Cuplikan dari Presentasi pada Rapat Umum Anggota PERSETIA, Batu-Malang, Juni KURIKULUM DAN AKREDITASI Tabel XII

dokumen-dokumen yang mirip
PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KELAS KHUSUS INTERNASIONAL DI UNIVERSITAS INDONESIA REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA,

Kebijakan Pendidikan Tinggi Bidang Kesehatan. Ridwan Roy T Kasubdit Pembelajaran Ditjen Dikti

Pendirian, Perubahan Bentuk, dan Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Swasta

PEDOMAN PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI

STANDAR PROSES PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

A. Pendahuluan. 1. Latar Belakang

Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, M.Sc., Ph.D. Wakil Rektor Bidang Akademik UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

STANDAR 2 STANDAR ISI

STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

AKREDITASI PERGURUAN TINGGI TERBUKA JARAK JAUH

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERATURAN PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI (Draft)

PANDUAN PENYUSUNAN PROPOSAL PENYELENGGARAAN PROGRAM SARJANA (S-1) KEPENDIDIKAN BAGI GURU DALAM JABATAN

RENCANA OPERASIONAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Tahun

Manual Mutu Kurikulum Universitas Sanata Dharma MM.LPM-USD.02. Manual Mutu Kurikulum 2

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Oleh Prof.Dr.Bernadette Waluyo,SH., MH.,CN

SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN TAHUN 2009: DASAR HUKUM DAN PELAKSANAANNYA 1

STANDAR 1. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, SERTA STRATEGI PENCAPAIAN

Tata Cara Penyelenggaraan Rekognisi Pembelajaran Lampau(RPL) BAGIAN 2: RPL TIPE B & RPL DOSEN dalam TUGAS

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) AKMI BATURAJA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS BELAJAR DAN IZIN BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENAMAAN PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KARYA AKHIR PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

REGULASI DAN IMPLEMENTASI ASESMEN BEBAN KERJA DOSEN DALAM TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TUGAS AKHIR

Kebijakan Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi

Penyelenggaraan Pendidikan Profesi berdasarkan Ketentuan Perundang-undangan untuk Menghasilkan Lulusan sesuai KKNI

2 Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

PEMBARUAN DATABASE SEKOLAH-SEKOLAH ANGGOTA PERSETIA FORM B

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM

Kode Dokumen. Versi. Kemahasiswaan. Institut Teknologi. 8 April

Tunjung Irmawati B

Pembukaan Program Studi Program Profesi Insinyur

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

MANUAL PROSEDUR PERANCANGAN & PENGEMBANGAN KURIKULUM JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK. Fakultas Ilmu Administrasi, 2012 All Rights Reserved

Tatacara Sertifikasi Dosen

Sosialisasi Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Peubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta

PANDUAN. Peraturan Akademik Studek, Magang, KKN FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

Nomor Dokumen PPK 13. Nomor Revisi 01. Tanggal Terbit

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

MANUAL PROSEDUR PENYUSUNAN TUGAS AKHIR PROGAM PASCASARJANA TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

SEKRETARIAT DAERAH Jl. Ki Gede Sebayu No. 12 Tegal Telp. (0283) Faks. (0283) Kode Pos 52123

SURAT KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS NGUDI WALUYO NOMOR:015/B-SK/UNW/I/2017 Tanggal 31 Januari 2017

STANDARD OPERATING PROCEDURE SKRIPSI. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Berita Persetia Terbitan Perhimpunan Sekolah-Sekolah Teologi di Indonesia untuk kalangan sendiri

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR. Padang, 16 Februari SOP Skripsi Prodi Psikologi S1

OPERASIONAL PROSEDUR AKHIR (SKRIPSI/TESIS)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Landasan Hukum C. Tujuan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mekanisme Usul Pembukaan program studi

BUKU SPMI STANDAR BAGIAN AKADEMIK STANDAR BEBAB KERJA DOSEN

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

Tabel 1. Penjabaran Langkah menjadi Kegiatan LAM-PTKes

HALAMAN JUDUL PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG MAHASISWA (KMM)

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

STANDAR OPERATING PROSEDUR PENYELESAIAN TUGAS AKHIR UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA

Menimbang: Mengingat:

PERATURAN AKADEMIK PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

H. Pengelolaan Program

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

RINGKASAN LAPORAN AKHIR STUDI TENTANG DAMPAK SERTIFIKASI TERHADAP PENINGKATAN ENROLLMENT LPTK, 2009

Pendirian dan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta serta Pembukaan dan Perubahan Program Studi Pada Perguruan Tinggi

PEDOMAN PELAKSANAAN SIMPOSIUM TENAGA KEPENDIDIKAN TAHUN 2017

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS TEKNIK BUKU PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN KEGIATAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SKRIPSI

DAFTAR MATA KULIAH PRODI S1-PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN STT KHARISMA Berdasarkan Kurikulum Dirjen Bimas Kristen Tahun 2011 dan Muatan Lokal

REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN

STANDAR PROSES PENELITIAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS ISLAM MADURA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Landasan Hukum C. Tujuan

Buku Panduan. Panduan Pelaksanaan Program. Penguatan KOPERTIS dalam Penjaminan Mutu Prodi

STANDAR 4 SUMBER DAYA MANUSIA

PEMBARUAN DATABASE SEKOLAH-SEKOLAH ANGGOTA PERSETIA FORM A

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

J. Suasana Akademik 1. Sarana yang Tersedia untuk Memelihara Interaksi Dosen-Mahasiswa

FORMULIR PERMOHONAN BEASISWA PENDIDIKAN PASCASARJANA DALAM NEGERI (BPPDN) DIKTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN AKADEMIK

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran

KEPUTUSAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 234/U/2000

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2014 TENTANG

Pembukaan dan Perubahan Program Studi di Luar Kampus Utama Perguruan Tinggi

KODE ETIK PSIKOLOGI MUKADIMAH

BUPATI KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI,

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

REGULASI DAN IMPLEMENTASI ASESMEN BEBAN KERJA DOSEN DALAM TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

Revisi Ke : Tanggal : 10 Oktober 2014 Dikaji ulang : Ketua Prodi D3 Keperawatan Dikendalikan : Badan Penjaminan Mutu Disetujui Oleh : Dekan

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TENTANG TAMBAHAN PEDOMAN OPERASIONALISASI PENILAIAN BEBAN KERJA DOSEN

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 234/U/2000 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Prosedur Mutu PEMILIHAN PIMPINAN PERGURUAN TINGGI. Pengesahan. Nama Dokumen : PROSEDUR MUTU. No Dokumen : SKBP-PM-05/05. No Revisi : Disiapkan oleh

PANDUAN PENGISIAN LAMAN SISTEM INFORMASI PENGEMBANGAN KARIR DOSEN (SIPKD)

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Oleh Prof.Dr.Johannes Gunawan,SH.,LL.M

::Sekolah Pascasarjana IPB (Institut Pertanian Bogor)::

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBIMBINGAN AKADEMIK

Transkripsi:

Cuplikan dari Presentasi pada Rapat Umum Anggota PERSETIA, Batu-Malang, Juni 2014. KURIKULUM DAN AKREDITASI Tabel XII Periode Kurikulum Akreditasi Catatan 1978-1982 RUA IV, 1978, menugaskan Pengurus PERSETIA mempersiapkan Kurikulum Minimal bagi sekolah-sekolah anggota. SK MENDIKBUD no. 0124/U/1979: jenjang program Pendidikan Tinggi dan Program Akta Mengajar ATESEA mengadakan Consultation on Curriculum Construction, 1982. Program ditunda ke periode berikutnya. 1982-1986 Penataran-lokakarya proses belajar-mengajar (PBM) di: UKAW, 1984, 17 dosen UKIM, 1984, 28 dosen UKSW, 1985, 23 dosen STT HKBP, 1986 Para dosen berkenalan antara lain dengan sistem kredit semester (SKS) Kurikulum Standar Minimal (KSM) dihasilkan dalam konsultasi di UKI Tomohon, 1983, diikuti oleh 14 sekolah anggota. KSM akan ditindaklanjuti SK MENDIKBUD no. 0174/0/1983: Penataan Jurusan Fakultas/Institut Negeri. SK MENDIKBUD no. 0336/0/1984: Perubahan Penataan Jurusan pada Fakultas Perguruan Tinggi Negeri Dua SK ini menyebabkan hilangnya ilmu teologi dari daftar ilmu di Indonesia. Pada saat itu memang belum ada aturan mengenai Sekolah Tinggi dan Akademi. Sempat ditawarkan agar

dengan Lokakarya Kurikulum. 1 menjadi studi non-gelar saja. 2 1986-1990 PenLok PMB dilaksanakan di Makassar, 1990 1990-1994 Konsultasi Kurikulum, 1994, bertugas menyusun KSM. PenLok PBM di UKI Tomohon, 1990 di STT Jakarta, 1991 di STT HKBP, 1991 Salah satu butir pertimbangan dalam penyusunan dan pemberlakuan KSM adalah pertimbangan akreditasi yang berlaku. 3 Dalam (Laporan Pertanggungjawaban 1990-1994): Pedoman Penerimaan Anggota PERSETIA, salah satu persyaratan penting adalah Akreditasi... Diakreditasi untuk memenuhi persyaratan program-program akademis dalam hubungan dengan gelar- Pengurus menuliskan penjelasan mengenai KSM (Laporan Pertanggungjawaban 1986-1990): Kurikulum Standard Minimal PERSETIA Latarbelakang pergumuluan dan pembinaan 1 Lokakarya untuk menyusun silabus belum berhasil dilaksanakan. Dan ada keberatan atas adanya penyeragaman silabus. 2 KSM teologi yang disusun menjadi sangat penting untuk menegaskan status keilmuan teologi di Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1981, Bab III, pasal 5 (1) a dan b, disebutkan adanya Golongan Fakultas Ilmu Agama/Kerohanian dan Golongan Fakultas Ilmu Kebudayaan (termasuk di dalamnya Fakultas Filsafat). Surat-surat yang dikirimkan sekolah-sekolah anggota cenderung menempatkan teologi di dalam golongan yang pertama, karena menganggap golongan Ilmu Kebudayaan tidak tepat untuk teologi. Perlu dicatat bahwa perkembangan diskusi ini hanya melibatkan sekolah-sekolah di lingkungan DIKTI, karena itu tidak ada urusan dengan kepentingan DBK DEPAG, yang kemudian hari merasa berhak mengklaim golongan (yang dalam UU 12/th 2012 disebut rumpun) Ilmu Keagamaan. Sikap PERSETIA (Laporan Pertanggungjawaban 1982-1986):... berpendapat dan untuk itu mengharapkan agar bidang pendidikan Theologia dikelola secara profesional sesuai UU yang berlaku. Karena itu sewajarnya Pendidikan Teologi dipayungi oleh DIKBUD dengan pertimbangan bahwa bidang studi ini perlu berinteraksi dan saling memupuk kerjasama yang saling menunjang dengan disiplin itu hanya dalam rangka mengembangkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. 3 (Laporan Pertanggungjawaban 1986-1990): Kiblat Pengakuan pada DEPDIKBUD. Berdasarkan sikap yang diambil, maka akreditasi dari seluruh program gelarnya diarahkan kepada pemenuhan ketentuan-ketentuan yang berlaku di DIKBUD. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sebagai aparatur pemerintah yang memang ditugaskan untuk menangani pembinaan pendidikan secara nasional, maka DEPDIKBUD adalah wadah yang tepat untuk itu.

dan di ITA Bandar Baru, 1993 1994-1998 Hilangnya ilmu teologi dalam Ensiklopedi Ilmu Pengetahuan di Indonesia. 5 Seminar dan lokakarya nasional Akreditasi di Univ. Petra Surabaya, 1996. 6 Kurikulum Nasional Ilmu Teologi. 7 gelar akademis yang diberikan. 4 SK Menteri Agama no. 180/1997 menyangkut Kurnas Teologi, Ujian Negara dan Akreditasi yang menyebutkan bahwa pendidikan teologi ditempatkan di bawah pengelolaan DB Katolik (sedangkan DB Kristen menyatakan pembinaan ilmunya pada Ditjen DIKTI, sedangkan pembinaan sekolahsekolahnya pada DB Kristen). 8 4 Akreditasi dalam konteks ini (tahun 1994) adalah bahwa PERSETIA sendiri sebagai konsorsium yang harus menilai berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya apakah calon sekolah anggota ini memenuhi standar kelayakan sebagai sebuah pendidikan teologi yang berkualitas (atau minimal memiliki potensi pengembangan ke arah itu). Namun sesudah 1998, oleh karena perubahan konteks, dan dengan adanya BAN-PT dan juga akreditasi sebagian sekolah-sekolah anggota oleh ATESEA, maka baseline untuk penentuan kelayakan itu menjadi semakin jelas. 5 SK Mendikbud no. 036 tahun 1993 tidak menyebut ilmu teologi dalam Ensiklopedi. Akibat lanjutannya sekolahsekolah teologi diwajibkan memilih dari antara disiplin ilmu yang ada dan untuk masuk ke dalamnya. Akibatnya gelar-gelar teologi yang selama ini ada tidak bisa dipergunakan lagi, dan diganti entah menjadi Sarjana Filsafat, Sarjana Agama, atau Sarjana Sastra. PERSETIA mengajukan keberatan atas SK Menteri ini, dan mengadakan pertemuan dengan Dirjen DIKTI dan Dir PTS DEPDIKBUD. PERSETIA menyusun pernyataan tertulis untuk gagasan yang dikemukakannya agar pemerintah dapat mengambil sikap. PERSETIA juga didorong untuk bersama pihak Katolik membuat rumusan yang disepakati bersama. MPH PGI, KWI dan PERSETIA merumuskan suatu sikap bersama dan juga menyusun Kurikulum Inti Nasional, Mata Ujian Negara, dan usulan gelar, yaitu S.Teol. Usaha PERSETIA ini didukung oleh Rapat Konsorsium Teologi, 1995 yang dihadiri DBK DEPAG, PASTI, PESATPIN, PGI, PII, PBI, DPI, MAHK. Hasil dari kerjasama dan kerjakeras tersebut adalah SK Mendikbud no 0359/U/1996 yang diserahkan di kantor Dirjen DIKTI 3 Februari 1997, dihadiri oleh KWI, MPH PGI, Univ. Sanata Darma, dan Pengurus PERSETIA. 6 Badan Akreditasi Nasional (BAN) menuntut persyaratan akademik yang bagi banyak perguruan tinggi Kristen dan Teologi masih cukup berat. Untuk itu BAKOR PTKI bersama PERSETIA dan Badan kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia (BT PTKI) meminta diadakan lokakarya ini. 7 SK Mendikbud no. 0359/U/1996 menghadirkan Kurikulum Nasional (Kurnas) Ilmu Teologi. Keberadaan Kurnas membuat KSM PERSETIA 1994 harus ditinjau-ulang. Dirjen DIKTI meminta PERSETIA mengajukan proposal Kurnas untuk disahkan oleh pemerintah. Lokakarya Kurnas Ilmu Teologi, 1997, dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan mendesak ini. Deskripsi matakuliah, dan mata ujian negara jenjang S-1 telah rampung. Sedangkan konsep untuk Kurnas S-2 dipersiapkan bersama dengan Univ Sanata Dharma. 8 PERSETIA sangat berkeberatan karena sekalipun sekolah-sekolah teologi dikelola oleh gereja-gereja, namun sekolah-sekolah teologi bukanlah sekolah kedinasan gereja. Penempatan pendidikan teologi di dalam binaan DBK mengerdilkan karakter akademis ilmu ini, dan menjadikannya semata-mata urusan ajaran dan moralitas. Keberatan berikutnya adalah bahwa DBK tidak berhak melakukan akreditasi, sekalipun itu berbentuk akreditasi lokal (yang

Gelar S.Si diakui oleh Dir PTS dalam surat no 816/D.4 II/T/1998, 19 Juni 1998. 1998-2002 Rapat Anggota IX mendorong sekolah anggota untuk menggunakan Kurnas DEPDIKNAS. 9 2002-2006 SK Mendiknas no 232/U/2000 dan no 045/U/2002 dan Rapat Anggota X menugaskan pengurus menyusun Kurikulum Inti sebagai ganti Kurnas 1996. Pengajuan izin penyelenggaraan S2 beberapa sekolah anggota kepada DIKTI mengalami kesulitan, izin diperoleh dari DBK Kemenag. Seminar lokakarya Nasional Kurikulum Inti Program Studi Teologi diadakan April 2003. 10 Beberapa program studi (prodi) S1 sekolah anggota yang berada dalam binaan DIKTI sudah dan sedang mengurus akreditasinya. 12 kemudian terbukti sangat menyesatkan, baik masyarakat-gereja, maupun sekolah-sekolah teologi dalam binaan DBK). 9 PERSETIA membentuk tim tiga untuk mempersiapkan 3 versi kurikulum inti (S-1) sebagai pegangan bagi sekolahsekolah anggota. Kurikulum inti S-2 menurut DIKTI dapat dijadikan acuan kurikulum program studi sejenis dan tidak membutuhkan ketetapan DIKTI. DBK DEPAG memiliki kurikulum tersendiri yang dipergunakan oleh beberapa sekolah anggota. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi sekolah-sekolah tersebut, karena proses akreditasi akan menggunakan Kurnas yang turut dipersiapkan oleh PERSETIA. 10 Para utusan sekolah anggota sepakat bahwa Kurikulum Inti ini secara substansial tidak berbeda jauh dengan Kurnas maupun draf yang dipersiapkan panitia kecil PERSETIA. Usul mengenai Kurikulum Inti ini adalah hanya 40% saja dari ketentuan 144 SKS, sehingga ada ruang untuk Kurikulum Institusional (kekhasan masing-masing sekolah). 12 Sementara itu yang prodinya berada dalam binaan DBK Kemenag diharapkan mempersiapkan diri untuk menjalani proses akreditasi.

Konsultasi Kurikulum PPsT, 2004. 11 Di Cipanas, 2005, setelah SI berlangsung, dilakukan penyuluhan akreditasi oleh Dirjen DIKTI dan BAN-PT. 2006-2010 Sosialisasi Akreditasi BAN-PT, Februari 2008. Narasumber: Purnama, S.B. Hakh, D. Nuhamara (para asesor BAN-PT). Hadir 15 sekolah anggota. 13 11 Pendekatan yang dipergunakan kurang lebih sama dengan kurikulum S-1, yaitu 40% Kurikulum Inti, sedangkan 60% adalah Kurikulum Institusional/lokal. 13 Tahun 2012 adalah batas akhir semua prodi harus sudah mendapatkan status akreditasinya. DBK berjanji akan memfasilitasi persiapan menghadapi proses akreditasi ini. Dari 45 sekolah anggota PERSETIA, 85% berada dalam binaan DBK Kemenag.

Bagian V: Pengembangan kurikulum Pendidikan Tinggi Teologi Mainstreaming Pendidikan Tinggi Teologi dalam dunia Pendidikan Tinggi di Indonesia dan Akreditasi Hingga awal 1980an sekolah-sekolah teologi (tercermin juga pada jumlah sekolah anggota PERSETIA) tidaklah terlalu banyak. Dan untuk kurun waktu yang panjang, sekolah-sekolah teologi merasa cukup nyaman hidup di dalam dunianya sendiri yang tidak terlalu intensif bersentuhan dengan perkembangan disiplin ilmu lainnya (hal ini bisa terlihat dengan memperhatikan tema-tema skripsi dan karya tulis akhir mahasiswa hingga akhir tahun 1970an). Memasuki tahun 1980an banyak sekolah yang mulai mengadakan penataan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Semakin banyak sekolah teologi yang menyadari kepentingan untuk berada dalam arus utama (mainstream) dunia akademis di Indonesia. Perubahan dan perkembangan kurikulum yang semakin memperhatikan perkembangan ilmu-ilmu lain, dan juga perkembangan struktur penyelenggaraan pendidikan tinggi mulai secara sangat serius dilakukan. Sekolah-sekolah semakin menyadari bahwa tidak cukup hanya memperhatikan kebutuhan gereja yang memang masih menjadi tempat berkarya sebagian besar lulusannya. Sekolah-sekolah mengakui bahwa semakin penting juga mempersiapkan mahasiswa dan lulusan sekolah teologi untuk dapat masuk ke dalam dunia akademis yang lebih luas, khususnya di tanah air. Karena itulah pada era 1980an banyak sekolah yang mulai menggunakan sistem kredit semester (SKS) dan perangkat pendidikan lainnya yang lazim di perguruan tinggi di Indonesia. Bersamaan dengan munculnya kesadaran ini, terjadi juga penataan pada dunia pendidikan tinggi nasional oleh pemerintah. Entah karena kelalaian dunia pendidikan teologi yang cenderung berada di bawah radar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan entah karena kecenderungan Kementerian DIKBUD yang mengabaikan perkembangan pendidikan swasta (terlebih lagi swasta Kristen), maka ilmu teologi tidak ada dalam daftar ilmu di Indonesia. Sejak saat itu, mulailah upaya tanpa henti dari beberapa generasi pengurus PERSETIA untuk memperjuangkan dan menegaskan posisi dan keberadaan teologi dalam peta dunia keilmuan di Indonesia. Penyusunan berbagai kurikulum PERSETIA adalah usaha serius untuk mempertanggungjawabkan posisi teologi sebagai sebuah kiprah akademis. Oleh karena itu kecenderungan DBK untuk mereduksi pendidikan tinggi teologi hanya sebagai sekolah kedinasan, sebagai wadah pendidikan moral dan ajaran keagamaan, memperlihatkan betapa sempitnya wawasan kementerian mitra gereja-gereja ini. Pendidikan moral dan keagamaan adalah tugas gereja, bukan tugas lembaga pendidikan tinggi teologi. Juga tidak ada kewajiban gereja untuk selalu mengikuti perkembangan terkini dan temuan-temuan terbaru dari dunia pendidikan teologi. Meskipun gereja dan pendidikan teologi berhubungan, namun tetap ada perbedaannya. Secara konsisten para pengurus PERSETIA menegaskan bahwa tempat pembinaan lembagalembaga pendidikan tinggi teologi adalah Kementerian Pendidikan. Hal ini selain memiliki akar sejarah yang panjang, juga merupakan hal yang tetap relevan untuk kiprah masa kini dan jangkauan ke masa depan dari pendidikan teologi. Pendidikan tinggi teologi semakin membutuhkan diskusi dan kerjasama

dengan berbagai disiplin ilmu yang lain. Pendidikan tinggi teologi juga pada saat yang sama memberikan wawasan dari berbagai pertanyaan mendalam yang berkembang dalam sejumlah ilmu yang lain, mengenai kemanusiaan dan misteri kehidupan. Bahkan juga tema-tema yang sehari-hari sekalipun, seperti tema kekerasan, tema merawat bumi, dan sebagainya. Tema-tema SI, KAT, bahkan KNMTI sudah memperlihatkan bagaimana kesadaran akan hal ini sudah terinternalisasi di lingkungan para dosen dan mahasiswa. Dan saya percaya dalam tahun-tahun yang akan datang kita akan melihat perkembangan teologi di tanah air yang akan terus-menerus berdiskusi dan berkarya bersama-sama dengan berbagai disiplin ilmu lainnya. Saya juga sadar bahwa di lingkungan sekolah-sekolah anggota masih ada yang merasa nyaman berada di dalam binaan DBK Kementerian Agama, oleh karena berbagai alasan dan kepentingan. Tentu hal ini sepenuhnya merupakan pilihan dari masing-masing sekolah untuk menentukan sendiri berada dalam binaan DBK Kemenag atau DIKTI Kemendikbud. Hal yang mendasar dan perlu dijadikan acuan adalah apakah ada cukup perangkat dari kementerian tersebut untuk menopang pengembangan dosen dalam melaksanakan tugasnya, dukungan bagi mahasiswa, arah jenjang karir yang jelas bagi para dosen (mulai dari pengakuan ijazah dosen hingga menjadi Guru Besar). Dukungan bagi para mahasiswa, dosen, bahkan juga untuk tenaga pendukung non-akademis sangat menentukan bagi kemajuan dan perkembangan lembaga pendidikan kita. Alat ukur yang bisa dipergunakan adalah akreditasi yang mulai diberlakukan sejak awal abad ini, dan menjadi persyaratan mutlak sekarang ini. Temuan dari para asesor BAN-PT menunjukkan bahwa semua sekolah anggota PERSETIA yang berada dalam binaan DIKTI, telah lulus dengan peringkat A, B, dan C. Sementara ada puluhan sekolah yang dibina oleh DBK yang tidak berhasil lolos bahkan dalam asesmen kecukupan. Dalam pertemuan antara BAN-PT, Dirjen DBK bersama stafnya, para asesor BAN-PT, dan beberapa pimpinan sekolah teologi, serta pengurus asosiasi sekolah-sekolah teologi, (Hotel Grand Whiz, Jakarta 26 Mei 2014), keprihatinan ini dibicarakan. Masih terbatasnya jumlah asesor BAN-PT yang memeriksa dan menilai borang memang adalah sebuah persoalan, karena jumlah prodi teologi dan PAK mencapai jumlah yang besar. DBK berjanji akan mengalokasikan dana untuk persiapan menambah jumlah asesor yang dibutuhkan. Saya melihat persoalan yang lebih serius adalah keberadaan dan kesiapan sekolah-sekolah itu sendiri untuk menyelenggarakan pendidikan teologi dengan baik. Kritik yang disampaikan oleh para asesor BAN-PT dalam pertemuan itu adalah DBK terlalu mudah memberikan izin penyelenggaraan kepada sekolah-sekolah baru. Padahal izin penyelenggaraan itu kini bernilai sebagai terakreditasisementara dengan peringkat C yang berlaku a) jika dikirimkan sebelum tenggat pengajuan borang dan b) sampai dengan ada keputusan akreditasi dari BAN-PT. Saya sendiri sebagai seorang asesor BAN-PT sudah memeriksa dan melihat sendiri proses akreditasi tersebut. Sebagai Puket I di STT Jakarta, saya juga mengalami sendiri bagaimana menyusun, mempersiapkan proses akreditasi (ulang) di sekolah kami. Jadi saya tahu betul bahwa bila hal-hal minimal tertentu tidak dimiliki atau tidak sungguh-sungguh dipikirkan oleh sekolah, maka prodi dan sekolah tersebut memang tidak layak menyelenggarakan pendidikan, apalagi memberikan gelar.