JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13

dokumen-dokumen yang mirip
NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI )

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

EKSISTENSI PURA LUHUR TAMBAWARAS DI DESA SANGKETAN KECAMATAN PENEBEL KABUPATEN TABANAN

STUDI ETNOGRAFI RELIGIUS MAGIS PURA PUSERING JAGAT DI BANJAR SENAPAN DESA CARANGSARI KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

(Perspektif Teologi Hindu)

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

ARTIKEL. Oleh Ni Wayan Astini JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 62

CARUT MARUT KURIKULUM DI INDONESIA BERSUMBER DARI DISTORSI LANDASAN PENDIDIKAN. Oleh : I Made Bagus Andi Purnomo NIM :

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu)

Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh:

Keywords: Worship, Ida Bhatara Ratu Gede

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

DUDONAN UPAKARA/UPACARA LAN RERAHINAN SUKA DUKA HINDU DHARMA BANJAR CILEDUG DAN SEKITARNYA TAHUN 2015

LANDASAN PENDIDIKAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA NI WAYAN RIA LESTARI NIM :

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

EKSISTENSI PURA AGUNG KENTEL GUMI DI DESA PAKRAMAN TUSAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG. (PERSPEKTIF TEOLOGI HINDU)

Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah).

PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

GaneÇ Swara Vol. 6 No.1 Maret 2012

Pendidikan Anak Usia Dini (Kesenjangan Kurikulum dan Penyelenggaraan) (Kadek Widiastuti/ )

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini.

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

PURA GOA GIRI PUTRI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MULTIKULTUR BAGI WARGA DESA PAKRAMAN SUANA, NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

PURA BEJI SEBAGAI CAGAR BUDAYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN DI DESA SANGSIT, SAWAN, BULELENG, BALI. Oleh

PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PROVINSI BALI PEDOMAN PELAKSANAAN HARI RAYA NYEPI TAHUN SAKA 1938

KOMODIFIKASI SARANA UPACARA UMAT HINDU DI PASAR KARANG LELEDE KOTA MATARAM SAYU KADEK JELANTIK

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM MELAKSANAKAN TRI SANDYA PADA ANAK DI TK. HINDU CANANG SARI TEGALCANGKRIG KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

TRADISI NYUNGGI PRATIMA PADA UPACARA MELASTI DI DESA BUDENG KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Fungsi Bangunan Pura Penataran Agung Margo Wening di Desa Balonggarut Kecamatan Krembung

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

EKSISTENSI PELINGGIH GAJAH MINA DI PURA DALEM PENATARAN PED DI DUSUN NUSASAKTI DESA NUSASARI KECAMATAN MELAYA JEMBARANA

PENINGGALAN PURBAKALA DI PURA SUBAK APUAN, SINGAPADU, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN POTENSINYA) SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 73

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

MUTU PENDIDIKAN DAN UPAYA PENINGKATANNYA

ARTIKEL. Oleh NI LUH PUTU SRI ADNYANI

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

ANGKLUNG TIRTHANIN TAMBLINGAN DI DESA PAKRAMAN SELAT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG

EKSISTENSI PURA AGUNG BATAN BINGIN DESA PAKRAMAN PEJENG KAWAN KECAMATAN TAMPAKSIRING KABPATEN GIANYAR (Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna)

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

DALAM MASYARAKAT JAWA PADA PERAYAAN HARI RAYA GALUNGAN DI DESA PURWOSARI KECAMATAN TEGALDLIMO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata

IMPLIKASI PERAN ORANG TUA DALAM PEMERTAHANAN RELIGIUSITAS REMAJA HINDU DI KABUPATEN TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007.

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI. Corresponding Author

DI DESA PAKRAMAN CEKENG, KECAMATAN SUSUT, KABUPATEN BANGLI : PERSFEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya.

PENATAAN LINGKUNGAN PURA MUNCAK SARI DESA SANGKETAN, PENEBEL, TABANAN ABSTRAK ABSTRACT

PEMARGI MELASTI LINGGIH IDA BHATARA RING PURA PUSEH

Oleh Wayan Suprapta Institut HinduDharmaNegeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan

Riwayat Perkembangan Rancangan Bangunan Suci (Pura) di Bali

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

SEMIOTIKA KOMUNIKASI DALAM TAPAKAN NAWA SANGGA DI PURA LUHUR PUCAK KEMBAR DESAPAKRAMAN PACUNG KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

PENERAPAN AJARAN TRI KAYA PARISUDHA

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

Transkripsi:

EKSISTENSI PURA BEJI AGUNG TEGALTAMU DESA BATUBULAN KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR ( Kajian Teologi Hindu ) Oleh Dewa Ayu Made Santika Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Pura Beji Agung Tegaltamu is one of Swagina temple located in Batubulan Village, Sukawati District, Gianyar Regency. Structure Pura Beji Agung Tegaltamu consists of three mandala namely in the Main Mandala sacred buildings are: a). Meru Tumpang Tiga, b) Pengaruman, c) Padmasana Capah, d) Piasan, e) Bale Gong. The middle part of the mandala (jaba tengah) there are buildings, namely: a) Taman, b) Bale Kukul, c) reliefs, while in the nista mandala there is Bulakan. Pura Beji Agung Tegaltamu is a Swagina temple, which is diempon by Puri Agung Tegaltamu. Piodalan (Pujawali) at Pura Beji Agung Tegaltamu falls on Soma Ribek. 2) The function of Pura Beji Agung Tegaltamu has three functions, namely religious function, social function, and usada function. Religious function is as a place of worship to Sang Hyang Widhi in his manifestation as Lord Vishnu. Social function is to increase the solidarity between pengempon pura. Usada function is the people (people) who come to the temple can nunas tirta, and medicine (tamba). 3) Theological Meanings contained in Pura Beji Agung Tegaltamu the concept of Godhead Saguna Brahman (Personal God) because all forms of symbols should be seen as a means or tool used to facilitate the application of methods of knowledge about God Saguna Brahma. The symbols of the concept of Godhead Saguna Brahman in Pura Beji Agung Tegaltamu include: Meru Tumpang Tiga, Padma Capah, Paruman, and Beji Taman are all symbols to worship Ida Sang Hyang Widhi as Lord Vishnu. Keywords: Existence, Pura Beji Tegaltamu, Hindu Theology. I. PENDAHULUAN Pura adalah tempat suci agama Hindu, Pura di Bali juga disebut Kahyangan atau Parahyangan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu, fungsi pura yakni sebagai tempat memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabhawa (manifestasi-nya) dan Atma Sidha Dewata (roh suci leluhur) (Tim penyusun, 2006: 2). Fungsi pura tersebut dapat diperinci lebih jauh berdasarkan ciri (kekhasan) yang antara lain dapat diketahui atas dasar adanya kelompok masyarakat kedalam berbagai jenis ikatan seperti: ikatan sosial, politik, ekonomis, geneologis (garis keturunan). Ikatan sosial antara lain berdasarkan ikatan wilayah tempat tinggal (teritorial), ikatan pengakuan atas jasa seorang guru suci (Dang Guru), ikatan politik dimasa yang silam antara lain berdasarkan kepentingan penguasa dalam usaha menyatukan masyarakat dan wilayah kekuasaannya. Ikatan ekonomis antara lain dibedakan atas dasar kepentingan sistem mata pencaharian hidup seperti: petani, nelayan, pedagang, dan sebagainya. Ikatan geneologis adalah dasar garis kelahiran dengan perkembangan lebih lanjut. Berdasarkan atas ciri-ciri tersebut, maka terdapat beberapa kelompok pura berdasarkan atas karakter atau sifat kekhasannya yaitu Pura Kahyangan Jagat, Pura Kahyangan Desa, Pura Swagina, dan Pura Kawitan (Titib, 2003: 96). Salah satu pura yang memiliki suatu keunikan adalah Pura Beji Agung Tegaltamu memiliki keunikan yang terlihat dari pemujaannya, biasanya Pura Beji pemujaannya JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13

ditujukan kepada dewa Wisnu tetapi di salah satu padma memiliki 9 Arca di Padmasana capah, pada tembok penyengker terdapat relief-relief dan Pura tersebut sebagai meminta pengobatan (nunas tamba). Pura Beji Agung Tegaltamu ini memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, dari sinilah peneliti tertarik untuk meneliti struktur, fungsi, dan makna Teologi Hindu yang terkandung dalam Pura Beji Agung Tegaltamu. Melalui penelitian ini diharapkan mampu tercapainya peningkatan Sradha serta bhakti masyarakat pengempon Pura Beji Agung Tegaltamu, serta umat Hindu pada umumnya II. PEMBAHASAN 2.1 Struktur Pura Beji Agung Tegaltamu di Desa Batubulan a. Struktur Pura Beji Agung Tegaltamu Struktur Pura Beji Agung Tegaltamu di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar terdiri dari tiga halaman (Tri Mandala) yang terbagi atas utama mandala (jeroan), madya mandala (jaba tengah), nista mandala (jaba sisi). Di bagian Utama Mandala atau sering disebut jeroan terdapat beberapa pelinggih maupun bangunan suci lainnya antara lain: 1). Meru tumpang tiga, 2) Pengaruman, 3) Padmasana Capah, 4) Piasan, 5) Bale Gong. Untuk areal madya mandala (jaba tengah) terdapat beberapa bangunan di antaranya yaitu : 1) Taman, 2) Bale Kukul, 3) relief-relif. Di nista mandala atau sering disebut jaba sisi terdapat bangunan antara lain: 1) Bulakan. Pura Beji Agung Tegaltamu merupakan Pura Swagina, yang diempon oleh Puri Agung Tegaltamu. Piodalan (Pujawali) di Pura Beji Agung Tegaltamu jatuh pada Soma Ribek. b. Upakara dan Upacara di Pura Beji Agung Tegaltamu Piodalan di Pura Alas Sari ini dilaksanakan setiap enam bulan sekali berdasarkan pawukon (210 hari), tepatnya pada Soma Ribek. Proses upacara piodalan di Pura Beji Agung Tegaltamu berlangsung sederhana. Adapun rangkaian upacara piodalan yang biasa dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Persiapan sarana atau alat-alat upacara di lakukan mulai dari tujuh hari sebelum piodalan 2. Menghias pura dan ngiyasin Ida Bhatara seperti wastra, tedung, umbul-umbul dan pemasangan penjor yang sudah dilakukan sehari hari sebelum piodalan. 3. Mekala yang adalah pembersihan tempat suci dan pelinggih-pelinggih dengan upakaranya mempergunakan banten prayascita dan tirtanya dipercikan kesemua bangunan-bangunan atau pelinggih-pelinggih. 4. Ngiring pratima dari Puri Agung Tegaltamu ke Pura Beji Agung Tegaltamu 5. Ngelukat upakara atau banten dengan menggunakan tirtha penglukatan yang dipercikan keseluruh upakara atau banten. 6. Menghaturkan atau nganteban piodalan (pujawali) 7. Menghaturkan pecaruan (Cokorda Istri Tirta 20 februari 2017). Setelah nganteban banten piodalan atau pujawali, dan menghaturkan canang pemedek selanjutnya dilaksanakan pengubaktian. Pengubaktian pada rangkaian upacara ini, sebelum upacara pengubaktian didahului dengan Tri Sandhya. Setelah selesai Tri Sandhya dilanjutkan dengan pengubaktian panca kramaning sembah. Upakara-upakara yang dipergunakan dalam upacara piodalan atau pujawali di Pura Beji Agung Tegaltamu menggunakan banten madya yang terdiri dari: 1. Banten mendak a. Ngatur ngiasan Bhatara Pejati, suci, payascita dan pabiakaonan b. Ngaturan pelinggih Nasi pelinggih a bale isi empat, pejati suci, pekala yangan JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 14

2. Banten yang di letakan di Piasan sorohan pragembal, suci saji,gebogan alit,peras ajengan 2 tanding, daksina 2, jong 1, jerimpen 2, tumpeng 22, sesayut, caru siap brumbun,dan sodan. 3. Banten pembersihan yang diletakan di ajeng mangku Banten pengulapan, pabiakaonan, dumanggala, prayascita,lis agung, dan payuk panglukatan. 4. Banten di Padmasana Capah Pejati mesuci, dapetan tumpeng lima. 5. Banten di Pengaruman Pejati mesuci. 6. Banten di Meru Tumpang Tiga Pejati mesuci, 7. Banten di Bale Gong Sodan, 8. Banten di Bale Kukul Pejati suci, dapetan(sorohan), dan ulam karangan. 9. Banten di Penjor Dapetan tumpeng lima, sorohan, dan daksina. 10. Banten di Taman Suci, suci saji, daksina, pengangkat, peras, gebogan, jerimpen, tumpeng pitulas, dan sesayut tri gangga. 11. Banten di Bulakan pejati suci. 12. Banten di Beringin Sodan biasa. 13. Banten di Relief Sodan biasa. 2.2. Fungsi Pura Beji Agung Tegaltamu di Desa Batubulan a. Fungsi Religius Religiusitas masyarakat Desa Batubulan sebagai pangempon Pura Beji Agung Tegaltamu, dimana Pura tersebut difungsikan sebagai tempat untuk melakukan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta segala manifestasi-nya, tempat melaksanakan upacara yadnya oleh masyarakat Desa Batubulan. Secara khusus Pura ini digunakan sebagai tempat untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat di Desa Batubulan. b. Fungsi Sosial Fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat memiliki empat fungsi. Pertama, adaftasi yaitu suatu sistem-sistem sosial untuk menghadapi perubahan lingkungan dengan baik. Kedua, goal attaitmen yaitu adanya pandangan yang muncul bahwa suatu tindakan diarahkan pada adanya tujuan-tujuan tertentu. Ketiga, integrasi, yaitu adanya interaksi antar relasi dalam suatu masyarakat antar anggota masyarakat dalam suatu sistem sosial. Keempat, laten pattern maintenance, yaitu suatu pola pemeliharaan terhadap sistem sosial dan berhentinya interaksi sosial dalam masyarakat. Fungsi sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, adanya fungsi sosial untuk mempererat persatuan dan kesatuan masyarakat dalam menjaga eksistensi dan kesucian Pura Beji Agung Tegaltamu serta pelaksanaan upacara piodalan diaplikasikan dalam wujud kegiatan saling tolong menolong oleh masyarakat Desa Batubulan. JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 15

c. Fungsi Usadha Pura Beji Agung Tegaltamu dalam kaitannya dengan fungsi usada yaitu banyaknya umat (masyarakat) yang datang ke pura ini selain tujuan sembahyang juga untuk meminta obat (nunas tamba). Biasanya umat meminta obat di taman Beji dengan cara nunas tirta di taman tersebut, pada saat nunas tamba yang dipuja adalah Dewi Gangga. Dewi gangga yang bersthana di taman tersebut juga memberikan anugrah pada para dukun yang datang kesana agar bisa mengobati umat manusia yang terserang penyakit. Penyakit yang bisa disembuhkan adalah penyakit perut, penyakit kulit, penyakit bali, panas dan lain-lain. Banyak umat yang dari luar Tegaltamu datang dan memohon kesembuhan di taman tersebut karena tirta yang diperoleh dari taman tersebut dipercaya dan diyakini dapat cepat menyembuhkan penyakit yang diderita oleh umat yang nunas tamba. 2.3. Makna Teologi Hindu Pura Beji Agung Tegaltamu di Desa Batubulan Keberadaan Pura Beji Agung Tegaltamu memiliki makna tertentu yang mungkin belum sepenuhnya masyarakat ketahui. Pura Beji Agung Tegaltamu adalah salah satu simbol dari Agama Hindu. Pura Beji Agung Tegaltamu sebagai simbol Agama Hindu khususnya bagi masyarakat Tegaltamu sangat terkait dan tidak dapat dipisahkan dengan ajaran Ketuhanan (Teologi Hindu), karena simbol pura tersebut merupakan ekspresi untuk mendekatkan diri kepada-nya. Adapun makna Teologi yang terkandung pada Pura Beji Agung Tegaltamu akan dijelaskan sebagai berikut: Beragam definisi diajukan untuk menjelaskan istilah teologi. Istilah "teologi" secara harfiah berarti studi mengenai Allah, yang berasal dari kata Yunani theos, yang berarti 'Tuhan', dan akhiran ology dari kata Yunani logos yang berarti (dalam konteks ini) wacana, teori, atau penalaran. Selain definisi tersebut pendapat lain yaitu Agustinus dari Hippo mendefinisikan secara Latin, yaitu theologia, sebagai penalaran atau diskusi mengenai Ketuhanan, selain itu Richard Hooker didefinisikan "theology" dalam bahasa Inggris sebagai "ilmu mengenai hal-hal yang ilahi" (Donder, 2009: 1). Adanya makna Teologi Hindu di Pura Beji Agung Tegaltamu karena adanya konsep Ketuhanan Saguna Brahman (Persnoal God) karena pada wilayah teologi Saguna Brahma inilah munculnya ñyasa atau bentuk-bentuk simbol, lambang, wujud gambar, wujud patung, wajah dewa, Sehingga kehadiran dewa, lambang, atau segala bentuk simbol harus dilihat sebagai sarana atau alat yang digunakan untuk mempermudah aplikasi metode pengetahuan tentang Tuhan Saguna Brahma. Konsep Saguna Brahma salah satunya adalah dengan adanya Pura Beji Agung Tegaltamu. Dimana Pura ini memiliki struktur yang sama dengan pura pada umumnya yaitu terbagi atas tiga mandala (halaman) yaitu utama mandala, madya mandala, dan nista mandala. Ketiganya melambangkan tiga dunia yang disebut Tri Loka yang terdiri dari bhurloka (bumi), bhuvahloka (langit), dan svahloka (sorga). Pembagian halaman pura ini didasarkan atas konsepsi makrokosmos atau alam semesta ini (Bhuwana Agung). Pada areal utama mandala terdapat bermacam-macam pelinggih atau bangunan suci. Kata pelinggih berarti bangunan tempat mensthanakan Sang Hyang Widhi, manifestasinya atau roh suci leluhur. Adapun simbol-simbol konsep Ketuhanan Saguna Brahman di Pura Beji Agung Tegaltamu antara lain: Meru Tumpeng Tiga, Padma Capah, Pangaruman dan Taman Beji. III. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas maka dapat simpulkan bahwa Struktur Pura Beji Agung Tegaltamu di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar terdiri dari tiga halaman (Tri Mandala) yang terbagi atas utama mandala (jeroan), madya mandala (jaba tengah), nista mandala (jaba sisi). Di bagian Utama Mandala atau sering disebut jeroan terdapat beberapa pelinggih maupun bangunan suci lainnya antara lain: 1). Meru tumpang tiga, 2) Pengaruman, 3) Padmasana Capah, 4) Piasan, 5) Bale Gong. Untuk areal madya mandala (jaba tengah) terdapat beberapa bangunan di antaranya yaitu : 1) Taman, 2) Bale JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 16

Kukul, 3) relief-relif. Di nista mandala atau sering disebut jaba sisi terdapat bangunan antara lain: 1) Bulakan. Pura Beji Agung Tegaltamu merupakan Pura Swagina, yang diempon oleh Puri Agung Tegaltamu. Piodalan (Pujawali) di Pura Beji Agung Tegaltamu jatuh pada Soma Ribek. Fungsi Pura Beji Agung Tegaltamu mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi religius, fungsi sosial, dan fungsi usada,. Makna Teologi yang terkandung dalam Pura Beji Agung Tegaltamu adanya konsep Ketuhanan Saguna Brahman (Persnoal God) karena pada wilayah teologi Saguna Brahma inilah munculnya ñyasa atau bentuk-bentuk simbol, lambang sehingga kehadiran dewa, lambang, atau segala bentuk simbol harus dilihat sebagai sarana atau alat yang digunakan untuk mempermudah aplikasi metode pengetahuan tentang Tuhan Saguna Brahma. Adapun simbol-simbol konsep Ketuhanan Saguna Brahman di Pura Beji Agung Tegaltamu antara adanya : Meru Tumpang Tiga, Padma Capah, Paruman, dan Taman Beji yang semuanya berupa simbol untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Dewa Wisnu. DAFTAR PUSTAKA Ardana, I Gusti Gede. 2002. Pura Kahyangan Tiga. Denpasar: Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Kehidupan Beragama. Baswori dan Suwandi, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Bungin, Burhan. 2001. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Donder, I Ketut. 2006. Brahmawidya Teologi Kasih Semesta. Surabaya: Paramita. Donder, I Ketut. 2007. Kosmologi Hindu. Surabaya: Pamitara. Donder, I Ketut. 2009. Teologi: Memasuki Gerbang Ilmu Pengetahuan Ilmiah Tentang Tuhan Paradigma Sanatana Dharma. Surabaya: Paramita. Gulo, W. 2002. Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Metodelogi dan Alikasi. Jakarta: Grilia Indonesia. Koentjaraningrat. 1981. Metode Penelitian Mayarakat. Jakarta: PT. Gramedia. Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT.Gramedia. Koentjaraningrat. 2010. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia. Moleong, Lexi J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Moleong, Lexi J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Narbuko, Cholid dan Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Poerwadarminta, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Bali Pustaka Pudja, Gede.1999. Teologi Hindu ( Brahmawidya). Paramita: Surabaya Purbatjaraka, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua : Balai Pustaka. Redana, Made. 2006. Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan Proposal Riset, Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Relin. 2009. Bahan Ajar Pengantar Filsafat. Denpasar: IHDN. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sandiarsa. 1985. Pengertian Tempat Suci. Jakarta: Balai Pustaka. Sanjaya, Putu. 2010. Acara Agama Hindu. Surabaya: Paramita Subagyo. 2006. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta Sudarsana, I. K. (2014). PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN UPAKARA BERBASIS NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN: Studi pada Remaja Putus Sekolah di Kelurahan Peguyangan Kota Denpasar. Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA. Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14. JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 17

Sudarsana, I. K. (2016). DEVELOPMENT MODEL OF PASRAMAN KILAT LEARNING TO IMPROVE THE SPIRITUAL VALUES OF HINDU YOUTH. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 217-230. Sudarsana, I. K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU LIFELONG LEARNING: POLICIES, PRACTICES, AND PROGRAMS (Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suprayoga, Iman dan Tabroni. 2001. Metodologi Penelitian Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Tim Penyusun. 1999. Siwa Tattwa. Denpasar. Tim Penyusun. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Titib, 1998, Sabda Suci, Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya : Pāramita Titib, I Made, 2003. Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu, Surabaya : Paramita. Triguna, I.B. Yudha. 1997. Metode Kelas, Konflik dan Penafsiran Kembali Simbolis Masyarakat Hindu di Bali. Bandung : Universitas Padjajaran. Triguna, Ida Bagus Gede Yudha, 2000. Teori Tentang Simbol, Denpasar : Widya Dharma. Pudja, Gede. 1999. Theologi Hindu (Brahma Widya). Surabaya: Paramita. Poewardarminta.1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Wiana, I Ketut. 2004. Arti dan fungsi sarana persembahyangan. Surabaya: Paramita. Wiana, I Ketut. 2009. Arti dan fungsi sarana persembahyangan. Surabaya: Paramita JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 18