REFERAT SYOK. Oleh : Nurul Hidayah Hasanah Farida. Pembimbing : Irwan, dr., Sp.An.

dokumen-dokumen yang mirip
Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Syok merupakan suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

PROSES TERJADINYA SHOCK. MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan.

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

Az Rifki RS Islam Siti Rahmah, Padang

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

SYOK DAN PENANGANANNYA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

Kebutuhan cairan dan elektrolit

NEONATUS BERESIKO TINGGI

Kesetimbangan asam basa tubuh

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

Konsep Pemberian Cairan Infus

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

ASUHAN KEPERAWATAN HPP

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

SYOK ANAFILAKTIK. No.Revisi : 0. Halaman :1 dari 4

EMBOLI AIR KETUBAN EPIDEMIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Ilmu Pengetahuan Alam

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF. oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGEN AKIBAT PATOLOGIS SISTEM KARDIOVASKULAR DAN GANGGUAN PEMBULUH DARAH PERIFER

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

SYOK Iwan Purnawan, S.Kep.,Ns

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

MAKALAH SYOK KARDIOGENIK

EMBOLI CAIRAN KETUBAN. dr.pom Harry Satria,SpOG

MONITORING HEMODINAMIK

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEDARURATAN LINGKUNGAN

PATOFISIOLOGI SYOK HIPOVOLEMIK

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG. OLEH : Ns. ANISA

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

Preeklampsia dan Eklampsia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National

Transkripsi:

REFERAT SYOK Oleh : Nurul Hidayah Hasanah Farida 2009730150 Dian Indriyani 2009730012 Nadia Nurfadillah 2009730099 Anggi Purnamasari 2009730126 Pembimbing : Irwan, dr., Sp.An. STAGE ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014 0

BAB I PENDAHULUAN Syok adalah suatu keadaan gawat darurat yang harus ditangani segera. Syok disebabkan karena adanya penurunan perfusi ke jaringan. Penanganan syok secara tepat akan sangat mempengaruhi prognosis pasien selanjutnya. Untuk mengetahui terapi terbaik dalam penanganan syok, perlu terlebih dahulu di ketahui sebelumnya patofisiologi dari terjadinya syok. Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang mengakibatkan hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh hipoperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital. Syok adalah gangguan sistemik yang mempengaruhi multiple organ system. Perfusi mungkin menurun secara global atau terdistribusikan rendah seperti pada syok septik. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ. Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan perfusi jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan penyebab syok, adalah sangat penting untuk menstabilkan aliran darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki. Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial pada pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh. Dalam memberikan cairan sebagai terapi syok harus pula dipertimbangkan tentang komposisi elektrolit yang terkandung dalam cairan tersebut. Tubuh memiliki sistem regulasi yang berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan intravena dan didistribusikan keseluruh bagian tubuh. 1

BAB II SYOK 2.1 DEFINISI Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. Syok dapat didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Gangguan yang mendasarinya adalah adanya penurunan signifikan terhadap suplai darah teroksigenasi ke seluruh jaringan tubuh yang kemudian menyebabkan perfusi inadekuat. Syok membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat. 2.2 ETIOLOGI Tiga faktor yang mempertahankan tekanan darah normal: 1. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien 2. Volume sirkulasi darah 3. Tahanan pembuluh darah perifer Dengan demikian, syok dapat disebabkan oleh kondisi apapun yang menurunkan aliran darah termasuk: 1. Penyakit jantung 2. Penurunan volume darah (dapat karena dehidrasi atau perdarahan) 3. Perubahan pada pembuluh darah (seperti pada infeksi maupun reaksi alergi berat) 2

2.3 KLASIFIKASI Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut (LANGE : Current Medical Diagnosis and Treatment): 1. Syok hipovolemik a. Kehilangan darah (syok hemoragik) eksternal maupun internal b. Kehilangan plasma (luka bakar) c. Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) 2. Syok kardiogenik a. Gangguan irama jantung b. Kegagalan pompa jantung (sekunder terhadap penyakit jantung iskemik atau kardiomiopati) c. Disfungsi katup jantung akut d. Ruptur septum ventricular atau dinding ventrikel e. Obat-obat yang mendepresi jantung 3. Syok obstruktif a. Pneumothoraks b. Kelainan pericardial (tamponade jantung, konstriksi) c. Kelainan vaskulasi pulmonal (emboli paru masif, HT pulmonal) d. Tumor kardiak e. Kelainan katup obstruktif (stenosis aorta atau stenosis mitral) 3

4. Syok distributif a. Syok septik b. Syok anafilaksis c. Syok neurogenik d. Cedera medulla spinalis atau batang otak e. Obat-obatan f. Insufisiensi adrenal akut 2.3.1 Syok Hipovolemik Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume ekstravaskular akibat kehilangan darah eksternal maupun internal, kehilangan plasma, atau kehilangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan tubuh akan menyebabkan vasokonstriksi sementara, sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah. Apabila kehilangan cairan tubuh tidak segera diatasi, akan terjadi syok hipovolemik. Syok hipovolemik yang paling sering terjadi adalah syok hemoragik. 4

Perbedaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak jelas terlihat pada seorang penderita. Kelas perdarahan, berdasarkan persentase kehilangan volume darah akut, berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan patofisiologi keadaan syok. Klasifikasi Kehilangan darah (ml) Kelas I s/d 750 (15%) Kelas II 750 1500 Kelas III 1500 2000 Kelas IV > 2000 (> 40%) - % volume darah Denyut nadi Tekanan darah Tekanan nadi Frekuensi pernafasan Produksi urin (ml/jam) Status mental Penggantian cairan < 100 normal Normal/naik 14-20 >30 Sedikit cemas kristaloid (15% - 30%) > 100 normal menurun 20-30 20-30 Agak cemas kristaloid (30% - 40%) > 120 menurun Menurun 30 40 5 15 Cemas, bingung Kristaloid+darah > 140 Menurun Menurun >35 Tidak berarti Bingung,lethargi Kristaloid+darah (3:1) Tabel 1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah (ATLS) Patofisiologi 1. Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi tepi pada organ yang dapat bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot dan tulang. PH arteri normal. Terjadi vasokonstriksi tepi ringan, bermanifestasi sebagai kulit dingin, pucat, basah. 2. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya bertahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus dan ginjal) terjadi asidosis metabolik 3. Pada syok berat, sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolik berat dan mungkin pula terjadi asidosis respiratorik. Mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ dan jantung. Sudah terjadi anuria, penurunan kesaedaran dan sudah ada gejala hipoksia jantung. Perdarahan massif 50% atau lebih dari volume darah dapat menyebabkan henti jantung. Pada stadium akhir tekanan darah cepat menurun dan pasien menjadi koma, lalu disusul masa sekarat (nadi tidak teraba, megap-magap) dan akhirnya terjadi mati klinis. Henti jantung karena syok hemorhagik ialah disosiasi electromagnet (kompleks gelombang EKG lasih ada, tetapi tidak 5

teraba denyut nadi), fibrilasi ventrikel dapat terjadi dengan pasien pada penyakit jantung yang mendasar. 2.3.2 Syok Kardiogenik Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal akibat gangguan fungsi pompa jantung. Definisi klinis disini mencakup curah jantung yang buruk dan bukti adanya hipoksia dengan adanya volume darah intravaskular yang cukup. Syok terjadi jika kerusakan otot jantung lebih dari 40% dan angka kematian lebih dari 80%. Patofisiologi Syok kardiogenik terjadi akibat gagal ventrikel kiri untuk memompa jantung, sehingga tekanan darah turun, tekanan wedge kapiler paru naik disertai oligouria, vasokonstriksi perifer, kesadaran yang menurun dan asidosis metabolik. Syok kardiogenik paling sering disebabkan oleh infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi diantara 80-90%. Akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56%. Walaupun demikian syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang terpenting pada penderita infark yang dirawat dirumah sakit 6

Penyebab lain syok kardiogenik adalah toksik karena obat-obatan yang mendepresi jantung, infeksi seperti miokarditis, gangguan irama jantung, disfungsi katup jantung akut, dan ruptur septum ventricular atau dinding ventrikel. Gejala klinis dan diagnosis Diagnosis ditegakkan bila tekanan sistol kurang dari 90 mmhg, disertai adanya oligouri yaitu bila diuresis kurangdari 20-30 cc/jam. Tidak ada penyebab lain dari hipotensi seperti perdarahan, diare, reaksi vagal, aritmia, obat-obatan dan dehidrasi. Biasanya penderita tampak gelisah, pucat, ekstremitas dingin disertai sianosi perifer, kulit biasanya lembab dan dingin. Kemungkinan adanya infark jantung akut didapatkan dari riwayat penyakit adanya sakit dada yang khas disertai perubahan gambaran EKG yang khas dengan adanya gelombang q patologis dan segmen ST yang meningkat dan pemeriksaan jantung, CPK, MBCK, SGOT dan LDH menunjukkan kenaikan. 2.3.3 Syok obstruktif Adanya obstuksi sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal akan mengurangi cardiac output sehingga dapat mengakibatkan syok. Tamponade jantung, tension pneumothoraks, dan emboli pulmonal masif merupakan kegawatdaruratan medis yang memerlukan diagnosis dan tindakan segera. Penyebab lain syok obstruktif antara lain hipertensi pulmonal, tumor kardiak, dan kelainan katup obstruktif (stenosis aorta atau stenosis mitral). 2.3.4 Syok distributif Reduksi resistensi sistemik vaskular akan mengakibatkan cardiac output yang tidak adekuat sehingga dapat mengakibatkan syok distributif. 1. Syok septik Syok septik biasanya disebabkan oleh penyebaran endotoksin bakteri gram negatif. Jarang terjadi karena toksin bakteri gram positif. Syok septik lebih mudah timbul pada pasien dengan trauma, diabetes mellitus, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran genitourinaria, atau yang mendapat pengobatan kortikosteroid, obat penekan kekebalan atau radiasi. Faktor yang mempercepat 7

syok septik adalah pembedahan, atau manipulasi saluran kemih, saluran empedu dan ginekologi. Patofisiologi Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteri-vena kapiler. Selain itu terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke interstitial yang terlihat sebagai edema. Pada syok septik, hipoksia sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. 8

1. Pada stadium awal, curah jantung meningkat, denyut jantung lebih cepat dan tekanan arteri rata-rata turun. Kemudian perjalanannya bertambah progresif dengan penurunan curah jantung. Karena darah balik berkurang (terjadi bendungan darah dalam mikrosirkulasi dan keluabnya cairan dari ruangan intravascular nkarena permeabilitas kapiler bertambah yaitu di tandai dengan turunnya tekanan vena sentral. 2. Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah meningkat disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler paru-paru. Pada pasien yang sudah syok hipertensi paru-paru ditandai dengan gejala gagal paru-paru progresif, PO2 arteri turun, hiperventilasi, dispnea dan asidosis. 3. Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) terjadi karena penacuan proses pembekuan akibat lerusakan endothelium kapiler oleh infeksi bakteri. Gejala klinik 1. Demam tinggi >38,9 oc. Sering diawali dengan menggigil, kemudian suhu turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi) 2. Takikardi 3. Hipotensi (sistolik <90 mmhg) 4. Ptekie, leukositosis atau leukopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia. 5. Hiperventilasi dengan hipokapnia 6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, perirektal. Syok sepsis harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia atau koagulasi intravascular yang tidak dapat diterangkan penyebabnya. Sedangkan pada persangkaan infeksi harus segera dilakukan pemeriksaan biakan kuman dan uji lainnya. 2. Syok anafilaktik Reaksi anafilaktik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik merupakan suntikan atau cara lain, yang dapat berkembang menjadi kegawatdaruratan dalam hitungan menit, sehingga memerlukan diagnosis dan tindakan segera. Kegawatdaruratan yang terjadi berupa syok, gagal nafas, henti jantung dan kematian mendadak. 9

Obat-obatan yang sering memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan antibiotic penisilin, ampisilin, cephalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramphenikol, sulfonamide, kanamisin, serum anti tetanus, serum antidiphteri dan anti rabies. Alergi terhadap gigitan serangga, kuman-kuman, insulin juga dapat memberikan reaksi anafilaktik. 3. Syok neurogenik Syok neurogenik adalah suatu kondisi hipotensi dan bradikardi akibat gangguan system saraf simpatis medulla spinalis sehingga menyebabkan hilangnya tonus simpatis kapiler. Gambaran klasik syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardia atau vasokonstriksi kulit. Tekanan nadi yang mengecil tidak terlihat pada syok neurogenik. 10

BAB III PENATALAKSANAAN SYOK 3.1 PENATALAKSANAAN Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Degera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Prinsip dasar penanganan syok Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal untuk : 1. Menstabilkan kondisi pasien. 2. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah 3. Mengefisiensikan system sirkulasi darah 4. Setelah pasien stabil, temukan penyebab syok 3.2 Terapi inisial Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok: Penaganan awal 1. Mintalah bantuan segera mobilisaasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat 2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum dan harus dipastikan bahwa jalan nafas bebas. 3. Mengukur tanda vital 4. Jangan berikan cairan melalui mulut 5. Jagalah penderita agar tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya. Posisi tubuh: 11

1. Secara umum posisi penderita dibaringkan terlentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. 2. Penanganan yang sangan penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. 3. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita terlentang dengan kaki ditinggikan 20 cm, sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan, segera turunkan kakinya kembali. Pertahankan respirasi 1. Bebaskan jalan nafas, lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah 2. Tengadah kepala, topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas 3. Berikan oksigen 6 l/mnt 4. Bila pernafasan atau ventilasi tidak kuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (ambu bag) atau ETT. Pertahankan sirkulasi Segera pasang infus intra vena, bisa lebih dari satu infus, pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin dan CVP. Cari dan atasi penyebab. 3.3 Terapi Kausal 1. Syok hipovolemik Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan diluar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat. Kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat kurang. Respon tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha 12

untuk memepertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui system renin-angiotensin-aldosteron, system ADH dan system syaraf simpstis, cairan interstitial akan masuk kedalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume interstitial hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial itu hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid, darah, dan cairan garam seimbang. Infus cairan tetap menjadi pilihan pertama dalam menangani pasien. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah edema paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Penanganan khusus 1. Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter/menit dengan sungkup atau kanula hidung untuk mengoptimalkan ventilasi dan oksigenisasi 2. Kendalikan perdarahan yang jelas terlihat dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Jangan menggunakan tornikuet, karena dapat menyebabkan nekrosis jaringan. 3. Mulailah akses ke sistem pembuluh darah, sebaiknya dengan dua infus intravena menggunakan kanula atau jarum terbesar (minimum 16 Gauge). Gunakan kateter yang pendek. Darah diambil sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah atau uji kecocokan (cross match). Pemeriksaan Hb, Ht, dan jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, ph darah dan elektrolit, faal hemostatis, uji pembekuan. 4. Kemudian lakukan penggantian cairan : 13

a. Larutan elektrolit isotonis digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini dapat mengisi cairan intravascular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vascular dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraselular. Segera berikan cairan infus (RL atau NaCl) awalnya dengan kecepatan 1L dalam 15-20 mnt, atau sesuai kelas perkiraan kehilangan cairan dan darah. b. Berikan paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan. c. Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan infus dipertahankan dalam kecepatan 1 liter/6-8 jam. d. Infus dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan dalam penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan untuk mengganti 2-3x lipat jumlah cairan yang diperkirakan hilang. 3. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lakukan venous-cut down. 4. Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 mnt) dan darah yang hilang. Apabila kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberi cairan. Nafas pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan pemberian cairan. 5. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah urin yang keluar, produksi urin harus diukur dan dicatat. Terapi pengganti intravena merupakan terapi baris pertama untuk pengobatan hipovolemia. Pengobatan awal dengan cairan ini dapat menolong nyawa seseorang dan dapat memberikan waktu untuk mengendalikan perdarahan dan mendapatkan darah untuk tranfusi jika dibutuhkan. Untuk mengganti cairan yang hilang, infus NaCl atau RL cukup efektif, misalnya pada syok perdarahan atau kehilangan cairan pada pembedahan. Larutan dekstrose merupakan cairan pengganti yang buruk. Jangan gunakan cairan ini untuk mengobati kasus hipovolemia kecuali tidak ada alternatif lain. Banyak kontroversi yang berhubungan dengan penggunaan kristaloid dan koloid sebagai 14

terapi cairan. Penggunaan kristaloid dapat menyebabkan dilusi protein plasma dan berkurangnya tekanan onkotik plasma sehingga menyebabkan perembesan cairan dari ruang intravascular ke ruang interstisial dan terbentuknya edema paru. Namun, dalam kasus tertentu, molekul koloid dapat berpindah ke ruang interstisial, menyebabkan edema jaringan karena adanya perbedaan tekanan onkotik dan drainase koloid melalui sistem limfatik. Pemindahan koloid dari ruang interstisial membutuhkan waktu lebih lama dari kristaloid. Larutan kristaloid Kristaloid adalah larutan yang mengandung air dan elektrolit Kristaloid digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, juga untuk menambah cairan intravascular. Penggunaan kristaloid untuk menggantikan kehilangan cairan intravaskular dengan perbandingan 1:3 sampai 1:4, dimana tiap 1ml kehilangan darah digantikan dengan 4 ml kristaloid. Kristaloid dibagi menjadi : 1. Kristaloid isotonik, memiliki komposisi elektrolit mirip dengan cairan ekstraseluler, misalnya RL, PlasmaLyte, Normosol. NaCl adalah kristaloid isotonis dan isoosmotik dengan ECF, tetapi mengandung lebih banyak klorida, sehingga bila digunakan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan hiperkloremia ringan. 2. Kristaloid hipotonik 3. Kristaloid hipertonik, jarang digunakan, terlebih untuk terapi cairan karena dapat menyebabkan hemolisis. Waktu paruh larutan hipertonis dalam pembuluh darah tidak jauh berbeda dengan kristaloid isotonik. Larutan koloid : Larutan koloid terdiri dari suspensi partikel-partikel yang lebih besar dibandingkan kristaloid. Volume distribusi inisial koloid ekuivalen dengan volume plasma. Koloid diberikan dengan volume sesuai dengan jumlah darah yang hilang (1:1) terutama pada kondisi dimana permeabilitas kapiler meningkat (trauma dan sepsis). Waktu paruh koloid dalam sirkulasi pembuluh darah lebih lama dari larutan kristaloid. Koloid sintetis, albumin terproses, dan fraksi protein memiliki risiko infeksi yang minimal. 15

Penting untuk diingat : 1. Gunakan cairan kristaloid untuk pemeliharaan, mengganti cairan yang keluar melalui kulit, feses dan urin. Jika dapat diketahui bahwa penderita tersebut akan menerima cairan i.v selama 48 jam atau lebih, infuslah dengan larutan elektrolit yang seimbang. Hanya garam fisiologis (NaCl 0.9%) atau cairan garam seimbang lainnya yang memiliki konsentrasi yang sama dengan natrium pada plasma yang merupakan cairan pengganti yang efektif 2. Plasma manusia sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan pengganti. Semua bentuk plasma mempunyai resiko yang sama dengan darah lengkap yang dapat menularkan infeksi seperti HIV dan hepatitis. 3. Air murni tidak pernah digunakan untuk infuse i.v karena akan menyebabkan hemolisis dan akan berakibat fatal. 4. Sebelum memberikan cairan perinfus, cek segel botol kantong cairan tidak sobek dan waktu kadaluarsa. Periksa bahwa cairan terlihat jernih dan bebas dari partikel-partikel. Pemberian tranfusi darah Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dari volume darah. Sangat penting untuk menggunakan darah, produk darah atau cairan pengganti yang sesuai dan perhatikan prinsip penting yang dibuat untuk membantu tenaga medis dalam memutuskan kapan tranfusi dan kapan tidak dilakukan. Penggunaan produk darah yang sesuai didefinisikan sebagai tranfusi produk darah yang aman untuk mengobati kondisikondisi yang akan mengarah morbiditas yang tidak dapat dihindarkan atau ditangani secara efektif oleh cara lain. Darah yang diberikan dapat berupa darah biasa (Whole Blood) maupun komponen darah. Untuk mendapatkan hasil optimal, lebih baik digunakan komponen darah seperti packed red cell, trombosit, fresh frozen plasma, dan lainnya. Efek Samping pemberian terapi cairan Pemberian cairan secara massive beresiko menyebabkan edema paru. Paru memiliki mekanisme yang bervariasi untuk mencegah edem paru. Hal ini 16

termasuk meningkatkan aliran limfe, menurunkan tekanan onkotik interstitial paru dan meningkatkan tekanan hidrostatik. Namun jika pemberian cairan berlebihan, mekanisme ini tidak dapat mengkompensasinya sehingga terjadi edem paru. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian cairan yang rasional dan memperhatikan timbulnya gejala klinis edem paru seperti sesak dan bising usus. Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Respon penderita terhadap resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk menentukan terapi selanjutnya. 1. Nadi Nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemik 2. Tekanan Darah Bila TD <90 mmhg pada pasien normotensi atau TD turun > 40mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya tranfusi cairan. 3. Produksi urin Pemasangan kateter urin diperlukan untk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1,2 ml/kgbb/jam. Bila kurang menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intravaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin <0,5 ml/kgbb/jam bisa diberikan lasik 20-40mg untuk mempertahankan produksi urin. Dopamin 2-5 µgr/kgbb/menit bias juga digunakan. Pengukuran tekanan vena sentral (normalnya 8-12 cm H20) dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, haus, sesak, pucat dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan. 2. Syok kardiogenik Semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard akut sebaiknya di kirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kateterisasi angioplasti dan operasi kardiovaskuler. 17

1. Letakkan pasien pada posisi telentang, kecuali bila terdapat oedem paru berat. 2. Beri oksigen sebanyak 5-10 L/mnt dengan kanul nasal atau sungkup muka dan ambil darah arteri untuk pemeriksaan analisis gas darah (AGD). 3. Intubasi trachea perlu dipertimbangkan bila terdapat asidosis respiratorik dan hipoksia berat. 4. Lakukan kanulasi tepi vena dengan kateter no.20 dan berikan infuse dekstrosa 5 % perlahan-lahan. 5. Keluarkan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin dan enzim-enzim jantung, seperti CPK, LDH dan SGOT. 6. Buat rekaman EKG dan monitor irama jantung. 7. Beri natrium bikarbonat 1-2 ampul (44 meq/ampul) perlahan-lahan untuk mengoreksi asidosis metabolik (> 5 menit) dan mempertahankan PH darah diatas 7,2. Periksa kembali AGD. 8. Bila klinis maupun radiologist tidak menunjukkan oedem paru, beri cairan garam fisiologis 100 ml perlahan-lahan untuk mengoreksi hipovolemik. Bila terdapat tanda-tanda perbaikan fungsi miokardium, teruskan infuse sehingga syok dapat diatasi. 9. Bila terapi cairan tidak memberi respon yang sesuai berikan dopamine dengan dosis permulaan < 5 µgr/kgbb/menit. Dengan dosis ini diharapkan aliran ginjal dan mesenteric meningkat serta memperbanyak produksi urin. Dosis dopamine 5-10µgr/kgBB/menit akan menimbulkan efek β adrenergic, sedangkan pada dosis > 10 µgr/kgbb/menit, dopamine tidak efektif dan yang menonjol adalah efek α adrenergic. 10. Bila terjadi oedem paru, beri furosemid dengan dosis 20 mg intravena dan bila tidak menunjukkan perbaikan setelah 30 menit, tingkatkan dosis menjadi 40 mg. Pertimbangkan juga untuk segera memberi salep nitrogliserin 0.5-1 % sebagai vena dilator sentral yang bermanfaat untuk menurunkan preload. 18

3. Syok Obstruktif Tension pneumothoraks terjadi bila ada udara yang masuk ke rongga pleura, yang karena suatu mekanisme ventil mencegah aliran keluarnya. Tekanan intrapleural meningkat, menyebabkan paru-paru kolaps. Untuk sementara, tension pneumothoraks dapat diatasi dengan menusukkan jarum ke ruang pleura. Tamponade jantung dapat diatasi dengan menusukkan jarum ke dalam kantung perikardial. Pada emboli pulmonal masif dapat dilakukan pemberian antikoagulan atau trombolitik. 4. Syok septik Merupakan syok yang disertai adanya infeksi. Pada pasien trauma syok septik bisa terjadi jika pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritoneum dengan isi usus. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardi, vasokonstriksi perifer, produksi urin <0,5 ml/kgbb/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal mempunyai gejala takikardi, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal dan tekanan nadi yang melebar. Penanggulangannya dengan optimalisasi volume intravaskuler dan pemberian antibiotik, dopamin serta vasopresor. Penanganan medikamentosa pada syok septic. 1. Terapi cairan. Pemberian cairan garam berimbang harus segera diberikan pada saat ditegakkan diagnosis syok septik. Pemberian cairan ini sebanyak 1-2 liter selama 30-60 menit dapat memperbaiki sirkulasi tepi dan produksi urin. Pemberian cairan selanjutnya tergantung pengukuran tekanan vena sentral. 2. Obat-obat inotropik Dopamin sebaiknya diberikan bila keadaan syok tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan tetapi tekanan vena sentral telah kembali normal. Dopamin permulaan diberikan kurang dari 5 µgr/kgbb/menit. Dengan dosis ini 19

diharapkan aliran ginjal dan mesenteric meningkat serta memperbanyak produksi urin. Dosis dopamine 5-10µgr/kgBB/menit akan menimbulkan efek β adrenergic, sedangkan pada dosis > 10 µgr/kgbb/menit, dopamine tidak efektif dan yang menonjol adalah efek α-adrenergic. 3. Antibiotik Pemberian dosis antibiotik harus lebih tinggi dari dosis biasa dan diberikan secara i.v. Kombinasi pemberian dua antibiotik spektrum luas sangat dianjurkan karena dapat terjadi efek yang sinergis. 5. Syok anafilaktik Penatalaksanaan syok anafilaktik tergantung tingkat keparahan. Namun yang terpenting harus segera dilakukan evaluasi jalan nafas, jantung dan respirasi. Bila ada henti jantung dan respirasi, lakukan resusitasi jantung paru. Terapi awal diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Untuk terapi awal diberikan adrenalin 1:1000 0,3 ml sampai maksimal 0,5 ml s.c atau i.m. Dapat diulang 2-3 kali dengan jarak 15 menit. Pasang tourniquet pada proksimal dari suntikan infiltrasi dengan 0,1-0.2 ml adrenalin 1:1000. Lepaskan tourniquet setiap 10-15 menit. Tempatkan pasien dalam posisi terlentang dengan elevasi ekstermitas bawah (kecuali kalau pasien sesak). Awasi jalan nafas pasien, periksa tanda-tanda vital setiap 15 menit. Bila efek terhadap adrenalin kurang, berikan difenhidramin klorida 1mg/kgBB sampai maksimal 50 mg i.m atau i.v secara perlahan-lahan. Bila terjadi hipotensi segera berikan cairan i.v yang cukup. Bila tidak ada respon, berikan dopamine 400 µgr (2 ampul) dalam cairan infuse glukosa 5 % atau RL atau NaCl 0,9 % untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 90-100 mmhg. Bila terjadi bronkospasme persisten berikan oksigen 4-6 liter/menit. Bila tidak terjadi hipotensi berikan aminophilin dosis 0,5-0,9 mg/kgbb/jam. Berikan aerosol β2 agonis tiap 2-4 jam. 20

Untuk mencegah relaps (reaksi fase lambat), berikan hidrokortison 7-10 mg/kgbb i.v lalu dilanjutkan hidrokortison suntikan 5 mg/kgbb i.v setiap 6 jam sampai 48-72 jam. Awasi adanya edema laring jika perlu dilakukan trakeostomi. Bila kondisi pasien stabil, berikan terapi supportif dengan cairan selama beberapa hari, pasien harus diawasi karena kemungknan gejala berulang minimal selama 12-24 jam. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam pertama. 21

BAB IV KESIMPULAN 1. Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat tubuh tidak mendapatkan aliran darah yang adekuat. Hal ini dapar merusak banyak organ. Syok membutuhkan penaganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk, dengan amat cepat. 2. Penyebab syok pada kasus gawat darurat biasanya perdarahan (syok hipovolemik) 3. Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Untuk mengganti cairan yang hilang, infus NaCl atau RL cukup efektif. 4. Pemberian cairan secara masif beresiko menyebabkan edema paru. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian cairan yang rasional dan memperhatikan timbulnya gejala klinis edema paru seperti sesak dan bising paru. 22

DAFTAR PUSTAKA Ar Rifki. Syok Penanggulangannya : Simposium sehari beberapa aspek klinis pemberian cairan perenteral secara rasional, PAPDI.1999. www.yahoo.com. Hanafi, B. Trisna H, Suhendro, Djauzi, Samsuridjal. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Ed.2. 2001. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbit bagian IPD FKUI. Hart, Jacqueline A. Syok. 2004. www.nlm.nh.gov/medlineplus/ency IKABI. ATLS: Student Course Manual. 6th ed. 1998. Kaye AD, Kucera IJ. Intravascular Fluid and Electrolyte Physiology dalam Miller s Anesthesia. 2005. Philadelphia : Churchill-Livingstone Kolecki,Paul.Shock,Hypovolemic.2005.www.emedicine.com/emerg/topic532.htm. Messina LM, Tierney LM. Blood Vessel and Lymphatics dalam Current Medical Diagnosis and Treatment. 2002. New York : Lange Medical Books/McGrawHill Muhiman, Muhardi, dkk.editor. Anestesiologi. 1989. Jakarta:C.V Infomedika. Noer HMS,Waspadi, Rachman AM.Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I, ed.3. 1996. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Price, Sylvia A,Wilson L. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Ed.4. 1994. Jakarta : EGC. Tegtmeyer,Ken.MD.Shock.2001.www.homepage.mac.com/tegtmeyer/resident/sho ck.html. www.wikipedia.org/wiki/shock. www.healthatoz.com/healthatoz/atoz/ency/shock.jsp. 23