BAB I PENDAHULUAN. kerbau. Terdapat dua jenis kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus)

dokumen-dokumen yang mirip
Keragaman Fenotipe Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) di Kabupaten Jembrana Bali: Warna Kulit dan Pusaran Rambut

Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Abstrak

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

II. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

Somatometri Kerbau Lumpur di Kabupaten Jembrana Bali

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. dengan besarnya jumlah penduduk yang ada. Banyaknya penduduk yang ada

I. PENDAHULUAN. Populasi ternak kerbau di Indonesia hanya sebesar ekor

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

BAB I PENDAHULUAN 1.1"Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang

RIWAYAT HIDUP. Debora Selfia Boru Manurung lahir di kecamatan Tigabinanga kabupaten

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN

Bab 4 P E T E R N A K A N

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. daerah yang terletak antara Lintang Utara sampai Lintang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.


KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar pekerjaan utama

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

KERAGAAN BOBOT BADAN DAN MORFOMETRIK TUBUH KERBAU SUMBAWA TERPILIH UNTUK PENGGEMUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

I PENDAHULUAN. kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Bengkulu Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Seuntai Kata. Kasongan, 17 Agustus 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Katingan. Agie, M.Hum.

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Labuhanbatu Selatan tahun 2013 sebanyak rumah tangga

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk pangan pokok saja, tetapi juga diolah menjadi berbagai produk

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Serang Tahun 2013 Sebanyak rumah tangga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

I PENDAHULUAN. tabungan untuk keperluan di masa depan. Jumlah populasi kerbau pada Tahun

Gambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011)

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RILIS HASIL PSPK2011

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Kerbau berasal dari india, namun telah tersebar di banyak negara termasuk

Seuntai Kata. Tarempa, 1 September 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Anamabs. Drs. Bustami

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

Seuntai Kata. Jakarta, 17 Agustus 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Dr. Suryamin, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

I. PENDAHULUAN. saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK TERNAK DALAM PENENTUAN HARGA JUAL KERBAU DI DESA SUMBANG KECAMATAN CURIO KABUPATEN ENREKANG

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

I. PENDAHULUAN. yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Meskipun kerbau belum

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Menyediakan Informasi untuk Masa Depan Petani yang Lebih Baik

TIPOLOGI WILAYAH BALI HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati sangat melimpah. Salah satu dari keanekaragaman hayati di Indonesia adalah kerbau. Terdapat dua jenis kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus) dan kerbau hasil domestikasi yaitu Asian Buffalo (bubalus). Kerbau Asia terdiri dari kerbau liar dan kerbau domestik (Bubalus bubalis). Kerbau domestik terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu kerbau lumpur (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo) (Sitompul, 2009). Menurut Sitorus dan Anggraeni (2008) dua bangsa kerbau lokal yang ada di Indonesia yaitu kerbau lumpur (swamp buffalo) dengan populasi 95% dan kerbau sungai (river buffalo) dengan populasi 5%. Populasi kerbau di Indonesia berdasakan Statistik Peternakan pada tahun 2008 adalah sekitar 1,9 juta ekor tersebar diseluruh provinsi. Populasi kerbau tertinggi sampai terendah dijumpai pada beberapa provinsi antara lain: NAD (280.662 ekor), Sumatera Barat (196.854 ekor), NTB (161.450 ekor), Sumatera Utara (155.341 ekor), Banten (153.004 ekor), NTT (148.772 ekor), Jawa Barat (145.847 ekor) Sedangkan jumlah kerbau berdasarkan hasil pengambilan data sapi potong, sapi perah, dan kerbau pada tahun 2011 dan sensus pertanian 2013 menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali disajikan dalam tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Populasi Sapi dan Kerbau di Bali. (Sumber katalog BPS. 5106002.51 Badan Pusat Statistik Prov. Bali, 2013). Kode Kab/Kota Kab/Kota Pengambilan data Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (ekor) (1) (2) (3) 01 Jembrana 56.130 02 Tabanan 67.412 03 Badung 48.051 04 Gianyar 47.282 05 Klungkung 46.636 06 Bangli 94.203 07 Karang Asem 135.561 08 Buleleng 136.337 71 Denpasar 8.181 Total Bali 639.793 Pada umumnya kerbau di Indonesia merupakan hewan ternak yang dikelola, dikembangkan serta dipelihara sebagai hewan penghasil bahan pangan. Peranan ternak kerbau cukup signifikan dalam menunjang program swasembada daging sapi nasional (termasuk kerbau) pada tahun 2014 (Mufiidah et al., 2013). Selain itu, kerbau dapat digunakan manusia untuk membantu kerja dalam kegiatan pertanian. Misalnya kerbau digunakan untuk membajak sawah, serta mengangkut barang atau hasil panen. Kerbau memiliki manfaat lain selain sebagai penghasil daging serta membantu kerja manusia dalam kegiatan pertanian, yakni kerbau banyak digunakan dalam aktivitas budaya. Kerbau digunakan sebagai sarana dalam upacara adat dan keagamaan. Selain itu, kerbau dapat digunakan sebagai tabungan yang dapat

diuangkan. Kerbau dapat menjadi prestise masyarakat terhadap kepemilikan jumlah kerbau yang dapat langsung mengangkat status sosial pemiliknya. Misalnya di Toraja Utara yang merupakan salah satu daerah yang menjadikan kerbau sebagai hewan kurban dalam acara-acara ritual, sekaligus sebagai tingkat ukuran status sosial seseorang dalam setiap pelaksanaan suatu upacara adat pemakaman (Yani, 2012). Di Bali, tepatnya di Kabupaten Jembrana, terdapat tradisi yang menggunakan kerbau lumpur sebagai sarana. Pemanfaatan kerbau lumpur tersebut digunakan dalam aktivitas sosial budaya yang disebut makepung. Makepung merupakan tradisi yang menggunakan kerbau dalam pacuan. Tradisi makepung secara singkat berawal dari kegiatan petani pada saat membajak lahan basah dengan menggunakan bajak tradisional untuk pengolahan sawah sebelum menanam benih padi. Kerbau menarik cikar secara berpasangan kemudian diadu lari cepat dengan pasangan-pasangan kerbau yang lain (Sumadi et al., 2006). Berdasarkan hasil survei, pelaksanaan makepung terbagi menjadi 2 wilayah (blok) yaitu Regu Ijo Gading Barat (hijau), Regu Ijo Gading Timur (merah) dan makepung ini biasanya dilaksanakan pada musim kemarau, tepatnya pada bulan Agustus sampai Oktober. Kerbau lumpur yang secara umum digunakan sebagai ternak pekerja harus mampu beradaptasi dengan lingkungannya demi menampilkan kemampuan fisik yang prima. Untuk pengembangan potensi ini, diperlukan upaya peningkatan mutu kerbau lumpur baik secara kualitas maupun kuantitas. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan pengamatan karakteristik morfometrik tubuh, identifikasi fenotipik kualitatif,

kuantitatif subpopulasi kerbau lumpur dari suatu lokasi, sehingga akan bermanfaat untuk meningkatkan mutu genetiknya (Kampas, 2008). Hingga saat ini belum ditemukan adanya data spesifik terhadap kerbau lumpur di Kabupaten Jembrana yang digunakan dalam makepung baik pengamatan kerbau lumpur secara morfometrik, maupun identifikasi kerbau lumpur secara fenotipik kualitatif. Berdasarkan survei, masyarakat memiliki kriteria tertentu terhadap kerbau yang diikutsertakan dalam makepung. Menurut I Putu Ardiasa (komunikasi pribadi) salah seorang joki kerbau lumpur makepung mengatakan bahwa terdapat mitos yang beredar di kalangan masyarakat yaitu letak pusaran (useran, unyeng unyeng) dan arah pusaran pada tubuh kerbau lumpur dapat berpengaruh akan juara atau tidaknya kerbau lumpur tersebut. Selain itu, warna kulit kerbau lumpur juga mempengaruhi dalam kualitas kerbau lumpur berlari. Narasumber mengatakan bahwa kerbau lumpur dengan warna abu-abu gelap lebih enerjik (rengas) dan lebih cepat berlari dibandingkan kerbau lumpur merah muda (albino) (mise). Berdasarkan survei tersebut, maka dilaksanakan penelitian terhadap keragaman fenotipik kualitatif berupa keragaman letak pusaran dan arah pusaran, serta keragaman warna kulit tubuh untuk memperoleh data spesifik terhadap kerbau lumpur yang digunakan dalam makepung. Sehingga dengan adanya hasil penelitian ilmiah kali ini dapat dijadikan bahan acuan maupun referensi untuk penelitian kerbau lumpur makepung berikutnya. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: a. Adakah keragaman warna kulit tubuh pada populasi kerbau lumpur yang digunakan dalam makepung di Kabupaten Jembrana Bali (Regu Ijo Gading Barat dan Regu Ijo Gading Timur) b. Adakah keragaman letak pusaran dan arah pusaran pada populasi kerbau lumpur yang digunakan dalam makepung di Kabupaten Jembrana Bali (Regu Ijo Gading Barat dan Regu Ijo Gading Timur)? c. Adakah perbedaan profil fenotipik kualitatif pada kerbau lumpur untuk makepung di Regu Ijo Gading Barat dan Regu Ijo Gading Timur Kabupaten Jembrana Bali 1.3 Tujuan Penelitian a. Mengetahui perbandingan warna kulit tubuh kerbau lumpur pada populasi kerbau lumpur makepung yang terdapat di Regu Ijo Gading Barat dan Regu Ijo Gading Timur Kabupaten Jembrana Bali b. Mengetahui adanya keragaman letak pusaran dan arah pusaran setiap individu pada populasi kerbau lumpur di Regu Ijo Gading Barat dan Regu Ijo Gading Timur Kabupaten Jembrana Bali c. Mengetahui perbedaan profil fenotipik kualitatif kerbau lumpur di Regu Ijo Gading Barat dan Regu Ijo Gading Timur Kabupaten Jembrana Bali

1.4 Manfaat Penelitian a. Tersedianya informasi mengenai keragaman letak pusaran serta warna kulit pada kerbau lumpur yang digunakan untuk makepung di Kabupaten Jembrana, tepatnya di Regu Ijo Gading Barat dan Regu Ijo Gading Timur b. Dapat digunakan sebagai acuan dalam mempelajari kerbau lumpur yang digunakan untuk makepung 1.5 Kerangka Konsep Hasinah dan Handiwirawan (2006) menyatakan bahwa keragaman pada kerbau dapat dilihat dari ciri-ciri fenotipe, produksi dan genotipe. Keragaman fenotipik kualitatif merupakan parameter yang dapat diamati atau terlihat secara langsung seperti tinggi, berat, warna dan pola warna tubuh, pertumbuhan tanduk, pusaran dan sebagainya. Keragaman fenotipik kualitatif menunjukkan perbedaan penampilan atau ukuran diantara individu dalam suatu populasi untuk sifat tertentu. Menurut Hardjosubroto dan Astuti (1993), keragaman fenotipik kualitatif yang dimiliki setiap individu dikontrol oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Sarbaini (2004) penanda fenotipik merupakan penciri yang ditentukan atas dasar ciri-ciri fenotipe yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk dan sebagainya. Terdapat dua faktor yaitu faktor dalam (genetik) dan faktor luar (lingkungan)

yang dapat menentukan penampilan suatu individu. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki oleh ternak. Pengaruh faktor genetik bersifat baka (tidak akan berubah selama hidupnya, selama tidak terjadi mutasi dari gen yang menyusunnya). Sedangkan pengaruh lingkungan bersifat tidak baka (tidak tetap) dan tidak dapat diwariskan kepada keturunannya dan tergantung pada kapan dan dimana individu tersebut berada (Agustiani, 2009). Selama kehidupan suatu individu, sifat turunan akan terus berinteraksi dengan lingkungan dan interaksi ini akan menentukan rupa atau bentuk individu tersebut pada waktu tertentu dan perkembangannya pada waktu mendatang (Kampas, 2008). Warna kulit tubuh adalah salah satu sifat fenotipik kualitatif yang biasa digunakan sebagai kriteria dalam seleksi dari pemilihan kerbau lumpur. Warna kulit merupakan manifestasi antara satu atau beberapa pasang gen (Dudi et al., 2011). Selain warna kulit tubuh, letak pusaran juga menentukan dalam kriteria pemilihan kerbau lumpur yang digunakan dalam makepung. Letak pusaran yang mempunyai nilai sosial tinggi yaitu delapan titik pusar (4 pasang yaitu kiri dan kanan) terdapat di bagian hidung, telinga, pundak, dan pinggul (Dudi et al., 2011). Jumlah pusaran (useran, unyeng-unyeng) maupun letak pusaran merupakan sifat fenotipik kualitatif yang berkarakter pada kerbau. Kerbau lumpur memiliki keragaman untuk letaknya diseluruh tubuh namun jumlahnya spesifik untuk setiap individu. Jumlah pusaran umumnya berpasangan di setiap letaknya. Menurut Pradita (2013) letak pusaran berada pada bagian wajah, pundak kiri-kanan dan pinggul kiri-kanan. Sehingga secara garis besar pemilihan dari kerbau lumpur selain dipengaruhi oleh

faktor lingkungan juga dipegaruhi oleh preferensi pemilik terhadap kriteria kerbau lumpur. Berikut ini dijelaskan dalam kerangka konsep. Faktor Luar Lingkungan Preferensi Pemilik Keragaman Fenotipik Kualitatif Kerbau Lumpur Makepung Jembrana Faktor Dalam Genetik Keragaman Pusaran (useran, unyeng unyeng) Letak/ Lokasi pusaran Arah pusaran Keragaman Warna Kulit Tubuh Gambar 1. Kerangka Konsep Keragaman Fenotipik Kualitatif Kerbau Lumpur