BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan dengan manusia lain. Salah satu bentuk dari hubungan yang dilakukan oleh manusia tersebut adalah hubungan hukum. Hubungan hukum ialah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lainnya. 1 Hubungan hukum ini timbul dari adanya perbuatan hukum, dimana perbuatan hukum merupakan perbuatan yang memang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum. Contoh perbuatan hukum dalam lingkungan hukum perdata adalah perikatan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang kemudian disingkat KUHPerdata), tidak dijelaskan mengenai definisi dari perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata hanya menyebutkan tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan atau karena undang-undang. Oleh karena KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perikatan, maka beberapa pakar hukum memberikan definisi mengenai perikatan yakni salah satunya mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, 1 Mariam Darus Badruldzaman et all, 2001, Hukum Perikatan dalam Rangka Menyambut Masa Bakti Purna Usia 70 Tahun, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1.
2 dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. 2 Pihak yang berhak atas pemenuhan prestasi disebut sebagai kreditor, sedangkan pihak yang wajib melakukan pemenuhan prestasi disebut sebagai debitor. Kreditor dan debitor ini kemudian disebut sebagai subyek perikatan. 3 Perikatan memiliki pengertian yang berbeda dengan perjanjian. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, sedangkan perikatan memiliki arti suatu hubungan hukum yang dapat lahir karena perjanjian maupun karena undang-undang. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dilihat bahwa perikatan ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan perjanjian, sebab perikatan selain bisa timbul karena perjanjian, juga bisa timbul karena undang-undang. Dalam hukum perjanjian, pada asasnya perjanjian hanya mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya saja. Asas ini dikenal sebagai asas pacta sunt servanda yang secara tersurat dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini selalu melekat dalam suatu perjanjian, namun demikian KUHPerdata sendiri tetap memberi kesempatan kepada pihak ketiga untuk bisa masuk dalam perjanjian yang dibuat kreditor dan debitor. Pihak ketiga ini dapat menggantikan kedudukan kreditor atau debitor. 2 Ibid. 3 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta., hlm. 98.
3 Penggantian debitor harus diketahui atau persetujuan kreditor, sedangkan penggantian kreditor dapat terjadi secara sepihak. 4 Dalam hal kedudukan kreditor digantikan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga melakukan pemenuhan prestasi debitor kepada kreditor yang menimbulkan akibat hukum pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga. Pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga ini dalam KUHPerdata dikenal dengan istilah subrogasi. Subrogasi atau perpindahan hak kreditor kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditor, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang 5. Seorang pihak ketiga yang melunasi utang seorang debitor kepada kreditornya, mengakibatkan lenyapnya hubungan hukum antara debitor dengan kreditornya, namun pada saat yang sama hubungan hukum tadi beralih kepada pihak ketiga yang melakukan pembayaran kepada kreditor. 6 Pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga secara otomatis terjadi apabila pihak ketiga ini melakukan pelunasan terhadap seluruh utang debitor kepada kreditornya, sehingga kemudian debitor tidak lagi mempunyai kewajiban untuk membayar utangnya kepada kreditor, melainkan pemenuhan atas utang tersebut beralih kepada pihak ketiga. Pergantian kedudukan kreditor ini memang dapat terjadi dengan mudah apabila pihak ketiga membayar seluruh utang debitor kepada kreditor, sebab dengan demikian pihak ketiga akan menggantikan kedudukan kreditor secara penuh, sehingga hak dan tuntutan dari kreditor seluruhnya akan beralih 4 Mariam Darus Badruldzaman et all, Op.Cit., hlm. 3. 5 Pasal 1400 KUHPerdata 6 Mariam Darus Badruldzaman et all., hlm 126-127.
4 kepada pihak ketiga. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana halnya apabila yang terjadi pihak ketiga hanya melunasi sebagian utang debitor kepada kreditornya, bagaimana terkait kedudukan dan hak tagih pihak ketiga terhadap debitor? Salah satu contoh mengenai persoalan tersebut yakni dalam perkara Permohonan Pernyataan Pailit antara PT Chandra Sakti Utama Leasing (PT CSUL) sebagai Pemohon Pailit terhadap Alex Korompis sebagai Termohon Pailit yang merupakan penanggung pribadi dari PT Hutan Domas Raya (PT HDR) dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. Duduk perkara ini berawal yakni antara Pemohon Pailit dan PT HDR sepakat untuk membuat dan menandatangani Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha (Master Lease Agreement), dimana PT HDR memilih fasilitas berupa penjualan dan penyewaan kembali (sale and lease back) atas 12 barang modal dari Pemohon Pailit. Bersamaan dengan disepakatinya Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha tersebut, ternyata Pemohon Pailit juga menginginkan untuk dibuat perjanjian penanggungan atas perjanjian tersebut, sehingga akhirnya dibuatlah perjanjian penanggungan dimana Alex Korompis (Termohon Pailit) sebagai penanggung dari PT HDR yang melepaskan hak-hak istimewanya. Pelepasan hak-hak istimewa yang dilakukan oleh Termohon Pailit sebagai penanggung ini sendiri membawa akibat hukum yakni kedudukan Termohon Pailit ini sama dengan PT HDR yakni sebagai debitor dari Pemohon Pailit, sehingga Pemohon Pailit dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
5 Termohon Pailit tanpa harus Pemohon Pailit mempailitkan PT HDR terlebih dahulu. Perjanjian induk sewa guna usaha yang telah disepakati sebelumnya itu kemudian ditindak lanjuti dengan pengajuan penawaran sewa dan penerimaan yang dikirim oleh Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit, dimana atas penawaran sewa dan penerimaan tersebut, Termohon Pailit menyatakan untuk menerimanya. Berdasarkan atas penawaran sewa dan penerimaan tersebut inilah, Termohon Pailit memiliki utang sewa kepada Pemohon Pailit, hingga pada saat Permohonan Pernyataan Pailit diajukan tanggal 13 Desember 2004, Termohon Pailit masih memiliki utang sewa yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah sebesar USD 755,953.15. Utang tersebut belum termasuk bunga dan denda keterlambatan. Tanggal 6 Desember 2004, sebelum Permohonan Pernyataan Pailit diajukan, diketahui bahwa ternyata Pemohon Pailit telah menjual sebagian piutangnya terhadap Termohon Pailit kepada PT Prima Solusi Sistem (selanjutnya disebut PT PSS) sebagai pihak ketiga sebesar USD 50,000 yang dibuktikan dengan adanya alat bukti berupa Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Penyerahan Hak (Cessie). Dalam dalil permohonan Pemohon Pailit dan tanggapan dari PT PSS menyebutkan yang pada intinya penjualan sebagian piutang yang mereka lakukan telah memenuhi ketentuan apa yang disebut dengan cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, sehingga menimbulkan akibat hukum yakni PT PSS memiliki kedudukan yang sama dengan
6 Pemohon Pailit sebagai kreditor dari Termohon Pailit, dan oleh karenanya maka salah satu syarat pailit yaitu adanya dua kreditor atau lebih telah terpenuhi. Termohon Pailit kemudian menanggapi dalil Pemohon Pailit dan tanggapan PT PSS dengan menyebutkan bahwa salah satu syarat cessie yakni harus ada pemberitahuan mengenai penjualan piutang kepada debitornya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613 KUHPerdata tidak terpenuhi, karena Pemohon Pailit tidak memberitahukan atau tidak ada pemberitahuan mengenai adanya penjualan sebagian piutang tersebut kepada Termohon Pailit, sehingga PT PSS bukan merupakan kreditor dari Termohon Pailit, dan oleh karenanya maka syarat pailit harus adanya dua kreditor atau lebih tidak terpenuhi. Majelis Hakim Pengadilan Niaga kemudian memberikan pertimbangannya dengan menyatakan bahwa syarat cessie yaitu mengenai harus adanya pemberitahuan kepada debitor mengenai adanya cessie dalam perkara tersebut telah terpenuhi karena terdapat bukti berupa tanda terima atas pemberitahuan Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Pengalihan Hak (cessie) tersebut atas nama Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit. Berdasarkan hal tersebut, maka syarat pemberitahuan mengenai adanya cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata telah terpenuhi dan oleh karenanya menjadikan PT PSS juga berkedudukan sebagai kreditor dari Termohon Pailit, sehingga syarat pailit yaitu harus adanya dua kreditor atau lebih telah terpenuhi. Majelis Hakim Pengadilan Niaga kemudian menjatuhkan putusan yang pada intinya mengabulkan permohonan Pemohon
7 Pailit dan menyatakan Termohon Pailit pailit dengan segala akibat hukumnya. Termohon Pailit yang merasa tidak puas terhadap putusan tersebut kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa penjualan sebagian piutang yang dilakukan oleh Pemohon Pailit kepada PT PSS bukan termasuk cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, melainkan subrogasi yang diatur dalam Pasal 1400 KUHPerdata. Mahkamah Agung mendasarkan pertimbangannya tersebut pada alat bukti berupa Akta Pengalihan/Jual Beli Piutang yang pada pokoknya berisi penjualan sebagian piutang yang dilakukan oleh Pemohon Pailit (Termohon Kasasi) sebesar USD 50,000 kepada PT PSS, pembayarannya telah diterima seluruhnya oleh Pemohon Kasasi sebelum Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Pengalihan Hak (Cessie) tersebut ditandatangani, dengan demikian yang dijual oleh Termohon Kasasi kepada PT PSS disebut sebagai subrogasi seperti yang dimaksud dalam Pasal 1400 KUHPerdata, bukan pengalihan piutang (cessie) sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata. Mahkamah Agung dalam pertimbangan selanjutnya menyebutkan bahwa menurut Pasal 1403 KUHPerdata, kedudukan PT PSS sebagai pembeli sebagian hak tagih Termohon Kasasi (subrogasi) tidak menggantikan kedudukannya sebagai kreditor dari Pemohon Kasasi dan tidak menjadikannya bersama-sama dengan Termohon Kasasi sebagai kreditor dari Pemohon Kasasi, oleh karena hak tagih yang dimiliki PT PSS baru dapat
8 digunakan setelah hak tagih Termohon Kasasi terpenuhi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara sederhana adanya dua kreditor dari Pemohon Kasasi. Oleh karena itu, Mahkamah Agung menjatuhkan putusan yakni membatalkan Putusan Pailit Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti menetapkan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst berbeda dengan pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 berkaitan dengan penjualan piutang? 2. Bagaimana akibat hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 yang membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti yakni sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui alasan perbedaan pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 berkaitan dengan penjualan piutang.
9 b. Untuk mengetahui akibat hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 yang membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif penelitian ini adalah dalam rangka penyusunan penulisan hukum untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelurusan penelitian kepustakaan yang telah dilakukan oleh peneliti, belum pernah ada penulisan hukum yang membahas mengenai Subrogasi Sebagian terhadap Kedudukan dan Hak Tagih Pihak Ketiga kepada Debitor dalam Kepailitan (Studi Komparasi Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005), namun peneliti menemukan penulisan hukum yang hampir mirip dengan penulisan hukum peneliti. Penulisan hukum tersebut berjudul Perlindungan Hukum bagi Kreditor Pengganti dalam Subrogasi oleh Khadijatus Sholinah, dengan rumusan masalah : 1. apakah dalam setiap subrogasi selalu diperlukan adanya persetujuan dari pihak debitor?, 2. bagaimana perlindungan hukum bagi pihak ketiga selaku kreditor pengganti?. Kesimpulan penulisan hukum tersebut adalah : 1. untuk terjadinya subrogasi (pengalihan hak kreditor) sebagaimana diatur dalam
10 Pasal 1400 KUHPerdata tidak disyaratkan adanya persetujuan dari pihak debitor karena kepada siapapun kreditor berpindah dan berapa kalipun kreditor berpindah maka debitor demi hukum wajib memenuhi prestasi kepada kreditor baru, 2. ketentuan-ketentuan KUHPerdata yang mengatur tentang subrogasi telah memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang memadai kepada kreditor baru. Adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan hukum yang memadai kepada kreditor baru dalam subrogasi di antaranya Pasal 1400, Pasal 1401 sub 1, Pasal 1401 sub 2, dan Pasal 1402 KUHPerdata. 7 Penulisan hukum tersebut meskipun hampir mirip dengan penulisan hukum peneliti, namun tetap ada perbedaan, dimana dalam penulisan hukum peneliti, peneliti fokus mengkaji mengenai subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan yang dilakukan dengan melakukan Studi Komparasi Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005. Fokus pembahasan dalam penulisan hukum peneliti yang berbeda dengan penulisan hukum milik Khadijatus Sholinah, tentunya akan menghasilkan rumusan masalah yang berbeda, sehingga dengan demikian dapat memperlihatkan keaslian penelitian dalam penulisan hukum peneliti dan jika ternyata dikemudian hari terdapat penulisan hukum yang serupa dengan penulisan hukum ini tanpa sepengetahuan peneliti, maka hal tersebut 7 Khadijatus Sholinah, 2011, Perlindungan Hukum bagi Kreditor Pengganti dalam Subrogasi, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.
11 bukan suatu kesengajaan, namun diharapkan penulisan hukum ini dapat menambah informasi dan melengkapi penulisan hukum yang telah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat akademis maupun manfaat praktis, yakni sebagai berikut: 1. Manfaat akademis a. Memberikan sumbangan pengetahuan dalam hukum perdata khususnya terkait subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi mahasiswa fakultas hukum yang sedang melakukan penelitian yang serupa dengan tema penelitian ini. 2. Manfaat praktis a. Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada peneliti terkait subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan. b. Manfaat bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya mahasiswa fakultas
12 hukum mengenai subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor.