penyediaan bahan bakar, dan c. Emisi dari pengangkutan dan injeksi CO 2 pada kegiatan penyimpanan CO 2 di formasi geologi. Dalam konteks inventarisasi GRK yang dimaksud dengan pembakaran bahan bakar adalah oksidasi bahan bakar secara sengaja 114

dalam suatu alat dengan tujuan menyediakan panas atau kerja mekanik kepada suatu proses. Penggunaan bahan bakar di industri yang bukan untuk keperluan energi namun sebagai bahan baku. proses (misal penggunaan gas bumi pada proses produksi pupuk atau pada proses produksi besi baja) atau sebagai produk (misal penggunaan hidrokarbon sebagai pelarut) tidak termasuk dalam kategori aktivitas energi. Emisi fugitive adalah emisi GRK yang secara tidak sengaja terlepas pada kegiatan produksi dan penyediaan energi, misalnya operasi flaring dan venting di lapangan migas, kebocorankebocoran gas yang terjadi pada sambungansambungan atau katup-katup (valves) pada pipa salur gas bumi dan gas CH 4 yang terlepas dari lapisan batubara pada kegiatan penambangan batubara. Makalah ini memberikan analisis tentang emisi gas rumah kaca jangka panjang di Indonesia akibat penggunaan bahan bakar sebagai energi final pada semua sektor termasuk pembangkit dan kilang. Selain itu juga dipaparkan analisis emisi gas rumah kaca untuk produksi serta pengangkutan bahan bakar yang terkait dengan emisi fugitive untuk tahun 2011-2030. 2. Kondisi Saat Ini Berdasarkan laporan Komunikasi Nasional Kedua, pada tahun 2005 total emisi GRK di Indonesia mencapai 1,1 Gton. Sektor energi menyumbang 0,4 Gton atau sekitar 36% dari total emisi GRK. Sebagai bagian dari tanggung jawab bersama antar Negara-negara di dunia, pada pertemuan G-20 di Pittsburgh September 2009 Pemerintah Indonesia mengeluarkan komitmen untuk menurunkan emisi GRK di Indonesia sebesar 26% pada tahun 2020 tanpa bantuan negara lain, dan 41% dengan dukungan internasional. Komitmen pengurangan emisi ini kemudian dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional penurunan GRK yang dikenal dengan RAN-GRK. Konsumsi energi final (termasuk biomasa) pada kurun waktu 2000-2011 meningkat dari 764 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 1.044 juta SBM pada tahun 2011 atau meningkat ratarata 2,87% per tahun. Konsumsi energi final tersebut tidak memperhitungkan other petroleum products di sektor industri. Pengurangan emisi GRK untuk sektor energi dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi baru terbarukan serta meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Kegiatan penyimpanan CO 2 di formasi geologi atau CCS (Carbon Capture and Storage) belum dilakukan di Indonesia dan kemungkinan besar belum akan dilakukan dalam waktu dekat. 2.1. Kondisi energi final per sektor Pangsa konsumsi energi final tahun 2000 adalah sektor rumah tangga (38,8%), industri (36,5%), transportasi (18,2%), lainnya (3,8%), dan komersial (2,7%). Komposisi ini berubah pada tahun 2011 menjadi industri (37,2%), rumah tangga (30,7%), transportasi (26,6%), komersial (3,2%), dan lainnya (2,4%) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Konsumsi energi final per sektor [1] 2.2. Kondisi Energi Final Per Jenis Konsumsi energi final menurut jenis selama tahun 2000-2011 masih didominasi oleh BBM (avtur, avgas, bensin, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar). Selama kurun waktu tersebut, total konsumsi BBM relatif konstan dengan kisaran 312-364 juta SBM, tetapi mengalami komposisi yang berbeda antara satu jenis BBM dengan jenis BBM lainnya. Pada tahun 2000, konsumsi minyak solar merupakan terbesar (42%) disusul minyak tanah (23%), bensin (23%), minyak bakar (10%), dan avtur (2%). Selanjutnya pada tahun 2011 urutannya berubah menjadi minyak solar dan biodiesel (46%), bensin (42%), avtur (6%), 115

minyak tanah (3%), dan minyak bakar (3%) seperti ditunjukkan pada Gambar 2. emisi CO 2 secara umum ditunjukkan dalam persamaan berikut ini. E = K x FE dengan: E = Emisi CO 2 (ton CO 2 ) K = Konsumsi bahan bakar (PJ) FE = Faktor emisi (ton CO 2 /PJ) Gambar 2. Konsumsi energi final per jenis [1] 3. Metodologi Perhitungan Dalam penghitungan emisi GRK, IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) telah menyusun metodologi standar untuk menghitung emisi di berbagai sektor. Emisi yang dibahas pada makalah ini adalah emisi di sektor energi akibat dari penggunaan bahan bakar, juga akibat dari produksi dan pengangkutan bahan bakar atau disebut dengan emisi fugitive. Metodologi berdasarkan IPCC tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: Tier-1, Tier-2 dan Tier-3 dan terus diperbaharui. Dalam makalah ini emisi GRK yang dipertimbangkan adalah CO 2, CH 4, N 2 O, menggunakan metode Tier-1 sesuai dengan rekomendasi Global Warming Potential berdasarkan UNFCCC (2002) untuk masingmasing gas rumah kaca yakni CH 4 berlaku hingga tahun 2012 diperhitungkan dengan faktor pengali sebesar 21, dan untuk N 2 O memiliki faktor pengali sebesar 310. Selanjutnya setelah tahun 2012 berdasarkan IPCC Revisi Global Warming Potential (Laporan Penilaian Ketiga IPCC, 2001) untuk CH 4 diperhitungkan dengan faktor pengali sebesar 23, dan untuk N 2 O dengan faktor pengali sebesar 296. Dalam menghitung emisi CO 2, CH 4, dan N 2 O formula yang digunakan adalah jumlah konsumsi bahan bakar fosil dikalikan dengan faktor emisi. Penghitungan konsumsi bahan bakar fosil dinyatakan dalam NCV (net calorific value / high heating value). Faktor emisi yang digunakan adalah faktor emisi Tier-1 default dari IPCC guideline tahun 2006. Proses penghitungan Selanjutnya untuk menghitung emisi fugitive adalah menggunakan metodologi Tier-1. 4. Proyeksi Penggunaan Energi, Produksi dan Pengangkutan Bahan Bakar Tahun dasar yang digunakan sebagai acuan dalam model adalah tahun 2011 dengan kurun waktu proyeksi 2012-2030 yang pertumbuhannya mengikuti kebutuhan energi. Pertumbuhan kebutuhan energi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk pertumbuhan penduduk diasumsikan mengikuti proyeksi dari Bappenas dan BPS, yaitu untuk tahun 2011-2030 rata-rata pertumbuhannya adalah sebesar 7% per tahun. Proyeksi emisi CO 2 dapat ditentukan berdasarkan pasokan energi primer maupun berdasarkan kebutuhan energi final. Dalam makalah ini yang akan dihitung adalah emisi CO 2, CH 4, dan N 2 O berdasarkan kebutuhan energi final. 4.1. Penggunaan Energi Final Sektoral Penggunaan energi di sektor industri akan mendominasi untuk jangka panjang. Peranan sektor transportasi sebagai penunjang pergerakan ekonomi juga terus meningkat mengikuti perkembangan industri. Pangsa sektor transportasi belum berubah dari tahun 2011 ke tahun 2015, namun kemudian berkembang pesat pada tahun 2030 menjadi 21% terhadap total kebutuhan energi final. Untuk sektor rumah tangga, dalam pemenuhan kebutuhan energi jangka panjang diprediksi terjadi penurunan pangsa konsumsi yang terutama diakibatkan karena berkurangnya penggunaan kayu bakar yang kurang efisien. Apabila pangsa konsumsi bahan bakar sektor rumah tangga di tahun 2011 sekitar 31% 116

menurun menjadi 26% di tahun 2015 dan kemudian terus turun menjadi 9% pada tahun 2030. Peranan sektor komersial di tahun 2011 sebesar 33 juta SBM kemudian meningkat drastis sebesar 125 juta SBM di tahun 2030 atau tumbuh sebesar 7,4% per tahun. Demikian juga dengan sektor lainnya berkembang dengan laju pertumbuhan sebesar 7,3% seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Proyeksi penggunaan energi final sektoral (juta SBM) [4] Sektor 2011 2015 2020 2025 2030 Industri 388 491 636 822 1.065 Transportasi 277 328 467 645 881 Rumah Tangga 320 311 323 336 352 Komersial 33 43 61 88 125 Lainnya 25 34 48 68 94 Total 1.044 1.207 1.535 1.960 2.518 Ditinjau dari jenis bahan bakar yang dimanfaatkan, BBM masih menjadi bahan bakar utama dalam kebutuhan energi nasional akibat penggunaan teknologi saat ini yang masih berbasis bahan bakar minyak terutama di sektor transportasi. Pemanfaatan BBM meningkat dengan laju pertumbuhan 6,1% per tahun. Penggunaan batubara dan gas juga meningkat cukup tinggi, yang banyak dimanfaatkan pada sektor industri. Tabel 2. Proyeksi total kebutuhan energi final menurut jenis bahan bakar (juta SBM) [4] Energi Final 2011 2015 2020 2025 2030 M. Diesel 165 195 272 388 501 Bensin 154 175 238 314 409 Biomasa 45 49 56 61 62 Kayu bakar 235 188 155 127 103 Batubara 145 140 199 275 422 Gas 121 196 209 221 232 Listrik 97 163 250 342 452 LPG 37 54 62 70 78 M. Bakar 10 6 5 4 4 Avtur 21 33 64 116 203 M. Tanah 12 2 2 3 3 Biosolar 2 6 22 38 48 Biopremium 0 0 0 1 1 Total 1.044 1.207 1.535 1.960 2.518 Teknologi berbasis listrik juga terus berkembang pesat dan terutama di sektor rumah tangga dan komersial. Oleh karena itu pemanfaatan listrik meningkat cukup tinggi dengan laju pertumbuhan 8,4% per tahun (lihat Tabel 2). 4.2. Penggunaan Energi untuk Pembangkit dan Kilang Konsumsi bahan bakar pembangkit listrik (PLN, IPP, dan PPU) pada tahun 2011 sebesar 405 juta SBM, meningkat di tahun 2015 menjadi 627 juta SBM dan di tahun 2030 meningkat menjadi 1557 juta SBM. Konsumsi bahan bakar pembangkit didominasi oleh batubara, diikuti oleh bahan bakar minyak dan gas. Sedangkan untuk kilang, konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan (own use) diasumsikan sebesar 8% dari produksi BBM yang dihasilkan (lihat Tabel 3). Tabel 3. Proyeksi total kebutuhan energi final untuk pembangkit, dan kilang (juta SBM) [4] 2011 2015 2020 2025 2030 Pembangkit 405 627 927 1.218 1.557 Kilang 28 29 38 48 48 3.3. Produksi dan Pengangkutan Bahan Bakar Pada tahun 2015, hampir seluruh kebutuhan gas untuk memenuhi permintaan domestik dipenuhi dari produksi dalam negeri, sementara kebutuhan gas pada tahun 2030 dipenuhi oleh gas hasil produksi dalam negeri, impor gas, serta CBM. Gas sintetik dari batubara berpotensi memasok kebutuhan gas di sektor industri dan pembangkit listrik. Dalam kurun waktu sekitar 19 tahun mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan meningkat terus dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 4,27% per tahun, sehingga mencapai lebih dari dua kali lipat, yaitu dari 1511 juta SBM pada tahun 2011 menjadi 3342 juta SBM pada 2030 seperti ditunjukkan pada Tabel 4 Dalam periode waktu tersebut, sebagian besar penggunaan batubara dalam negeri adalah untuk bahan bakar pembangkit listrik, sedangkan sisanya untuk bahan bakar pada industri seperti semen, logam, serta pulp dan kertas. 117

Tabel 4. Produksi dan pengangkutan bahan bakar gas dan batubara (juta SBM) [4] Katagori Komoditas 2011 2015 2020 2025 2030 Produksi Gas 509 540 480 336 296 Batubara 1511 1922 2305 2777 3342 Pengangkitan LPG 37 54 62 70 78 Gas 252 370 393 414 428 4. Hasil Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Dari proyeksi kebutuhan energi final menurut jenis bahan bakar, kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit dan kilang, produksi dan pengangkutan energi, maka dapat dihitung emisi gas rumah kaca dengan metoda Tier 1, IPCC. Pada perhitungan tersebut besaran konsumsi bahan bakar final, produksi energi dan pengangkutan dikalikan dengan default emisi pada IPCC. 4.1. Total Emisi Gas Rumah Kaca Total emisi GRK yang dihasilkan dari sektor energi pada tahun 2011 mencapai 511 juta ton CO 2 e dan meningkat mencapai 1563 juta ton CO 2 e pada tahun 2030 atau tumbuh laju pertumbuhan sebesar 6,1% per tahun. Seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Total emisi CO 2 e sektor energi berdasarkan energi final [1] Tiga sumber penghasil emisi GRK terbesar adalah pembangkit listrik, sektor industri, dan sektor transportasi. Produksi emisi GRK sektor rumah tangga, komersial, sektor lainnya relatif terbatas karena rendahnya konsumsi energi fosil. Emisi GRK yang diperhitungkan pada makalah ini termasuk didalamnya adalah kilang minyak. Produksi bahan bakar kilang minyak menghasilkan emisi GRK di tahun 2011 sebesar 12,84 juta ton CO 2 e dan di tahun 2030 meningkat sebesar 22,33 juta ton CO 2 e dengan laju pertumbuhan sebesar 3% per tahun. Sektor pembangkit menyumbang emisi CO 2 tertinggi di tahun 2011 sebesar 172,78 juta ton CO 2 dan meningkat di tahun 2030 sebesar 670,5 juta ton CO 2 dengan laju pertumbuhan sebesar 7,4% per tahun. Perhitungan emisi GRK tersebut dilakukan sesuai dengan metodologi Tier-1 IPCC 2006. Total emisi GRK tidak termasuk emisi GRK yang terjadi akibat konsumsi biofuel karena emisi yang terjadi dipertimbangkan pada sektor AFOLU (Agricultural, Forestry, and Others Land Use) dan dianggap nol dalam perhitungan ini. 4.2. Emisi CO 2, CH 4 dan N 2 O Gas rumah kaca yang dihitung adalah CO 2, CH 4, N 2 O. Gas rumah kaca yang menyumbang emisi terbesar adalah CO 2. Pada tahun 2011 gas rumah kaca CO 2 mencapai 509 juta ton CO 2 meningkat tajam di tahun 2030 sebesar 1561 juta ton CO 2 dengan laju pertumbuhan per tahun sebesar 6,2%. Selanjutnya untuk gas rumah kaca CH 4 di tahun 2011 menyumbang sebesar 1,50 juta ton CO 2 dan meningkat di tahun 2030 sebesar 1,57 juta ton CO 2 dengan laju pertumbuhan sebesar 0,2% per tahun, tetapi untuk gas rumah kaca N 2 O di tahun 2011 hanya sebesar 0,01 juta ton CO 2 dan di tahun 2030 sebesar 0,02 juta ton CO 2. Seperti ditunjukkan padatabel 5. Tabel 5. Proyeksi emisi CO 2, CH 4, dan N 2 O (juta ton CO 2 e) [1] GHG 2011 2015 2020 2025 2030 CO 2 509 678 901 1191 1561 CH 4 1,50 1,70 1,68 1,50 1,57 N 2 O 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 Total 511 679 903 1192 1563 Terjadi perubahan pola konsumsi BBM disebabkan oleh tingginya laju konsumsi bensin dan minyak solar oleh kendaraan bermotor, tingginya laju konsumsi avtur/avgas oleh pesawat udara, terjadinya diversifikasi energi di sektor industri, dan adanya program substitusi minyak tanah dengan LPG di sektor rumah tangga. 118

Berdasarkan jenis energi fosil yang dibakar dan menghasilkan emisi GRK, pada tahun 2011 emisi GRK terbesar adalah akibat pembakaran BBM. Konstribusi emisi dari pembakaran BBM secara bertahap akan digantikan oleh batubara akibat penggunaannya yang meningkat dengan cepat di pembangkit listrik dan industri. Emisi GRK akibat penggunaan gas bumi relatif terbatas selain karena faktor emisinya yang lebih rendah dari BBM apalagi batubara, juga disebabkan karena pertumbuhan kebutuhan gas bumi relatif terbatas sejalan dengan keterbatasan infrastruktur gas nasional. Pada tahun 2011, pangsa emisi GRK akibat pembakaran BBM mencapai 40%, disusul batubara (39%), gas bumi (19%), dan LPG (3%) Pada tahun 2030, kontribusi emisi GRK berubah menjadi batubara (56%), BBM (33%), gas bumi (9%), dan LPG (2%). Peningkatan penggunaan batubara karena bahan bakar batubara merupakan jenis energi yang murah dan mempunyai cadangan yang cukup besar. Pembangunan PLTU batubara yang cepat menyebabkan konsumsi batubara meningkat sangat tajam. Pangsa emisi GRK yang dihasilkan per jenis energi ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 5. Pangsa proyeksi emisi CO 2 e per jenis energi final [1] Indikator penting yang diperlukan dalam memprediksi emisi GRK di masa mendatang adalah emisi CO 2 e per kapita dan CO 2 e per PDB. Pada tahun 2011 CO 2 e per kapita untuk skenario dasar diprakirakan sebesar 1,019 ton CO 2 e per kapita dan meningkat menjadi 3,215 ton CO 2 e per kapita pada tahun 2030 atau meningkat rata-rata 6,2% per tahun. Sedangkan emisi CO 2 e per PDB di tahun 2011 sebesar 0,100 ton CO 2 e per juta Rupiah dan meningkat di tahun 2030 sebesar 0,108 ton CO 2 e per juta Rupiah atau meningkat rata-rata sebesar 0,4% per tahun. 4.3. Emisi Fugitive Berdasarkan skenario dasar, total emisi GRK yang dihasilkan dari produksi dan pengangkutan bahan bakar yang disebut dengan emisi fugitive pada tahun 2011 mencapai 30,45 juta ton CO 2 e dan meningkat mencapai 37,78 juta ton CO 2 e di tahun 2015 kemudian menunjukkan penurunan di tahun 2030 sebesar 33,42 juta ton CO 2 e dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,5% per tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Proyesi emisi CO 2 e fugitive [1] 5. Kesimpulan dan Saran Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020. Ini adalah salah satu bentuk aksi mitigasi perubahan iklimyangpengurangan emisi GRK untuk sektor energi dilakukan dengan memanfaatkan energi baru terbarukan serta meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Pasokan energi pada kurun waktu 2000-2011 meningkat dari 764 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 1.044 juta SBM pada tahun 2011 atau meningkat rata-rata 2,87% per tahun. Konsumsi energi final tersebut tidak mempertimbangkan other petroleum product di sektor industri. Jenis GRK yang diemisikan oleh sektor energi adalah CO 2, CH 4 dan N 2 O. Emisi GRK yang dominan adalah CO 2 yang besarnya tergantung dari besarnya pasokan energi untuk memenuhi kebutuhan energi final (tidak termasuk biomasa). 119

Berdasarkan skenario dasar, total emisi GRK yang dihasilkan akibat penggunaan bahan bakar fosil pada tahun 2011 mencapai 511 juta ton CO 2 e dan meningkat mencapai 1563 juta ton CO 2 e pada tahun 2030 dengan laju pertumbuhan sebesar 6,3% per tahun. Untuk total emisi GRK yang dihasilkan akibat dari produksi dan pengangkutan bahan bakar yang disebut dengan emisi fugitive pada sisi kebutuhan pada tahun 2011 mencapai 30,45 juta ton CO 2 e dan meningkat mencapai 37,78 juta ton CO 2 e di tahun 2015 kemudian menunjukkan penurunan di tahun 2030 sebesar 33,42 juta ton CO 2 e dengan laju pertumbuhan sebesar 0,5% per tahun. Meningkatnya pasokan energi secara langsung akan meningkatkan emisi gas rumah kaca, sehingga dalam mengurangi emisi untuk jangka panjang perlu strategi melalui penghematan penggunaan energi, penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien, serta penggantian atau substitusi jenis bahan bakar yang rendah emisi atau bebas emisi antara lain pemanfaatan energi terbarukan. Opsi-opsi penghematan energi tersebut perlu disimulasikan untuk jangka panjang untuk mengetahui dampaknya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Daftar Pustaka [1] BPPT, 2013, Output Model BPPT, Laporan internal tidak dipublikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. [2] BPPT, 2011,Outlook Energi Indonesia 2011, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. [3] KNLH, 2012, Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Buku Vol I Pedoman Umum. [4] KESDM, 2012,Neraca Gas Bumi Indonesia 2012-2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. [5] IPCC,2006,2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Intergovernmental Panel on Climate Change, Kanagawa. 120