VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production Frontier. Metode penduga yang digunakan pada model fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas adalah Maximum Likelihood Estimated (MLE). Hasil dari pendugaan fungsi produksi tersebut akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu, serta menganalisis tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis paprika hidroponik di lokasi penelitian. Metode MLE digunakan untuk menggambarkan hubungan antara produksi maksimum yang dapat dicapai pada tingkat penggunaan faktor-faktor produksi yang ada. Metode MLE dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi. Pengujian dengan metode OLS juga dapat mendeteksi autokorelasi, multikolinearitas, dan heterokedastisitas dalam fungsi produksi. Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep, dan varians kedua komponen error. Fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas yang dibahas pada penelitian ini dibuat dalam bentuk per satuan lahan. Cara ini dilakukan untuk menghindari terjadinya multikolinearitas. Dengan demikian, di dalam model fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas, hasil produksi dan semua input yang digunakan dalam usahatani paprika hidroponik dibuat dalam per satuan lahan (m 2 ). Variabel independen awal yang diduga akan mempengaruhi produksi paprika hidroponik per satuan lahan terdiri dari tujuh variabel, yaitu jumlah benih (B), nutrisi (Nut), insektisida (Ins), fungisida (Fu), pupuk daun (Pd), pupuk pelengkap cair (Pc), dan tenaga kerja (TK). Dari hasil analisis OLS ditemukan dua variabel yang memiliki nilai koefisien yang negatif, yaitu pada variabel jumlah pupuk daun dan pupuk cair (Lampiran 1). Tanda negatif yang dihasilkan diduga karena penggunaan pupuk daun dan pupuk cair di lapang yang sudah berlebihan. Berdasarkan pengamatan, pupuk daun dan pupuk cair tidak diberikan pada semua
tanaman tetapi hanya diberikan pada tanaman yang kurang sehat dan jumlah pemberiannya tidak pasti karena disesuaiakan dengan kondisi tanaman yang membutuhkan. Peningkatkan dosis penggunaan dilakukan jika penyakit yang menyerang tanaman sudah membahayakan. Petani cenderung hanya memperkirakan takaran yang digunakan dan tidak ada jumlah yang pasti sehingga diduga melebihi dosis yang dianjurkan. Akan tetapi, penggunaan pupuk daun dan pupuk cair yang berlebihan justru dapat mengakibatkan tanaman menjadi busuk sehingga dapat mengurangi produksi yang dihasilkan. Keberadaan koefisien yang bernilai negatif sebaiknya dihindari agar relevan dengan asumsi fungsi Cobb-Douglas yaitu dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar (Coelli et al 2005). Oleh karena itu, dalam penentuan fungsi produksi dipilih fungsi produksi yang memiliki nilai koefisien keseluruhan yang positif. Variabel pupuk daun dan pupuk cair dihilangkan dari model karena memiliki nilai koefisien yang negatif. Pertimbangan lainnya adalah bahwa kedua variabel tersebut tidak termasuk variabel utama dalam usahatani paprika dan tidak semua petani menggunakannya. Adapun variabel independen yang tetap digunakan dalam model yaitu benih, nutrisi, insektisida, fungisida, dan tenaga kerja yang seluruhnya dibuat per satuan lahan. 6.1. Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS menunjukkan gambaran kinerja rata-rata (best fit) dari proses produksi petani pada tingkat teknologi yang ada. Hasil estimasi model fungsi produksi Cobb-Douglas (per satuan lahan) dengan metode OLS beserta nilai signifikansinya ditunjukkan pada Tabel 15. Hasil pendugaan metode OLS dengan memasukkan lima variabel tidak menunjukkan adanya masalah multikolinearitas dan autokorelasi pada model yang terbentuk, masing-masing dapat dilihat dari nilai VIF dan Durbin-Watson. Nilai VIF untuk masing-masing variabel independen di dalam model tidak ada yang lebih dari 10 dan nilai Durbin-Watson masih berada pada kisaran 2 (Lampiran 2). 63
Tabel 15. Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode OLS (Per Satuan Lahan) Variabel Input Parameter Dugaan t-rasio Intersep 1,1486* 1,59 Benih (X 1 ) 0,7802* 3,35 Nutrisi (X 2 ) 0,0505 0,45 Insektisida (X 3 ) 0,0959* 1,26 Fungisida (X 4 ) 0,0148* 1,57 Tenaga Kerja (X 5 ) 0,0402 0,40 R-Sq 0,50 F-hitung 10,61 Log-likelihood OLS 4,8662 Keterangan: *) nyata pada α = 20% Nilai koefisien determinasi dan F-hitung dari model fungsi produksi ratarata (per luas lahan) yang terbentuk adalah sebesar 50 persen dan 10,61. Koefisien determinasi sebesar 50 persen menunjukkan bahwa 50 persen keragaman produksi paprika hidroponik di lokasi penelitian dapat dijelaskan oleh model dugaan yang diperoleh, sedangkan sisanya sebesar 50 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Berdasarkan nilai F-hit sebesar 10,61, secara statistik model fungsi produksi rata-rata yang terbentuk layak digunakan untuk memprediksi produksi paprika per satuan lahan dan signifikan pada taraf nyata 20 persen. Dari lima variabel yang ada pada model, terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik rata-rata per satuan lahan, yaitu variabel benih (X 1 ), insektisida (X 3 ), dan fungisida (X 4 ). Hasil pendugaan tahap kedua yaitu pendugaan model fungsi produksi dengan menggunakan metode MLE dijelaskan oleh Tabel 16. Hasil pendugaan tersebut menggambarkan kinerja terbaik dari petani responden pada tingkat teknologi yang ada. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi frontier (per satuan lahan) petani responden ditemukan berbeda dari yang diperoleh pada fungsi produksi rata-rata (per satuan lahan). Pada tabel disajikan parameter dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE dan nilai signifikansinya. 64
Tabel 16. Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode MLE (Per Satuan Lahan) Variabel Input Parameter Dugaan t-rasio Intersep (β 0 ) 1,0455* 1,6873 Benih (β 1 ) 0,9007* 4,6538 Nutrisi (β 2 ) 0,0196 0,2244 Insektisida (β 3 ) 0,0483 0,7246 Fungisida (β 4 ) 0,0070 0,8479 Tenaga Kerja (β 5 ) 0,1230* 1,3168 Sigma-squared (σ 2 ) 0,0680* Gamma (γ) 0,5851* Log-likelihood MLE 14,4523 Keterangan: *) nyata pada α = 20 % Pada Tabel 16 disajikan nilai log-likelihood dengan metode MLE (14,4523) adalah lebih besar dari nilai log-likelihood dengan metode OLS (4,8662) yang berarti fungsi produksi dengan metode MLE ini adalah baik. Nilai sigma-squared (σ 2 ) menunjukkan distribusi dari error term inefisiensi (u i ) dan nilai 0,0680 adalah cukup kecil sehingga terdistribusi secara normal. Nilai gamma (γ) sebesar 0,5851 mengindikasikan bahwa 58,51 persen dari error term yang berada dalam fungsi produksi disebabkan oleh keberadaan inefisiensi teknis, sedangkan 41,49 persen disebabkan oleh variabel kesalahan acak seperti cuaca, hama, dan sebagainya. Ini berarti model fungsi produksi stochastic frontier yang diperoleh dapat menunjukkan adanya keberadaan inefisiensi teknis pada model. Adapun model yang terbentuk diperlihatkan pada persamaan di bawah ini. Ln Y = 1,0455 + 0,9007 ln B + 0,0196 ln Nut + 0,0483 ln Ins + 0,0070 ln Fu + 0,1230 ln TK + V i - U i Interpretasi Parameter Dugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Berdasarkan hasil perhitungan fungsi produksi stochastic frontier Cobb- Douglas dengan metode MLE, diperoleh hasil bahwa faktor produksi benih dan tenaga kerja berkorelasi positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Sementara, faktor produksi lainnya seperti nutrisi, insektisida, dan fungisida meskipun bernilai positif tetapi tidak berpengaruh 65
nyata. Berikut adalah interpretasi dari model fungsi produksi stochastic frontier yang terbentuk. 1. Benih Penggunaan benih pada usahatani paprika hidroponik bernilai positif dan berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Nilai elastisitas benih terhadap produktivitas sebesar 0,9007 menunjukkan bahwa penambahan benih sebesar satu persen akan akan meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,9007 persen, cateris paribus. Ini menunjukkan bahwa jumlah benih yang digunakan petani selama ini masih memungkinkan untuk ditambah sehingga dapat menghasilkan produksi yang lebih besar. Benih memegang peranan utama dalam menentukan produktivitas. Varietas benih yang berkualitas tinggi akan berpotensi menghasilkan produktivitas yang tinggi pula. Dengan demikian, meskipun jumlah benih per satuan lahan ditingkatkan dalam jumlah yang kecil, maka akan memiliki pengaruh yang responsif terhadap peningkatan produksi paprika per satuan lahan. Rata-rata penggunaan benih paprika di lokasi penelitian yaitu sebesar 3.869 biji per 1.000 m 2. Dengan asumsi rata-rata benih yang berkecambah sebesar 90 persen maka tanaman paprika yang dihasilkan adalah sebanyak 3.482 pohon per 1.000 m 2 atau 3,48 pohon per m 2. Peningkatan penggunaan benih per satuan lahan di lokasi penelitian akan meningkatkan peluang dalam menghasilkan bibit paprika. Hal ini pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan populasi tanaman per satuan lahan sehingga produksi paprika hidroponik yang dihasilkan per satuan lahan juga akan semakin meningkat. Peningkatan populasi tanaman per satuan lahan dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam. 2. Nutrisi Faktor produksi nutrisi bernilai positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik per luas lahan. Nilai elastisitas nutrisi terhadap produktivitas sebesar 0,0196 menunjukkan bahwa penambahan nutrisi sebesar satu persen akan akan meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,0196 persen, cateris paribus. Dalam usahatani paprika hidroponik, nutrisi merupakan sumber makanan utama bagi tanaman. Ini disebabkan dalam 66
media tanam arang sekam tidak terdapat unsur hara seperti yang terkandung pada tanah sehingga nutrisi sangat dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Secara teoritis, tanaman paprika yang mendapatkan nutrisi yang cukup akan meningkat produktivitasnya sehingga akan menghasilkan buah berkualitas dan bobot buah yang besar. Analisis fungsi produksi menunjukkan hasil yang tidak sesuai harapan dimana penambahan jumlah nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Hal ini diduga karena kadar kepekatan hara yang terdapat pada larutan nutrisi yang digunakan belum sesuai. Peningkatan volume nutrisi yang tidak diimbangi oleh kepekatan hara yang ada dalam nutrisi akan menyebabkan larutan nutrisi tidak dapat bekerja optimal sehingga tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas tanaman. Kepekatan hara yang dibutuhkan berbedabeda tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman dimana semakin tua umur tanaman paprika, maka tanaman tersebut akan semakin membutuhkan unsur hara. Kepekatan hara diukur dengan EC (Electro Conductivity) meter. Akan tetapi sebagian besar petani responden tidak mengukur nilai EC dan cenderung menduga-duga saja karena mereka tidak memiliki alat pengukurnya sehingga kepekatan hara dalam larutan nutrisi tidak bisa dipastikan. Faktor teknis lain yang diduga berpengaruh terhadap efektivitas pemberian nutrisi adalah sistem fertigasi yang masih bersifat manual. Kegiatan fertigasi yang masih menggunakan selang mengakibatkan volume nutrisi yang diterima oleh setiap tanaman berbeda-beda. Kondisi ini dapat berakibat pada pertumbuhan tanaman dalam satu lahan yang tidak merata sehingga akan mempengaruhi produktivitas tanaman itu sendiri. 3. Insektisida Faktor produksi insektisida bernilai positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Nilai elastisitas insektisida terhadap produktivitas sebesar 0,0483 menunjukkan bahwa penambahan insektisida sebesar satu persen akan akan meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,0483 persen, cateris paribus. Jenis insektisida yang digunakan oleh petani terdiri dari berbagai merek dengan dosis yang digunakan 67
rata-rata 0,5-1 ml/liter air. Rata-rata penggunaan insektisida oleh petani responden yaitu sebanyak 9.439,21 ml per 1.000 m 2. Peningkatan jumlah penggunaan insektisida bertujuan untuk mengurangi serangan hama, terutama hama thrips. Akan tetapi, hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan insektisida tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas paprika. Berdasarkan pengamatan, upaya yang dilakukan oleh sebagian responden untuk mengatasi serangan hama thrips yang sangat tinggi di lokasi penelitian adalah dengan meningkatkan intensitas penyemprotan insektisida ataupun meningkatkan dosis penggunaan insektisida. Akan tetapi, pemberian insektisida berlebih tidak efektif dalam memberantas hama. Meskipun petani responden telah menggunakan jenis insektisida secara bergantian, tetapi pemberian insektisida dalam jumlah yang banyak secara terus menerus justru membuat hama thrips menjadi resisten atau kebal terhadap insektisida tersebut. Sebaliknya, penggunaan insektisida yang berlebih dapat meningkatkan residu pada tanaman paprika. Oleh karena itu, pengendalian hama yang tidak diterapkan secara terpadu tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas tanaman. 4. Fungisida Penggunaan fungisida pada usahatani paprika hidroponik bernilai positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Nilai elastisitas fungisida terhadap produktivitas sebesar 0,0070 menunjukkan bahwa penambahan fungisida sebesar satu persen akan akan meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,0070 persen, cateris paribus. Seperti halnya, insektisida, fungisida yang digunakan petani responden juga bermacam-macam mereknya dengan dosis penggunaan rata-rata 0,25-0,5 ml per liter air. Rata-rata jumlah fungisida yang digunakan petani responden sebanyak 909,32 ml per 1.000 m 2. Peningkatan jumlah penggunaan fungisida bertujuan untuk mengurangi serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Akan tetapi, hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan fungisida tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas paprika. Hal ini diduga karena variabel fungisida yang bersifat kondisional yaitu penggunaannya hanya sewaktu-waktu jika dibutuhkan. 68
Dibandingkan dengan serangan hama thrips, serangan jamur pada tanaman paprika jauh lebih rendah sehingga fungisida jarang digunakan dan penggunaannya dalam satu kali musim tanam pun dapat dikatakan sedikit. Dengan demikian meskipun fungisida dapat berperan dalam mengurangi serangan jamur tetapi karena penggunaannya yang sedikit dan bersifat kondisional maka variabel fungisida ini tidak berpengaruh terhadap produktivitas tanaman paprika hidroponik. 5. Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja pada usahatani paprika hidroponik bernilai positif dan berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Nilai elastisitas tenaga kerja terhadap produktivitas sebesar 0,1230 menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan akan meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,1230 persen, cateris paribus. Ini menujukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan petani selama ini masih memungkinkan untuk ditambah sehingga dapat menghasilkan produksi yang lebih besar. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan mulai dari penyemaian hingga panen yaitu sebanyak 511,39 HOK per 1.000 m 2 yang merupakan tenaga kerja total, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Penambahan tenaga kerja sangat diperlukan untuk intensifikasi pemeliharaan, seperti pewiwilan, pemberian nutrisi, dan pengendalian hama dan penyakit karena usahatani paprika hidroponik merupakan jenis usahatani yang membutuhkan penanganan yang detail. Upaya penambahan yang dilakukan dapat berupa penambahan jam kerja maupun penambahan jumlah pekerja. Hal yang perlu diperhatikan yaitu dalam upaya penambahan tenaga kerja tidak hanya dilihat dari segi kuantitas saja, tetapi juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar lebih berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas paprika hidroponik. 6.2. Sebaran Efisiensi Teknis Efisiensi teknis dianalisis secara simultan dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Sebaran efisiensi teknis dari usahatani paprika hidroponik di daerah penelitian ditampilkan pada Tabel 17. Dilihat dari sebaran 69
efisiensi teknisnya, petani responden memiliki tingkat efisiensi teknis yang berada pada range 0,466 sampai 0,979. Nilai indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika nilainya lebih besar dari 0,7. Dari hasil yang diperoleh, sebanyak 56 petani responden atau 94,92 persen petani responden memiliki tingkat efisiensi teknis di atas 0,7. Sementara hanya 5,08 persen petani responden masih memiliki tingkat efisiensi di bawah 0,7 atau belum efisien secara teknis. Tabel 17. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Kelompok Efisiensi Teknis Jumlah Petani Persentase (%) TE 0,5 1 1,69 0,5 < TE 0,6 1 1,69 0,6 < TE 0,7 1 1,69 0,7 < TE 0,8 3 5,08 0,8 < TE 0,9 11 18,65 TE > 0,9 42 71,19 Total 59 100,00 Rata-rata TE 0,899 Minimum TE 0,466 Maksimum TE 0,979 Nilai rata-rata efisiensi teknis yang dicapai petani responden sebesar 0,899 atau 89,9 persen dari produktivitas maksimum. Artinya, petani paprika responden sudah cukup efisien namun masih terdapat peluang sebesar 10,1 persen untuk mencapai produktivitas maksimum. Tingkat efisiensi teknis yang tinggi mencerminkan prestasi petani responden dalam keterampilan manajerial usahatani paprika hidroponik sudah baik dan memuaskan. Sementara di sisi lain, tingkat efisiensi teknis yang tinggi juga mencerminkan bahwa peluang untuk meningkatkan produktivitas menjadi kecil karena kesenjangan antara tingkat produktivitas yang telah dicapainya dengan tingkat produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan terbaik (the best practice) cukup sempit. Dengan kata lain, agar dapat meningkatkan produktivitas secara nyata maka dibutuhkan inovasi teknologi yang lebih maju. 70
6.3. Sumber-sumber Inefisiensi Teknis Tingkat efisiensi teknis yang dicapai oleh petani paprika hidroponik di lokasi penelitian selain terkait dengan penggunaan input-input produksi juga sangat terkait dengan sumber-sumber inefisiensi teknis seperti umur petani, pendidikan formal, pengalaman usahatani paprika, umur bibit, keikutsertaan dalam kelompok tani, status usahatani, status kepemilikan lahan, dan perolehan kredit bank. Pendugaan efek inefisiensi teknis diuraikan pada Tabel 18. Tabel 18. Pendugaan Parameter Maximum-Likelihood Model Inefisiensi Teknis Usahatani Paprika Hidroponik Variabel Koefisien t-rasio Intersep 0,9481* 0,9380 Umur petani 0,0268* 1,6410 Pengalaman usahatani paprika -0,0511* -1,6396 Pendidikan formal 0,0020 0,0391 Umur bibit -0,0684* -1,7945 Keikutsertaan dalam kelompok tani (dummy) -0,0859-0,4873 Status usahatani (dummy) 0,4175 0,7816 Status kepemilikan lahan (dummy) -0,4787* -0,8916 Kredit bank (dummy) -0,4602* -1,0158 Keterangan: *) nyata pada α = 20% Hasil pendugaan dengan metode MLE, diketahui terdapat lima variabel yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Variabel yang berkorelasi negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis paprika hidroponik yaitu pengalaman usahatani, umur bibit, status kepemilikan lahan, dan kredit bank. Sementara variabel yang berkorelasi positif dan berpengaruh nyata adalah umur petani. Berikut merupakan interpretasi dari masing-masing koefien sumber inefisiensi teknis. 1. Umur Petani Variabel umur petani dimasukkan ke dalam model efek inefisiensi teknis dengan dugaan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis paprika hidroponik. 71
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani berkorelasi positif dan berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap efek inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal dimana semakin tua petani maka penggunaan input produksi juga semakin tidak efisien. Hal ini membuktikan bahwa petani yang berumur lebih muda akan menghasilkan usahatani yang lebih efisien. Kondisi di lapang menunjukan bahwa mayoritas petani responden (64,40 persen) berumur kurang dari 45 tahun sehingga masih dikategorikan muda dan produktif sehingga berpotensi untuk meningkatkan efisiensi teknis. Dalam usahatani paprika hidroponik, petani dituntut untuk melakukan penanganan yang intensif dan detail mulai dari persiapan tanam hingga panen. Pertambahan umur petani akan mempengaruhi kondisi fisik sehingga kemampuan bekerja, daya juang dalam berusaha, keinginan untuk menanggung risiko, dan keinginan untuk menerapkan inovasi-inovasi baru akan semakin berkurang yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penurunan efisiensi. Petani yang lebih tua umumnya dianggap memiliki pengalaman yang lebih banyak daripada petani yang muda, tetapi hasil pengamatan menunjukkan bahwa petani yang berumur lebih tua tidak selalu memiliki pengalaman yang lebih banyak dari petani yang lebih muda, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, umur petani tidak selalu menjadi tolak ukur dari pengalaman sehingga pemisahan variabel umur petani dan pengalaman usahatani sebagai variabel yang berdiri sendiri dalam penelitian ini dianggap relevan. 2. Pengalaman Usahatani Pengalaman usahatani diukur berdasarkan selang waktu petani responden dalam menjalankan usahatani paprika. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman yang dihitung sejak usahatani paprika masih bersifat konvensional (non-hidroponik) hingga menjadi usahatani paprika hidroponik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengalaman usahatani paprika berkorelasi negatif dan nyata terhadap tingkat inefisiensi teknis pada taraf α = 20 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal, dimana semakin lama pengalaman responden dalam usahatani paprika maka akan semakin efisien secara teknis atau tingkat inefisiensi akan semakin rendah. 72
Lamanya pengalaman usahatani paprika petani responden beragam, yaitu sebanyak 32,20 persen memiliki pengalaman 6-10 tahun, sebanyak 28,81 persen memiliki pengalaman 11-15 tahun, dan sebanyak 27,12 persen yang memiliki pengalaman lebih dari 16 tahun. Seiring dengan semakin lamanya pengalaman yang dimiliki petani, maka akan semakin banyak pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan budidaya sebelumnya. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi di masa mendatang dapat lebih mudah diatasi dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. 3. Pendidikan Formal Pendidikan formal diukur dari jumlah waktu (tahun) yang ditempuh petani dalam menjalankan masa pendidikan formalnya. Variabel ini dianggap sebagai tolak ukur dari kemampuan manajerial petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pendidikan formal berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Nilai koefisien parameter yang positif menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan formal yang dijalani petani maka akan semakin meningkatkan inefisiensi teknis. Koefisien yang bernilai positif bertolak belakang dengan hipotesis awal. Akan tetapi lamanya waktu pendidikan formal yang ditempuh responden tidak berpengaruh terhadap efisiensi teknisnya. Hal ini diduga karena penerapan budidaya paprika hidroponik di lokasi penelitian tidak melalui pendidikan secara formal, namun dengan mempraktikan secara langsung di lapang. Adapun mayoritas petani responden adalah lulusan SD (37,29 persen) dan lulusan SMP (28,81 persen) yang termasuk dalam tingkat pendidikan yang rendah. Peningkatan keterampilan dan manajerial petani responden sebaiknya lebih diutamakan melalui pendidikan non-formal seperti pelatihan, penyuluhan, dan lokakarya. 4. Umur Bibit Umur bibit menunjukkan hubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis pada taraf α = 20 persen. Hasil ini sesuai dengan dugaan awal bahwa semakin tua umur bibit maka akan semakin menurunkan inefisiensi dalam produksi paprika hidroponik atau dengan kata lain semakin tua bibit yang digunakan akan semakin efisien secara teknis. Rata-rata petani paprika menanam bibit yang berusia 30 hari setelah semai sedangkan umur bibit yang 73
direkomendasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran yaitu sekitar 6 minggu atau 42 hari setelah semai. Penggunaan bibit yang masih berusia muda akan berisiko tinggi terhadap kematian tanaman karena masih rentan terhadap serangan hama dan penyakit serta belum dapat melakukan penyesuaian terhadap suhu di dalam greenhouse penanaman. Sebaliknya bibit yang berusia lebih tua akan lebih mudah beradaptasi dengan kondisi di greenhouse penanaman sehingga terhindar dari risiko kematian dini. 5. Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Keikutsertaan dalam kelompok tani diukur dengan dummy, dimana petani anggota kelompok tani diberi nilai 1 dan petani bukan anggota kelompok tani diberi nilai 0. Variabel dummy keikutsertaan dalam kelompok tani dimasukkan dalam model efek inefisiensi teknis dengan dugaan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik. Hasil yang diperoleh sesuai dugaan awal dimana petani yang tergabung dalam kelompok tani akan lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan petani yang tidak bergabung dengan kelompok tani, namun ditemukan tidak berpengaruh nyata. Hasil ini analisis berkaitan dengan data di lapang dimana jumlah petani yang tergabung dan tidak tergabung dalam kelompok tani proporsinya hampir seimbang, sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Data menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang (52,54 persen) adalah anggota kelompok tani dan sebanyak 28 orang (47,46 persen) bukan anggota kelompok tani. Selain itu, berdasarkan pengamatan, peran kelompok-kelompok tani yang ada di lokasi penelitian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Petani anggota kelompok tani cenderung bekerja sendiri-sendiri dan kurang ada koordinasi terkait dengan aspek teknis atau budidaya di lapang. Kegiatan penyuluhan juga tidak rutin dilakukan karena pelaksanaannya tergantung pada kesedian PPL dalam memberikan materi penyuluhan dan kesepakatan dari anggota. 6. Status Usahatani Status usahatani di lokasi penelitian diukur dengan dummy, dimana petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama diberi nilai 1 dan petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan diberi nilai 0. Nilai variabel dummy status usahatani 74
berkorelasi positif terhadap inefisiensi teknis namun tidak berpengaruh nyata. Nilai koefisien positif menunjukkan bahwa petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan lebih efisien dibandingkan dengan petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama. Berdasarkan data di lapang, mayoritas petani responden yaitu sebanyak 54 orang (91,53 persen) menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama dan hanya 5 orang (8,47 persen) yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan. Hasil analisis membuktikan bahwa status usahatani tidak mempengaruhi tingkat inefisiensi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian. Hal ini diduga karena kemampuan antara petani yang menganggap usahatani paprika sebagai pekerjaan utama dengan petani yang menganggap usahatani paprika sebagai pekerjaan sampingan berada pada level yang setara, meskipun petani yang menganggap usahatani paprika sebagai pekerjaan sampingan memiliki curahan waktu yang lebih sedikit dibandingakn dengan petani yang menganggap usahatani paprika sebagai pekerjaan utama. 7. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan responden diukur dengan dummy, dimana petani yang menggunakan lahan bagi hasil diberi nilai 1 dan petani yang menggunakan lahan milik sendiri diberi nilai 0. Status kepemilikan lahan bernilai negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika pada taraf α = 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian. Nilai koefisien positif yang sesuai dengan hipotesis awal menunjukkan bahwa petani yang mengusahakan paprika hidroponik pada lahan bagi hasil lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan petani yang mengusahakan paprika hidroponik di lahan milik sendiri. Berdasarkan data terdapat 49 orang (83,05 persen) petani yang mengusahakan paprika di lahan milik, sedangkan sisanya yaitu 10 orang (16,95 persen). Petani yang mengusahakan paprika hidroponik di lahan bagi hasil akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar dan lebih termotivasi untuk menjalankan usahataninya dengan lebih baik. Semakin besar hasil produksi yang 75
dicapai maka nilai bagi hasil yang diperolehnya juga akan semakin besar, sebaliknya jika hasil produksi yang dicapai kecil maka nilai bagi hasil yang diperolehnya juga akan semakin kecil. Oleh karena itu, petani yang mengusahakan paprika hidroponik di lahan bagi hasil akan mempergunakan peluang yang ada dengan lebih baik. 8. Kredit Bank Variabel kredit bank diukur dengan dummy, dimana petani yang memperoleh kredit bank diberi nilai 1 dan petani yang tidak memperoleh kredit bank diberi nilai 0. Dugaan awal hubungan kredit bank terhadap efisiensi teknis usahatani yaitu petani yang memperoleh kredit akan memiliki efisiensi yang lebih besar karena petani akan memiliki kemampuan menggali modal lebih banyak untuk membiayai dan mengembangkan usahataninya. Selain itu petani yang memperoleh kredit bank akan lebih berusaha untuk mengelola usahataninya dengan penggunaan input produksi yang lebih efisien untuk dapat mengembalikan kredit yang dipinjamnya. Hasil analisis pada Tabel 18 sesuai dengan dugaan awal bahwa kredit bank berkorelasi negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik dan berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen. Ini menunjukkan bahwa bank sebagai lembaga keuangan formal dapat berperan dalam meningkatkan efisiensi teknis paprika hidroponik. Akan tetapi, dari total 59 petani responden, hanya sebagian kecil (18,64 persen) petani responden yang memperoleh kredit bank untuk tambahan modal usahataninya. 76