BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil sampel sebanyak 30 pasien. Eksperimen sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu 15 pasien kelompok perlakuan (diberi deksametason) dan 15 pasien kelompok kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Ada tidaknya perbaikan klinis diamati 5 hari sesudah perlakuan. 1. Karakteristik dasar subyek penelitian Beberapa karakteristik dari sampel diukur dan dibandingkan antara kedua kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui homogenitas kedua kelompok sampel sebagai syarat kelayakan prosedur eksperimen. Variabel karakteristik yang berbentuk kategorik dideskripsikan dengan angka frekuensi dan prosentase, selanjutnya diuji beda antara kedua kelompok dengan uji chi square. Variabel karakteristik yang berbentuk numerik dideskripsikan dengan nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standar deviasi), selanjutnya diuji beda antara kedua kelompok dengan uji t (independent samples t test) apabila memenuhi syarat 63

2 digilib.uns.ac.id 64 normalitas atau dengan uji mann-whitney apabila tidak memenuhi syarat normalitas. Karakteristik dasar subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian Variabel Jenis Kelamin, f (%) Laki-laki Perempuan Kel. Perlakuan (n = 15) 8 (53,3) 7 (46,7) Kel. Kontrol (n = 15) 11 (73,3) 4 (26,7) Leukosit, mean SD 14960, , , ,84 0,329 PORT, mean SD 85,73 20,09 80,67 17,60 0,469 Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data variabel umur dan PORT dinyatakan memenuhi syarat normalitas sehingga diuji beda dengan independent samples t test. Adapun data variabel IMT dan leukosit dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga diuji beda dengan mann-whitney test. Perbedaan dinyatakan signifikan commit apabila to uji user menghasilkan p < 0,05. P 0,256 Umur, mean SD 52,33 14,41 58,80 17,19 0,274 IMT, mean SD 21,03 1,22 20,97 1,74 0,406 Kebiasaan Merokok, f (%) Perokok Bekas Perokok Bukan Perokok Riwayat Pengobatan Sebelumnya, f (%) Ya Tidak Penyakit Penyerta, f (%) 5 (33,3) 2 (13,3) 8 (53,3) 6 (40,0) 9 (60,0) 6 (40,0) 0 (0,0) 9 (60,0) 2 (13,3) 13 (86,7) 0,341 0,215 Keganasan 4 (26,7) 1 (6,7) 0,330 Penyakit Hati 2 (13,3) 3 (20,0) 1,000 CHF 3 (20,0) 3 (20,0) 1,000 Penyakit Serebrovaskular 1 (6,7) 1 (6,7) 1,000 CKD 1 (6,7) 0 (0,0) 1,000 DM 1 (6,7) 4 (26,7) 0,330 Lain-lain 2 (13,3) 3 (20,0) 1,000 Kultur Bakteri, f (%) No Growth Tidak Dikultur Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumonia Acinetobacter baumanni Lain-lain 6 (40,0) 3 (20,0) 2 (13,3) 1 (6,7) 2 (13,3) 1 (6,7) 8 (53,3) 0 (0,0) 1 (6,7) 2 (13,3) 0 (0,0) 4 (26,7) 0,170

3 digilib.uns.ac.id 65 Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa secara demografis proporsi pasien laki-laki pada kelompok kontrol relatif lebih besar dan umurnya juga relatif lebih tua. Proporsi pasien kelompok perlakuan dengan riwayat pengobatan sebelumnya relatif lebih besar dan kadar leukositnya juga relatif tinggi. Hasil kultur baik proporsi no growth, sampel tidak dikultur (karena tidak dapat mengeluarkan dahak), maupun tumbuhnya jenis-jenis bakteri tertentu, menunjukkan sedikit perbedaan antara kedua kelompok. Meskipun begitu pada semua variabel karakteristik tidak terdapat adanya perbedaan signifikan antara kedua kelompok (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sampel pada kedua kelompok termasuk homogen dan memenuhi kelayakan eksperimen. 2. Pengaruh pemberian deksametason terhadap penurunan kadar TNFserum Secara empirik untuk membuktikan bahwa pemberian deksametason dapat menyebabkan penurunan kadar TNF- yang lebih baik, maka perlu dilakukan empat tahap analisis sebagai berikut: a. Perbandingan kadar TNF- sebelum (pre) perawatan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol Sebagaimana diketahui bahwa kedua biomarker yaitu TNF- diukur sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan pada kedua kelompok. Kaidah eksperimen mensyaratkan bahwa agar hasil pengukuran akhir atau sesudah (post) perlakuan dapat digunakan sebagai parameter perbedaan efek dari

4 digilib.uns.ac.id 66 perlakuan masing-masing kelompok maka hasil pengukuran awal atau sebelum perlakuan dari kedua kelompok haruslah sama atau secara statistik tidak berbeda signifikan (homogen). Biomarker dideskripsikan dengan nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standar deviasi). Uji beda antara kedua kelompok dilakukan dengan uji t (independent samples t test) apabila memenuhi syarat normalitas atau dengan mann-whitney test apabila tidak memenuhi syarat normalitas. Perbandingan kadar TNF- sebelum perawatan antara kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Perbandingan kadar TNF- sebelum (pre) perawatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Keterangan: Variabel Kel. Perlakuan Kel. Kontrol P TNF- (pre) 20,05 18,83 41,40 30,20 0,005 Berdasarkan uji shapiro-wilk, data TNF- sebelum (pre) perlakuan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kedua kelompok dilakukan dengan mann-whitney test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa secara deskriptif rata-rata kadar TNF- sebelum perawatan dengan pemberian deksametason pada kelompok perlakuan adalah 20,05 18,83 sedangkan rata-rata kadar TNF- sebelum perawatan tanpa pemberian deksametason pada kelompok kontrol adalah 41,40 30,20. Terdapat selisih atau perbedaan kadar TNF- awal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dan secara statistik perbedaan tersebut dinyatakan signifikan (p = 0,005). Berdasarkan nilai

5 digilib.uns.ac.id 67 tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar TNF- awal kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak homogen. b. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan Pengaruh perawatan dengan pemberian deksametason diketahui berdasarkan uji beda kadar TNF- serum antara hasil pengukuran sebelum (pre) dan sesudah (post) perawatan dengan pemberian deksametason selama 5 hari pada kelompok perlakuan. Uji beda dilakukan dengan uji t (paired samples t test) apabila memenuhi syarat normalitas atau dengan wilcoxon signed rank test apabila tidak memenuhi syarat normalitas. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan Variabel Pre Post Post Pre P TNF- 20,05 18,83 15,93 12,06-4,12 23,09 0,570 Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data selisih (post pre) TNF- dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kadar sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan dilakukan dengan wilcoxon signed rank test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa secara deskriptif kadar kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan mengalami penurunan. Ratarata kadar TNF- sebelum perawatan dengan pemberian deksametason adalah 20,05 18,83 sedangkan rata-rata kadar TNF- serum sesudah perawatan dengan pemberian deksametason adalah 15,93 12,06. Terdapat selisih atau perbedaan kadar TNF- serum dengan rata-rata sebesar -4,12 23,09 (tanda negatif menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi berupa penurunan).

6 digilib.uns.ac.id 68 Secara statistik perbedaan ini dinyatakan tidak signifikan (p = 0,570). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pemberian deksametason selama 5 hari perawatan tidak terjadi perubahan kadar TNF- serum yang signifikan. c. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok kontrol Pengaruh perawatan tanpa pemberian deksametason diketahui berdasarkan uji beda kadar TNF- serum antara hasil pengukuran sebelum dan sesudah perawatan tanpa pemberian deksametason pada kelompok kontrol. Perubahan kadar TNF-α serum pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok kontrol Variabel Pre Post Post Pre P TNF- 41,40 30,20 44,82 34,98 3,42 15,31 0,865 Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data selisih (post pre) TNF- dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kadar sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan dilakukan dengan wilcoxon signed rank test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar TNF- serum sebelum perawatan tanpa pemberian deksametason adalah 41,40 30,20 sedangkan rata-rata kadar TNF- serum sesudah perawatan tanpa pemberian deksametason adalah 44,82 34,98. Terdapat selisih atau perbedaan kadar TNF- dengan rata-rata sebesar 3,42 15,31 (tanda positif menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi berupa kenaikan). Secara statistik perbedaan ini dinyatakan tidak signifikan (p = 0,865). Berdasarkan nilai

7 digilib.uns.ac.id 69 tersebut dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya pemberian deksametason selama 5 hari perawatan tidak terjadi perubahan kadar TNF- serum yang signifikan. d. Perbandingan kadar TNF- serum sesudah (post) perawatan antara kedua kelompok Pengaruh pemberian deksametason diketahui berdasarkan uji beda kadar TNF- serum sesudah perawatan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Perbandingan kadar TNF-α serum sesudah perawatan antara kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5. Perbandingan kadar TNF- serum sesudah perawatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Variabel Kel. Perlakuan Kel. Kontrol P TNF- (post) 15,93 12,06 44,82 34,98 0,002 Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data TNF- sesudah (post) perlakuan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kedua kelompok dilakukan dengan mann-whitney test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa secara deskriptif kadar TNF- serum sesudah perawatan pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol. Tahap analisis sebelumnya diketahui bahwa secara deskriptif kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan mengalami penurunan sedangkan pada kelompok kontrol mengalami kenaikan namun secara statistik dinyatakan bahwa baik penurunan maupun kenaikan tersebut tidak signifikan. Dapat dilihat pada tabel 4.5 bahwa rata-rata kadar

8 digilib.uns.ac.id 70 TNF- serum sesudah perawatan dengan pemberian deksametason selama 5 hari pada kelompok perlakuan adalah 15,93 12,06 sedangkan rata-rata kadar TNF- serum sesudah perawatan tanpa pemberian deksametason pada kelompok kontrol adalah 44,82 34,98. Terdapat selisih kadar TNF- akhir antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dan secara statistik perbedaan tersebut dinyatakan signifikan (p = 0,002); oleh karena kadar TNFserum awal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dinyatakan tidak homogen maka pengujian statistik perbedaan kadar TNF- serum akhir antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan. Sesuai kaidah eksperimen, hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian deksametason tidak terbukti berpengaruh dalam menurunkan kadar TNF- serum. 3. Pengaruh pemberian deksametason terhadap peningkatan pencapaian perbaikan klinis Pengaruh pemberian deksametason terhadap perbaikan klinis selama 5 hari perawatan diketahui berdasarkan uji beda proporsi pencapaian perbaikan klinis antara kedua kelompok. Uji beda dilakukan dengan uji fisher s exact. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Perbandingan pencapaian perbaikan klinis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Kel. Perlakuan Kel. Kontrol Perbaikan Klinis P (n = 15) (n = 15) Ya 15 (100,0) 10 (66,7) 0,042 Tidak 0 (0,0) 5 (33,3) Keterangan: Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

9 digilib.uns.ac.id 71 Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan dari 15 sampel semuanya (100,0%) mengalami perbaikan klinis sedangkan pada kelompok kontrol dari 15 sampel hanya 10 sampel (66,7%) yang mengalami perbaikan klinis. Secara deskriptif terdapat selisih atau perbedaan proporsi pencapaian perbaikan klinis antara kedua kelompok di mana proporsi pada kelompok perlakuan lebih tinggi. Secara statistik perbedaan ini dinyatakan signifikan (p = 0,042); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian deksametason berpengaruh lebih baik dalam pencapaian perbaikan klinis. 4. Hubungan antara kadar TNF- serum dengan perbaikan klinis Hubungan antara kadar TNF- dengan perbaikan klinis secara statistik dapat diuji dengan teknik korelasi bivariat. Pengujian korelasi dilakukan dengan uji fisher s exact. Hubungan kadar TNF-α serum sesudah perawatan dengan perbaikan klinis dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7. Hubungan antara kadar TNF- sesudah perawatan dengan perbaikan klinis selama 5 hari perawatan Biomarker Perbaikan Klinis Ya Tidak 27 pg/ml 17 (56,7) 1 (3,3) TNF- (post) 0,128 > 27 pg/ml 8 (26,7) 4 (13,3) Keterangan: Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. P Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa secara deskriptif kadar TNFserum akhir pada sampel yang mengalami perbaikan klinis sebagian besar berada pada batas nilai normal. Pasien dengan kadar TNF- serum normal ( 27 pg/ml) sebagian besar yaitu 17 orang (56,7%) commit to mencapai user perbaikan klinis selama 5 hari

10 digilib.uns.ac.id 72 perawatan. Pasien dengan kadar TNF- serum di atas normal (> 27 pg/ml) sebagian besar yaitu 8 orang (26,7%) mencapai perbaikan klinis selama 5 hari perawatan, meskipun yang tidak mencapai perbaikan klinis juga cukup banyak yaitu 4 orang (13,3%). Batas nilai TNF-α diambil dari penelitian sebelumnya oleh Menendez dkk tahun 2012 tentang peningkatan aktivitas sitokin dan biomarker oleh mikroorganisme pada pneumonia komunitas. Korelasi antara kadar TNFserum dengan perbaikan klinis dinyatakan tidak signifikan secara statistik (p = 0,128); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kadar TNF- dengan perbaikan klinis selama 5 hari perawatan. B. PEMBAHASAN Pengobatan pneumonia terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif, namun dengan adanya pemberian kortikosteroid ternyata menunjukkan perbaikan pada sistem pernapasan, kekebalan tubuh, dan hemodinamik (Salluh, 2008). Kortikosteroid merupakan kelompok hormon steroid yang berperan pada banyak sistem fisiologis tubuh, misalnya respon stres, respon imun, pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah dan perilaku manusia (Suherman, 2005; Goldfen, 2005). Deksametason merupakan kortikosteroid kuat yang memiliki efek anti inflamasi dan anti alergi dengan pencegahan pelepasan histamin. Deksametason memiliki efek antiinflamasi dengan cara menghambat aktivitas NF-kB sehingga terjadi penurunan produksi sitokin proinflamasi. (Barnes, 2005; Meijvis commit et to al, user 2011). Pemberian kortikosteroid kurang

11 digilib.uns.ac.id 73 dari 30 hari dipertimbangkan sebagai terapi jangka pendek dan mempunyai efek samping cenderung tidak berat, meskipun begitu beberapa efek samping berat dapat timbul bila diberikan dalam dosis tinggi. Kortikosteroid dosis rendah akan lebih berperan menurunkan faktor proinflamasi, sedangkan pada dosis tinggi cenderung akan meningkatkan efek antiinflamasi. Penelitian meta-analisis prospektif mengevaluasi efek kortikosteroid dosis tinggi pada mortalitas pasien sepsis, hasilnya tidak ditemukan adanya perbaikan pada mortalitas. Pemberian kortikosteroid dosis rendah selama 7 hari masih memperlihatkan ekspresi NF-κβ yang jumlahnya secara bermakna lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol tanpa kortikosteroid, terutama pada hari pertama hingga hari kelima (Guntur, 2011). Boyles dan Rima menyatakan bahwa pengobatan penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut dengan kortikosteroid selama 5 hari tidak kurang efektif daripada pemberian kortikosteroid selama 1-2 minggu atau bahkan lebih lama. Pengobatan dengan kortikosteroid dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan mempersingkat waktu pemulihan, tetapi penggunaan jangka panjang dapat memperburuk keadaan pasien dan mortalitas yang lebih besar (Davies et al, 1999; Groenewegen et al, 2003; Boyles and Rima, 2014). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut maka kortikosteroid (deksametason) diberikan dalam dosis rendah (5 mg) dengan jangka waktu 5 hari. Penelitian ini diharapkan dapat menurunkan kadar TNF-α serum serta mempercepat perbaikan klinis penderita pneumonia. 1. Penurunan kadar TNF- serum setelah pemberian deksametason Berdasarkan data dasar subyek penelitian kadar TNF-α serum pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pemberian deksametason didapatkan penurunan rata-rata kadar TNF-α commit serum to user sebesar -4,12 23,09 (tabel 4.3);

12 digilib.uns.ac.id 74 sedangkan kadar TNF-α serum pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah perawatan didapatkan kenaikan sebesar 3,42 15,31 (tabel 4.4). Hal ini secara statistik tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan seperti pada kadar prokalsitonin serum dikarenakan penurunan kadar TNF-α serum yang tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian deksametason tidak terbukti berpengaruh dalam menurunkan kadar TNF- serum. Berbeda dengan penelitian Hilde yang menunjukkan bahwa pemberian terapi ajuvan deksametason dapat mengurangi konsentrasi IL-6, IL-8, TNF-α, dan MCP-1 secara signifikan dibandingkan dengan pemberian plasebo pada pasien dengan pneumonia komunitas (Hilde, 2012). Penelitian oleh Meijvis tentang pemberian terapi ajuvan baik deksametason maupun plasebo pada pasien nonimmunocompromised dengan pneumonia komunitas juga didapatkan hasil penurunan kadar sitokin dan kemokin yang signifikan pada pasien dengan pemberian deksametason dibandingkan dengan kelompok placebo (Meijvis et al, 2011). Gen inflamasi diaktifkan oleh rangsangan inflamasi seperti TNF-α, yang mengakibatkan aktivasi inhibitor I-kB kinase (IKK)-2, dan mengaktifkan faktor transkripsi NF-kβ. Pemberian deksametason akan menghambat kinerja NF-kβ sehingga akan menekan pelepasan sitokin proinflamasi, salah satunya yaitu TNFα. (Barnes, 2005). Penelitian ini didapatkan hasil yang kurang signifikan kemungkinan dikarenakan oleh waktu paruh TNF-α serum dalam darah. Menurut

13 digilib.uns.ac.id 75 penelitian Whang dkk, kadar TNF-α serum dalam darah akan mencapai kadar puncak pada 12 jam pertama setelah infeksi bakteri dan menurun dalam 24 jam (Whang et al, 2000). Pengambilan sampel pada penelitian ini mungkin dilakukan setelah kadar TNF-α mencapai puncak dan mulai menurun, sehingga pemberian deksametason menurunkan kadar TNF-α serum secara tidak signifikan. 2. Pengaruh pemberian deksametason terhadap peningkatan pencapaian perbaikan klinis Hasil penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan 15 sampel (100%) mengalami perbaikan klinis sedangkan pada kelompok kontrol dari 15 sampel hanya 10 sampel (66,7%) yang mengalami perbaikan klinis. Secara statistik perbedaan ini dinyatakan signifikan dengan nilai p = 0,042 (tabel 4.6). Hal ini membuktikan bahwa pemberian deksametason berpengaruh lebih baik dalam pencapaian perbaikan klinis. Deksametason memiliki efek anti inflamasi dan imunomodulator. Kortisol menghambat transkripsi pengkodean gen sitokin proinflamasi dengan cara menurunkan aktivitas NF-κβ, sebagai hasilnya kortikosteroid akan menghambat sintesis atau aksi sebagian besar sitokin proinflamasi (Guntur, 2011). Sitokin proinflamasi yaitu IL-1β dan TNF-α akan menimbulkan wasting syndrome dan kehilangan protein disebabkan adanya proteolitik dan katabolisme dari jaringan tubuh. Respon kardiovaskuler berupa vasodilatasi pembuluh darah tepi dan penurunan kemampuan kontraksi otot jantung. Akibatnya, akan terjadi gangguan perfusi jaringan yang ditandai kenaikan asam laktat dalam darah. Para klinisi

14 digilib.uns.ac.id 76 berpendapat laktat sangat mungkin untuk pengukuran metabolisme anaerobik dan hipoksi jaringan. Penekanan aktivitas NF-kβ oleh deksametason akan menekan pengeluaran sitokin proinflamasi, sehingga tekanan darah, cardiac output, delivery oxygen dapat membaik (Guntur, 2011). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Meijvis yang menyatakan bahwa pemberian deksametason secara intravena mempercepat perawatan di rumah sakit dibandingkan dengan pemberian plasebo pada pasien non-immunocompromised yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia komunitas (Meijvis et al, 2011). 3. Hubungan kadar TNF- serum dengan perbaikan klinis Hubungan antara kadar TNF- serum dengan perbaikan klinis dinyatakan tidak signifikan secara statistik, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kadar TNF- dengan perbaikan klinis selama 5 hari perawatan. Penulis belum menemukan penelitian yang sejenis untuk membandingkan hasil penelitian ini. Tumor necrosis factor-α merupakan salah satu sitokin proinflamasi mayor yang mengaktivasi sistem imun dan berperan dalam respon inflamasi akut (Moldoveanu et al, 2009). Invasi bakteri pneumonia dikenali oleh TLR yang kemudian akan menginisiasi sinyal transduksi ke nukleus melalui aktivasi NF-қB sehingga terjadi pelepasan sitokin proinflamasi salah satunya yaitu TNF-α. Kadar TNF-α meningkat pada pasien pneumonia (Martinez et al, 2011; Moldoveanu et al, 2009; Greene, 2002). Teori tersebut kurang sesuai dengan hasil penelitian ini dimana jika berdasarkan batas dasar kadar TNF-α serum (27 pg/ml) pada

15 digilib.uns.ac.id 77 penelitian sebelumnya oleh Menendez, kadar TNF-α serum pada penelitian ini tidak berhubungan dengan perbaikan klinis. Hal ini kemungkinan dikarenakan waktu paruh TNF-α yang mencapai puncak pada 12 jam setelah infeksi berlangsung dan menurun setelahnya (Menendez et al, 2012; Whang et al, 2000). C. KETERBATASAN Penelitian ini tidak dapat mengendalikan keadaan pasien yang memiliki penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi kadar TNF-α serum, serta waktu pengambilan sampel yang mungkin dilakukan setelah kadar TNF-α mencapai puncak dan mulai menurun, sehingga pemberian deksametason menurunkan kadar TNF-α serum secara tidak signifikan. Secara patogenesis pemberian deksametason selama 5 hari dapat dijelaskan bahwa deksametason menghambat laju aktivitas NF-κβ untuk memproduksi sitokin proinflamasi. Sitokin proinflamasi yang berlebihan mengakibatkan kerusakan jaringan normal yang luas. Hasil penelitian menunjukkan TNF-α serum berhubungan dengan perbaikan klinis pada pneumonia. Terdapat 2 hal yang dapat disampaikan yaitu peran pemberian deksametason selama 5 hari dengan dosis 5 mg menurunkan kadar TNF-α serum dan berhubungan dengan perbaikan klinis pada pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dilakukan pada penderita PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan RSUD Ario Wirawan Salatiga pada tanggal 18 Maret sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental. 61 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL. Selama penelitian diambil sampel sebanyak 50 pasien

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi 29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain quasi experimental studies dengan pendekatan pre test dan post test pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized controlled trial untuk melihat penurunan kadar interleukin-6 setelah pemberian cairan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c-

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c- BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil peneltian 5.1.1 Proses Analisis Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Super Oxide Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar

BAB V HASIL PENELITIAN. ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar BAB V HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian eksperimental untuk menganalisis efektivitas ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar sitokin IFN- γ pada penderita

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 37 BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi

BAB V HASIL PENELITIAN. Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi dan frekuensi berdasarkan nilai mean dan persentase penelitian untuk dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara BAB V HASIL Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara random dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 6 ekor kelinci. Enam ekor kelinci yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara BAB V HASIL Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara random dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 6 ekor kelinci. Enam ekor kelinci dilakukan abrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara BAB V HASIL Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara random dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 6 ekor kelinci. Enam ekor kelinci yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6 BAB 4 HASIL 4.1. Data Umum Pada data umum akan ditampilkan data usia, lama menjalani hemodialisis, dan jenis kelamin pasien. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Demogragis dan Lama

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Uji Statistik

Lampiran 1. Hasil Uji Statistik Lampiran 1 Hasil Uji Statistik Analisis data tabel 4.3 perbandingan penderita tuberkulosis paru dan bukan penderita tuberkulosis menggunakan uji t tidak berpasangan (Independent t test) dengan program

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan 79 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan September 2010 sampai dengan bulan Februari 2011 di Poli Rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi 43 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi sampel adalah pasien HIV dengan terapi ARV >6 bulan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik No.140-142 Medan, Sumatera Utara. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Poltekkes YRSU Dr.Rusdi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai Identifikasi Permasalahan Dosis dan Terapi Obat pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap Pengguna Askes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Bedah. 3.1.2 Ruang Lingkup Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Poliklinik THT-KL RSUD Karanganyar, Poliklinik THT-KL RSUD Boyolali.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif B. Tempat dan Waku Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota BAB V HASIL PENELITIAN Jumlah sampel pada penelitian ini setelah melewati kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 70 subyek yang terdiri dari kelompok suplementasi dan kelompok tanpa suplementasi.

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan 43 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan dependen akan dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit Jumlah total leukosit sebelum diberikan perlakuan pada kelompok kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN. Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta. 1. Populasisasaran:Pasien DM tipe 2.

BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN. Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta. 1. Populasisasaran:Pasien DM tipe 2. BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode Randomized Double Blind Controlled Trial. 4.. Tempat Bagian Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap integritas tubuh dan jiwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan derajat suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan perlakuan kompres

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan randomisasi (Randomized Control Trial/ RCT), double blind. B. Tempat Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan jenis New Zealand

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan jenis New Zealand BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan jenis New Zealand berusia 8-12 minggu dengan berat badan 2500-3000 gram. Kemudian dilakukan adaptasi selama satu minggu, serta diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan epidemiologi klinik. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. menjadi 2 kelompok, yaitu 16 orang sebagai kelompok kontrol dan kelompok

BAB IV METODE PENELITIAN. menjadi 2 kelompok, yaitu 16 orang sebagai kelompok kontrol dan kelompok BAB IV METODE PENELITIAN 4. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian Eksperimental dengan metode Prepostest Control Group Design. Pada subyek kelompok penelitian ditentukan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan observasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan non randomisasi.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan non randomisasi. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan non randomisasi. B. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu. Angka kejadian persalinan preterm secara global sekitar 9,6%. Insidensi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Karakteristik Responden a. Karakteristik Responden Tabel 6 memperlihatkan data karakteristik responden dan hasil uji homogenitas responden berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita

BAB V HASIL PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita 44 BAB V HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita xerostomia yang berusia lanjut sebagai sampel, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok musik klasik barat

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi 88 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi obat anti epilepsi fenitoin yang terdiri dari 20 pasien dalam kelompok kasus dan 20 pasien sebagai kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. 35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

Bagan 5. Consolidated report penelitian

Bagan 5. Consolidated report penelitian BAB 5 HASIL DAN BAHASAN V.1 Hasil Penelitian Total (n = 90) Random alokasi Dutasteride 0,5 mg + 1 kapsul teh hijau (P3) (n = 23) Dutasteride 0,5 mg + placebo (P1) (n = 23) 1 kapsul teh hijau + placebo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan suatu observasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain uji double blind, randomized controlled clinical trial. 3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Partisipan Penelitian Partisipan pada penelitian ini yaitu para lanjut usia (lansia) yang ada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci