BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

dokumen-dokumen yang mirip
kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

KESALAHAN PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING VI

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

BAB I PENDAHULUAN. tahun Putusan pailit ini dapat dikatakan menghebohkan, k arena tidak ada yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian Indonesia baik dibidang perbankan, industri, real

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. PT Pupuk Kalimantan Timur (selanjutnya disebut PKT) adalah suatu perseroan

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

BAB I PENDAHULUAN. Lazimnya dalam suatu gugatan yang diajukan oleh kreditor terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. perikatan yang lahir dari undang undang. Akibat hukum suatu perikatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan dengan manusia lain. Salah satu bentuk dari hubungan yang dilakukan oleh manusia tersebut adalah hubungan hukum. Hubungan hukum ialah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lainnya. 1 Hubungan hukum ini timbul dari adanya perbuatan hukum, dimana perbuatan hukum merupakan perbuatan yang memang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum. Contoh perbuatan hukum dalam lingkungan hukum perdata adalah perikatan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang kemudian disingkat KUHPerdata), tidak dijelaskan mengenai definisi dari perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata hanya menyebutkan tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan atau karena undang-undang. Oleh karena KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perikatan, maka beberapa pakar hukum memberikan definisi mengenai perikatan yakni salah satunya mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, 1 Mariam Darus Badruldzaman et all, 2001, Hukum Perikatan dalam Rangka Menyambut Masa Bakti Purna Usia 70 Tahun, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1.

2 dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. 2 Pihak yang berhak atas pemenuhan prestasi disebut sebagai kreditor, sedangkan pihak yang wajib melakukan pemenuhan prestasi disebut sebagai debitor. Kreditor dan debitor ini kemudian disebut sebagai subyek perikatan. 3 Perikatan memiliki pengertian yang berbeda dengan perjanjian. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, sedangkan perikatan memiliki arti suatu hubungan hukum yang dapat lahir karena perjanjian maupun karena undang-undang. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dilihat bahwa perikatan ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan perjanjian, sebab perikatan selain bisa timbul karena perjanjian, juga bisa timbul karena undang-undang. Dalam hukum perjanjian, pada asasnya perjanjian hanya mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya saja. Asas ini dikenal sebagai asas pacta sunt servanda yang secara tersurat dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini selalu melekat dalam suatu perjanjian, namun demikian KUHPerdata sendiri tetap memberi kesempatan kepada pihak ketiga untuk bisa masuk dalam perjanjian yang dibuat kreditor dan debitor. Pihak ketiga ini dapat menggantikan kedudukan kreditor atau debitor. 2 Ibid. 3 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta., hlm. 98.

3 Penggantian debitor harus diketahui atau persetujuan kreditor, sedangkan penggantian kreditor dapat terjadi secara sepihak. 4 Dalam hal kedudukan kreditor digantikan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga melakukan pemenuhan prestasi debitor kepada kreditor yang menimbulkan akibat hukum pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga. Pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga ini dalam KUHPerdata dikenal dengan istilah subrogasi. Subrogasi atau perpindahan hak kreditor kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditor, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang 5. Seorang pihak ketiga yang melunasi utang seorang debitor kepada kreditornya, mengakibatkan lenyapnya hubungan hukum antara debitor dengan kreditornya, namun pada saat yang sama hubungan hukum tadi beralih kepada pihak ketiga yang melakukan pembayaran kepada kreditor. 6 Pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga secara otomatis terjadi apabila pihak ketiga ini melakukan pelunasan terhadap seluruh utang debitor kepada kreditornya, sehingga kemudian debitor tidak lagi mempunyai kewajiban untuk membayar utangnya kepada kreditor, melainkan pemenuhan atas utang tersebut beralih kepada pihak ketiga. Pergantian kedudukan kreditor ini memang dapat terjadi dengan mudah apabila pihak ketiga membayar seluruh utang debitor kepada kreditor, sebab dengan demikian pihak ketiga akan menggantikan kedudukan kreditor secara penuh, sehingga hak dan tuntutan dari kreditor seluruhnya akan beralih 4 Mariam Darus Badruldzaman et all, Op.Cit., hlm. 3. 5 Pasal 1400 KUHPerdata 6 Mariam Darus Badruldzaman et all., hlm 126-127.

4 kepada pihak ketiga. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana halnya apabila yang terjadi pihak ketiga hanya melunasi sebagian utang debitor kepada kreditornya, bagaimana terkait kedudukan dan hak tagih pihak ketiga terhadap debitor? Salah satu contoh mengenai persoalan tersebut yakni dalam perkara Permohonan Pernyataan Pailit antara PT Chandra Sakti Utama Leasing (PT CSUL) sebagai Pemohon Pailit terhadap Alex Korompis sebagai Termohon Pailit yang merupakan penanggung pribadi dari PT Hutan Domas Raya (PT HDR) dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. Duduk perkara ini berawal yakni antara Pemohon Pailit dan PT HDR sepakat untuk membuat dan menandatangani Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha (Master Lease Agreement), dimana PT HDR memilih fasilitas berupa penjualan dan penyewaan kembali (sale and lease back) atas 12 barang modal dari Pemohon Pailit. Bersamaan dengan disepakatinya Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha tersebut, ternyata Pemohon Pailit juga menginginkan untuk dibuat perjanjian penanggungan atas perjanjian tersebut, sehingga akhirnya dibuatlah perjanjian penanggungan dimana Alex Korompis (Termohon Pailit) sebagai penanggung dari PT HDR yang melepaskan hak-hak istimewanya. Pelepasan hak-hak istimewa yang dilakukan oleh Termohon Pailit sebagai penanggung ini sendiri membawa akibat hukum yakni kedudukan Termohon Pailit ini sama dengan PT HDR yakni sebagai debitor dari Pemohon Pailit, sehingga Pemohon Pailit dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap

5 Termohon Pailit tanpa harus Pemohon Pailit mempailitkan PT HDR terlebih dahulu. Perjanjian induk sewa guna usaha yang telah disepakati sebelumnya itu kemudian ditindak lanjuti dengan pengajuan penawaran sewa dan penerimaan yang dikirim oleh Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit, dimana atas penawaran sewa dan penerimaan tersebut, Termohon Pailit menyatakan untuk menerimanya. Berdasarkan atas penawaran sewa dan penerimaan tersebut inilah, Termohon Pailit memiliki utang sewa kepada Pemohon Pailit, hingga pada saat Permohonan Pernyataan Pailit diajukan tanggal 13 Desember 2004, Termohon Pailit masih memiliki utang sewa yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah sebesar USD 755,953.15. Utang tersebut belum termasuk bunga dan denda keterlambatan. Tanggal 6 Desember 2004, sebelum Permohonan Pernyataan Pailit diajukan, diketahui bahwa ternyata Pemohon Pailit telah menjual sebagian piutangnya terhadap Termohon Pailit kepada PT Prima Solusi Sistem (selanjutnya disebut PT PSS) sebagai pihak ketiga sebesar USD 50,000 yang dibuktikan dengan adanya alat bukti berupa Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Penyerahan Hak (Cessie). Dalam dalil permohonan Pemohon Pailit dan tanggapan dari PT PSS menyebutkan yang pada intinya penjualan sebagian piutang yang mereka lakukan telah memenuhi ketentuan apa yang disebut dengan cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, sehingga menimbulkan akibat hukum yakni PT PSS memiliki kedudukan yang sama dengan

6 Pemohon Pailit sebagai kreditor dari Termohon Pailit, dan oleh karenanya maka salah satu syarat pailit yaitu adanya dua kreditor atau lebih telah terpenuhi. Termohon Pailit kemudian menanggapi dalil Pemohon Pailit dan tanggapan PT PSS dengan menyebutkan bahwa salah satu syarat cessie yakni harus ada pemberitahuan mengenai penjualan piutang kepada debitornya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613 KUHPerdata tidak terpenuhi, karena Pemohon Pailit tidak memberitahukan atau tidak ada pemberitahuan mengenai adanya penjualan sebagian piutang tersebut kepada Termohon Pailit, sehingga PT PSS bukan merupakan kreditor dari Termohon Pailit, dan oleh karenanya maka syarat pailit harus adanya dua kreditor atau lebih tidak terpenuhi. Majelis Hakim Pengadilan Niaga kemudian memberikan pertimbangannya dengan menyatakan bahwa syarat cessie yaitu mengenai harus adanya pemberitahuan kepada debitor mengenai adanya cessie dalam perkara tersebut telah terpenuhi karena terdapat bukti berupa tanda terima atas pemberitahuan Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Pengalihan Hak (cessie) tersebut atas nama Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit. Berdasarkan hal tersebut, maka syarat pemberitahuan mengenai adanya cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata telah terpenuhi dan oleh karenanya menjadikan PT PSS juga berkedudukan sebagai kreditor dari Termohon Pailit, sehingga syarat pailit yaitu harus adanya dua kreditor atau lebih telah terpenuhi. Majelis Hakim Pengadilan Niaga kemudian menjatuhkan putusan yang pada intinya mengabulkan permohonan Pemohon

7 Pailit dan menyatakan Termohon Pailit pailit dengan segala akibat hukumnya. Termohon Pailit yang merasa tidak puas terhadap putusan tersebut kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa penjualan sebagian piutang yang dilakukan oleh Pemohon Pailit kepada PT PSS bukan termasuk cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, melainkan subrogasi yang diatur dalam Pasal 1400 KUHPerdata. Mahkamah Agung mendasarkan pertimbangannya tersebut pada alat bukti berupa Akta Pengalihan/Jual Beli Piutang yang pada pokoknya berisi penjualan sebagian piutang yang dilakukan oleh Pemohon Pailit (Termohon Kasasi) sebesar USD 50,000 kepada PT PSS, pembayarannya telah diterima seluruhnya oleh Pemohon Kasasi sebelum Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Pengalihan Hak (Cessie) tersebut ditandatangani, dengan demikian yang dijual oleh Termohon Kasasi kepada PT PSS disebut sebagai subrogasi seperti yang dimaksud dalam Pasal 1400 KUHPerdata, bukan pengalihan piutang (cessie) sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata. Mahkamah Agung dalam pertimbangan selanjutnya menyebutkan bahwa menurut Pasal 1403 KUHPerdata, kedudukan PT PSS sebagai pembeli sebagian hak tagih Termohon Kasasi (subrogasi) tidak menggantikan kedudukannya sebagai kreditor dari Pemohon Kasasi dan tidak menjadikannya bersama-sama dengan Termohon Kasasi sebagai kreditor dari Pemohon Kasasi, oleh karena hak tagih yang dimiliki PT PSS baru dapat

8 digunakan setelah hak tagih Termohon Kasasi terpenuhi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara sederhana adanya dua kreditor dari Pemohon Kasasi. Oleh karena itu, Mahkamah Agung menjatuhkan putusan yakni membatalkan Putusan Pailit Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti menetapkan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst berbeda dengan pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 berkaitan dengan penjualan piutang? 2. Bagaimana akibat hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 yang membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti yakni sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui alasan perbedaan pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 berkaitan dengan penjualan piutang.

9 b. Untuk mengetahui akibat hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 yang membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif penelitian ini adalah dalam rangka penyusunan penulisan hukum untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelurusan penelitian kepustakaan yang telah dilakukan oleh peneliti, belum pernah ada penulisan hukum yang membahas mengenai Subrogasi Sebagian terhadap Kedudukan dan Hak Tagih Pihak Ketiga kepada Debitor dalam Kepailitan (Studi Komparasi Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005), namun peneliti menemukan penulisan hukum yang hampir mirip dengan penulisan hukum peneliti. Penulisan hukum tersebut berjudul Perlindungan Hukum bagi Kreditor Pengganti dalam Subrogasi oleh Khadijatus Sholinah, dengan rumusan masalah : 1. apakah dalam setiap subrogasi selalu diperlukan adanya persetujuan dari pihak debitor?, 2. bagaimana perlindungan hukum bagi pihak ketiga selaku kreditor pengganti?. Kesimpulan penulisan hukum tersebut adalah : 1. untuk terjadinya subrogasi (pengalihan hak kreditor) sebagaimana diatur dalam

10 Pasal 1400 KUHPerdata tidak disyaratkan adanya persetujuan dari pihak debitor karena kepada siapapun kreditor berpindah dan berapa kalipun kreditor berpindah maka debitor demi hukum wajib memenuhi prestasi kepada kreditor baru, 2. ketentuan-ketentuan KUHPerdata yang mengatur tentang subrogasi telah memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang memadai kepada kreditor baru. Adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan hukum yang memadai kepada kreditor baru dalam subrogasi di antaranya Pasal 1400, Pasal 1401 sub 1, Pasal 1401 sub 2, dan Pasal 1402 KUHPerdata. 7 Penulisan hukum tersebut meskipun hampir mirip dengan penulisan hukum peneliti, namun tetap ada perbedaan, dimana dalam penulisan hukum peneliti, peneliti fokus mengkaji mengenai subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan yang dilakukan dengan melakukan Studi Komparasi Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005. Fokus pembahasan dalam penulisan hukum peneliti yang berbeda dengan penulisan hukum milik Khadijatus Sholinah, tentunya akan menghasilkan rumusan masalah yang berbeda, sehingga dengan demikian dapat memperlihatkan keaslian penelitian dalam penulisan hukum peneliti dan jika ternyata dikemudian hari terdapat penulisan hukum yang serupa dengan penulisan hukum ini tanpa sepengetahuan peneliti, maka hal tersebut 7 Khadijatus Sholinah, 2011, Perlindungan Hukum bagi Kreditor Pengganti dalam Subrogasi, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.

11 bukan suatu kesengajaan, namun diharapkan penulisan hukum ini dapat menambah informasi dan melengkapi penulisan hukum yang telah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat akademis maupun manfaat praktis, yakni sebagai berikut: 1. Manfaat akademis a. Memberikan sumbangan pengetahuan dalam hukum perdata khususnya terkait subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi mahasiswa fakultas hukum yang sedang melakukan penelitian yang serupa dengan tema penelitian ini. 2. Manfaat praktis a. Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada peneliti terkait subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan. b. Manfaat bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya mahasiswa fakultas

12 hukum mengenai subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor.