I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
|
|
- Herman Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan sumber utama Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbon dioksida (CO 2 ) yang memiliki kontribusi terbesar berasal dari negara industri. Gas ini memiliki kemampuan menyerap panas yang berasal dari radiasi matahari yang dipancarkan kembali oleh bumi. Penyerapan ini telah menyebabkan pemanasan atmosfer atau kenaikan suhu dan perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara dan mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia, dengan jumlah penduduk yang besar dan kemampuan ekonomi yang terbatas, Indonesia berada pada posisi yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim bagi lingkungan dan kehidupan bangsa Indonesia. Dampak tersebut meliputi turunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil dan punahnya keanekaragaman hayati (Kementerian Lingkungan Hidup 2004). Perubahan iklim merupakan sebuah ancaman serius. Karena itu diperlukan usaha bersama yang harus dilakukan secara global. Untuk itu dibentuklah sebuah konvensi yang dikenal dengan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) untuk Perubahan Iklim, tahun 1992 yang dikenal dengan sebutan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change). Tujuan utama UNFCCC adalah menstabilkan konsentrasi GRK di lapisan atmosfer pada tingkat yang aman bagi sistem iklim. Karena konvensi ini sifatnya tidak mengikat dan
2 2 tidak ada target waktu untuk pencapaian penurunan emisi maka pada pertemuan tahunan ketiga tahun 1997 disepakati Protokol Kyoto (Murdiyarso 2003). Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Perubahan Iklim mengatur penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia sehingga dapat menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan tidak membahayakan sistem iklim bumi. Protokol Kyoto menetapkan aturan mengenai tata cara, target, mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta prosedur penaatan dan penyelesaian sengketa (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004). Negara-negara maju (Annex 1) telah diwajibkan untuk melakukan kegiatan pengurangan dampak (mitigasi) perubahan iklim dengan menekan emisi CO2 sebesar 5% dari tingkat emisi tahun 1990 pada periode komitmen I tahun Di dalam Protokol Kyoto terdapat tiga mekanisme fleksibilitas yang dapat digunakan untuk membantu negara-negara Annex B mengurangi emisi GRK. Selain upaya domestik, ketiga mekanisme tersebut adalah Joint Implementation (JI), Emissions Trading (ET), dan Clean Development Mechanism (CDM). Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Tim di bawah koordinasi Kementrian Lingkungan Hidup, potensi Indonesia untuk melakukan kegiatan CDM cukup tinggi. Diperkirakan potensi Indonesia untuk melakukan penurunan emisi dan menyerap karbon mencapai 175 juta ton. Bila satu ton karbon dihargai 2 dollar AS (harga minimal), total penerimaan sektor industri dan kehutanan Indonesia melalui kegiatan ini bisa mencapai 350 juta dollar AS. Jumlah sebesar itu terbagi dua, yaitu 125 juta ton dari sektor energi dan industri, serta 50 juta ton dari sektor kehutanan. Secara umum, CDM merupakan kerangka yang serta
3 3 memungkinkan negara maju berinvestasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya. Di sisi lain, negara berkembang berkepentingan menjaga program pembangunan berkelanjutan (Kementerian Lingkungan Hidup 2001). Menurut Murdiyarso (2003), Indonesia dengan luas hutan terbesar ketiga di dunia, bisa berperan penting untuk mengurangi emisi dunia melalui kegiatan carbon sink. Hal ini bisa terjadi jika hutan yang ada dijaga kelestariannya dan melakukan penanaman (afforestasi) pada kawasan bukan hutan (degraded land). Serta melakukan perbaikan kawasan hutan yang rusak (degraded forest) dengan cara penghutanan kembali (reforestasi). Afforestasi bisa dilakukan di kawasan yang bukan merupakan hutan sejak (base year) 50 tahun lalu sedangkan reforestasi pada kawasan hutan yang dikategorikan rusak hingga 31 Desember 1989 (atau sejak tahun 1990). Berdasarkan ketentuan di atas maka lahan yang layak untuk CDM ialah (i) lahan yang sejak 50 tahun digunakan untuk kegiatan non-kehutanan seperti kegiatan pertanian, dan (ii) lahan hutan yang sejak 31 Desember 1989 sudah bukan merupakan hutan. Dengan demikian maka sebelum proyek CDM dilaksanakan, pengusul proyek harus menyediakan dokumen yang mendukung bahwa lahan yang akan digunakan memenuhi salah satu dari kriteria di atas. Pendekatan yang paling baik ialah membuktikan bahwa lahan yang digunakan memenuhi kriteria Hasil National Strategy Study (MOE 2002) menunjukkan bahwa lahanlahan yang diperkirakan potensial untuk CDM (lahan Kyoto) ialah lahan-lahan terlantar atau lahan kritis yang sudah ada sejak tahun 1990 baik dalam bentuk
4 4 alang-alang, lahan terbuka atau semak belukar, atau lahan lahan pertanian yang sudah diusahakan sejak 50 tahun yang lalu. Sebagian lahan bekas perladangan berpindah yang mengalami degradasi kemungkinan juga memenuhi kriteria lahan Kyoto. Dengan pertimbangan tersebut, kemungkinan luas lahan yang layak untuk CDM mencapai 30 juta ha (Tabel 1). Tabel 1. Luas Lahan yang Tersedia pada Tahun 1990 dan 2000 untuk Kegiatan Penambatan Karbon No. Jenis lahan Luas (Ha) Luas (Ha) 1. Lahan kritis Lahan pertanian dan sawah Lahan bera/terlantar Alang-alang Bekas perladangan berpindah/pekarangan/kebun Total lahan Sumber: MOE (2002). 1 Berdasarkan definisi Kyoto kemungkinan besar lahan-lahan tersebut bukan hutan sehingga layak dijadikan sebagai lahan untuk kegiatan CDM. 2 Sebagian besar lahan ini 50 tahun sebelumnya mungkin masih berupa hutan; 3 Lahan-lahan tersebut berpotensi untuk berubah kembali menjadi hutan secara alami sehingga menjadi tidak layak untuk kegiatan CDM. 4 Ada kemungkinan bahwa sebagian lahan ini saat ini sudah kembali menjadi hutan. Kurang memadainya kondisi keuangan negara saat ini, memerlukan penggalangan sumber pendanaan alternatif guna mendukung pembangunan kehutanan dan perkebunan, dimana rehabilitasi dan konservasi merupakan program prioritas. Clean Development Mechanism (CDM) adalah salah satu sumber pendanaan luar negeri yang dapat diarahkan untuk mendukung program di atas (Kompas 2001). CDM merupakan peluang memperoleh dana luar negeri untuk mendukung program-program prioritas, penciptaan lapangan kerja dengan adanya investasi baru. Di sektor Kehutanan, CDM dapat diarahkan untuk mendukung:
5 5 1. Pembangunan hutan tanaman pada lahan hutan yang rusak, 2. Rehabilitasi areal bekas kebakaran, 3. Rehabilitasi hutan mangrove dan hutan gambut, 4. Agroforestri, 5. Penerapan RIL (Reduced Impact Logging), 6. Peningkatan permudaan alam, 7. Perlindungan terhadap forest reserve yang rawan perambahan, 8. Perlindungan terhadap hutan yang rawan kebakaran dan perambahan Roshetko et al (2002) menyatakan bahwa sistem agroforestri memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan menghasilkan jenis produk yang beragam baik kayu maupun non-kayu. Kandungan biomasanya juga tinggi sehingga pembangunan sistem agroforestri pada lahan-lahan kritis dan terlantar selain dapat memperlambat terjadinya pemanasan global juga memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat Rumusan Masalah Aktivitas manusia yang telah menyebabkan terjadinya pemanasan global telah berlangsung bertahun-tahun dan apabila tidak ada usaha pengurangan laju pemanasan global dengan peningkatan penyerapan karbon maupun pengurangan pelepasan karbon maka permasalahan lingkungan di dunia seperti banjir, tanah longsor, perubahan iklim dan bencana alam lainnya diperkirakan akan semakin meningkat. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang telah meratifikasi Protokol Kyoto sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan memiliki
6 6 sumberdaya lahan yang dapat dikembangkan untuk peningkatan rosot karbon sektor kehutanan melalui CDM sekitar 30 juta ha. Namun demikian kajian lebih detil untuk mengindentifikasi lokasi dan luasan lahan yang layak untuk CDM terutama di wilayah Indonesia Timur, seperti Provinsi Sulawesi Tenggara di sekitar Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) belum ada. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tentang ketersediaan lahan kritis yang layak untuk kegiatan CDM di sekitar TNRAW, Sulawesi Tenggara. Salah satu bentuk kegiatan CDM adalah pembangunan sistem agroforestri. Sistem agroforestri sudah dikenal dan dilakukan oleh sebagian masyarakat desa sekitar TNRAW disamping sistem pertanian lainnya. Namun demikian analisis tentang sistem mana yang paling baik untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta memenuhi aturan CDM juga belum ada. Disamping itu kendala untuk pelaksanaan sistem agroforestry yang potensial seperti modal, ketersediaan tenaga kerja dan pemasaran dan sebagainya juga belum dikaji secara mendalam. Berdasarkan uraian mengenai permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini maka dapat dirumuskan masalah yaitu : 1. Berapa besar luas lahan kritis yang layak untuk CDM di sekitar TNRAW, Sulawesi Tenggara. 2. Bagaimana sistem pertanian masyarakat lokal dan apakah dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. 3. Bagaimana alternatif sistem agroforestri yang dapat dikembangkan di wilayah TNRAW sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat (preferensi
7 7 masyarakat) dan kesesuaian lahan dan apakah layak diusahakan secara finansial. 4. Kendala-kendala apa saja yang dapat menghambat pengembangan alternatif sistem agroforestri yang diajukan. 5. Bagaimana alokasi penggunaan lahan kritis optimal dengan sistem agroforestri untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan rosot karbon dengan CDM dengan kendala-kendala yang ada di lapangan Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Inventarisasi lahan kritis yang layak untuk kegiatan CDM di sekitar kawasan TNRAW, Sulawesi Tenggara. 2. Identifikasi sistem pertanian masyarakat lokal di sekitar TNRAW dan struktur pendapatan dan pengeluaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. 3. Menentukan alternatif sistem agroforestri berdasarkan kondisi sosial ekonomi (preferensi masyarakat) dan kondisi fisik lahan yang mungkin dikembangkan di sekitar TNRAW dan menganalisis kelayakan finansial terhadap alternatif sistem agroforestri. 4. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam implementasi alternatif sistem agroforestri. 5. Mengalokasikan penggunaan lahan kritis optimal dengan sistem agroforestri untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan rosot karbon dengan CDM dengan kendala-kendala yang ada.
8 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan untuk Pemerintah Daerah dalam pengembangan wilayah khususnya untuk rehabilitasi lahan kritis dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. 2. Bagi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan apabila hasil penelitian dapat diaplikasikan. 3. Bagi dunia akan meningkatkan kualitas lingkungan dan mereduksi efek gas rumah kaca Kerangka Pemikiran Bumi merupakan tempat makhluk-makhluk ciptaan Tuhan beraktivitas selama berabad-abad dimana manusia sebagai penguasa diberi kebebasan untuk memanfaatkan sumberdaya demi memenuhi kebutuhannya. Tetapi akibat pemanfaatan yang berlebihan maka terjadi ekses-ekses yang merugikan manusia itu sendiri, diantaranya pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di lapisan atmosfer bumi yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara). Perubahan iklim merupakan sebuah ancaman serius. Kerangka pemikiran penelitian ini yang disajikan pada Gambar 1 menggambarkan salah satu usaha menghadapi perubahan iklim yang sedang terjadi.
9 9 Aktivitas Manusia Pemanasan Global UNFCCC Protokol Kyoto JI CDM ET Kehutanan Energi Inventarisasi Lahan Kritis Layak CDM Identifikasi Sistem Pertanian Lokal dan Struktur Pendapatan dan Pengeluaran. Alternatif Sistem Agroforestri untuk Lahan Kritis dan Analisis Kelayakan Finansialnya Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi Kesesuaian Lahan Identifikasi Kendala-kendala dalam Penerapan Alternatif Sistem Agroforestri Alokasi Optimal Penggunaan Sumberdaya Lahan Kritis dengan Sistem Agroforestri untuk Peningkatan Rosot Karbon di Sulawesi Tenggara Gambar 1. Kerangka Pemikiran : Proses Penelitian Alokasi Optimal Penggunaan Lahan Kritis dengan Sistem Agroforestri untuk Peningkatan Rosot Karbon di Sulawesi Tenggara
10 10 Usaha bersama menghadapi ancaman perubahan iklim harus dilakukan oleh semua negara di seluruh dunia. Untuk itu dibentuklah sebuah konvensi yang dikenal dengan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) untuk Perubahan Iklim, tahun Dikenal dengan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change). Pertemuan tahunan ke tiga tahun 1997 menghasilkan perjanjian internasional yang disebut Protokol Kyoto. Di dalam Protokol Kyoto terdapat tiga mekanisme fleksibilitas yang dapat digunakan untuk membantu negara-negara Annex B mengurangi emisi GRK. Selain upaya domestik. Ketiga mekanisme tersebut adalah Joint Implementation (JI), Emissions Trading (ET) dan Clean Development Mechanism (CDM). Secara umum, CDM merupakan kerangka yang memungkinkan negara maju berinvestasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya. Ada 2 sektor yang termasuk dalam CDM yaitu sektor energi dan Kehutanan. Indonesia dengan luas hutan terbesar ketiga di dunia, bisa berperan penting untuk mengurangi emisi dunia melalui kegiatan carbon sink. Kawasan Timur Indonesia memiliki potensi sumberdaya hutan yang dapat berfungsi untuk peningkatan rosot karbon (carbon sink) namun belum banyak penelitian tentang penilaian potensi Kawasan Timur Indonesia untuk mengurangi emisi dunia melalui kegiatan CDM di antaranya di kawasan TNRAW. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi lahan kritis yang layak untuk kegiatan CDM di sekitar TNRAW. Agar dapat menetapkan sistem apa yang paling sesuai untuk diterapkan untuk kegiatan CDM terlebih dahulu harus diidentifikasi sistem pertanian
11 11 masyarakat lokal dan menganalisis apakah sistem tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sistem agroforestri sebagai salah satu kegiatan CDM juga telah menjadi salah satu sistem pertanian yang telah dikenal dalam kehidupan sebagian masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu system agroforestri dapat dijadikan salah satu alternative dalam permasalahan ini dengan berdasarkan penilaian aspek sosial ekonomi dan penilaian kondisi fisik lahan dapat diusulkan beberapa alternatif pola tanam dengan sistem agroforestri yang dapat dikembangkan di sekitar TNRAW. Dalam penerapan alternatif sistem agroforestri yang diusulkan diduga akan ada kendala-kendala seperti modal untuk investasi awal, tenaga kerja dan pemasaran produk pertanian. Oleh karena itu harus diketahui apakah alternatif sistem agroforestri dapat diterapkan jika masyarakat menggunakan modal swadana. Apabila tidak maka kegiatan CDM dapat dijadikan salah satu sumber dana, oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan biomassa untuk menentukan kemampuan alternatif sistem agroforestri yang diusulkan untuk meningkatkan rosot karbon sehingga dapat diketahui berapa besar kemampuan menyerap emisi karbon dari sistem agroforestri yang diusulkan dan dapat dihitung nilai jualnya. Namun agar suatu kegiatan dapat diikutsertakan dalam kegiatan CDM maka ada beberapa tahap mulai dari pengajuan usulan proyek sampai dengan disetujuinya proyek yang membutuhkan dana yang disebut dengan biaya transaksi. Dengan adanya biaya transaksi maka nilai nominal bersih yang diterima adalah nilai jual dikurangi oleh biaya transaksi. Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan tetap artinya tidak tergantung besar kecilnya ukuran proyek.
12 12 Oleh karena itu perlu dihitung berapa luas lahan kritis optimal yang dapat dikelola dengan alternatif sistem agroforestri yang diusulkan dengan kendala-kendala yang ada. Sehingga masyarakat di sekitar TNRAW dapat meningkatkan kesejahteraannya.
PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciNations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja
Lebih terperinciBERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1
BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 ONRIZAL Staf Pengajar Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian: Ekologi dan Rehabilitasi Hutan dan
Lebih terperinciPENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI
PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI Rizaldi Boer Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB Penambatan karbon merupakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran
Lebih terperinci2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep
No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciPerubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara
Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciSTUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR
STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari
Lebih terperinciREHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA
REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas Kec.Mapanget Kota Manado Telp : (0431) 3666683 Email
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses
BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar
Lebih terperinciALOKASI OPTIMAL PENGGUNAAN SUMBERDAYA LAHAN KRITIS DENGAN SISTEM AGROFORESTRI UNTUK PENINGKATAN ROSOT KARBON DI SULAWESI TENGGARA RR.
ALOKASI OPTIMAL PENGGUNAAN SUMBERDAYA LAHAN KRITIS DENGAN SISTEM AGROFORESTRI UNTUK PENINGKATAN ROSOT KARBON DI SULAWESI TENGGARA RR. CITRA RAPATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT
Lebih terperinciOleh/by: Nurlita Indah Wahyuni
REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA Forest Rehabilitation and Forestry Climate Change Mitigation in North Sulawesi Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni BALAI PENELITIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
Lebih terperinciALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa
UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan
Lebih terperincitersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat
Lebih terperinciRencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin
Lebih terperinciEMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR
EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR Dr. Armi Susandi, MT Program Studi Meteorologi Departemen
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu lingkungan yang paling banyak dibicarakan saat ini, baik pada tataran ilmiah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi
Lebih terperinciPERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah semua yang berada di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan utama pada semua sektor kehidupan. Seiring bertambahnya kebutuhan manusia, maka meningkat pula permintaan energi listrik. Suplai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial dan budaya kepada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu hal pokok yang dilakukan oleh setiap negara. Tiap-tiap negara melakukan pembangunan dalam berbagai bidang di daerah yuridiksinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian
Lebih terperinciL PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;
L PEI\{DAITULUAIT 1.1 Latar Belakang Bahan tambang merupakan salah satu sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (amanat
Lebih terperinciPemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon
Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya
PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,
Lebih terperinciTIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan
Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±
Lebih terperinci2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c
No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan
Lebih terperinciALOKASI OPTIMAL PENGGUNAAN SUMBERDAYA LAHAN KRITIS DENGAN SISTEM AGROFORESTRI UNTUK PENINGKATAN ROSOT KARBON DI SULAWESI TENGGARA RR.
ALOKASI OPTIMAL PENGGUNAAN SUMBERDAYA LAHAN KRITIS DENGAN SISTEM AGROFORESTRI UNTUK PENINGKATAN ROSOT KARBON DI SULAWESI TENGGARA RR. CITRA RAPATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya
PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Lebih terperinciSAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu
PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat
Lebih terperinciSUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI
MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor
Lebih terperinciKerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM
Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciWORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA
WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA Dr. Etti Ginoga Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan BADAN LITBANG
Lebih terperinciPeningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)
Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan
Lebih terperinciSosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagaimana diketahui bahwa Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan gasgas yang terdapat di atmosfer, yang berasal dari alam maupun antropogenik (akibat aktivitas manusia).
Lebih terperinci> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2004 TENTANG TATA CARA AFORESTASI DAN REFORESTASI DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciAGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN
AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol
Lebih terperinciPERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Ari Wibowo ariwibowo61@yahoo.com PUSLITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEMINAR NASIONAL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 68/Menhut-II/2008 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 68/Menhut-II/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DEMONSTRATION ACTIVITIES PENGURANGAN EMISI KARBON DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciIklim Perubahan iklim
Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)
PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA
30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa kualitas lingkungan
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan
Lebih terperinciC. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciH. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang
Lebih terperinci(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global
PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan
Lebih terperinci