III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

NURLITA CHRISTYANINGSIH

II. BAHAN DAN METODE

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN FREKUENSI BERBEDA PADA PAKAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei UNTUK PENCEGAHAN IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan

Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: Respon imun krustase (Crustacean immune response) Henky Manoppo, Magdalena E.F. Kolopita.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI BIOFLOK DAN PROBIOTIK TERHADAP KOINFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Tingkat Kelangsungan Hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Persiapan Prebiotik (Oligosakarida)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

III. METODE PENELITIAN

Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA PAKAN UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS) DAMAYANTI

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Akuakultur Indonesia 13 (1), (2014)

III. METODE PENELITIAN

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA UDANG VANAME DI TAMBAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI SINBIOTIK UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

JUDUL 4 APLIKASI NUKLEOTIDA DALAM BUDIDAYA INTENSIF UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar ABSTRAK

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Lampiran 1. Road-map Penelitian

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Prebiotik, probiotik, dan sinbiotik untuk mengendalikan koinfeksi Vibrio harveyi dan IMNV pada udang vaname

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. pedederan, dan pembesaran. Tahap pembenihan biasanya dimulai dengan. pedederan, merupakan upaya untuk adaptasi benih terhadap lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar ABSTRAK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai sintasan saat perlakuan sinbiotik dan uji tantang disajikan pada Gambar 1. Kelangsungan Hidup (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 66,25 66,88 67,5 69,38 a a a a K P 1 P 2 P 3 Kelangsungan Hidup (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 93,33 43,33 38,33 26,67 20 d a ab bc c K - K + P 1 P 2 P 3 Sebelum Uji Tantang Setelah Uji Tantang a) b) Keterangan : *Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) **K (Kontrol), K- (Kontrol -), K+ (Kontrol +), P1 (Probiotik+Prebiotik 1%), P2 (Probiotik+Prebiotik 2%), P3 (Probiotik+Prebiotik 3%) Gambar 1. Sintasan udang vaname setelah 30 hari perlakuan sinbiotik (sebelum uji tantang) (a), dan setelah uji tantang dengan IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) (b) Sintasan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik berkisar antara 66,25% - 69,38%. Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05; Lampiran 2) antar perlakuan pada sintasan udang vaname pada perlakuan sinbiotik maupun kontrol. Setelah dilakukan infeksi IMNV melalui injeksi, sintasan tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan K- sebesar 93,33%. Pada perlakuan sinbiotik, perlakuan P3 dengan penambahan prebiotik 3% menunjukkan sintasan tertinggi sebesar 43,33% dibandingkan dengan perlakuan K+. Berdasarkan hasil uji lanjut 10

dengan Uji Duncan perlakuan P3 tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap P2 namun berbeda nyata (p<0,05; Lampiran 3) terhadap K+. 3.1.2 Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian dihitung setelah 30 hari perlakuan sinbiotik pada masing-masing perlakuan. Pengaruh pemberian sinbiotik terhadap laju pertumbukan harian udang vaname pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 2. Laju Pertumbuhan Harian (%/hari) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 6,36 6,47 6,49 6,67 a a a a K P 1 P 2 P 3 Perlakuan Keterangan : *Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) **K (Kontrol), P1 (Probiotik+Prebiotik 1%), P2 (Probiotik+Prebiotik 2%), P3 (Probiotik+Prebiotik 3%) Gambar 2. Laju pertumbuhan harian udang vaname pada masing-masing perlakuan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik (sebelum diinfeksi dengan IMNV) Seperti terlihat pada Gambar 2 laju pertumbuhan harian berkisar antara 6,36-6,67%. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan uji statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05; Lampiran 4) antar perlakuan baik kontrol maupun perlakuan sinbiotik. 3.1.3 Rasio Konversi Pakan Rasio konversi pakan dihitung setelah 30 hari perlakuan sinbiotik pada masing-masing perlakuan. Pengaruh pemberian sinbiotik terhadap rasio konversi pakan udang vaname pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 3. 11

Rasio Konversi Pakan 2,2 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 1,57 1,43 1,24 1,26 a a a a K P 1 P 2 P 3 Perlakuan Keterangan : *Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) **K (Kontrol), P1 (Probiotik+Prebiotik 1%), P2 (Probiotik+Prebiotik 2%), P3 (Probiotik+Prebiotik 3%) Gambar 3. Rasio konversi pakan pada masing-masing perlakuan selama 30 hari perlakuan sinbiotik (sebelum diinfeksi dengan IMNV) Seperti terlihat pada Gambar 3 rasio konversi pakan berkisar antara 1,26 1,57. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05; Lampiran 5) antar perlakuan baik kontrol maupun perlakuan sinbiotik. 3.1.4 Total Haemocyte Count (THC) Pengukuran THC pada masing-masing perlakuan dilakukan pada akhir perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV. Hasil pengukuran THC pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 4. Secara keseluruhan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik maupun setelah uji tantang dengan IMNV perlakuan P3 menunjukkan nilai THC yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Setelah dilakukan uji statistik P3 tidak berbeda nyata (p>0,05; Lampiran 6) terhadap P2 namun berbeda nyata (p<0,05) terhadap perlakuan P1, K-, dan K+. Setelah 30 hari perlakuan sinbiotik THC tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P3 sebesar 7,567 x 10 6 sel/ml dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 2,687 x 10 6 sel/ml. Berdasarkan uji statistik, perlakuan P3 berbeda nyata (p<0,05) terhadap perlakuan P1, K-, dan K+, namun perlakuan P3 tidak berbeda nyata 12

(p>0,05) terhadap P2, perlakuan P1 sendiri tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap perlakuan K- dan K+. 12 10 7,567 Total Hemosit (x 10 6 sel/ml) 8 6 4 2 0 4,102 3,355 3,355 2,332 2,687 Keterangan : *Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) **K- (Kontrol -), K+ (Kontrol +), P1 (Probiotik+Prebiotik 1%), P2 (Probiotik+Prebiotik 2%), P3 (Probiotik+Prebiotik 3%) Gambar 4. Total hemosit udang vaname pada masing-masing perlakuan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV Setelah dilakukan uji tantang dengan IMNV, THC tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P2 sebesar 6,092 x 10 6 sel/ml dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 2,143 x 10 6 sel/ml. Berdasarkan uji statistik, perlakuan P2 berbeda nyata (p<0,05) terhadap perlakuan P1, K+ dan K-, namun perlakuan P2 tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan P3. 3.1.5 Aktivitas PO (Phenoloxydase) 2,143 Pengukuran PO dilakukan pada akhir perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV pada masing-masing perlakuan. Nilai PO pada masingmasing perlakuan disajikan pada Gambar 5. 5,105 6,092 4,418 a bc a ab a a ab d b cd K - K + P 1 P 2 P3 Perlakuan Setelah Perlakuan Setelah Uji Tantang Nilai PO setelah 30 hari perlakuan sinbiotik berkisar antara 0,186 0,386 dan setelah uji tantang dengan injeksi IMNV berkisar antara 0,318 0,700. Berdasarkan hasil uji statistik nilai PO setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata 13

(p>0,05; Lampiran 7) pada semua perlakuan baik perlakuan sinbiotik maupun kontrol. Aktivitas Phenoloxydase (abs/100µl) 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 0,318 0,341 0,341 Perlakuan Keterangan : *Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) **K- (Kontrol -), K+ (Kontrol +), P1 (Probiotik+Prebiotik 1%), P2 (Probiotik+Prebiotik 2%), P3 (Probiotik+Prebiotik 3%) Gambar 5. Aktivitas enzim phenoloxydase udang vaname pada masing-masing perlakuan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV 3.1.6 Gejala Klinis 0,583 0,186 0,408 0,299 Gejala klinis yang diamati adalah pada perubahan makro anatomi yang tampak pada tubuh udang setelah dilakukan infeksi IMNV. Gejala klinis yang diamati selama uji tantang disajikan pada Gambar 6. 0,700 0,222 K - K + P 1 P 2 P3 0,357 a a a a a a a a a a Setelah Perlakuan Setelah Uji Tantang a c b Gambar 6. Perubahan makro anatomi tubuh udang vaname setelah infeksi IMNV: Udang normal (a), ekor udang memerah (b), terjadi nekrosis pada otot-otot tubuh udang (c) 14

3.1.7 Kualitas Air Kualitas air selama masa pemeliharaan udang vaname diukur pada awal, tengah, akhir masa pemeliharaan, dan akhir uji tantang. Parameter kualitas air yang diamati meliputi ph, salinitas, temperatur, kandungan oksigen terlarut (DO), dan amoniak selama pemeliharaan (Tabel 3). Tabel 3. Kualitas air pada media pemeliharaan udang vaname selama perlakuan sinbiotik meliputi ph, salinitas, suhu, DO, dan amoniak pada masingmasing perlakuan Kualitas Air Perlakuan K - K + P 1 P 2 P 3 Literatur ph 7-8 7-7,9 7-7,8 7-7,9 7-7,8 7,5 8,5 a Salinitas (ppt) 31 35 32-35,7 32-34,7 3-33,7 31-35, 8 15 35 a Suhu ( o C) 28,5 29 28-29 29-29,5 28-28,5 29 28,5 31,5 a DO (mg/l) 6,5-7,2 6,3-7,8 6-7,9 6,4-7,3 5,9-7,4 > 3,5 a Amoniak (mg/l) < 0,140 < 0,140 < 0,140 < 0,140 < 0,140 < 0,1 b Keterangan : a ) SNI (2006); b ) Chien (1992) 3.2 Pembahasan Sintasan merupakan salah satu parameter utama yang diamati dalam penelitian ini. Perhitungan nilai sintasan dilakukan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV. Hasil perhitungan nilai sintasan udang vaname setelah 30 hari perlakuan sinbiotik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dengan kisaran 66,25-69,38% (Gambar 1a). Nilai sintasan udang vaname selama 12 hari setelah diinfeksi IMNV (Gambar 1b) menunjukkan hasil yang berbeda dengan sintasan udang vaname sebelum diinfeksi dengan IMNV (Gambar 1a). Sintasan tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan K- sebesar 93,33%, ini dikarenakan tidak adanya infeksi IMNV pada udang uji. Pada perlakuan sinbiotik sendiri diperoleh nilai sintasan tertinggi pada perlakuan P3 sebesar 43,33% dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P2, namun berbeda nyata terhadap perlakuan K+. Hasil yang sama disampaikan pada penelitian Damayanti (2011) dan Septiani (2011), bahwa pemberian sinbiotik pada beberapa dosis dan frekuensi setiap hari dapat menghasilkan sintasan udang vaname sebesar 80% dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol setelah dilakukan infeksi oral IMNV. Pemberian prebiotik dengan dosis 3% mampu 15

memberikan kenaikan sintasan sebesar 5% pada udang uji setelah dilakukan infeksi IMNV bila dibandingkan dengan pemberian prebiotik 2%, meskipun setelah dilakukan uji statistik pada kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata (Gambar 1b). Kenaikan sintasan sebesar 5% ini membutuhkan penambahan prebiotik sebesar 1%, hal ini berarti dibutuhkan biaya tambahan untuk penambahan 1% prebiotik tersebut. Pemberian sinbiotik dengan dosis prebiotik 3% mampu meningkatkan ketahanan udang terhadap infeksi IMNV. Ketahanan udang uji diduga karena adanya pengaruh dari penambahan bakteri probiotik SKT-b (V. alginolyticus). Seperti yang diungkapkan oleh Gullian et al. (2004), penggunaan V. alginolyticus mampu meningkatkan pertumbuhan serta respon imunitas pada udang vaname. Peningkatan respon imunitas dapat terlihat dari nilai THC udang uji (Gambar 4). Respon imunitas tersebut meningkat diduga karena adanya pemberian prebiotik dengan dosis yang semakin meningkat sehingga memberikan pengaruh terhadap bakteri probiotik yang diberikan ke udang uji. Prebiotik memberikan pengaruh tidak langsung terhadap mekanisme penghambatan patogen, karena prebiotik dimanfaatkan oleh probiotik dan dapat meningkatkan pertumbuhan probiotik (Rastall et al. 2005). Laju pertumbuhan harian dan rasio konversi pakan udang setelah 30 hari perlakuan sinbiotik memperlihatkan hasil yang saling berhubungan. Laju pertumbuhan harian terlihat semakin meningkat sedangkan rasio konversi pakan semakin menurun seiiring dengan peningkatan dosis prebiotik yang semakin besar. Menurut statistik hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata pada perlakuan sinbiotik dan kontrol. Laju pertumbuhan harian yang diperoleh berkisar antara 6,36% - 6,67% (Gambar 2). Berdasarkan hasil ini diduga bahwa pemberian probiotik dan prebiotik dengan beberapa dosis yang diberikan pada penelitian ini belum maksimal dalam meningkatkan laju pertumbuhan harian udang uji. Hal yang berbeda disampaikan oleh Lisal (2005), bahwa penambahan sinbiotik dalam pakan diduga mampu meningkatkan laju pertumbuhan, karena dapat meningkatkan mikroflora normal di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan dengan menghasilkan enzim pencernaan. Terlihat pula pada rasio konversi pakan yang diperoleh pada 16

penelitian ini berkisar antara 1,24 1,57 (Gambar 3) dan tidak berbeda nyata pada semua perlakuan baik kontrol maupun pemberian sinbiotik. Rasio konversi pakan (FCR) merupakan suatu ukuran yang menyatakan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging. Semakin besar nilai FCR, maka semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg daging (Effendi 2004). Krustasea tidak memiliki respon imun spesifik (adaptive) dan bergantung pada berbagai respon imun nonspesifik (innate). Meskipun dianggap demikian, respon imun nonspesifik mampu dengan cepat dan efisien mengenali dan menghancurkan material asing, termasuk patogen (Witteveldt et al. 2003). Respon imun pada krustasea dapat dikenali dari parameter total hemosit serta enzim phenoloxydase yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Bachere (2000), menyatakan bahwa proses imun pertama pada krustase adalah pengenalan mikroorganisme penyerang yang dimediasi oleh hemosit dan plasma protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik selama 30 hari berturutturut melalui pakan memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan nilai THC pada perlakuan P2 dan P3 terhadap perlakuan P1, K+, dan K- (Gambar 4). Disampaikan oleh Johansson et al. (2000), hemosit krustase, dan invertebrata lain, memainkan peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa. Secara keseluruhan total hemosit pada perlakuan yang diberi sinbiotik dengan dosis prebiotik yang lebih besar (P2 dan P3) terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan P1 maupun kontrol baik sebelum maupun setelah uji tantang dengan IMNV. Dapat dilihat pada Gambar 4, setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, nilai THC pada perlakuan P2 dan P3 tidak berbeda nyata, namun menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol. Nilai THC udang uji mengalami peningkatan pada perlakuan K- dan P2 sedangkan total hemosit pada perlakuan K+, P1, dan P3 mengalami penurunan. Pada perlakuan P2 mengalami peningkatan nilai THC diduga karena adanya pengaruh dari sinbiotik yang diberikan selama 30 hari perlakuan, sedangkan pada perlakuan K- terjadi kenaikan nilai THC namun masih lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik (P2 dan P3). Pada perlakuan P3 mengalami penurunan nilai THC namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K+. Pemberian sinbiotik memberikan pengaruh 17

terhadap nilai THC yang berbeda-beda pada setiap perlakuan setelah 30 hari pemberian sinbiotik dan setelah dilakukan infeksi IMNV. Jumlah hemosit dapat sangat bervariasi berdasarkan spesies, respon terhadap infeksi, stres lingkungan, aktivitas endokrin selama siklus molting (Johansson et al. 2000), jumlah hemosit juga dipengaruhi oleh seks, fase perkembangan, status reproduksi dan nutrisi (Song et al. 2003). Phenoloxydase (PO) merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada krustase sebagai respon terhadap penyerang asing (Sritunyalucksana dan Soderhall 2000). Enzim phenoloxydase (PO) bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada artropoda. Enzim phenoloxydase (PO) terdapat dalam hemolim sebagai inactive proenzym yang disebut propo. Transformasi propo menjadi PO melibatkan beberapa reaksi dikenal sebagai propo activating system (sistem aktivasi propo) (Rodriguez & Le Moullac 2000). Nilai PO setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah dilakukan infeksi IMNV tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (Gambar 5). Nilai PO pada setiap ulangan perlakuan cukup bervariasi, hal ini diduga disebabkan karena tingkat infeksi yang berbeda pada setiap sampel udang uji yang diamati, dimana udang uji yang diamati diambil secara acak. Secara keseluruhan terjadi peningkatan nilai PO setelah dilakukan infeksi dengan IMNV dibandingkan dengan nilai PO sebelum dilakukan infeksi. Hal ini diduga karena adanya peningkatan respon imun terhadap serangan IMNV di dalam tubuh udang. Serangan IMNV pada tubuh udang uji ini diduga mengaktifkan sistem aktivasi propo. Manopo (2011) menyebutkan bahwa sistem propo dapat digunakan sebagai marker kesehatan udang dan lingkungan karena perubahan sistem propo berkorelasi dengan tahap infeksi dan variasi lingkungan. Nilai PO yang diperoleh ini berhubungan dengan parameter sistem imun udang lain seperti hemosit. Menurut Sahoo et al. (2008), aktivitas PO berkaitan erat dengan jumlah hemosit yang dihasilkan, karena hemosit berperan dalam produksi dan pelepasan propo. Manoppo (2011) menambahkan, salah satu fungsi dari hemosit udang adalah dalam produksi dan pelepasan PO ke dalam hemolim dalam bentuk inactive pro-enzyme. 18

Pengamatan terhadap gejala klinis dilakukan selama 12 hari setelah dilakukan infeksi IMNV untuk mengetahui perkembangan infeksi terhadap udang uji. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa terjadi perubahan makro anatomi pada tubuh udang uji setelah uji tantang (Gambar 6). Perubahan awal yang terjadi adalah munculnya nekrosis pada bagian abdomen udang. Selain itu gejala klinis juga ditunjukkan dengan terbentuknya otot putih pada ruas-ruas tubuhnya, muncul warna kemerahan pada ekor udang, serta warna tubuh udang seperti udang rebus. Seperti yang disampaikan sebelumnya oleh Senapin et al. (2007), ciri-ciri umum udang yang terinfeksi IMNV meliputi nekrosis pada otot, terutama pada segmen abdominal dan ekor, timbulnya perubahan warna pada otot menjadi putih hingga warna seperti udang rebus. Kematian biasanya terjadi pada saat gejala klinis sudah parah seperti ekor merah dan sebagian atau seluruh tubuh udang memutih. Media tempat hidup organisme akuatik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasannya. Nilai kualitas air selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan masih berada pada kisaran untuk pemeliharaan udang vaname sesuai dengan standar SNI (2006) dan menurut Chien (1992) (Tabel 3). Sehingga diasumsikan kualitas air media pemeliharaan selama perlakuan bukan sebagai penyebab terjadinya perubahan sintasan, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, serta respon imun pada udang vaname. 19