Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%)"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian tahap pertama (uji bioassay) Untuk memperoleh suhu subletal, maka dilakukan uji bioassay yang terdiri dari 2 percobaan, masing-masingg dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Indikator yang digunakan pada percobaan ini adalah Cherax dapat bertahan hidup selama 24 jam setelah perlakuan. Percobaan ini dilakukan sesuai dengan rancangan awal yang menggunakan suhu 3, 35, 4 dan 45 C. Karena belum diperoleh suhu subletal, maka pada percobaan ke-ii diantara suhu 4 C ke suhu 35 C diturunkan 1 C secara bertahap, sehingga suhu pada percobaan ke-ii yaitu 36, 37, 38 dan 39 C. Percobaan ke-i Hasil percobaan ke-i menggunakan suhu masing-masingg 3, 35, 4 dan 45 C dengann 3 kali ulangan dapat dilihat pada Gambar 7. Sintasan (%) Suhu 3oC 4 Suhu 35oC Suhu 4oC 2 Suhu 45oC Gambar 7 Sintasan pascalarvaa 1 Cherax dengan 2 perlakuan 3suhu yang berbeda Sintasan pascalarva semakin menurun dengan semakin tingginya suhu media pemeliharaan. Sampai pada suhu 4 Ulangan C dan 45 C terlihat bahwaa mortalitas pascalarva 1%. Karena belum diperoleh suhu subletal maka dilakukan percobaan ke-ii. Percobaan ke-ii Pada percobaan ke-ii, menggunakan suhu antara 35 C dan 4 C, dengan mempersempit jarak suhu (1 C), maka digunakan suhu 36, 37, 38 dan 39 C. Hasil percobaan ke-ii disajikan padaa Gambar ntasan (%) 6 4 Suhu 36oC Suhu 37oC

2 Gambar 8 Sintasan (%) pascalarva Cherax dengan perlakuan suhu yang berbeda Pada suhu 39 C sintasan mencapai 4-6% sedangkan pada suhu 38 C sintasan mencapai 1%, Selain pascalarva harus tetap hidup, pengamatan tentang tingkah laku terutama nafsu makan Cherax setelah perlakuan juga dilakukan. Ternyata perlakuan dengan suhu subletal tidak mempengaruhi nafsu makan pada hari kedua setelah perlakuan tetapi pada hari pertama pakan tersisa sekitar 5-6%. Uji bioassay untuk memperoleh suhu subletal pada media pemeliharaan pascalarva Cherax dapat dilihat pada Gambar 9 dan 1. Gambar 9 Kondisi pascalarva pada saat uji bioassay dengan suhu 38 C. Gambar 1 Kondisi pascalarva pada saat uji bioassay dengan suhu 4 C. Cherax tetap hidup Cherax yang ti Pada perlakuan dengan suhu 38 C setelah 1-15 menit, Cherax sudah dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya sedangkan pada perlakuan dengan suhu 4 C pascalarva mati diatas menit ke 1.

3 Penelitian Tahap Kedua A. Pengaruh lama waktu perlakuan suhu subletal terhadap persentase molting pascalarva Cherax. Penelitian tahap kedua merupakan rangkaian dari penelitian tahap pertama, dimana suhu subletal (38 C) diuji cobakan dengan selang waktu berbeda yaitu; 15, 3, 45 dan 6 menit. Sedangkan sebagai pembanding digunakan kontrol tanpa perlakuan suhu subletal. Rata-rata persentase molting pascalarva dengan perlakuan waktu berbeda disajikan pada Gambar 11. Sedangkan hasil percobaan dengan perlakuan suhu 38 C dengan waktu yang berbeda terhadap persentase molting pascalarva Cherax dapat dilihat pada Lampiran Gambar 11 Rata-rata 1persentase molting pascalarva Cherax dengan waktu perlakuan yang berbeda. Dari grafik terlihat Abahwa persentase B Cmolting Dbervariasi E pada tiap-tiap perlakuan. Persentase molting tertinggi terjadi Perlakuan pada perlakuan C ulangan kedua sebesar 7% dengan rata-rata persentase molting tertinggi (63,33%). Sedangkan persentase molting terendah pada perlakuan E ulangan kedua yaitu 1% dengan rata-rata persentase molting terendah (16,67%). Dari hasil analisa ragam dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, Anova satu arah (p<,5) diperoleh F hitung perlakuan sebesar 35,3 lebih besar dari F tabel 3,48, artinya perlakuan suhu subletal berpengaruh nyata terhadap molting pascalarva lobster air tawar. Setelah melalui uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) diketahui bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan B dan perlakuan C, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan D dan E. Untuk perlakuan B, berbeda nyata pada perlakuan D dan E tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C. Sementara perlakuan C berbeda nyata terhadap perlakuan D dan E. Sedangkan perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan E, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A, B, dan C. Dari hasil yang diperoleh selama penelitian, Rata rata Prosentase molting (%)

4 menunjukkan persentase dan kategori molting yang berbeda pada tiap-tiap perlakuan, seperti tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Rata-rata persentase dan kategori molting pascalarva lobster air tawar pada tiap-tiap perlakuan Perlakuan Persentase Molting (%) Kategori A (Kontrol) 23,33 Tidak serempak B 53,33 Serempak C 63,33 Serempak D 33,33 Cukup serempak E 16,67 Tidak serempak Dari Tabel 2, terlihat bahwa kategori molting serempak terjadi pada perlakuan B (53,33%) dan perlakuan C (63,33%), sedangkan perlakuan A (23,33%) dan perlakuan E (16,67) menunjukkan kategori molting tidak serempak. B. Pengaruh lama waktu pemaparan suhu subletal terhadap total hemosit dan kadar glukosa hemolim pascalarva Cherax Untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu subletal terhadap tingkat stres pascalarva Cherax, maka perlu diketahui indikator stres akibat perlakuan. Dalam penelitian ini, indikator stres yang diukur adalah total hemosit dan kadar glukosa darah. 1. Total Hemosit Hasil penghitungan rata-rata total hemosit dan standar deviasi untuk masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan total hemosit setiap perlakuan dan ulangan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 3 Rata-rata total hemosit (x 1 6 sel/ml) dan standar deviasi pascalarva Cherax pada. Rata rata total Perlakuan Hemosit (x1 6 Standar deviasi Sandi sel/ml) A 6,45,15 a B 8,51,29 b C 8,9,61 c D 9,13,59 bc E 9,58,53 bc Dari Tabel 3, terlihat bahwa selisih rata-rata total hemosit masing-masing perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol masing-masing ; perlakuan B (54,73%), perlakuan C(37,98%), perlakuan D (41,55%) dan perlakuan E (48,53%). Dari hasil analisa ragam dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Lampiran 7), Anova satu arah (p<,5) diperoleh F hitung perlakuan sebesar 24,753 lebih besar dari F tabel

5 3,478, artinya perlakuan suhu subletal berpengaruh nyata terhadap total hemosit pascalarva lobster air tawar. Rata-rata total hemosit (x 1^6 sel/ml) Perlakuan A Perlakuan Hari C Setelah melalui uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) diketahui bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan B,C,D dan perlakuan E. Untuk perlakuan B, berbeda nyata pada perlakuan A dan C tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan D dan E. Sementara perlakuan C berbeda nyata terhadap perlakuan A dan B tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan D dan E. Sedangkan perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan A, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan B, C dan E. Rata-rata total hemosit pada masing-masing perlakuan dan ulangan selama penelitian tersaji pada Gambar 13. Rata-rata totalhemosit (x1^6 sel/ml) Hari 12 Rata-rata Total Hemosit (x1^6 sel/ml) Rata-rata Total Hemosit (x1^6 sel/ml) Perlakuan E Gambar 13 Total hemosit (sel/ml) 2 pada masing-masing perlakuan dari hari ke-1 sampai hari ke Kadar Glukosa Darah Hari Hasil penghitungan rata-rata kadar glukosa darah dan standar deviasi untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan data mengenai ratarata kadar glukosa darah setiap perlakuan dan ulangan selama dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 4 Rata-rata total kadar glukosa darah (mg/dl) dan standar deviasi pascalarva Cherax. Perlakuan Rata rata Kadar Glukosa (mg/dl) Standar Deviasi Sandi A 2,539,25 a Rata-rata Total Hemosit (x1^6 sel/ml) Perlakuan D 1 Perlakuan Hari B Hari

6 B 8,344,171 b C 9,83,61 c D 1,156,124 c E 14,48,533 d Kadar glukosa darah menunjukkan konsentrasi yang fluktuatif. selisih rata-rata kadar glukosa darah masing-masing perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol masing-masing ; perlakuan B (197,5%), perlakuan C(286,1%), perlakuan D (3%) dan perlakuan E (453,3%). Dari hasil analisa ragam dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (p<,5), menunjukkan bahwa perbedaan waktu perlakuan dapat mempengaruhi jumlah total hemosit lobster air tawar dimana diperoleh F hitung perlakuan sebesar 251,829 lebih besar dari F tabel 5,19217 (Lampiran 8). Setelah melalui uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) diketahui bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan B,C,D dan E. Untuk perlakuan B, berbeda nyata pada perlakuan A, C, D dan E. Sementara perlakuan C berbeda nyata terhadap perlakuan A, B dan E, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan D. Sedangkan perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan A, B dan E, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan E. Grafik rata-rata kadar glukosa untuk masingmasing perlakuan dan ulangan dari hari kesatu sampai hari kelima setelah perlakuan tersaji pada Gambar 15. Rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl) Perlakuan A Hari Rata-rata Kadar Glukosa Darah (mg/dl) Rata-rata Kadar Glukosa Darah (mg/dl) Rata-rata Kadar Glukosa Darah (mg/dl) Perlakuan E Perlakuan B 1 2 Perlakuan 3 C 4 5 Hari Hari Rata-rata Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

7 Gambar 15 Rata-rata kadar glukosa darah pascalarva pada hari ke-1 sampai hari ke-5 dengan waktu berbeda. C. Sintasan Pascalarva Cherax Hasil percobaan yang menggunakan suhu subletal dengan waktu perlakuan yang berbeda terhadap sintasan pascalarva Cherax pada akhir pengamatan disajikan pada Lampiran 9. Sedangkan rata-rata penurunan sintasan pada masing-masing waktu perlakuan tersaji pada Gambar Sintasan (%) Gambar 16 Rata-rata sintasan A pascalarva B Cherax C pada masing-masing D E perlakuan Sintasan tertinggi sebesar 8% pada Perlakuan perlakuan B (waktu 15 menit), adapun kontrol dan perlakuan C (waktu 3 menit) sintasan sebesar 63,33%, sedangkan pada pelakuan D (45 menit) dan perlakuan E (6 menit) mempunyai sintasan paling rendah yaitu 5%. Hasil sidik ragam (p<,5), dimana F hitung (3,478) lebih kecil dari F tabel (2,654), menunjukkan bahwa perlakuan stres suhu tidak berbeda nyata terhadap sintasan pascalarva cherax selama percobaan (Lampiran 1). D. Tingkat Konsumsi Pakan Rincian data tingkat konsumsi pakan untuk masing-masing perlakuan dan ulangan dapat dilihat pada Lampiran 9. Tingkat konsumsi pakan harian dihitung berdasarkan selisih antara bobot pakan awal dan bobot pakan sisa, sedangkan total pakan yang dikonsumsi pascalarva Cherax selama penelitian tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 JumLah total konsumsi pakan oleh pascalarva Cherax selama penelitian Perlakuan Total Pakan (Gram) A 18,8

8 B 127,1 C 113,7 D 91,17 E 91,52 Dari Tabel 5, terlihat bahwa jumlah total pakan konsumsi tertinggi pada perlakuan B (127,1 gram) sedangkan konsumsi pakan terendah pada perlakuan D (91,17 gram). E. Pertumbuhan Bobot Biomassa Mutlak Pertumbuhan bobot biomassa setiap perlakuan dan ulangan selama penelitian disajikan pada Lampiran 9. Untuk rata-rata pertumbuhan biomassa dan standar deviasi setiap perlakuan dan ulangan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan bobot biomassa mutlak dan standar deviasi setiap perlakuan dan ulangan Perlakuan W (gram) Standar Deviasi Sandi A 6,21,156 a B 6,89,435 b C 5,76,43 a D 5,32,29 c E 5,48,347 d Dari Tabel 6, terlihat bahwa pertumbuhan bobot biomassa mutlak tertinggi pada perlakuan B (6,89 gram) dan terendah pada perlakuan E (5,48 gram). Berdasarkan uji statistik (p<,5) (Lampiran 12), diperoleh F hitung perlakuan sebesar 1,356 lebih kecil dari F tabel 3,478. Karena F hitung lebih besar dari F tabel, dengan demikian perbedaan waktu perlakuan mempengaruhi pertumbuhan lobster air tawar. Setelah melalui uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) diketahui bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan B,D dan E, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C. Perlakuan B, berbeda nyata pada perlakuan A, C, D dan E. Sementara perlakuan C berbeda nyata terhadap perlakuan B, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A, D dan E. Sedangkan perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan A dan B, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C dan E.

9 F. Laju Pertumbuhan Rerata Harian Data lengkap yang menjadi dasar pengolahan laju pertumbuhan rerata harian tercantum dalam Lampiran 9. Untuk rata-rata pertumbuhan biomassa dan standar deviasi setiap perlakuan dan ulangan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata pertumbuhan rerata harian biomassa dan standar deviasi pascalarva Cherax selama percobaan Perlakuan α(%) Standar Deviasi A 2,35,283 B 2,87,178 C 2,69,29 D 2,47,459 E 1,81,22 Laju pertumbuhan rerata harian dipengaruhi oleh bobot rata-rata individu selama masa pemeliharaan dan bobot rata-rata udang pada awal percobaan. Dari Tabel 7, terlihat bahwa perlakuan E memiliki laju pertumbuhan rerata harian terendah (1,81%), sedangkan laju pertumbuhan rerata harian tertinggi pada perlakuan B (2,87%). G. Kualitas Air Kualitas media pemeliharaan, yang terdiri dari beberapa peubah fisika dan kimia air, berperan sebagai penentu kelayakan habitat bagi kehidupan pascalarva lobster air tawar. Hasil analisa terhadap peubah fisika dan kimia air disajikan pada Lampiran 13. Dari hasil analisa kualitas air, diperoleh kisaran sebagai berikut ; suhu 26 ±1 C ; ph 6,9-7,8 ; Alkalinitas 112,9 195,5 ppm setara CaCO 3 ; NH 3 -N,1,17 ppm; NO 2,1,9 ppm dan CO 2 1,81 3,69 ppm. Rentang nilai dari parameter fisika dan kimia air pada percobaan ini masih relatif kecil. Selama percobaan fluktuasi suhu tidak terlalu besar, karena kondisi tempat penelitian berada dalam ruangan yang mempunyai kisaran suhu yang relatif homogen. Dengan demikian secara keseluruhan kualitas air media pemeliharaan masih dalam kondisi yang layak untuk pemeliharaan pascalarva lobster air tawar.

10 Pembahasan 1. Suhu Subletal Parameter kualitas air yang merupakan faktor pengendali dalam penelitian ini adalah suhu. Penelitian dengan suhu subletal diperoleh melalui uji bioassay dengan menguji daya tahan pascalarva lobster air tawar dengan perlakuan suhu yang cukup ekstrim. Dengan mengacu pada indikator penggunaan suhu subletal, dimana Cherax masih dapat bertahan hidup dengan perlakuan suhu 38 C selama 24 jam setelah perlakuan, maka diperoleh kesimpulan bahwa suhu 38 C merupakan suhu subletal. Respon stres yang ditunjukkan oleh Cherax dengan perlakuan suhu subletal adalah dengan gerakan yang aktif dan sesekali menghentakkan tubuhnya pada 1-15 menit awal perlakuan. Selanjutnya, diatas 15 menit terlihat bahwa Cherax mulai memperlambat gerakan dan sudah mulai beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Hal ini berbeda pada perlakuan suhu 39 dan 4 C, yang mana dengan suhu tersebut terjadi kematian diatas menit ke-1, bila ditelaah lebih lanjut, ternyata kematian terbesar terjadi pada suhu 4 C. Indikasi ini menunjukkan bahwa daya tahan tubuh pascalarva Cherax tidak mampu beradaptasi dengan suhu 39 dan 4 C dimana mortalitas pada suhu 39 C sebesar 4-6% sedangkan pada suhu 4 C mortalitas mencapai 1% tetapi mulai suhu 38 C ke bawah (suhu 3 C) tidak dijumpai lagi adanya kematian pascalarva lobster air tawar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa stres suhu sebagai akibat perlakuan hanya mengakibatkan kematian pascalarva diatas suhu 38 C, yaitu pada saat kemampuan adaptasi homeostasisnya belum cukup kuat. Pada suhu diatas subletal, lobster air tawar tidak cukup memiliki simpanan energi untuk beradaptasi, maka terjadinya stres suhu yang tinggi dari media eksternal dapat berakibat fatal bagi kehidupannya. 2. Pengaruh Perlakuan Suhu Subletal Terhadap Molting, Total Hemosit dan Kadar Glukos Darah Secara alami larva lobster air tawar akan mengalami siklus ganti kulit secara teratur jika kondisi lingkungan dan nutrisi tercukupi. Sebab potensi tumbuh larva sangat bergantung pada efisiensi penggunaan energi, yaitu ratio antara energi untuk tumbuh dan metabolisme termasuk energi yang dipergunakan untuk adaptasi. Perlakuan dengan waktu pemaparan yang berbeda, ternyata memberikan rata-rata persentase

11 molting yang berbeda pada tiap-tiap perlakuan. Persentase molting terbesar, pada perlakuan C (63,33%), indikasi ini menunjukkan bahwa respon fisiolgis yang memacu pascalarva untuk molting sangat baik pada perlakuan ini kemudian berturut-turut Perlakuan B, Perlakuan D, Perlakuan A dan Perlakuan E. Hal ini diduga berkaitan dengan kerja hormonal terutama hormon ekdisteroid yang dapat memacu proses molting pada Cherax. Menurut Fingerman et al. (1997), (ahli fisiologi mengetahui) bahwa stres pada hewan dapat merugikan atau menguntungkan. Konsep hormesis bisa relevan, organisme tumbuh secara normal dan berfungsi sedikit dibawah kapasitas maksimalnya, stres-stres yang sedikit kadang-kadang meningkatkan aktifitas fungsi fisiologi. Akan tetapi jika dilihat lebih lanjut sebenarnya pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor mempengaruhinya. Menurut Effendie (22), pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Bahan yang berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bahan-bahan tidak berguna akan dikeluarkan dari tubuh melalui eksresi. Apabila terdapat bahan berlebih dari keperluan tersebut akan dibuat sel baru sebagai penambahan unit atau penggantian sel dari bagian tubuh, secara keseluruhan resultantenya merupakan perubahan ukuran. Akibat pengaruh stres suhu akan memacu organ Y untuk menghasilkan Molt Accelerating Hormone (MAH) yang dapat membantu kelancaran proses ganti kulit (Sullivan, 1982 dalam Anggoro, 1992). Sedangkan menurut Fingerman et al. (1997), dengan adanya rangsangan suhu, akan merangsang organ Y untuk lebih banyak memproduksi hormon ekdisteroid yang berfungsi mempercepat proses molting. Sejauh mana pengaruh perlakuan suhu subletal dengan waktu yang berbeda terhadap produksi hormon ekdisteroid dan zat pemercepat ganti kulit pada Cherax, masih perlu penelitian lanjutan. Diduga ada kaitan antara jumlah total hemosit akibat perlakuan stres suhu dengan proses molting. Jika dihubungkan total hemosit pada masing-masing perlakuan (Gambar 13), dengan jumlah udang yang molting (Tabel 2), terlihat bahwa jumlah

12 Cherax yang molting terbanyak pada masing-masing perlakuan pada hari ketiga, sejalan dengan hasil pengamatan total hemosit yang menunjukkan konsentrasi yang tinggi pada hari kedua dan ketiga kecuali pada perlakuan A (Kontrol). Tetapi hubungan total hemosit terhadap molting akibat berbagai respon stres belum banyak diketahui. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ada peningkatan jumlah total hemosit pada masing-masing perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol. Selama 5 hari pengamatan setelah perlakuan suhu subletal dengan selang waktu pemaparan yang berbeda, menunjukkan bahwa pada hari pertama setelah perlakuan, terlihat sedikit kenaikan jumlah hemosit pada masing-masing perlakuan. Tetapi pada hari ketiga terjadi peningkatan total hemosit kecuali pada kontrol dan mulai turun kembali pada hari ke-4 dan ke-5 mendekati jumlah hemosit kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pascalarva Cherax relatif mulai stabil pada hari ke-5 akibat pengaruh stres suhu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al. (25), yang mengamati pengaruh suhu terhadap respon immun udang vannamei, menunjukkan bahwa perlakuan suhu 24, 28 dan 32 C selama 24 sampai 96 jam akan menurunkan total hemosit sekitar 12%-16%. Menurut Anderson dan Siwicki (1995) dalam Djauhari (25), bahwa secara deskriptif, jumlah total hemosit selama serangan infeksi cenderung meningkat. Adanya gejala stres sering ditandai peningkatan total hemosit. Sebagaimana diungkapkan Person et al. (1987) dalam Djauhari (25), bahwa tingkat imunitas lobster air tawar terhadap serangan infeksi jamur Aphanomyces astaci dapat diindikasikan oleh jumlah hemosit yang bersirkulasi dalam hemolim. Lebih lanjut dikatakan bahwa menurunnya total hemolim berarti agen patogen mulai menerobos menginfeksi ketingkat jaringan yang berujung kematian inang. Kemungkinan lain peningkatan dan penurunan fluktuatif total hemosit diduga disebabkan oleh variasi metabolisme fisiologis antar individu. Menurut Jussila (1997), beberapa faktor yang mempengaruhi total hemosit antara lain intervensi patogen, mekanisme molting dan kondisi lingkungan. Lebih lanjut diungkapkan oleh Chang (25), bahwa hemosit berperan dalam proses pembekuan darah, pengerasan eksoskeleton pasca molting dan pembersihan sistem haemocoal dari antigen. Nilai ratarata total hemosit berbagai jenis udang penaeid bervariasi antara 2 x 1 6 hingga 4 x 1 6 sel/ml.

13 Glukoneogenesis merupakan istilah yang digunakan untuk mencakup semua mekanisme dan lintasan yang bertanggung jawab untuk mengubah senyawa nonkarbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Substrat utama bagi glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik, laktat, gliserol dan propionat. Hati dan ginjal merupakan jaringan utama yang terlibat, karena kedua organ tersebut mengandung komplemen lengkap enzim-enzim yang diperlukan (Murray, et al. 23). Kadar glukosa darah pada masing-masing perlakuan berfluktatif. Pada hari pertama setelah perlakuan kadar glukosa menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata peningkatan kadar glukosa darah terjadi pada hari ke-3 dan terjadi penurunan kembali pada hari ke-4 dan ke-5 mendekati kadar glukosa darah kontrol. Dengan demikian penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-5 mengindikasikan bahwa kondisi pascalarva Cherax setelah 5 hari perlakuan relatif mulai stabil. Menurut Piliang dan Al Haj (26), homeostasis gula dalam darah diatur melalui mekanisme hormonal, untuk mempertahankan kadar gula darah agar tetap stabil, memberi arti amat penting untuk kesehatan dan bahkan untuk kehidupan, karena setiap sel dalam tubuh membutuhkan suplai energi agar fungsi dan kehidupan sel dapat berlangsung. Setiap gangguan yang terjadi pada suplai glukosa akibat tidak berfungsinya mekanisme-mekanisme homeostasis glukosa, seperti kekurangan makan dan stres akan membawa dampak serius yang mungkin dapat mengancam kehidupan organisme tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Hall dan Ham (1998), tentang pengaruh berbagai penyebab stres terhadap kadar glukosa darah udang windu, menyimpulkan bahwa pemeliharaan udang dengan kepadatan 9 5 ekor/m 2 tanpa pemberian oksigen akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dari 1 mmol/l menjadi 2,1 mmol/l setelah 1 jam tanpa aerasi. Tetapi kadar glukosa darah akan turun kembali pada kadar 1 mmol/l setelah 7 1 jam pemberian aerasi. Penelitian dengan ikan Gasterosteus aculeatus yang dilakukan oleh Pottinger et al. (22), melaporkan bahwa stres lingkungan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar glukosa darah selama 24 jam tetapi pengaruh stres lingkungan selama 1 hari akan menurunkan kadar glukosa darah dari 2,4 mg/gram menjadi,72 mg/gram pada hari ke-1. Sedangkan penelitian pada kepiting Cancer pagurus yang dilakukan oleh Webster (1996), menjelaskan bahwa

14 kadar glukosa dalam hemolim selama perlakuan stres hypoxia meningkat dari 15 menjadi 65 µg/1 µl hemolim setelah 4 jam. Menurut Murray, et al. (23), bahwa Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan tubuh akan glukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam makanan. Pasokan yang terus menerus diperlukan sebagai sumber energi khususnya bagi sistem syaraf dan eritrosit, akan mengakibatkan kegagalan pada glukoneogenesis yang biasanya berakibat fatal. 3. Hubungan antara perlakuan stres suhu terhadap konsumsi pakan Peubah ini ditentukan berdasarkan tingkat konsumsi pakan selama percobaan. Tingkat konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh kesehatan pascalarva, sintasan dan ukuran Cherax. Dari data selama percobaan Lampiran 12, terlihat bahwa rata-rata konsumsi pakan tertinggi pada perlakuan B (127,1 gram), kemudian berturut-turut perlakuan C (113,7 gram), perlakuan A (18,8), perlakuan E (91,52 gram) dan perlakuan D (91,17). Tingkat konsumsi pakan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu; (1) kualitas dan kuantitas pakan, (2) tata cara pemberian pakan (frekuensi dan waktu), (3) kualitas media pemeliharaan (Capuzzo, 1983 dalam Anggoro, 1992). Dalam percobaan ini, baik kualitas dan kuantitas maupun tata cara pemberian pakan (at satiation), semuanya diatur dan diusahakan seragam (sama). Begitu pula suhu (25-27 C) serta kandungan oksigen terlarut (4,9-6,65) masih berada pada kisaran yang layak untuk budidaya Cherax. Satu-satunya faktor yang berbeda adalah lamanya perlakuan suhu subletal. Akibat adanya perlakuan stres suhu, maka akan mempengaruhi tingkat konsumsi pakan pada masing-masing perlakuan. Di mana pada perlakuan D (45 menit) dan E (6 menit) setelah dilakukan stres suhu, mempengaruhi nafsu makan pascalarva, khususnya pada hari pertama sampai hari ketiga setelah perlakuan. Penurunan dosis pakan harian mencapai 2-5%. Hal ini sangat berbeda nyata pada perlakuan B (15 menit) dan C (3 menit) dimana setelah perlakuan nafsu makan pascalarva Cherax tidak berubah. Diduga bahwa akibat perlakuan suhu subletal yang terlalu lama (45 dan 6 menit), mengakibatkan Cherax mengalami stres berkepanjangan dan selama masa adaptasi nafsu makan akan turun.

15 4. Hubungan antara perlakuan stres suhu terhadap sintasan dan pertumbuhan biomassa mutlak Persentase sintasan ditentukan oleh banyaknya kematian larva Cherax selama masa percobaan. Ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan kematian Cherax pada media percobaan, diantaranya adalah ; (1) Kualitas air yang tidak layak, (2) Hadirnya hama dan penyakit, (3) Penanganan yang kurang baik pada saat pengamatan, (4) Pakan yang tidak tepat jenis dan ukurannya, (5) Terjadinya gagal molting, (6) Terjadinya kanibalisme, (7) Akibat perlakuan suhu subletal. Ditinjau dari aspek kualitas air, kondisinya cukup baik dan tingkat kelayakannya relatif seragam pada media percobaan. Dengan demikian dugaan kematian Cherax karena jeleknya kualitas air tidak terbukti. Demikian pula dengan dugaan adanya hama dan penyakit, peluang terjadinya relatif kecil karena media percobaan telah dibebaskan dari hama dan penyakit melalui pengendapan dibak tandon dan sterilisasi alat sebelum digunakan. Dari aspek penanganan percobaan, dapat diketengahkan bahwa kegiatan pengambilan sampel hemolim telah dilakukan dengan sangat hati-hati dan telah melalui beberapa kali latihan pengambilan hemolim. Sehingga pengaruhnya relatif kecil terhadap kematian Cherax. Selanjutnya, bila ditinjau dari aspek pakan, dapat dilihat bahwa pakan yang diberikan adalah pakan udang dengan kadar protein 3%, kadar air maximal 11%, lemak minimal 5% dan fiber maximal 4%. Jumlah dan ukuran pakan yang diberikan telah disesuaikan dengan umur Cherax dan terbukti disukai oleh pascalarva Cherax. Bila ditelaah lebih lanjut dan sesuai pengamatan selama percobaan bahwa kematian terjadi akibat gagal molting dan stres akibat perlakuan suhu subletal terutama pada perlakuan D dan E. Kejadian yang menarik dan sekaligus perlu penelitian lanjutan mengenai kematian akibat kanibalisme, sebab dari hasil pengamatan tidak terjadi kanibalisme pada perlakuan dengan suhu subletal. Hal ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan kontrol, dimana kematian akibat kanibalisme masih terjadi. Sintasan pascalarva Cherax pada masing-masing perlakuan berkisar antara 5-8%, dimana sintasan tertinggi pada perlakuan B (8%) jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya, diduga bahwa perlakuan dengan waktu 15 menit mengakibatkan Cherax mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi stres suhu serta

16 memanfaatkan pakan. Kematian yang terjadi lebih banyak disebabkan karena gagal molting dan stres suhu. Dari hasil pengamatan kematian akibat gagal molting, disebabkan Cherax kehabisan energi untuk melepaskan kulitnya, jika kulit tidak terlepas secara sempurna maka Cherax akan menyentakkan tubuhnya untuk memudahkan lepasnya kulit tua, kegiatan ini memerlukan banyak energi dan jika kulitnya tidak terlepas maka Cherax akan mati karena kehabisan energi untuk ganti kulit. Menurut Ferraris et al. (1987) dalam Anggoro (1992), kematian akibat gagal molting berkaitan dengan terjadinya gangguan osmolaritas internal, kehabisan energi untuk ganti kulit (pindah stadia) serta berkurangnya daya pemanfaatan pakan. Pertumbuhan biomassa pascalarva Cherax dievaluasi berdasarkan kajian terhadap pertambahan bobot biomassa dan laju pertumbuhan spesifik. Dari hasil uji beda nyata terkecil diperoleh bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan B, D dan E tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C. Untuk perlakuan B berbeda nyata terhadap perlakuan C, D dan E, pada perlakuan C berbeda nyata terhadap perlakuan D dan E. Demikian pula pada perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan E. Berdasarkan Gambar 17, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan biomassa tertinggi adalah perlakuan B (11,29 gram), terendah pada perlakuan D (9,45 gram). Diduga bahwa terjadinya perlambatan pertumbuhan setelah perlakuan 45 dan 6 menit dengan suhu subletal, menyebabkan peningkatan pertumbuhan tidak terjadi secara signifikan akibat penggunaan energi yang relatif besar untuk adaptasi stres suhu. Tingginya pertumbuhan pada perlakuan B (15 menit), disebabkan oleh tingkat adaptasi yang lebih cepat pasca stres suhu dan pemanfaatan pakan relatif lebih baik selama percobaan. 5. Kualitas Air Kualitas media pemeliharaan pascalarva lobster air tawar selama penelitian, terdiri dari beberapa peubah fisika dan kimia air, yang berperan sebagai penentu kelayakan habitat bagi kehidupan lobster air tawar. Suhu air, pascalarva lobster air tawar sebagaimana udang dewasa memiliki sifat euritermal. Dengan demikian pascalarva lobster air tawar mempunyai kemampuan beradaptasi pada media yang kisaran suhunya cukup lebar. Meskipun daya adaptasinya

17 cukup lebar, ternyata rentang suhu yang layak untuk tumbuh dan mendukung aktivitasnya sangat terbatas. Menurut Rouse (1977), Cherax jenis red claw akan mengalami pertumbuhan terbaik pada suhu air C. Berdasarkan kriteria tersebut dapat dinyatakan, bahwa suhu media pemeliharaan pascalarva lobster air tawar sebesar 25 C ±1 C (Lampiran 13) masih dalam rentang layak dan optimum bagi proses pertumbuhan lobster air tawar. Percobaan dilakukan dalam ruangan terkontrol, suhu diusahakan homogen dan fluktuasinya relatif kecil, sehingga stres akibat fluktuasi suhu harian yang besar dapat dihindari. Kemasaman (ph) air, merupakan indikator kemasaman serta kebasaan air yang dapat mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia di dalam air serta reaksi biokimia di dalam tubuh lobster air tawar. Hasil pengukuran ph air media pemeliharaan selama percobaan menunjukkan bahwa semuanya bersifat alkalis, dengan nilai terendah 6,9 dan tertinggi 7,8 (Lampiran 13). Menurut Meade et al. (22), ph 7,5 ±,2 sangat sesuai untuk pemeliharaan dan perkembangan juvenile red claw. Berdasarkan kriteria tersebut, ph air selama percobaan masih berada pada rentang layak yang optimum bagi media pemeliharaan lobster air tawar. Oksigen terlarut, kandungan oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi organisme perairan. Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut media pemeliharaan berkisar antara 4,9 6,65 ppm. Kisaran ini masih sesuai dengan media pemeliharaan lobster air tawar, sebagaimana dikemukakan oleh Rouse, (1977), bahwa Cherax masih dapat mentolerir kadar oksigen hingga 1 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan kandungan oksigen terlarut selama penelitian masih dalam kisaran yang mampu mendukung pertumbuhan optimal lobster air tawar. Karbondioksida bebas (CO 2 ), keberadaannya di dalam air sebagian besar berasal dari aktivitas respirasi lobster air tawar. Bila kadarnya terlalu tinggi, CO 2 bebas tersebut dapat mempengaruhi ph air serta berdaya racun. Akumulasi CO 2 bebas 5 ppm dapat meracuni telur dan larva udang bila kadar O 2 terlarut 3,5 ppm (Tsai, 1989 dalam Anggoro, 1992). Hasil pengukuran CO 2, menunjukkan bahwa kandungan CO 2 relatif rendah yaitu antara 2,9 3,69 ppm. Dengan kandungan oksigen terlarut > 4 ppm selama penelitian, dapat dinyatakan bahwa kandungan CO 2 bebas tersebut belum membahayakan kehidupan pascalarva lobster air tawar.

18 Amonia dan nitrit, kehadiran amonia (NH 3 ) dan nitrit (NO 2 ) di dalam air dapat mengganggu aktivitas dan perkembangan pascalarva lobster air tawar karena jika konsentrasinya tinggi dapat bersifat toksit. Konsentrasi amonia dan nitrit yang dinyatakan aman bagi telur dan larva udang adalah,1 ppm (Tsai, 1989 dalam Anggoro, 1992). Hasil pengukuran amonia (NH 3 ) dan nitrit (NO 2 ) selama penelitian masing-masing berkisar antara,1-,1 ppm dan,1-,9 ppm. Fakta ini memberi petunjuk bahwa konsentrasi tersebut masih dalam kategori layak untuk pemeliharaan lobster air tawar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Molting Lobster Air Tawar. metode injeksi dapat meningkatkan kecepatan molting lobster.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Molting Lobster Air Tawar. metode injeksi dapat meningkatkan kecepatan molting lobster. 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Molting Lobster Air Tawar Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bayam melalui metode injeksi dapat meningkatkan kecepatan molting lobster. Hasil molting

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA

MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA Molting adalah proses pergantian cangkang pada hewan Crustacea : udang, kepiting, lobster, dll. dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air HASIL PENELITIAN Kondisi Kualitas Air Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi Salinitas yang digunakan sebagai perlakuan didasarkan pada penelitian pendahuluan yang menghasilkan petunjuk batas kisaran optimal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Maya Ekaningtyas dan Ardiansyah Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada setiap tahapan adaptasi, aklimasi, dan postaklimasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein hati broiler yang diberi probiotik selama pemeliharaan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah bak berlapis terpaulin dan berlapis plastik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus DIPELIHARA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus DIPELIHARA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 109 114 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 109 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Post-Larva Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan (panjang rerata, SGR, bobot individu, biomassa) post-larva

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci