BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut menjadikan Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah tajen. Namun dewasa ini marak tajen yang dilakukan di dalam areal pura yang dapat mengakibatkan pura mengalami desakralisasi atau penurunan nilai-nilai sakral pada pura tersebut. Konsep pembangunan pura sebagai tempat suci, pada umumnya di Bali menggunakan struktur atau bentuk pembagian wilayah berlandaskan atas konsep pura Tri mandala, yakni terbagi atas tiga bagian halaman, yaitu jaba sisi (Nista mandala), jaba tengah (Madya mandala), dan jeroan (utama mandala). Pembagian atas tiga halaman tersebut mempunyai dasar pemikiran filosofis agama Hindu, yaitu pura dianggap sebagai simbol makrokosmos yang melambangkan tiga tingkatan dunia, yaitu bhurloka, dimana jaba pura melambangkan bhurloka yaitu dunia bawah tempat kehidupan manusia. bhuwarloka yang menjadi lambang jaba tengah yaitu dunia tengah tempat kehidupan manusia yang sudah disucikan, dan berikutnya adalah swarloka yang melambangkan keadaan utama mandala yaitu dunia atas tempat kehidupan para dewa. Pura merupakan tempat suci bagi agama hindu. Kata pura berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinga kota atau benteng yang berasal dari urat kata Pur. (Sandiarsa.1985:9) menyebutkan bahwa kata pura memiliki pergeseran makna menjadi tempat suci yang terdiri dari beberapa buah palinggih yang dikelilingi tembok panyengker guna memisahkan dunia yang sakral dan yang tidak sakral. 1

2 2 Lalu bagaimana tajen dapat menyebabkan terjadinya desakralisasi pada pura? Ada baiknya kita mengenal apa itu tajen terlebih dahulu. Tajen merupakan sabung ayam yang disertai dengan atau bertaruh dengan menggunakan uang (Mertha, 2010:7). Biasanya sebelum pertarungan dimulai, dua pakembar (Petugas yang melepaskan ayam) terlebih dahulu memperkenalkan ayam dengan menghadapkan kedua ayam yang akan bertarung sehingga akan tampak mana ayam yang akan pantas diunggulkan ataupun tidak. Setelah seekor ayam dinyatakan sebagai petarung unggulan maka pakembar yang meneriakan cok berarti memegang ayam yang menjadi unggulan yang berarti sistem taruhannya adalah tiga lawan empat dalam artian jika ayam unggulan menang berarti ayam yang kalah akan membayar tiga akan tetapi jika ayam unggulan kalah berarti ayam yang tidak diunggulkan akan mendapatkan bayaran empat. Terkadang pakembar juga akan berteriak pade (seimbang) hal tersebut diartikan ayam yang akan diadukan memiliki kekuatan yang sebanding sehingga taruhannya harus dalam jumlah yang sama. Teriakan lain yang juga dilakukan oleh pakembar adalah gasal (sistem taruhan dengan perbandingan lima banding empat), talude (taruhan tiga berbanding dua), apit (taruhannya satu berbanding dua), kadapang (taruhannya sembilan banding sepuluh). Di setiap tajen ada empat saye (juri) yang bertugas yakni saye kemong, ketek, garis dan lap. Saye kemong biasanya selalu didampingi gong kecil yang disebut kemong, Ia menentukan kapan memulai dan mengakhiri pertarungan, saye ketek adalah juri yang bertugas untuk memberikan hitungan kepada ayam yang sudah terkapar layaknya sebuah dalam pertandingan tinju, saye garis adalah saye yang bertugas untuk menjaga garis batas permainan, bila ayam dilihat lari keluar garis

3 3 batas maka ayam tersebut akan dinyatakan kalah, dan saye lap adalah juri yang bertugas untuk mengumpulkan uang taruhan serta membagikannya kepada babotoh yang menang. Dalam persfektif hukum tajen adalah tindakan yang melanggar hukum yang diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian. Undang-Undang No 7 Tahun 1974 tentu merupakan berita buruk bagi kalangan babotoh di Bali untuk kali pertamanya, lebih spesifik lagi di kalangan masyarakat Desa Subagan yang merupakan lokasi untuk melakukan penelitian yang dipilih oleh peneliti karena di Desa Pakraman Subagan intensitas kegiatan tajen disana cukup tinggi, lokasi juga ditetapkan disana mengingat penulis juga tinggal disana sehingga memudahkan dalam proses pencarian datanya. Tajen kerap dijadikan sebagai alat penggalian dana dalam rangka pembangunan pura maupun bale banjar. Hal inilah yang menyebabkan polisi di Bali kesulitan untuk menanggulangi tajen karena kuatnya kekuatan desa pakraman jika ditentang maka menciptakan permusuhan yang berujung pada bentrok, Pimpinan babotoh biasanya adalah orang yang memiliki posisi tawar yang kuat sehingga disebut dengan cukong. Tajen dikategorikan sebagai tindak kejahatan dengan ancaman hukuman pidana. Dalam prakteknya para cukong kerap menggunakan tabuh rah sebagai topeng untuk dapat melaksanakan kegiatan tajen. Skema yang diciptakan adalah bermula dari kegiatan tabuh rah yang bersifat legal dan hanya dilakukan di areal pura. Sebuah wawancara yang dimuat dalam sebuah media elektronik, Kabid Humas polda Bali, Kombes Pol Herry Wiyanto mengatakan pihaknya memberikan kesempatan bagi masyarakat menggelar kegiatan tabuh rah dalam kaitannya dengan kegiatan agama dan objek pariwisata (Tribun News : 2015). Lebih lanjut

4 4 Kombes Pol Herry Wiyanto juga menegaskan, hal yang salah jika ritual tabuh rah dijadikan media perjudian oleh masyarakat, kesempatan menggelar tabuh rah sebagai bagian dari objek wisata dapat diartikan sebagai komitmen pembangunan Bali berdasarkan kebudayaan yang bersumber dari agama Hindu, Komitmen ini memiliki implikasi yang luas, termasuk dalam upaya untuk memahami dan menempatkan persoalan tajen dalam proses pembangunan lainnya. Fakta yang ada di masyarakat Desa Pakraman Subagan adalah masyarakat memiliki pemikiran bahwa tajen dan tabuh rah adalah hal yang serupa. Pemikiran tersebut muncul akibat keduanya menggunakan ayam sebagai sarana/alat pelaksanaannya. Padahal tajen dan tabuh rah adalah 2 hal yang sangat berbeda baik dari segi pelaksanaannya, aturannya, filosofi serta tujuan pelaksanaannya. Berbeda dengan tajen, tabuh rah atau perang sata dalam masyarakat Hindu Bali mensyaratkan adanya darah ayam yang menetes sebagai simbol atau syarat guna mensucikan umat manusia dari ketamakan, keserakahan terhadap nilai-nilai materialistis dan duniawi (Mertha, 2010 : 13). Tabuh rah juga memiliki makna sebagai ritual Butha yadnya (pengorbanan suci kepada butha kala) yang mana darah yang menetes ke bumi disimbolkan sebagai permohonan umat manusia kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari marabahayanya. Pelaksanaan tabuh rah dilakukan ditempat upacara pada saat mengakhiri upacara tersebut. Dalam proses pelaksanaan tabuh rah selain menggunakan ayam, tabuh rah juga diiringi dengan adu tingkih, adu pangi, adu taluh, adu kelapa serta upakaranya, tabuh rah juga dilakukan maksimal tiga sehet dengan tidak disertai taruhan apapun. Pelaksanaan tabuh rah dalam rangka upacara yadnya tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, melainkan harus mentaati ketentuan yang bersumber pada

5 5 sastra. Dalam Keputusan Seminar Tafsir Aspek-aspek Agama Hindu ke IX, menyatakan bahwa tidaklah semua jenis upacara yadnya harus disertai dengan tabuh rah, melainkan hanya jenis upacara tertentu saja, seperti Panca kelud, Balik sumpah, Tawur agung, Tawur labuh gentuh, Tawur panca wali krama, dan Tawur eka dasa rudra. Tabuh rah yang semula merupakan bagian dari ritual Dewa yadnya yang bersifat sakral. Dalam pemaparan antara tajen dan tabuh rah diatas dalam pengertian sempitnya tajen memiliki sifat yang profan atau tidak sakral dan tabuh rah memiliki sifat yang sakral. Masyarakat memiliki pikiran yang menyamakan arti serta makna antara tabuh rah dan tajen, dengan didukung fakta bahwa tabuh rah adalah sesuatu yang bersifat legal, memberikan celah kepada oknum-oknum yang ingin mengadakan tajen. Skema yang diciptakan guna mengakali fakta bahwa tajen merupakan aktivitas yang ilegal adalah dengan mengadakan tajen di areal pura itu berarti tajen yang bersifat profan jika dilakukan didalam areal pura dapat menyebabkan terjadinya desakralisasi pada pura. Pemisahan antara dunia yang sakral dan tidak tidak sakral dalam konsep pura adalah menggunakan batas panyengker. ini dapat diartikan sebagai upaya mencegah sesuatu yang bersifat tidak sakral untuk memasuki areal pura, termasuk pada upaya pemanfaatan pura pada hal-hal yang bersifat sakral guna mempertahankan nilai sakral yang terdapat pada pura tersebut. Ketika tajen yang bersifat tidak sakral dilakukan di areal pura walaupun dengan kedok, tajen yang dilakukan disana adalah tabuh rah tentu saja hal tersebut dapat menyebabkan pura mengalami desakralisasi atau hilangnya nilai-nilai sakral dalam sebuah pura. Dari pengertian diatas desakralisasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

6 6 ketika pura tidak lagi berkaitan dengan agama maupun tujuan keagamaan, tidak suci lagi karena sifat keduniawian telah masuk kedalamnya. Hal tersebut berarti mengakibatkan terjadinya pengurangan terhadap nilai-nilai sakral yang terkandung dalam pura tersebut. Menurut Durkheim sulit untuk membedakan mana yang murni agama dengan mana yang merupakan hasil interpretasi agama (Nurdinah.2013:268). Hilangnya nilai-nilai sakral pada upacara tabuh rah akibat tajen sangat sulit untuk dikemukakan, pemikiran masyarakat hanya terarah pada satu pandangan yaitu tabuh rah dan tajen sama-sama merupakan sabung ayam, padahal dalam makna filosofinya keduanya memiliki fungsi serta cara yang berbeda dalam pelaksanaannya. Pada konsep desakralisasi ini yang ditemukan oleh penulis adalah dimana ketika suatu pura yang secara umum memiliki fungsi untuk menjalankan ritual keagamaan tapi pelataran pura juga digunakan oleh masyarakat untuk melakukan tajen, sehingga pura mengalami desakralisasi akibat tajen Dalam proses hilangnya nilai-nilai sakral pada sebuah pura, indikator utama yang digunakan peneliti adalah ketika tajen yang bersifat profan atau tidak sakral dilakukan di dalam areal pura. Pemanfaatan pura sebagai arena tajen tetap melibatkan desa pakraman sebagai penyungsung pura ini, sehingga diharapkan dalam penelitian ini penulis dapat mendalami apakah desakralisasi yang terjadi dikarenakan ketidaktegasan penerapan aturan-aturan adat sehingga nantinya penulis dapat menyimpulkan hal yang sebenarnya terjadi dan dapat memberikan solusi kepada masyarakat di Desa Pakraman Subagan agar dapat menjaga kesakralan dari sebuah pura tersebut.

7 7 1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka terdapat dua permasalahan yang dijadikan fokus dalam penelitian ini. Kedua permasalahan tersebut yaitu: 1.Bagaimana proses terjadinya desakralisasi pura di Desa Pakraman Subagan? 2.Apa dampak dan makna desakralisasi pura sebagai arena tajen bagi masyarakat Desa Pakraman Subagan? 1.2 Tujuan Penelitian Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang sudah tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang ditetapkan dengan jelas akan menjadi landasan bagi peneliti. Mengingat permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini sangat luas, jadi dalam bagian ini penulis mengutarakan tujuan mengapa melakukan penelitian dengan permasalahan ini. Adapun tujuan dari penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memahami, mendalami, dan mendeskripsikan bagaimana pura mengalami desakralisasi akibat pemanfaatan pura sebagai tempat tajen dalam rangka menambah ilmu pengetahuan tentang sosiologi agama Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mendalami bagaimana proses terjadinya desakralisasi akibat pemanfaatan pura sebagai tempat tajen yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Pakraman Subagan

8 8 2. Untuk mendalami bagaimana tajen dengan berkedok tabuh rah dapat mengakibatkan terjadinya desakralisasi pada sebuah pura. 3. Untuk menjelaskan ke masyarakat mengenai dampak serta makna yang ditimbulkan oleh pemanfaatan pura sebagai tempat tajen 1.3 Manfaat Penelitian Dari suatu penelitian diharapkan dapat memberi manfaat dan kegunaan yang optimal bagi masyarakat luas. Terkait dengan penelitian ini terdapat dua manfaat yaitu manfaat teoritis serta manfaat praktis yang diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis dan praktis dalam ilmu pengetahuan. Kedua manfaat itu dapat dipaparkan sebagai berikut : Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi peneliti lain yang ingin membahas masalah terkait sehingga penelitian ini dapat dijadikan bahan pembanding bagi penelitian berikutnya serta menghasilkan penelitian-penelitian lain yang lebih mendalam. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan Sosiologi, khususnya dibidang Sosiologi Agama karena dalam penelitian ini akan membahas bagaimana pura mengalami desakralisasi akibat pemanfaatan pura sebagai tempat tajen akan berpengaruh pada kesakralan nilai sebuah pura tersebut Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan serta pemahaman masyarakat bukan hanya masyarakat di Desa Pakraman Subagan tetapi juga juga masyarakat luas yang selama

9 9 ini salah mentafsirkan mengenai makna sesungguhnya dari tajen dan tabuh rah 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memecahkan permasalahan yang terkait dan mampu memberikan informasi-informasi penting kepada pemerintah, diharapkan dalam penelitian ini dapat membantu menjaga kesakralan dari sebuah pura dengan mempertegas aturan yang terkait. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memecahkan permasalahan yang terkait dan mampu memberikan informasi-informasi penting kepada lembaga terkait sehingga diharapkan dapat memberikan sumber data yang akurat sebagai rujukan dalam penelitian berikunya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN. Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang beberapa penelitian sebelumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN. Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang beberapa penelitian sebelumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang beberapa penelitian sebelumnya mengenai permasalahan serupa dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Sabung ayam merupakan tradisi pertarungan antara dua ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

TAJEN & DESAKRALISASI PURA : STUDI KASUS DI DESA PAKRAMAN SUBAGAN, KECAMATAN KARANGASEM, BALI

TAJEN & DESAKRALISASI PURA : STUDI KASUS DI DESA PAKRAMAN SUBAGAN, KECAMATAN KARANGASEM, BALI TAJEN & DESAKRALISASI PURA : STUDI KASUS DI DESA PAKRAMAN SUBAGAN, KECAMATAN KARANGASEM, BALI Ida Bagus Gede Eka Diksyiantara, I Nengah Punia, Gede Kamajaya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABUH RAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABUH RAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABUH RAH 2.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Tabuh Rah dan Sabungan Ayam (Tajen) Hubungan tabuh rah dengan sabungan ayam terdapat pandangan semu dari sebagian masyarakat awam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang

Lebih terperinci

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI Oleh : I Ketut Adhi Erawan I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN TAJEN: JUDI VERSUS SARANA PEMASUKAN BAGI DESA ADAT DAN MASYARAKAT

PENYELENGGARAAN TAJEN: JUDI VERSUS SARANA PEMASUKAN BAGI DESA ADAT DAN MASYARAKAT PENYELENGGARAAN TAJEN: JUDI VERSUS SARANA PEMASUKAN BAGI DESA ADAT DAN MASYARAKAT K.Vimala Kairavani 1021005004 Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email: vimalakairavani@ymail.com

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : Berdasarkan uraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan yang mendasari penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Indonesia juga menjamin hak asasi manusia di

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Indonesia juga menjamin hak asasi manusia di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah dijelaskan bahwa negara Indonesia merupakan yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan

Lebih terperinci

TAJEN TRADISI SABUNG AYAM DALAM MASYARAKAT HINDU OLEH : 1. Candra Valentina M. U. ( ) 2. Gst. Ayu Khrisna Saraswati M.

TAJEN TRADISI SABUNG AYAM DALAM MASYARAKAT HINDU OLEH : 1. Candra Valentina M. U. ( ) 2. Gst. Ayu Khrisna Saraswati M. MAKALAH AGAMA HINDU TAJEN TRADISI SABUNG AYAM DALAM MASYARAKAT HINDU OLEH : 1. Candra Valentina M. U. (3113041077) 2. Gst. Ayu Khrisna Saraswati M. (3313100016) 3. Putu Winda Aryantini (4213100108) 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak akan lepas dari norma yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak akan lepas dari norma yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak akan lepas dari norma yang berada di masyarakat. melihat hal semacam ini, apabila masing-masing anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multikultural yang tidak akan sama dengan kelompok sosial lainnya yang dimana Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. multikultural yang tidak akan sama dengan kelompok sosial lainnya yang dimana Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya kelompok sosial itu ada karena ingin mempertahankan hidup mereka. Kelompok sosial selalu mengalami perubahan dan perkembangan dalam masyarakat multikultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia dan pembangunan masyarakat Indonesia. Pembangunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan tentang Ritual-ritual Keagamaan yang Menggunakan Tabuh

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan tentang Ritual-ritual Keagamaan yang Menggunakan Tabuh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ritual Keagamaan Tabuh Rah dan Judi Tajen 1. Tinjauan tentang Ritual-ritual Keagamaan yang Menggunakan Tabuh Rah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (beraneka

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian yang mengkaji atau menganalisis fenomena di masyarakat mengenai

METODE PENELITIAN. Penelitian yang mengkaji atau menganalisis fenomena di masyarakat mengenai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang mengkaji atau menganalisis fenomena di masyarakat mengenai ritual keagamaan dan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat etnis Bali ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku bangsa yang mendiaminya dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Desa Pakraman Sukasada 4.1.1 Gambaran Umum Desa Pakraman Sukasada Banyak orang mendengar nama pulau Bali, akan tetapi sebagian besar orang belum mengenal Singaraja. Singaraja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Ni Putu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena perjudian bukanlah hal yang baru dalam kehidupan masyarakat, sejak dulu sampai

I. PENDAHULUAN. Fenomena perjudian bukanlah hal yang baru dalam kehidupan masyarakat, sejak dulu sampai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perjudian bukanlah hal yang baru dalam kehidupan masyarakat, sejak dulu sampai sekarang praktik perjudian sudah ada. Kejahatan ini banyak hal yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR No. 376/Pid.B/2015/PN.DPS TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR No. 376/Pid.B/2015/PN.DPS TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR No. 376/Pid.B/2015/PN.DPS TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Identitas Terdakwa Pengadilan Negeri Denpasar yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana

Lebih terperinci

Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah

Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah I Made Suarya (1), I Nyoman Widya Paramadhyaksa (2), Ni Ketut

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

Islam dan Sekularisme

Islam dan Sekularisme Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme pula bermakna faham, doktrin atau pendirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si Pengantar Artikel berjudul Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna dan Nilai Budaya yang ditulis oleh Wardizal, S.Sen,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana.

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana. ARSITEKTUR BALI Mata Kuliah ARSITEKTUR PRA MODERN pertemuan ke 5 Dosen: Dr. Salmon Martana, M.T. Masyarakat Bali sangat percaya bahwa mereka hadir di dunia membawa misi hidup, yaitu berbuat kebaikan. Kesempurnaan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Budaya lahir dan dibentuk oleh lingkungannya yang akan melahirkan berbagai bentuk pola tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Berbicara tentang kebudayaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara 76 LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara 1. Sudah berapa lama berkecimpung dengan dunia sabung ayam? 2. Bagaimana cara membibitkan ayam jago yang baik? 3. Bagaimana cara merawat ayam jago? 4. Dari umur berapa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL) merupakan geguritan yang memiliki keterkaitan isi tentang perjalanan suci pengemban dharma dari Ida Dang

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM BERDASARKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO 12/DRT/TAHUN 1951 DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini diambil beberapa tinjauan untuk dijadikan landasan teori dalan proses pengklasifikasian sudhi wadani dengan metode categorical naïve bayes classifier menggunakan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si Art Exhibition Indonesian Institute of the Arts Denpasar Okinawa Prefectural University of Art OPUA

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Kawasan Cakranegara pada awalnya dirancang berdasarkan kosmologi Hindu-Bali, namun kenyataan yang ditemui pada kondisi eksisting adalah terjadi pergeseran nilai kosmologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan segala sesuatu yang melatarbelakangi penataan dan pengembangan daya tarik wisata di Pantai Purnama, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa warisan budaya Bali merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan uraian tentang beberapa penelitian sebelumnya mengenai permasalahan serupa dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Makalah disampaikan pada

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19 EKSISTENSI TARI BARIS IDIH-IDIH DI DESA PAKRAMAN PATAS, DESA TARO, KECAMATAN TEGALLALANG, KABUPATEN GIANYAR Oleh Ni Nyoman Muliartini Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Hinduism is the oldest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara hukum (Recht staat) yang memberikan ruang tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala persoalan yang

Lebih terperinci

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG Oleh : NI KADEK YUNIARI DEWI PROGRAM STUDI S-1 SENDRATASIK FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang pesat, indonesia tidak terlepas dari arus informasi global yang diperlukan untuk mengetahui fenomenafenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Seiring dengan perubahan budaya proses modernisasi tidak saja menuntut dunia kebudayaan untuk selalu menempatkan dirinya secara arif di tengah berbagai perubahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan serta pengembangan suatu kesenian apapun jenis dan bentuk kesenian tersebut. Hal itu disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan, alam, dan wilayah geografis. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bhuta Yadnya adalah salah satu upacara dalam Agama Hindu yang

BAB I PENDAHULUAN. Bhuta Yadnya adalah salah satu upacara dalam Agama Hindu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Bhuta Yadnya adalah salah satu upacara dalam Agama Hindu yang bermakna sebagai korban suci yang tulus iklas kepada para bhuta kala untuk memelihara kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII

Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII I Wayan Gede Saputra K.W email: widiarsagede688@yahoo.com Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud Abstract Cockfighting is a unique tradition

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS oleh I Wayan Sudiana, (NIM 0814021029), (Email : Sudiana_ IWayan@yahoo.com) Desak Made Oka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Perayaan kemenangan dharma melawan

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Komang Samiasih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Pura Kawitan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA Elfrida Rosidah Simorangkir Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas

Lebih terperinci

Mobilisasi Massa Melalui Tajen Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 Di Kabupaten Tabanan

Mobilisasi Massa Melalui Tajen Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 Di Kabupaten Tabanan Mobilisasi Massa Melalui Tajen Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 Di Kabupaten Tabanan I Kadek Eggy Segel 1), Muh. Ali Azhar 2), Piers Andreas Noak 3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945) menyebutkan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu bangsa yang sangat kaya dengan seni budaya baik berupa tari, musik, seni rupa hingga adat istiadatnya yang tersebar dari Sabang

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU KODE ETIK DOSEN VISI : Terdepan dalam dharma, widya dan budaya MISI : 1. Meningkatkan Kualitas dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hindu melalui Pendidikan Tinggi Hindu; 2. Mengembangkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Konsepsi sangamandala menentukan sembilan tingkatan nilai ruang pada sembilan zone bumi atau tata zoning tapak. Sembilan zona ini lahir berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SOSIAL PERKOTAAN TERHADAP KONSEP PEMBANGUNAN PURA ADHITYA JAYA DI RAWAMANGUN JAKARTA

PENGARUH KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SOSIAL PERKOTAAN TERHADAP KONSEP PEMBANGUNAN PURA ADHITYA JAYA DI RAWAMANGUN JAKARTA PENGARUH KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SOSIAL PERKOTAAN TERHADAP KONSEP PEMBANGUNAN PURA ADHITYA JAYA DI RAWAMANGUN JAKARTA I Kadek Oka Supribawa¹, Moh.Ischak² 1 Mahasiswa Program Studi Magister Arsitektur,

Lebih terperinci

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama

Lebih terperinci

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) I Putu Gede Buda Adnyana Institut Hindu Dharma Negeri

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA 51 BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA A. Ajaran Agama Hindu tentang Penghormatan kepada Lembu Dalam pandangan agama Hindu binatang lembu merupakan binatang yang dihormati dan diagungkan. Lembu merupakan binatang

Lebih terperinci

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Kraton Yogyakarta merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaan Kraton Yogyakarta itu sendiri menjadi salah satu unsur

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia PENDAHULUAN Bali terkenal sebagai pulau dewata adalah nama salah satu provinsi di indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Bali terletak diantara pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya karena sejak lahir lingkungan akan membentuk kepribadian individu dan

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya karena sejak lahir lingkungan akan membentuk kepribadian individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup selalu berkeinginan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Eksistensinya sangat bergantung pada lingkungan di sekitarnya

Lebih terperinci