BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur 4.1.1. Data Parameter Perencanaan : Jenis Perkerasan Tebal perkerasan Masa Konstruksi (n1) Umur rencana (n2) Lebar jalan : Perkerasan Lentur : untuk 2 lajur dan 2 arah : 1 tahun : 20 tahun : 5 meter Angka pertumbuhan lalu lintas (i) : 3,1 % (diperoleh dari BPS Prov Banten) Jalan yang direncanakan adakah jalan kelas III (jalan kolektor) Curah hujan rata rata diperkirakan 2500 3000 mm/tahun Lalu lintas harian rata-rata pada tahun 2013 : o Kendaraan ringan (Sedan, Jeep, Pickup & mini bus): 6624 unit/hari o Bus Sedang o Bus Besar o Kendaraan berat menengah (truk 2 as) o Kendaraan besar (truk 3 as & trailer) : 94 unit/hari : 20 unit/hari : 268 unit/hari : 96 unit/hari Kemudian dari data lalu-lintas harian tersebut dikembangkan untuk dapat digunakan dalam perhitungan saat ini tahun 2014, pertumbuhan lalu lintas tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut : IV-1
Contoh perhitungan jenis kendaraan mobil bus sedang: LLLLLL AA = (LLLLLL ss XX (1 + ii) nn ) = (94x (1+0,031) 20 ) = 174 Perhitungan selanjutnya dapat di lihat di tabel berikut : Tabel 4.1. Nilai LHR S, LHR A No. Jenis Kendaraan LLLLLL AA LLLLLL ss = (LLLLLL ss (1 + ii) nn ) (Kendaraan) (Kendaraan) 1 Kendaraan ringan 6624 12.199 2 Bus Sedang 94 174 3 Bus Besar 20 37 4 Truk 2 as 268 494 5 Truk 3 as 96 177 LHR S = Lalu lintas harian rata rata setiap jenis kendaraan. LHR A = Lalu lintas harian rata rata akhir. n= deviasi tahun yang diperhitungkan ( 20 tahun) Tabel 4.2. Angka Ekivalen pada masing-masing jenis kendaraan No. Jenis Kendaraan Beban Sumbu (Ton) Angka Ekivalen (E) 1 Kendaraan ringan 2 (1+1) 0,0002 + 0,0002 = 0,0004 2 Bus Sedang 6 (2 +4) 0,0036 + 0,0577 = 0,0613 3 Bus Besar 8 (3+5) 0,0183 + 0,0121 = 0,0304 4 Truk 2 as 12 (5+7) 0,1410 + 0,0466 = 0,1876 5 Truk 3 as 20 (6+14) 0,2923 + 0,7452 = 1,0375 IV-2
Contoh perhitungan nilai LEP, LEA, LET, dan LER: LLLLLL = nn jj 1 LLLLLL ss CC jj EE jj = (6624 x 0,50 x 0,0004) = 1,32 LLLLLL = nn jj 1 LLLLLL AA CC jj EE jj = (12.199 x 0,50 x 0,0004) = 2,44 LLLLLL = 1 ( LLLLLL + LLLLLL) 2 = 1 (79,45 + 146,49) 2 = 112,97 LLLLLL = LLLLLL UUUU 10 = (112,97 x 20 10 ) = 225,94 IV-3
Perhitungan berikutnya dapat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.3. Nilai LEP, LEA, LET, LER No Jenis LEP LEA LET Kendaraan nn LLLLLL ΡΡ xxxx jj EE jj nn LLLLLL AA xxxx jj EE jj LER 1 LLLLLL + LLLLLL 2 LLLLLL UUUU 10 jj 1 jj 1 1 Kend. ringan 1,32 2,44 2 Bus Sedang 2,88 5,33 3 Bus Besar 0,30 0,56 4 Truk 2 as 25,14 46,34 112,97 225,94 5 Truk 3 as 49,80 91,82 Jumlah 79,45 146,49 Ket : Cj (Kendaraan Sedang) = 0,50 Ej = Angka Ekivalen LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LEA = Lintas Ekivalen Akhir LET = Lintas Ekivalen Tengah LER = Lintas Ekivalen Rencana IV-4
4.1.2. Perhitungan ITP (Indeks Tebal Perkerasan) Gambar 4.1. Korelasi DDT dan CBR 1. Berdasarkan Gambar diatas nilai CBR 10,5 diperoleh nilai DDT 6 2. Jalan Raya Kelas III, Klasifikasi jalan Kolektor. 3. Penentuan nilai Faktor Regional ( FR ) IV-5
- % Kendaraan berat = JJJJJJJJJJ h kkkkkkkkkkkkkkkkkk bbbbbbbbbb LLLLLL ss 100% = 882 13081 100% = 6,74% - Kelandaian = EEEEEEEEEEEEEE tttttttttt BB EEEEEEEEEEEEEE tttttttttt AA JJJJJJJJJJ AA BB = 1650 1350 4593 = 6,53% < 10% 100% 100% Curah hujan berkisar 2500 3000 mm/tahun Sehingga dikategorikan > 900 mm. Termasuk pada iklim II Dengan mencocokkan hasil perhitungan % kendaraan berat dan kelandaian pada tabel didapat FR = 2.0 4.1.3. Penentuan Indeks Permukaan ( IP ) 1. Indeks Permukaan Awal ( IPo ) Direncanakan Lapisan Permukaan LASTON MS 744 dengan Roughness >1000 mm/km dengan IPo = 3,9-3,5 2. Indeks Permukaan Akhir ( IPt ) a. Jalan Kolektor b. LER = 225,94 (Berdasarkan hasil perhitungan) Dari tabel indeks permukaan pada akhir umur rencana diperoleh IPt = 2,0 (bila LER 100-1000) IV-6
4.1.4. Mencari harga Indeks tebal pekerasan ( ITP ) LER= 225,94 IPt = 2,0 DDT= 6 FR = 2,0 Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26. 1987 Gambar 4.2 Nomogram 4 IV-7
Dengan melihat Nomogram 4 diperoleh nilai ITP = 8,5 dan ITP = 9,5 Direncanakan susunan lapisan perkerasan sebagai berikut : 1. Lapisan Permukaan ( Surface Course ), Dengan ITP 9,5 didapat : a1 = 0,40 ( LASTON MS 744 ) a2 = 0,14 ( Batu Pecah Kelas A CBR 100 % ) dengan tebal minimum 20 cm a3 = 0,13 ( Sirtu / Pitrun Kelas A CBR 70% ) dengan tebal minimum 10 cm ITP = (a 1 x D 1 ) + (a 2 x D 2 ) + (a 3 x D 3 ) 9,5 = (0,40 x D 1 ) + (0,14 x 20) + ( 0,13 x 10) 9,5 = 4,1 + 0,40 D 1 D 1 = (9,5 4,1) : 0,40 D 1 = 13,5 cm ~ 14 cm Dimana : a1, a2, a3 : Koefisien relatife bahan perkerasan ( SKBI 2.3.26 1987 ) D1, D2, D3 : Tebal masing masing lapis permukaan 4.2. Penyajian Gambar Hasil Analisis Perhitunagan Perkerasan Lentur Gambar 4.3. Susunan Perkerasan IV-8
4.3. Menghitung Tebal Perkerasan Kaku 4.3.1. Data parameter perencanaan : Kuat tarik lentur (f cf ) Mutu baja tulangan : 4 Mpa (f c = 350 kg/cm2). : BJTU 32 (fy : tegangan leleh = 200kg/cm2) BJTP 24 (fy : tegangan leleh = 2400 kg/cm2) untuk BBTT Bahu jalan Ruji (dowel) Jalur lalu lintas : Tidak. : Ya : Perkerasan kaku. Lalu lintas harian rata rata pada tahun 2013. o Kendaraan ringan (Sedan, Jeep, Pickup & mini bus) : 6624 unit/hari o Bus Sedang o Bus Besar o Kendaraan berat menengah (truk 2 as) o Kendaraan besar (truk 3 as & trailer) : 94 unit/hari : 20 unit/hari : 268 unit/hari : 96 unit/hari o Pertumbuhan lalu lintas (i) : 3,1 % (Diperoleh dari BPS Provinsi Banten) o Umur Rencana : 20 Tahun Kemudian dari data lalu-lintas harian tersebut dikembangkan untuk dapat digunakan dalam perhitungan saat ini tahun 2014, pertumbuhan lalu lintas tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut : LLLLLL 2014 = LLLLLL 2013(1 + ii) nn i = pertumbuhan lalu-lintas n= deviasi tahun yang diperhitungkan IV-9
n= 2014-2013 = 1 Maka LHR untuk 2014 dapat dihitung seperti contoh : o Kendaraan ringan (Sedan, Jeep, Pickup & mini bus) = 6.624 (1+0.031) 1 = 6.823 unit/hari Analog dengan perhitungan tersebut didapat : Tabel 4.4. LHR untuk tahun 2014 Jenis Kendaraan Tahun 2013 Tahun 2014 LV= kendaraan ringan : sedan, 6624 6823 jeep, pickup & mini bus Bus Sedang 94 97 Bus Besar 20 21 MHV ( truk 2 as ) 268 277 LT= Truk Besar ( truk kombinasi, 96 99 truk 3 as & trailer ) TOTAL 7102 7317 Selanjutnya direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 lajur 2 arah, lebar jalan 5 m. Jalan yang direncanakan adalah perkerasan beton tanpa tulangan. 4.3.2. Analisis Lalu Lintas a. Perhitungan Beban sumbu Volume lalu lintas sebagai faktor utama yang akan menentukan tebal perkerasan. Untuk itu perlu diketahui konfigurasi dan beban as setiap jenis kendaraan. Untuk perhitungan tebal perkerasan kaku volume lalu lintas yang diperhitungkan hanya kendaraan niaga/kendaraan berat. Sedangkan kendaraan ringan (LV) diabaikan. Lebih jelas tahap perhitungan beban sumbu seperti tahapan berikut ini dan hasil keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.2 : IV-10
1. Kolom 2, menentukan konfigurasi beban sumbu berdasarkan jenis kendaraan. 2. Kolom 3, jumlah kendaraan diambil dari data lalu lintas harian tahun 2013 3. Kolom 4, jumlah sumbu per kendaraan 4. Kolom 5, jumlah sumbu didapat dari jumlah kendaraan (kolom 3) dikalikan dengan jumlah sumbu per kendaraan (kolom 4). Contoh : Jumlah sumbu kendaraan Bus Besar : = Jml. Kend. x Jml. Sumbu per kend. = 21 x 2 = 42 bh 5. Kolom 6 sd kolom 11, menentukan STRT, STRG, STdRG masingmasing jenis kendaraan. Contoh : Truk 2 as mempunyai STRT dengan beban sumbu 5 ton dan jumlah sumbu 277 buah. Mempunyai STRG dengan beban sumbu 7 ton dan jumlah sumbu 277 buah. 6. Menentukan jumlah total STRT, STRG, dan STdRG masingmasing jenis kendaraan. Contoh : Jumlah total STRT didapat dari hasil penjumlahan sumbu masingmasing jenis kendaraan. Jumlah total sumbu STRT = 97 + 97 + 21 + 277 + 99 = 591 IV-11
Tabel 4.5. Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya. Jenis Konfigurasi beban sumbu Jml. Jml. S mbu Jml. STRT STRG STdRG Kendaraan ( ton ) Kend Per Kend. Sumbu BS JS BS JS BS JS RD RB RGD RGB (bh) (bh) (bh) (ton) (bh) (ton) (bh) (ton) (bh) (1) (2) (3) (4) (5)=3x4 (6) (7) (8) (9) (10) (11) LV 1 1 6823 0 0 Bus Sedang 2 97 2 4 97 2 194 4 97 Bus Besar 3 5 21 2 42 3 21 5 21 MHV (2 as) 5 7 277 2 554 5 277 7 277 LT ( 3 as ) 6 14 99 2 198 6 99 7 99 988 591 298 99 Ket:RD = roda depan, RB = roda belakang, RGD = roda gandeng depan, RGB = roda gandeng belakang, BS = beban sumbu, JS = jumlah sumbu, STRT = sumbu tunggal roda tunggal, STRG = sumbu tunggal roda ganda, STdRG = sumbu tandem roda ganda. b. Perhitungan JSKN Rencana Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana (20 tahun). JSKN = 365 x JSKNH x R x C R dapat dicari dengan rumus dibawah ini : R = R = (1 + i) UR 1 i (1 + 0.031) 20 1 0.031 R = 27,15 C dapat dilihat pada tabel 2.2 dengan perencanaan lebar jalan 5 m dan 2 arah. IV-12
Jadi, JSKN rencana = 365 x JSKNH x R x C = 365 x 988 x 27,15 x 0.5 = 4,89 x 10 6 4.3.3. Perhitungan repetisi yang terjadi Tahap Perhitungan Tabel 4.3 : 1. Kolom 1, merupakan pengelompokan jenis kendaraan STRT, STRG, dan STdRG. 2. Kolom 2, beban sumbu masing-masing jenis kendaraan. 3. Kolom 3, penjumlahan sumbu yang memiliki beban sama, didapat dari table 4.5 kolom 6 dan kolom 7. 4. Kolom 4, Proporsi beban didapat dari jumlah sumbu masingmasing beban sumbu dibagi dengan total jumlah sumbu. Contoh : Proporsi beban STRT = 99 : 591 = 0,168 5. Kolom 5, Proporsi sumbu didapat dari jumlah total sumbu masing-masing jenis sumbu dibagi dengan Jumlah Kumulatif jenis sumbu. Contoh : Proporsi sumbu STRT = 591 : 988 = 0,598 6. Kolom 6, Lalu lintas rencana didapat dari hasil perhitungan Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) IV-13
7. Kolom 7, Repetisi yang terjadi diperoleh dari Proporsi Beban x Proporsi Sumbu x Lalu-lintas Rencana. Contoh : Repetisi yang terjadi untuk STRT = 0.168 x 0,598 x 4,89 x 10 6 = 0,5 x 10 6 kendaraan Tabel 4.6. Perhitungan repetisi sumbu rencana Jenis Beban Jumlah Proporsi Proporsi Lalau-lintas Repetisi Sumbu Sumbu (ton) Sumbu Beban Sumbu Rencana yg terjadi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=4x5x6 6 99 0,168 0,598 4.89 x 10 6 0.48 x 10 6 5 277 0,469 0,598 4.89 x 10 6 1.37 x 10 6 STRT 4 97 0,164 0,598 4.89 x 10 6 0.48 x 10 6 3 21 0,036 0,598 4.89 x 10 6 0.11 x 10 6 2 97 0,164 0,598 4.89 x 10 6 0.48 x 10 6 591 1,000 STRG 7 277 0,930 0,300 4.89 x 10 6 1.36 x 10 6 5 21 0,070 0,300 4.89 x 10 6 0.11 x 10 6 298 1,000 STdRG 14 99 1,000 0,100 4.89 x 10 6 0.48 x 10 6 Total 99 1,000 Komulaif 988 4.89 x 10 6 4.3.4. Perhitungan tebal pelat beton o Jenis perkerasan o Umur rencana : BBTT dengan ruji : 20 Tahun o JSKN : 4,89 x 10 6 o Faktor keamanan beban : 1.0 Untuk faktor keamanan beban didapat dari tabel 2.4 atau dalam table berikut ini dengan mempertimbangkan prosentase kendaraan niaga. IV-14
No Penggunaan 1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak yang aliran dan lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi Bila menggunakan data lalu lintas dari hasil survey beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternative, maka nilai factor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15. 2 Jalan bebas hambatan (freeway) mdan jalan arteri dengan volume kendaraan ringan menengah. Nilai Fkb 1,2 3 Jalan dengan volume kendaraan ringan rendah. 1,0 1,1 Jumlah kendaraan total seperti ditunjukkan Tabel 4.4 = 7317 unit Kendaraan niaga = (97 + 21 + 277 + 99) / 7317 x 100 % = 6,75 % Sebagai batasan klasifikasi adalah volume kendaraan niaga rendah jika < 15%. Dan volume kendaraan niaga menengah jika 15% x 50%. Dengan demikian untuk jalan yang direncanakan termasuk jalan dengan volume kendaraan niaga ringan rendah atau FKB =1,0 Kuat tarik lentur beton : 4 Mpa (f c = 350 kg/cm2) Jenis dan tebal lapis pondasi : Bahan pengikat 125mm Tebal pelat beton : 180 (taksiran) CBR tanah dasar :12 % CBR efektif : 50 % IV-15
Selanjutnya analisa fatik dan erosi dihitung dengan tahapan sebagai berikut serta hasil keseluruhan pada Tabel 4.4 : 1. Kolom 1, merupakan jenis sumbu masing-masing kendaraan STRT, STRG, dan STdRG 2. Kolom 2, merupakan beban sumbu masing-masing jenis sumbu 3. Kolom 3, Beban Rencana per Roda diperoleh dari beban sumbu (kolom 2) dikalikan dengan faktor keamanan beban dibagi dengan jumlah roda. Contoh : Beban Rencana per Roda STRT = (60 x 1.0) : 2 = 30 KN 4. Kolom 4, Repetisi yang Terjadi diperoleh dari perhitungan pada tabel 4.6 kolom 7 5. Kolom 5, Faktor Tegangan dan Erosi, TE (Tegangan Ekivalen) dan FE (Faktor Erosi) didapat dari tabel IV-16
Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton dengan asumsi tebal plat 160 mm dan CBR efektif 50%. Sedangkan FRT diperoleh dari TE dibagi dengan kuat tarik lentur (fcf). Contoh : FRT untuk STRT = 1.3 : 4 = 0,33 Tabel 4.7. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton Tebal CBR Eff. Tegangan Setara Faktor Erosi Slab Tnh. Tanpa Ruji Dengan Ruji / Beton Bertulang (mm) dasar ST RT ST RG ST drg ST rrg ST RT ST RG ST drg ST rrg ST RT ST RG ST drg ST rrg (%) 160 5 1,29 2,1 1,81 1,35 2,57 3,17 3,33 3,37 2,36 2,97 3,09 3,2 160 10 1,23 1,98 1,66 1,24 2,55 3,15 3,28 3,32 2,35 2,96 3,07 3,15 160 15 1,2 1,92 1,59 1,19 2,55 3,15 3,25 3,29 2,35 2,96 3,05 3,12 160 20 1,18 1,88 1,55 1,17 2,54 3,14 3,24 3,28 2,35 2,95 3,04 3,11 160 25 1,16 1,84 1,51 1,14 2,54 3,14 3,23 3,26 2,35 2,95 3,03 3,09 160 35 1,12 1,76 1,43 1,09 2,53 3,13 3,2 3,22 2,34 2,94 3,01 3,06 160 50 1,3 1,96 1,58 1,25 2,66 3,26 3,28 3,3 2,49 3,09 3,13 3,15 160 75 1,03 1,57 1,26 1,01 2,49 3,1 3,13 3,14 2,32 2,92 2,97 2,99 6. Kolom 6, Repetisi ijin analisa fatik diperoleh dengan memplotkan nilai beban rencana per roda dengan nilai FRT pada gambar (terlampir) 7. Kolom 7, Prosentase rusak analisa fatik diperoleh dari Repetisi yang terjadi (kolom 4) dikali 100 dibagi dengan Repetisi Ijin (Kolom 6). Contoh Prosentase Rusak untuk STRT = (0,48x10 6 x 100) : 1,5 x 10 7 = 3,2 % IV-17
8. Kolom 8, Repetisi ijin analisa erosi diperoleh dengan memplotkan nilai beban rencana per roda dengan nilai FE (Faktor Erosi) pada gambar (terlampir) 9. Kolom 9, Prosentase rusak analisa erosi diperoleh dari repetisi yang terjadi (kolom 4) dikali 100 dibagi dengan Repetisi Ijin (Kolom 8). Contoh : Prosentase Rusak untuk STRT = (0,48 x10 6 x 100) : 1 x 10 8 = 0,48% IV-18
Gambar 4.4. Perhitungan Repetisi Beban Ijin Analisa Fatik STRT Beban per Roda = 30 Faktor Rasio Tegangan = 0,33 Repetisi Beban Ijin = 1,5 x 10 7 IV-19
Gambar 4.5. Perhitungan Repetisi Beban Ijin Analisa Fatik STRG Beban per Roda = 17,5 Faktor Rasio Tegangan = 0,49 Repetisi Beban Ijin = Tak Terhingga (TT) IV-20
Gambar 4.6. Perhitungan Repetisi Beban Ijin Analisa Fatik STdRG Beban per Roda = 17,5 Faktor Rasio Tegangan = 0,40 Repetisi Beban Ijin = Tak Terhingga (TT) IV-21
Gambar 4.7. Perhitungan Repetisi Beban Ijin Analisa Erosi STRT Beban per Roda = 30 Faktor Erosi = 2,49 Repetisi Beban Ijin = 1 x 10 8 (TT) IV-22
Gambar 4.8. Perhitungan Repetisi Beban Ijin Analisa Erosi STRG Beban per Roda = 17,5 Faktor Erosi = 3,09 Repetisi Beban Ijin = 1,4 x 10 7 IV-23
Gambar 4.9. Perhitungan Repetisi Beban Ijin Analisa Erosi STdRG Beban per Roda = 17,5 Faktor Erosi = 3,13 Repetisi Beban Ijin = 5 x 10 6 IV-24
Tabel 4.8. Analisa Fatik dan erosi, tebal plat 160 mm Jenis Beban Beban Repetisi Faktor Analisa Fatik Analisa Erosi Sumbu Sumbu Rencana Yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen Ton (KN) Per Roda Terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak (KN) (%) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)= (8) (9)= (4)x100/(6) (4)x100/(8) STRT 6 (60) 30,00 0.48 x 10 6 TE = 1.09 1.5X10 7 3,20 1X10 8 0,48 5 (50) 25,00 1.37 x 10 6 FE = 2.33 TT 0 TT 0 4 (40) 20,00 0.48 x 10 6 FRT = 0.28 TT 0 TT 0 3 (30) 15,00 0.11 x 10 6 TT 0 TT 0 2 (20) 10,00 0.48 x 10 6 TT 0 TT 0 STRG 7 (70) 17,50 1.36 x 10 6 TE = 1.67 TT 0 1,4X10 7 9,72 5 (50) 12,50 0.11 x 10 6 FE = 2.93 TT 0 TT 0 FRT = 0.42 STdRG 14 (140) 17,50 0.48 x 10 6 TE = 1.35 TT 0 5X10 6 9,60 FE = 2.99 FRT = 0.34 Total 3,2% < 100% 19,78% < 100% Dengan pelat beton tebal 160 mm, hasil Perhitungan diperoleh Persen Rusak Analisa Fatik 3,2% dan Persen Rusak Analisa Erosi 19,78% atau seluruhnya kurang dari 100%. Dengan demikian pelat beton dengan ketebalan 160 mm dapat dipakai. 4.3.5. Dowel dan Tie Bars 4.3.5.1. Sambungan Melintang (dowel) Berdasarkan tabel 2.11 Diameter ruji, digunakan besi diameter 28 mm panjang 45 cm dengan jarak 30 cm. IV-25
4.3.5.2. Sambungan Memanjang (Tie bars) At = 204 x b x h At = 204 x 2,5 x 0.16 = 81,6 mm² Digunakan besi ulir dengan diameter 10 mm At = π (0.5d)² = 3.14 (5)² = 78,5 mm² L = (38.3 x Ø) + 75 = (38.3 x 10) + 75 = 458 mm dibulatkan menjadi 500 mm = 50 cm Jadi digunakan tulangan ulir berdiameter 10 mm panjang 50 cm jarak 75 cm IV-26
4.4. Penyajian Gambar Hasil Analisis Perhitungan Perkerasan Kaku Gambar 4.10. Denah Perkerasan Beton Gambar 4.11. Detail Sambungan Tie Bars Gambar 4.12. Detail Sambungan Dowel IV-27
4.5. Perbandingan Reancana Anggaran Biaya (RAB) Per M2 Tabel 4.9. Perbandingan Rencana Anggaran Biaya (RAB) per m2 No. Item Pekerjaan Sat. Volume Harga Sat. Jumlah Harga A PERKERASAN LENTUR (5x5 m2) 1 Sirtu (CBR 70%) thk. 10 cm M3 2,5 Rp 285.000 Rp 712.500 2 Macadam (CBR100 %) thk. 20 cm M3 5 Rp 285.000 Rp 1.425.000 3 Aspal LASTON MS 744 thk. 14 cm M3 3,5 Rp 2.760.000 Rp 9.660.000 SUB TOTAL A Rp 11.797.500 Harga / M2 Rp 337.071 B PERKERASAN KAKU (5x5 m2) 1 Lapis Pondasi Agregat B thk. 12,5 cm M3 3,13 Rp 285.000 Rp 892.050 2 Beton K-350 thk. 16 cm M3 4 Rp 1.795.000 Rp 7.180.000 3 Besi tulangan Kg 62,83 Rp 15.000 Rp 942.450 SUB TOTAL B Rp 9.014.500 Harga / M2 Rp 257.557 Dengan hasil perhitungan biaya tersebut dapat diketahui perbandingannya, perhitungan biaya hasil analisis perkerasan lentur lebih mahal daripada biaya perkerasan kaku. Hal tersebut disebabkan karena komposisi ketebalan masingmasing perkerasan berbeda, perkerasan kaku beton K-350 tebal 16 cm + lapis pondasi 12,5 cm sedangkan perkerasan lentur dengan lapis permukaan 14 cm + lapis pondasi 20 cm dan lapis pondasi bawah 10 cm. IV-28