BAB V FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN DAN KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII KEBERHASILAN MIGRAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH

BAB V TINGKAT KEINGINAN PINDAH PENDUDUK DI DAERAH RENTAN BAHAYA LONGSOR

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

PROSES MIGRASI ORANG MADURA

BAB VI FAKTOR DI DAERAH ASAL, DAERAH TUJUAN, DAN PENGHALANG ANTARA

BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR. (%) Muda: tahun 50 Usia. Tingkat Pendidikan Sedang: SMA/SMK-D1 50 Tinggi: D3-S2 41

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden KUESIONER PENELITIAN. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB V PENUTUP. Hargomuylo adalah Kota Jakarta. Jakarta sebagai pusat kota di Indonesia memang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

Fenomena Migrasi dan Pergerakan Penduduk. kependudukan semester

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

LAMPIRAN 1. Hasil Wawancara dengan Pimpinan CV MSKOM. Mengenai Pentingnya Kepuasan Kerja Karyawan Bagi Perusahaan Dan Upaya

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bukan dari daerah asal orang tersebut (KBBI, 2015). Perantau juga sering

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN DEATH BY CHOCOLATE AND SPAGHETTI BOGOR

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

ADA pepatah, Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China. Tetapi bagi Suhendra Pakpahan, ilmu di Tanah Air sudah bertebaran dan siap dipanen.

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

BAB I PENDAHULUAN. yang khas. Kenikmatannya saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

KARAKTERISTIK KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan urat nadi pembangunan nasional untuk. melancarakan arus manusia, barang maupun informasi sebagai penunjang

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT RESTORAN ORIENTAL FOOD (Kasus Restoran Makisu dan Shanghai Garden di Gedung Bursa Efek Indonesia) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (Rivai, 2004: 309). Prestasi kerja karyawan akan membawa dampak bagi

BAB III HASIL TEMUAN PENELITIAN PENGARUH KOMPETENSI KOMUNIKASI MENTOR, MOTIVASI MAHASISWA DAN MODEL PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KEBERHASILAN PMW

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia, banyak ditemukan pelajar yang setelah lulus dari SMA atau

FENOMENA MIGRASI DAN PERMASALAHAN EKONOMI TENAGA KERJA DI KELURAHAN OGAN BARU KOTA PALEMBANG

IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

Pemuda Kurang Minat Dalam Pertanian

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian.

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. konsumennya akan mengakibatkan perubahan-perubahan yang terjadi pada

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK

ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA AGROWISATA RUMAH SUTERA ALAM KECAMATAN PASIR EURIH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. hal komunikasi telah mengalami berbagai perubahan. Hal ini dapat terlihat dari

KUESIONER. Identifikasi Responden Nama : Jenis kelamin : Usia : Nama sekolah : Jurusan :

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GAYA KEPEMIMPINAN LEADER NETWORKER

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN. Judul: Analisis Peran Keluarga dalam Bisnis Keluarga Ditujukan untuk Owner/Pemilik

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

Kesatu: Bertemu Tenis Meja Lewat Arena Sederhana

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN

BAB VI KESESUAIAN AGENDA RADIO MEGASWARA DENGAN AGENDA PENDENGAR

BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan Penulisan

KOMUNITAS ETNIS BATAK SEBAGAI SUPIR ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

ANALISIS SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KUNJUNGAN KONSUMEN KAFE BACA DI BUKU KAFE, DEPOK JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja No : PER-05/MEN/1988

BAB I PENDAHULUAN. kelembagaan penyuluhan dan peningkatan kegiatan penyuluh pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. Riskha Mardiana, 2015

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN COFFEESHOP WARUNG KOPI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMASARAN SKRIPSI IVAN STENLEY H

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KUALITAS PELAYANAN YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KONSUMEN DI RESTORAN Mr. CELUP S BOGOR. Oleh EVIVANA SITUMORANG H

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA JALAN TOL JAGORAWI PADA PT. JASA MARGA (PERSERO) Oleh I MADE ARDHIKA H

MIGRAN PEDAGANG MAKl LIMA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA PENGIRIMAN EKSPRES (STUDI KASUS : PT PANDU SIWI SENTOSA CABANG BOGOR)

BAB III KAUM MUDA PARUH WAKTU DAN GAYA HIDUP MODERN. banyak kaum muda yang masih berstatus sebagai mahasiswa bekerja paruh waktu dengan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

38 BAB V FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN DAN KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR 5.1 Faktor Pendorong Migrasi Faktor pendorong migrasi adalah faktor dari daerah asal yang menjadi pertimbangan responden untuk melakukan migrasi. Hasil penelitian terhadap responden menunjukkan bahwa alasan ekonomi dan lapangan pekerjaan yang terbatas di daerah asal menjadi faktor pendorong yang sangat dominan bagi migran untuk melakukan migrasi. Pada Tabel 5 dijelaskan secara rinci faktorfaktor pendorong penyebab migrasi. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Faktor Pendorong Utama Migrasi Tahun 2011 Faktor pendorong Jumlah (orang) Persentase Keterbatasan lapangan kerja 24 34,2 Keterbatasan mengembangakan diri 35 50,0 Mutasi pekerjaan 2 2,9 Dorongan keluarga 3 4,3 Pendidikan 6 8,6 Seperti terlihat pada tabel di atas, sebanyak 24 responden (34,2 persen) memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor karena lapangan kerja yang terbatas. Lahan pertanian yang semakin sempit dan inovasi pengolahan lahan yang kurang berkembang sehingga kurang menarik untuk digeluti. Seperti penuturan DS (48), setelah lulus SMA beliau memutuskan untuk merantau karena lahan milik keluarga sudah diolah oleh saudara-saudaranya yang lain. Peluang untuk bekerja

39 diluar sektor pertanian juga sangat terbatas. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk merantau. 5.1.1 Motivasi Ekonomi Faktor ekonomi menjadi motif yang paling tinggi yang mendorong migran untuk melakukan migrasi. Sebanyak 61 orang responden (87 persen) memutuskan untuk melakukan migrasi dengan motif ekonomi. Rendahnya pendapatan di daerah asal dan kecilnya peluang untuk meningkatkan pendapatan menjadi faktor pendorong migran untuk melakukan migrasi. Seperti penuturan MHS (68), setelah menamatkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Semarang MHS memutuskan untuk pulang ke daerah asal dan bekerja sebagai guru di daerah tersebut. Berselang setahun kemudian MHS memutuskan untuk melakukan migrasi ke daerah Bogor karena penghasilannya sebagai pengajar dikampung sangat kecil. Sementara di daerah Bogor MHS ditawari sebagai pengajar dengan gaji yang lebih besar. Sementara DS (48), setelah lulus SMA melakukan migrasi karena keterbatasan lahan yang akan digarap. Melihat pengalaman saudara-saudara tuanya yang terlebih dahulu sebagai penggarap lahan pendapatannya sangat kecil, semakin menguatkan tekadnya untuk melakukan migrasi dengan harapan kehidupan ekonominya akan meningkat lebih baik lagi. 5.1.2 Motivasi Pendidikan Pendidikan menjadi motivasi bagi enam orang (9 persen) responden dalam penelitian ini untuk melakukan migrasi. Seperti penuturan NS (32), beliau melakukan migrasi ke Bogor karena diterima disalah satu perguruan tinggi di Bogor. Tujuan utamanya ke Bogor adalah untuk menuntut ilmu. NS (32) memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor dengan pertimbangan mutu pendidikan perguruan tinggi yang dituju di Bogor lebih baik dibanding universitas di daerah asalnya. Hal tersebut dia ketahui dari informasi yang dia dapatkan dari guru-guru SMA nya maupun informasi yang dicari sendiri.

40 5.2 Faktor Penarik Migrasi Faktor penarik Migrasi adalah faktor-faktor penarik dari daerah tujuan migrasi yang membuat migran menuju daerah tersebut. Faktor penarik adalah daya tarik Bogor sehingga dijadikan derah tujuan migrasi. Pada Tabel 6 dijelaskan secara rinci faktor-faktor yang menjadi penarik migran bermigrasi ke Bogor. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Faktor Penarik Migrasi Tahun 2011 Faktor Penarik Jumlah (orang) Persentase Perekonomian yang lebih baik 28 40,0 Pendidikan 3 4,3 Tugas kerja 4 5,7 Lingkungan yang nyaman 27 38,6 Ajakan Saudara 8 11,4 Faktor penarik yang paling besar yang membuat Bogor menjadi pilihan migrasi adalah kesempatan untuk mengembangkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Hasil penelitian dilapangan, duapuluh delapan orang migran menjadikan peluang ekonomi ini sebagai alasan untuk berpindah ke Bogor. Seperti penuturan BS (50), beliau mendapatkan penawaran bekerja di Bogor sehingga memutuskan untuk tinggal di Bogor. Kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh migran BS. Kondisi cuaca di Bogor yang sejuk dan masyarakatnya yang ramah juga menjadi salah satu daya tarik daerah ini menjadi daerah tujuan migrasi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dilapangan, responden yang memutuskan untuk menetap di Bogor sebanyak duapuluh tujuh orang dengan pertimbangan lingkungan yang nyaman. Seperti penuturan HFR (32), beliau memilih Bogor

41 sebagai tempat untuk tinggal karena cuaca di Bogor cukup sejuk dibandingkan tempat beliau bekerja yaitu daerah Tangerang. Jarak yang jauh dari tempat tinggal ke lokasi kerja tidak membuat beliau berpindah dari Bogor karena sudah merasa nyaman dengan suasana lingkungan yang nyaman dan masyarakatnya yang ramah. Responden yang memilih pendidikan sebagai daya tarik Bogor untuk melakukan migrasi sebanyak tiga orang. MS (35) memilih untuk berkuliah di Bogor karena tertarik dengan fakultas pertanian yang ada di Institut pertanian Bogor. Beliau memilih IPB Bogor karena menurutnya kualitas pendidikannya sangat baik dan sesuai dengan yang beliau inginkan. 5.3 Kehidupan Awal Di Bogor Kehidupan awal di Bogor yang dialami oleh migran sangat bervariasi. Seperti yang dituturkan oleh MS (42), perjalanannya ke Bogor bukanlah sesuatu yang direncanakan sejak awal. MS pemuda yang hanya mengenyam pendiddikan setingkat SD ini tujuan awal migrasinya adalah ke Ibukota Jakarta. Di Jakarta beliau mencoba peruntungan menjadi kondektur bis dan akhirnya menjadi sopir. Penghasilan awalnya cukup menjanjikan untuk ukuran pemuda seusianya. Seiring berjalannya waktu, MS merasa Jakarta tidak ideal lagi baginya karena saingannya semakin banyak. Pada akhirnya MS memutuskan untuk pindah ke Bogor karna melihat peluang daerah ini akan berkembang dan peluang untuk berwirausaha cukup tinggi. Pada awal kehidupan di Bogor, MS bekerja sebagai supir angkutan umum. Pada awal kehidupan di Bogor, MS tinggal bersama saudara dan kemudian memutuskan untuk tinggal dengan indekos. Kemudian MS mulai membuka usaha kecil sembari menekuni pekerjaannya sebagai sopir. Lambat laun usahanya berkembang dan membuat tingkat ekonomi MS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kehidupannya sebelum melakukan migrasi. Lain lagi dengan penituran NH (32), NH memutuskan untuk pindah ke Bogor karena NH diterima di Institut Pertanian Bogor. NH ke Bogor untuk melanjutkan pendidikan. NH tidak mempunyai saudara di Bogor dan NH memutuskan tinggal dengan cara berindekos. Kehidupan awal NH di Bogor hanya

42 seputar kegiatan mahasiswa di kampus. Urusan biaya hidup dan biaya pendidikan, NH masih didanai secara langsung oleh orangtua NH di kampung. Pada saat pertama kali sampai di daerah migrasi, migran tentunya belum memiliki tempat tinggal sendiri. Migran biasanya menghubungi kerabat ataupun teman yang sudah terlebih dahulu melakukan migrasi kedaerah tersebut. Ada juga yang mencari tempat tinggal sendiri dengan cara kontrak ataupun indekos. Hasil penelitian dilapangan diketahui sebanyak 33 orang responden (47 persen) menumpang tinggal ditempat kerabat ketika pertama kali melakukan migrasi ke Bogor. Hal ini terjadi karena migran yang baru pertama kali datang belum terlalu mengenal daerah tujuan migrasi. Semenjak dari daerah asal, migran sudah diberi pesan untuk segera langsung menemui kerabat yang ada begitu sampai di Bogor. Seperti penuturan CS (37), beliau langsung menemui amangborunya begitu sampai di Bogor. CS juga menumpang tinggal bersama amangborunya sembari mencari pekerjaan. Hal itu ia lakukan karena sudah ada pesan dari kampung untuk segera menemui amangboru. Menurut CS dia sangat kerasan tinggal dirumah amangborunya tersebut karena amangborunya sangat banyak membantunya dalam mencari pekerjaan dan banyak member masukanmasukan kepadanya. Berbeda dengan penuturan DS (40), beliau kurang begitu nyaman tinggal ditempat saudara. Lingkungan baru dan daerah baru membuatnya suka keluyuran tetapi dia selalu dibatasi pergerakannya oleh saudaranya. DS menuturkan, beliau hanya betah selama tiga bulan menumpang ditempat saudaranya, setelahnya beliau memutuskan untuk indekos. Pada Tabel 7 berikut ini dijelaskan secara rinci jumlah dan persentase responden di PPTSB Cabang Bogor berdasarkan tempat tinggal pertama di Bogor.

43 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Tempat Tinggal Pertama di Bogor Tahun 2011 Tempat Tinggal Pertama Jumlah (orang) Persentase Kerabat 33 47,1 Teman 10 14,3 Sewa/kost 27 38,6 5.4 Hubungan Dengan Daerah Asal Migran Sinaga yang telah menetap di Bogor tidak pernah melupakan daerah asalnya. Hasil penelitian dapat dilihat secara rinci pada Tabel 8, jumlah dan persentase responden di PPTSB Cabang Bogor berdasarkan kunjungan ke daerah asal Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Kunjungan Ke Daerah Asal Tahun 2011 Frekuensi Pulang ke Daerah Asal Jumlah Responden Persentase Sekali dalam setahun 56 80,0 Lebih dari sekali dalam setahun 5 7,1 Tidak tentu 9 12,9 Pada Tabel 8 terlihat jelas sebanyak 56 (80,0 persen) responden pulang ke kampung halaman secara rutin sekali dalam setahun. Hal ini terjadi karena orangtua dan saudara-saudara responden masih tinggal di daerah asal. Hal ini menyebabkan ikatan yang sangat kuat antara responden dengan frekusensi

44 responden pulang ke daerah asal. Frekuensi ini ditanyakan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir. Biasanya acara pulang ke daerah asal ini dilakukan pada saat bulan Desember menjelang Natal tiba. Sebanyak lima orang responden (7,1 persen) tercatat pulang kedaerah asal lebih dari sekali dalam setahun. Migran AS (35) bisa mencapai delapan kali pulang ke daerah asal dalam setahun. Hal tersebut dilakukannya dalam rangka urusan bisnis. Migran BS (40) pulang ke daerah asal sekali dalam sebulan. Hal ini sangat dimungkinkan karena daerah asal BS adalah Sukabumi. BS hampir setiap bulan mengunjungi orangtua dan saudara-saudara di Sukabumi. Sementara sembilan orang responden (12,9 persen) yang lain menyatakan tidak tentu frekuensi pulang ke daerah asalnya. Bisa sekali setahun, bisa sekali dalam tiga tahun maupun sekali dalam lima tahun. Hal ini terjadi karena tingkat kepentingan untuk pulang ke daerah asal tidak terlalu genting. Kelompok ini pada umumnya akan pulang kedaerah asal bila terjadi hal-hal tertentu didaerah asal, misalnya adanya pesta adat. Migran akan pulang ke daerah asal bila ada undangan untuk menghadiri pesta adat dari daerah asal.