BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN"

Transkripsi

1 34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi pedesaan telah membawa sejumlah perubahan bagi kaum perempuan untuk dapat keluar dari pembedaan-pembedaan yang ada dalam masyarakat. Untuk melihat adanya perubahan yang dialami kaum perempuan tersebut, dilakukan penelitian pada dua desa dengan corak yang berbeda. Desa pertama adalah Desa Cikarawang yang masih bercorak pertanian, dengan 41.6 persen penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan desa kedua adalah Desa Tarikolot yang berada di lingkungan industri, dimana 96.2 persen penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh atau karyawan. Menurut Scott (1986) dalam Grijns dkk (1992), marginalisasi terdiri dari empat tipe: 1) Penyingkiran dari pekerjaan produktif yang berarti hilangnya kesempatan untuk memberikan kontribusi ekonomi dalam pendapatan keluarga, 2) Pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja, dimana seseorang yang dapat memasuki sektor produktif dan memperoleh imbalan dari pekerjaannya mengalami marginalisasi dalam hal status pekerjaan sebagai buruh ataupun pekerja keluarga yang tidak dibayar, curahan waktu yang tinggi (lebih dari jam/minggu) dengan imbalan yang rendah, serta adanya pembedaan dalam mendapatkan tunjangan, 3) Feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Marginalisasi tipe 3 ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang. Misalnya, untuk sektor pertanian, laki-laki memiliki akses yang lebih tinggi daripada perempuan karena sektor pertanian dipandang merupakan pekerjaan yang berat dan kotor sehinga cocok untuk laki-laki. Demikian juga dengan sektor indutri yang menuntut pendidikan yang tinggi, yang biasanya tidak dimliki perempuan. Dengan demikian, pada akirnya perempuan terkonsentrasi pada sektor perdagangan dan jasa yang tidak menuntut pendidikan tinggi, dan 4) Pelebaran ketimpangan ekonomi yang dialami seseorang sebagai dampak dari adanya marginalisasi tipe 1, 2, dan 3.

2 Penyingkiran dari Pekerjaan Produktif (Marginalisasi Tipe 1) Penyingkiran dari pekerjaan produktif berarti hilangnya kesempatan untuk dapat turut serta memberikan kontribusi ekonomi dalam pendapatan keluarga. Dalam penelitian ini, penyingkiran dari pekerjaan produktif dilihat dari status bekerja responden. Status bekerja dibedakan menjadi bekerja produktif dan tidak bekerja produktif. Tidak bekerja produktif berarti penyingkiran dari pekerjaan produktif karena memasuki sektor reproduktif yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Dengan adanya industrialisasi pedesaan, diduga perempuan tidak mengalami marginalisasi tipe 1 yang berupa penyingkiran dari pekerjaan produktif. Hal ini dikarenakan banyaknya peluang kerja dan peluang usaha yang muncul seiring dengan munculnya industrialisasi pedesaan. Pada desa pertanian (Cikarawang), terdapat 20 persen responden perempuan yang mengalami penyingkiran dari pekerjaan produktif atau dengan kata lain tidak memiliki kontribusi ekonomi secara langsung dalam pendapatan keluarganya. Sementara itu, pada desa industri (Tarikolot) terdapat 13.3 persen responden perempuan yang mengalami penyingkiran dari pekerjaan produktif (Tabel 8). Tabel 8. Jumlah dan Responden Perempuan menurut Status Bekerja dan Tipe Desa, 2011 Status Bekerja Desa alisasi Pertanian Industri Pedesaan Bekerja Produktif Jumlah (+) Tidak Bekerja Jumlah 3 2 (-) 1 Produktif Total Jumlah 30 Keterangan : (+) menunjukkan adanya peningkatan jumlah dan persentase (-) menunjukkan adanya penurunan jumlah dan persentase dari responden perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 1 untuk desa pertanian dan desa industri berturut-turut adalah 20 persen dan 13.3 persen, sementara responden dikatakan mengalami marginalisasi tipe 1 apabila persentasenya lebih dari 50 persen. Adanya industrialisasi pedesaan membawa perubahan bagi kondisi perempuan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase responden yang tidak bekerja produktif sebesar 6.7 persen.

3 36 Adanya perbedaan persentase responden laki-laki dan perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 1 menjelaskan bahwa walaupun di kedua desa penelitian tidak terjadi marginalisasi perempuan tipe 1 dalam industrialisasi pedesaan, penyingkiran dari pekerjaan produktif masih dirasakan oleh sebagian kecil responden perempuan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam industrialisasi pedesaan, laki-laki memiliki kesempatan yang sedikit lebih besar untuk memasuki sektor produktif daripada perempuan. Tidak terjadinya marginalisasi tipe 1 dibuktikan oleh banyaknya peluang kerja yang terdapat di kedua desa. Masyarakat desa pertanian memiliki kesempatan kerja yang besar karena letaknya yang berdekatan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), sehingga mereka dapat memasuki sektor produktif untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa, dosen, maupun staff dari perguruan tinggi tersebut, misalnya sebagai pedagang makanan, penjual pulsa, bibi cuci, jasa fotocopy, pemilik kamar kost, tukang ojek, dan lain sebagainya. Adapun pada desa industri, dapat diketahui bahwa tidak terjadinya marginalisasi tipe 1 disebabkan oleh banyaknya industri yang terdapat di desa ini, baik industri besar maupun industri kecil. Keberadaan industri-industri tersebut, selain memberikan kontribusi ekonomi secara langsung bagi masyarakat yang bekerja sebagai pegawai di industri tersebut, juga memberikan kontribusi ekonomi secara tidak langsung bagi masyarakat yang bekerja sebagai pemilik warung makan, penjual pulsa, pemilik kontrakan, tukang ojek, sopir angkot, dan lain sebagainya. Dengan demikian, dugaan terjadinya penyingkiran perempuan dari pekerjaan produktif dalam industrialisasi pedesaan tidak didukung fakta empiris yang menunjukkan banyaknya peluang usaha dan peluang kerja pada kedua desa penelitian. 5.2 Pemusatan pada Pinggiran Pasar Tenaga Kerja Pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja atau marginalisasi tipe 2 merupakan penempatan pada pekerjaan-pekerjaan berstatus rendah dengan curahan waktu kerja yang tinggi dan tunjangan yang rendah, serta berupah rendah. Status pekerjaan dikatakan rendah jika seseorang bekerja sebagai buruh atau pekerja keluarga yang tidak dibayar (dalam penelitian di kedua desa tidak ditemukan responden yang bekerja sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar). Dalam penelitian ini, perempuan dikatakan mengalami marginalisasi tipe 2 jika persentase responden perempuan yang mengalami marginalisasi lebih dari 50 persen dari keseluruhan jumlah responden

4 37 perempuan. Dengan banyaknya angkatan kerja perempuan yang dapat dibayar murah karena pendidikan yang rendah, diduga terjadi pemusatan perempuan pada pinggiran pasar tenaga kerja dalam industrialisasi pedesaan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada desa pertanian, persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 lebih besar dari persentase laki-laki yang mengalami marginalisasi tipe 2, yaitu sebesar 86.7 persen perempuan dan 46.7 persen laki-laki, sehingga dapat dikatakan bahwa marginalisasi tipe 2 dialami oleh perempuan dan tidak dialami oleh laki-laki di desa pertanian. Hal ini tidak berbeda pada desa industri, dimana persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 lebih besar daripada laki-laki, yaitu 53.3 persen perempuan dan 40 persen laki-laki. Dari angka tersebut dapat terlihat bahwa industrialisasi pedesaan telah membawa perbaikan bagi kondisi perempuan. Hal ini dibuktikan dengan fakta empiris bahwa telah terjadi penurunan persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Jumlah dan Responden yang Mengalami Marginalisasi Tipe 2 menurut Jenis Kelamin dan Tipe Desa, 2011 Jenis Kelamin Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Industrialisasi Pedesaan (-) (-) Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa industrialisasi pedesaan membawa perbaikan bagi kondisi perempuan. Akan tetapi, meskipun terjadi perbaikan kondisi perempuan, perempuan dalam industrialisasi pedesaan masih mengalami marginalisasi tipe 2 berupa pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dengan persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 pada kedua desa penelitian adalah lebih dari 50 persen. Marginalisasi tipe 2 ini diukur dari gabungan empat dimensi, yaitu status pekerjaan, curahan waktu, tunjangan yang diperoleh dari tempat kerja, serta imbalan yang diperoleh selama satu bulan.

5 Status Pekerjaan Status pekerjaan responden pada desa pertanian secara umum tergolong rendah, karena baik laki-laki maupun perempuan pada desa pertanian bekerja sebagai buruh atau karyawan. Data hasil penelitian menunjukkan terdapat 60 persen laki-laki dan 80 persen perempuan yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, sementara responden yang bekerja sebagai pengusaha atau pemilik usaha hanya sebesar 40 persen laki-laki dan 20 persen perempuan. Di samping itu, responden pada desa industri secara umum memiliki status pekerjaan yang lebih baik dari desa pertanian. Data hasil penelitian menunjukkan 60 persen responden laki-laki memiliki status pekerjaan sebagai pengusaha atau pemilik usaha, sementara responden perempuan masih memiliki status pekerjaan yang rendah sebagai buruh atau karyawan, yaitu sebesar 66.7 persen (Tabel 10). Tabel 10. Jumlah dan Responden menurut Status Pekerjaan, Jenis Kelamin dan Tipe Desa, 2011 Jenis Kelamin Tinggi Rendah Total Tinggi Rendah Total Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Secara umum, penelitian menunjukkan status pekerjaan responden dalam industialisasi pedesaan telah meningkat. Pada desa pertanian, seluruh responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki status pekerjaan yang rendah. Hal ini tidak terjadi pada desa industri, dimana status pekerjaan responden laki-laki lebih tinggi, yaitu sebagai pengusaha. Akan tetapi, peningkatan status pekerjaan ini tidak dirasakan oleh responden perempuan yang sebagian besar tetap memiliki status sebagai buruh atau karyawan. Oleh karena itu, dapat dikatakan telah terjadi penurunan jumlah dan persentase responden yang memiliki status pekerjaan yang rendah, akan tetapi penurunan jumlah dan persentase responden perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan, dimana responden perempuan mengalami penurunan jumlah dan persentase yang lebih kecil dari responden laki-laki.

6 Tunjangan Responden pada desa pertanian tidak memperoleh tunjangan karena tidak terdapat responden yang bekerja sebagai buruh atau karyawan di perusahaan yang memberikan tunjangan kepada pegawainya. Sebagian besar responden bekerja sebagai buruh lepas yang berhubungan dengan pertanian, misalnya buruh tani atau buruh pengupas ubi. Adapun responden pada desa industri sebagian besar bekerja sebagai buruh atau karyawan pabrik (karyawan kontrak) dengan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Akan tetapi, walaupun memperoleh tunjangan, tunjangan tersebut masih tergolong rendah karena perusahaan memberikan tunjangan yang berbeda antara karyawan kontrak dan karyawan tetap, dimana karyawan kontrak memperoleh tunjangan yang lebih terbatas daripada karyawan tetap. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 100 persen responden perempuan dan laki-laki pada desa pertanian memperoleh tunjangan yang rendah karena tidak mendapat tunjangan dari tempat kerjanya. Sementara pada desa industri, responden juga memperoleh tunjangan yang rendah dengan persentase 60 persen laki-laki dan 66.7 persen perempuan, sementara responden yang memperoleh tunjangan yang tinggi hanya sebesar 40 persen laki-laki dan 33.3 persen perempuan. Jumlah dan persentase responden dengan tunjangan yang diperoleh dapat dilihat dalam Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Jumlah dan Responden menurut Jenis Kelamin, Tunjangan, dan Tipe Desa, 2011 Jenis Kelamin Rendah Tinggi Total Rendah Tinggi Total Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Rendahnya tunjangan yang diperoleh responden dalam industrialisasi pedesaan ini disebabkan oleh adanya pembedaan pemberian tunjangan yang dilakukan oleh perusahaan kepada pegawainya. Namun, pembedaan dilakukan tidak berdasarkan jenis kelamin, melainkan berdasarkan status karyawan tetap atau karyawan kontrak Curahan Waktu Kerja Curahan waktu kerja responden perempuan pada desa pertanian tergolong kategori rendah (kurang dari 35 jam per minggu) karena jenis pekerjaan sebagian besar

7 40 responden adalah buruh lepas dalam bidang pertanian, dimana jenis pekerjaan ini memiliki jam kerja yang singkat, biasanya hanya 5-6 jam per hari dengan hari kerja yang tidak ditentukan. Sementara laki-laki pada desa pertanian memiliki curahan waktu kerja yang tinggi (lebih dari atau sama dengan 35 jam per minggu) karena secara umum mereka bekerja sebagai buruh di bengkel dengan waktu kerja yang ditentukan oleh pemilik usaha bengkel tersebut, yaitu sepuluh jam per hari dengan enam hari kerja. Di samping itu, responden pada desa industri menunjukkan sebaliknya, sebagian besar responden, baik laki-laki maupun perempuan memiliki curahan waktu yang tinggi, yaitu lebih dari 35 jam per minggu. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerjanya dapat dilihat dalam Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Jumlah dan Responden menurut Jenis Kelamin, Curahan Waktu Kerja dan Tipe Desa, 2011 Jenis Kelamin Rendah Tinggi Total Rendah Tinggi Total Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Data di atas menunjukkan peningkatan curahan waktu kerja dalam industrialisasi yang dialami oleh responden laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan oleh jenis pekerjaan responden desa industri adalah buruh atau karyawan pabrik yang memiliki jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Responden yang bekerja sebagai karyawan pabrik ini memiliki jam kerja delapan jam per hari, dan bekerja dari hari senin hingga sabtu. Dengan demikian, curahan waktu kerja seseorang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, melainkan oleh status dan jenis pekerjaannya Pendapatan Total Individu dalam Sebulan Pendapatan total individu pada desa pertanian menunjukkan adanya ketimpangan antara pendapatan perempuan dan laki-laki, dimana pendapatan laki-laki lebih besar dari pendapatan perempuan. Hal ini terlihat dari persentase laki-laki yang memiliki pendapatan total yang tinggi sebesar 60 persen, sementara persentase perempuan yang memiliki pendapatan total yang tinggi hanya 13.3 persen. Akan tetapi, ketimpangan pendapatan ini tidak terjadi pada desa industri, dimana laki-laki dan

8 41 perempuan masuk ke dalam kategori pendapatan yang rendah, yaitu 60 persen laki-laki dan 80 persen perempuan. Data lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Jumlah dan Responden menurut Jenis Kelamin, Pendapatan Individu, dan Tipe Desa, 2011 Jenis Kelamin Rendah Tinggi Total Rendah Tinggi Total Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Dari tabel di atas dapat dilihat terjadinya peningkatan jumlah dan atau persentase responden laki-laki yang memiliki kategori pendapatan rendah. Akan tetapi, responden perempuan mengalami penurunan jumlah dan persentase pada kategori pendapatan rendah, sedangkan responden laki-laki yang memperoleh pendapatan tinggi di desa pertanian, masuk ke dalam kategori pendapatan rendah di desa industri. Maka dapat dikatakan bahwa meskipun tetap terjadi ketimpangan pendapatan antara laki-laki dan perempuan, namun responden perempuan memiliki pendapatan individu yang lebih baik dalam industrialisasi pedesaan. Rendahnya pendapatan total individu dalam industrialisasi pedesaan ditunjukkan oleh lapisan sosial responden yang sebagian besar responden berasal dari lapisan bawah, yaitu 11 orang pada desa pertanian dan 23 orang pada desa industri (Tabel 14).

9 42 Tabel 14. Jumlah dan Responden menurut Lapisan Sosial, Jenis Kelamin, dan Tipe Desa, 2011 Lapisan Sosial L P Total L P Total Bawah Jumlah Menengah Jumlah Atas Jumlah Perentase Keterangan : L : laki-laki P : Perempuan 5.3 Feminisasi Sektor Produktif dan Segregasi Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan dalam sektor produktif seringkali mengalami pembedaan dalam pembagian kerja. Perempuan dan laki-laki dibedakan dalam hal jenis pekerjaan. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lebih lemah dari laki-laki dan cocok pada jenis pekerjaan tertentu yang tidak menuntut tenaga dan pendidikan serta pengetahuan yang tinggi. Pada kedua desa penelitian ditemukan empat jenis pekerjaan yang dimiliki responden, yaitu pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Perempuan dikatakan mengalami feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin, jika perempuan terpusat pada suatu jenis pekerjaan tertentu dan laki-laki terpusat pada jenis pekerjaan yang lain. Segregasi pekerjaan berdasarkan jenis kelamin dialami oleh responden, jika perbedaan persentase responden laki-laki dengan perempuan yang memasuki jenis pekerjaan tertentu memiliki selisih lebih dari 20 persen. Hasil penelitian pada desa pertanian menunjukkan terjadi feminisasi sektor produktif yang dialami oleh responden perempuan ke dalam jenis pekerjaan bidang pertanian (40 persen). Sedangkan, responden laki-laki yang memiliki jenis pekerjaan yang sama hanya sebesar 26.7 persen. Dengan demikian, segregasi berdasarkan jenis kelamin tidak terjadi karena dominan responden laki-laki terpusat pada jenis pekerjaan bidang jasa. Penelitian pada desa industri juga menunjukkan adanya feminisasi sektor produktif. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya persentase responden perempuan pada jenis pekerjaan bidang industri (53.4 persen), sementara laki-laki yang memiliki jenis pekerjaan bidang industri hanya sebesar 33.3 persen. Dengan demikian, segregasi

10 43 terjadi berdasarkan jenis kelamin karena ada pemusatan tenaga kerja responden laki-laki dan perempuan pada jenis pekerjaan yang berbeda (Tabel ). Tabel. Responden menurut Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, dan Tipe Desa, 2011 Jenis Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Pekerjaan (%) (%) (%) (%) Pertanian Industri Perdagangan Jasa Tidak Bekerja Total Hasil penelitian pada kedua desa penelitian menunjukkan bahwa dalam industrialisasi pedesaan, perempuan mengalami marginalisasi tipe 3 yang berupa feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Industrialisasi pedesaan menyebabkan perempuan yang semula terpusat pada jenis pekerjaan di sektor pertanian, berubah menjadi terpusat ke sektor industri. Sementara itu, industrialisasi pedesaan membawa perubahan bagi laki-laki yang semula terpusat pada sektor jasa menjadi terpusat pada sektor perdagangan. 5.4 Pelebaran Ketimpangan Ekonomi antara Rumahtangga Laki-laki dan Rumahtangga Perempuan Marginalisasi tipe 4 berupa pelebaran ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan terjadi karena adanya perbedaan pendapatan yang diperoleh rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan dalam sebulan. Rumahtangga dengan jumlah anggota yang bekerja dominan laki-laki disebut sebagai rumahtangga laki-laki dan rumahtangga yang anggotanya dominan perempuan yang bekerja dikatakan rumahtangga perempuan. Perbedaan pendapatan yang dialami oleh kedua jenis rumahtangga ini disebabkan oleh adanya pembedaan-pembedaan yang dialami oleh perempuan dan laki-laki yang diwujudkan dalam marginalisasi tipe 1, 2, dan 3. Dengan adanya ketiga tipe marginalisasi tersebut, maka diduga bahwa terjadi pelebaran

11 44 ketimpangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan dalam industrialisasi pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, responden pada desa pertanian memiliki pendapatan total rumahtangga yang rendah, baik rumahtangga lakilaki, maupun rumahtangga perempuan. Demikian pula halnya dengan responden pada desa industri, dimana kedua jenis rumahtangga dengan pendapatan total rumahtangga yang rendah memiliki persentase yang tinggi. Akan tetapi, persentase rumahtangga lakilaki dan perempuan yang memiliki pendapatan yang rendah mengalami perbedaan. Hal ini dapat dilihat dari persentase rumahtangga perempuan dengan pendapatan rendah lebih besar dari persentase rumahtangga laki-laki dengan pendapatan rendah. Untuk melihat data selengkapnya disajikan Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16. Jumlah dan Responden menurut Jenis Rumahtangga, Pendapatan Rumahtangga dalam Sebulan, dan Tipe Desa, 2011 Jenis Rumah Tangga Rendah Tinggi Total Rendah Tinggi Total Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Marginalisasi tipe 4 yang berupa pelebaran ketipangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan dapat dilihat dari ratio rumahtangga laki-laki yang memiliki pendapatan tinggi dan rumahtangga perempuan yang memiliki pendapatan tinggi. Tabel 17. Ratio Responden yang Memiliki Pendapatan Tinggi menurut Jenis Rumahtangga dan Tipe Desa, 2011 Tipe Desa Ratio Industrialisasi Pedesaan (+) 5.4 Keterangan : (+) menunjukkan adanya peningkatan ratio Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa dalam industrialisasi pedesaan telah terjadi peningkatan ratio rumahtangga laki-laki yang memiliki pendapatan tinggi dan

12 45 rumahtangga perempuan yang memiliki pendapatan tinggi. Ratio tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga laki-laki dengan pendapatan tinggi lebih banyak dari rumahtangga perempuan dengan pendapatan tinggi. Dengan demikian, industrialisasi pedesaan telah menyebabkan pelebaran ketimpangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan. 5.5 Ikhtisar Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dugaan tidak terjadinya penyingkiran perempuan dari pekerjaan produktif dalam industrialisasi pedesaan didukung fakta empiris dengan banyaknya peluang usaha dan peluang kerja pada kedua desa penelitian. Adanya industrialisasi pedesaan membawa perubahan bagi kondisi perempuan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase responden yang tidak bekerja produktif. Industrialisasi pedesaan membawa perbaikan bagi kondisi perempuan dalam sektor produktif. Akan tetapi, meskipun terjadi perbaikan kondisi perempuan, perempuan dalam industrialisasi pedesaan masih mengalami marginalisasi tipe 2 berupa pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dengan persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 pada kedua desa penelitian adalah lebih dari 50 persen. Pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja atau marginalisasi tipe 2 ini memiliki empat dimensi marginalisasi, yaitu status pekerjaan, curahan waktu, tunjangan yang diperoleh dari tempat kerja, serta imbalan yang diperoleh selama satu bulan. Hasil penelitian pada kedua desa penelitian menunjukkan bahwa dalam industrialisasi pedesaan, perempuan mengalami marginalisasi tipe 3 yang berupa feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Industrialisasi pedesaan menyebabkan perempuan yang terpusat pada jenis pekerjaan di sektor pertanian pada masa pertanian, mengalami perubahan ke sektor industri. Pemusatan pada sektor industri tersebut tidak dialami oleh laki-laki, karena laki-laki terpusat pada jenis pekerjaan di sektor perdagangan. Adanya selisih laki-laki dan perempuan yang bekerja di sektor industri sebesar 20.1 persen menunjukkan terjadinya segregasi berdasarkan jenis kelamin. Industrialisasi pedesaan tidak membawa perbaikan kondisi bagi rumahtangga laki-laki dan perempuan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan ratio rumahtangga laki-laki yang memiliki pendapatan tinggi dan rumahtangga perempuan

13 46 yang memiliki pendapatan tinggi. Ratio tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga lakilaki dengan pendapatan tinggi lebih banyak dari rumahtangga perempuan dengan pendapatan tinggi. Dengan demikian, industrialisasi pedesaan telah menyebabkan pelebaran ketimpangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan.

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB III PENDEKATAN LAPANG 21 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualititatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan atau

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 27 BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 4.1 Desa Cikarawang 4.1.1 Kondisi Demografis Desa Cikarawang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan terdiri dari 7 RW. Sebelah

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR 4.1 Gambaran Umum Desa 4.1.1 Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 70 Lampiran 1. Kuesioner Nomor Responden Tanggal Wawancara MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Peneliti bernama Febli Tanzenia, adalah seorang mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Cikarawang dan Desa Tarikolot, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Cikarawang dan Desa Tarikolot, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) 1 MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Cikarawang dan Desa Tarikolot, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) FEBLI TANZENIA I34080046 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

IV. DESA BABAKAN DALAM KONTEKS LINGKAR KAMPUS IPB DARMAGA

IV. DESA BABAKAN DALAM KONTEKS LINGKAR KAMPUS IPB DARMAGA IV. DESA BABAKAN DALAM KONTEKS LINGKAR KAMPUS IPB DARMAGA Gambaran Umum Desa Babakan adalah satu diantara 14 desa yang ditetapkan oleh IPB sebagai bagian dari Wilayah Lingkar Kampus (WLK) IPB Darmaga.

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Desa Kembang Kuning terbagi atas tiga dusun atau kampung, yakni Dusun I atau Kampung Narogong, Dusun II atau Kampung Kembang Kuning, dan Dusun III atau Kampung Tegal Baru. Desa

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI 37 BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik merupakan perlakuan perusahaan kepada pekerja, baik laki maupun perempuan yang meliputi pembagian kerja

Lebih terperinci

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 62 BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Terpaan Tayangan Jika Aku Menjadi Berdasarkan hasil full enumeration survey, diketahui sebanyak 113 (49,6 persen)

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dimensi yang dominan. Berikut adalah kesimpulannya : Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dimensi yang dominan. Berikut adalah kesimpulannya : Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian untuk melihat gambaran penyesuaian diri terhadap pasangan pada remaja, maka dapat ditarik kesimpulan yang dilihat dari profil umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia tua merupakan waktu bagi seseorang untuk bersantai dan menikmati sisa kehidupannya, tetapi tidak di sebagian besar negara berkembang seperti di Indonesia. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam

Lebih terperinci

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat) Oleh:

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat) Oleh: PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat) Oleh: GADI RANTI A09400002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB Tingkat perlindungan tenaga kerja dalam CV TKB dianalisis dengan

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 18 KARAKTERISTIK RESPONDEN Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN 5.1 Faktor Internal Responden Penelitian Faktor internal dalam penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT 41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR 31 KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada prinsipnya merupakan usaha pertumbuhan dan perubahan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada prinsipnya merupakan usaha pertumbuhan dan perubahan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada prinsipnya merupakan usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG

PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIRN BOGOR 1994 RINGKASAN AT1

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG

PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIRN BOGOR 1994 RINGKASAN AT1

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Industri Kecil dan Putting Out System Industrialisasi dalam suatu tahap pembangunan dianggap sebagai suatu simbol kemajuan dan kesuksesan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA 63 V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA Bab berikut membahas struktur pasar tenaga kerja yang ada di Indonesia. Tampak bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia terserap di sektor jasa. Sektor jasa

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 6.1 Karakteristik Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Martabak merupakan salah satu jenis makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa pembangunan sekarang ini sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan. Produktivitas

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL.1 Karakteristik Komunitas Dampak CSR dan Bukan Dampak CSR.1.1 Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian diketahui

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Bab ini mendeskripsikan profil rumahtangga peserta PNPM MP di Desa Kemang yang di survei

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013 No.29/05/63/Th XVII/06 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013 Jumlah penduduk angkatan kerja pada 2013 sebesar 1.937.493 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,65

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA

BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA 6.1 Karakteristik Responden Responden untuk penelitian ini berjumlah 90 responden yang terdiri dari 30 orang yang bergerak di sektor perdagangan, 30 orang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadiankejadian.

III. METODE PENELITIAN. untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadiankejadian. 26 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam peneletian ini adalah metode penelitian deskriptif. Secara harfiah, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA Tingkat kesejahteraan dalam CV TKB dianalisis dengan analisis gender. Alat analisis gender

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM GERAKAN REHABILITASI LOKAL HUTAN MANGROVE

ANALISIS GENDER DALAM GERAKAN REHABILITASI LOKAL HUTAN MANGROVE ANALISIS GENDER DALAM GERAKAN REHABILITASI LOKAL HUTAN MANGROVE (BAKAU) PADA KELOMPOK MASYARAKAT PEDULI LINGKUNGAN (PAPELING) DI DESA SIDODADI, KECAMATAN PADANG CERMIN, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN, PROPINSI

Lebih terperinci

Penggusuran dan Reproduksi Kemiskinan

Penggusuran dan Reproduksi Kemiskinan Penggusuran dan Reproduksi Kemiskinan Nuri Ikawati Peneliti IDEAS (Indonesia Development and Islamic Studies) Masifnya penggusuran paksa terhadap kampung dan pemukiman liar di Jakarta dalam tiga tahun

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk didengar. Kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk didengar. Kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, emansipasi wanita bukanlah hal asing untuk didengar. Kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak menjadi kendala

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK RESPONDEN VI KARAKTERISTIK RESPONDEN Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara pada 94 orang responden. Jumlah responden tersebut ditentukan dengan metode slovin yang didasarkan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi,

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi, IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografi Daerah Wilayah Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang terluas di Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis Kabupaten Mamuju terletak di posisi : 00

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI 9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Karakteristik Pengunjung Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung aktual, yakni pengunjung yang ditemui secara langsung di kawasan Wana Wisata curug Nangka (WWCN).

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar KABUPATEN WAROPEN TAHUN 2014 Oleh : Muhammad Fajar KATA PENGANTAR Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik mengamanatkan Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab atas perstatistikan di

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2009 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 19/05/31/Th.XI, 15 Mei 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2009 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2009 SEBESAR 11,99 PERSEN angkatan kerja pada Februari 2009

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah penting di suatu negara, termasuk di Indonesia. Masalah pengangguran ini terjadi karena peningkatan jumlah penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012 No.28/05/63/Th XVI/07 Mei 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012 Jumlah penduduk angkatan kerja pada 2012 sebesar 1,887 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,55

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan papan. Selaju dengan perkembangan pembangunan dan pemenuhan manusia

I. PENDAHULUAN. pangan dan papan. Selaju dengan perkembangan pembangunan dan pemenuhan manusia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, dengan majunya sistem perekonomian yang mendorong tingginya biaya kehidupan dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup akan sandang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk bekerja, sehingga hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 45 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pengambilan keputusan yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 No Publikasi : 76042.1202 Katalog BPS : 2302003.7604 Ukuran

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak pernah terlepas dari masalah kependudukan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak pernah terlepas dari masalah kependudukan, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia tidak pernah terlepas dari masalah kependudukan, salah satunya masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi

BAB V PENUTUP. kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi 94 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa belum efektifnya implementasi ratifikasi konvensi ILO No.111 di kota Makassar. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggita Khusnur Rizqi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggita Khusnur Rizqi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi ciri dari negara berkembang adalah angka pertumbuhan penduduknya yang tinggi. Hal tersebut sudah sejak lama menjadi masalah kependudukan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian LAMPIRAN 83 84 85 Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian V. X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 1 X2-1.406 ** X3 -.133 -.171

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROFIL PERUSAHAAN

GAMBARAN UMUM PROFIL PERUSAHAAN GAMBARAN UMUM PROFIL PERUSAHAAN CV TKB merupakan perusahaan yang bergerak dibidang garmen. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 3 Maret 2008.Perusahaan ini terletak di Jl. Gardu Raya Km. 6 No. 27 Dramaga,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci