BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Psoriasis vulgaris adalah penyakit inflamasi kronis yang ditandai dengan plak eritema

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis,

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. gangguan baik fisik maupun psikis. Salah satu bercak putih pada kulit adalah vitiligo,

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

I. PENDAHULUAN. dunia, menurut Arthritis Research UK (2013) osteoartritis dapat mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

KADAR SENG (Zn) PLASMA BERKORELASI DENGAN DERAJAT KEPARAHAN PSORIASIS VULGARIS

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN PUSTAKA

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB VI PEMBAHASAN. Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan masalah kosmetik dan psikologis sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Perjalanan penyakit yang bersifat kronis residif serta pengobatan yang belum memuaskan menyebabkan perawatan psoriasis membutuhkan waktu lama serta biaya yang cukup mahal. Prevalensi psoriasis pada populasi di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 2%-4,8% (Alwasiti dkk., 2011; Ni dan Chiu, 2014). Di Indonesia belum ada data pasti mengenai jumlah penderita psoriasis. Data epidemiologi psoriasis dari sepuluh rumah sakit di Indonesia pada tahun 1996 hingga 1998 menunjukan angka prevalensi yang bervariasi yaitu sebesar 0,59% hingga 0,92% (Lestari, 2009). Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan pada periode Januari hingga Desember 2010, dari total 3.230 orang yang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin, 34 pasien (1,05%) diantaranya merupakan pasien psoriasis (Pane, 2013). Di poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar pada Januari hingga Desember 2014 didapatkan insiden psoriasis sebesar dari 0,51%. Psoriasis memiliki berbagai macam varian klinis (Gudjonsson dkk., 2012). Varian atau bentuk klinis psoriasis yang paling sering adalah psoriasis vulgaris yaitu sekitar 80% dari keseluruhan bentuk psoriasis. Psoriasis vulgaris ditandai dengan

2 plak eritema berbatas tegas yang ditutupi skuama berwarna putih tebal. Lesi kulit psoriasis memiliki distribusi yang simetris pada area kulit kepala, siku, lutut, dan area lumbosakral (Monteleone dkk., 2011; Langley dkk., 2012; Gudjonsson dkk., 2012). Derajat keparahan psoriasis dinilai dengan menghitung psoriasis area and severity index (PASI). Psoriasis area and severity index merupakan metode yang dikembangkan oleh Fredriksson dan Pettersson pada tahun 1978, digunakan untuk mengevaluasi hasil terapi psoriasis (Louden dkk., 2004). Metode ini membagi area tubuh menjadi empat bagian, antara lain; kepala, ekstrimitas atas, badan dan ekstrimitas bawah. Luas permukaan tubuh yang terlibat dinilai dengan metode rule of nine. Penilaian terhadap tingkat keparahan plak psoriasis berdasarkan tiga kriteria, yaitu; eritema, ketebalan lesi dan skuama (Louden dkk., 2004; Langley dkk., 2004). Berdasarkan hasil perhitungan PASI maka derajat keparahan psoriasis dibagi menjadi tiga yaitu derajat ringan, sedang dan berat (Mohamad, 2013). Peran sitokin serta beberapa sel imun seperti keratinosit dan leukosit telah banyak dibuktikan pada patogenesis psoriasis (Coimbra dkk., 2012). Studi yang berkembang saat ini menunjukan adanya peran stres oksidatif dan jalur tranduksi sinyal pada patogenesis psoriasis (Alwasiti dkk., 2011). Jalur tranduksi sinyal oleh nuclear factor кb (NF-кB) merupakan faktor transkripsi terbukti terlibat dalam perkembangan psoriasis (Zhou dkk., 2009). Faktor transkripsi ini diaktifkan oleh ROS dan sitokin, seperti: tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan interleukin-1 (IL-1) yang menginduksi proses inflamasi, proliferasi sel dan apoptosis (Zhou dkk., 2009 dan Prasad, 2014). Nuclear factor кb pada sel keratinosit, monosit dan makrofag mengekspresikan gen yang mengkode sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β dan IL-8 yang berperan dalam patogenesis psoriasis. Aktivitas NF-кB dapat dihambat

3 oleh seng (Zn) melalui aktivasi protein A2 yang memediasi jalur sinyal tumor necrosis factor (TNF) receptor associated factor (TRAF) dan peroxisome proliferator activated receptor (PPAR) sehingga sitokin-sitokin proinflamasi yang berperan dalam patogensis psoriasis tidak dihasilkan (Prasad, 2007). Seng sebagai trace element terlibat dalam berbagai proses seluler, berfungsi menjaga integritas membran sel dengan menurunkan pembentukan radikal bebas dan mencegah peroksidasi lipid. Seng juga berfungsi sebagai kofaktor dari metalloenzymes serta terlibat dalam sintesis protein, penyembuhan luka, pembentukan melanin dan diferensiasi keratinosit (Lee dkk., 1999; Dadras dkk. 2012; Jebory, 2012; Mohamad, 2013). Proses diferensiasi keratinosit diperankan oleh gen seng finger protein 750 (ZnF750) yang mengkode faktor transkripsi seng finger atau protein seng finger. Mutasi pada ZnF750 diduga sebagai penyebab psoriasis (Birnbaum dkk. 2011; Cohen dkk. 2012). Gen ini terletak pada kromosom 17q25 di lokus PSORS2 (Birnbaum dkk. 2011). Beberapa penelitian menunjukan adanya peran genetik seperti gen PSORS 1 pada gen kromosom 6p21, gen PSORS 2 pada kromosom 17 pada psoriasis (Lestari, 2009). Defisiensi Zn diduga sebagai penyebab psoriasis. Kadar Zn yang rendah menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas SOD sehingga memicu stres oksidatif akibat peningkatan kadar ROS, hal ini yang diduga sebagai penyebab terjadinya psoriasis (Mohamad, 2013). Rendahnya kadar Zn plasma pada psoriasis juga diduga akibat hilangnya Zn bersamaan dengan skuama yang terlepas dari lesi psoriasis (Alwasiti dkk. 2011; Payasvi dkk. 2013; Mohamad, 2013). Status Zn dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa parameter, seperti: konsentrasi Zn dalam darah, rambut, kuku, urin, studi isotop dan pengukuran enzim

4 yang mengandung Zn (Hidayat, 1999; Seo dkk., 2014). Konsentrasi Zn dalam darah adalah parameter yang paling sering digunakan untuk menentukan status Zn seseorang karena mudah dilakukan dan cukup akurat (Hidayat, 1999; Afridi dkk., 2011). Beberapa penelitian yang mencari hubungan kadar Zn dalam darah dengan psoriasis memberikan hasil yang bervariasi (Dadras dkk. 2012). Penelitian mengenai peran trace elements pada psoriasis ringan dan berat oleh mohamad menunjukan adanya penurunan kadar Zn dalam serum pada kelompok psoriasis dibandingankan kelompok orang yang sehat (Mohamad, 2013). Hasil penelitian tersebut didukung oleh studi yang dilakukan sebelumnya oleh Alwasiti dkk. (2011), Al-Jebory (2012) dan Payasvi dkk. (2012) terjadi penurunan kadar Zn dalam serum yang signifikan pada kelompok psoriasis vulgaris dibandingkan kontrol yang sehat. Dadras dan Ala mendapatkan hasil penelitian yang berbeda, tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara kadar Zn plasma pada pasien psoriasis dibandingkan dan kelompok orang sehat (Dadras dkk, 2011; Ala dkk, 2013). Berdasarkan data yang telah dipaparkan tersebut, didapatkan bahwa korelasi antara kadar seng dengan derajat keparahan psoriasis masih kontroversi. Perbedaan hasil penelitian tersebut yang mendasari untuk dilakukan penelitian untuk mengetahui korelasi antara kadar seng dengan derajat keparahan psoriasis.

5 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat perbedaan kadar seng plasma antara subyek psoriasis vulgaris dan bukan psoriasis vulgaris? 2. Apakah kadar seng plasma berkorelasi negatif dengan derajat keparahan psoriasis vulgaris? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui korelasi negatif antara kadar seng plasma dengan derajat keparahan pada subyek psoriasis vulgaris. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar seng plasma antara subyek psoriasis vulgaris dan bukan psoriasis vulgaris. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi negatif antara kadar seng plasma dengan derajat keparahan psoriasis vulgaris. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Memberikan tambahan ilmu pengetahuan mengenai peran seng pada patogenesis psoriasis yang ditandai dengan adanya perbedaan kadar seng plasma antara penderita psoriasis vulgaris dengan bukan psoriasis vulgaris.

6 1.4.2 Manfaat praktis Pemeriksaan kadar seng plasma dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan dalam menilai derajat keparahan psoriasis vulgaris.