PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DISERTAI MEDIA GAMBAR TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 30 PADANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Cyntia Oktariza 1, Rina Widiana 2, Liza Yulia Sari 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat cyntiaoktariza.co@gmail.com ABSTRACT This research are based on several problems, such as, interest in biology of students is still low, in group discussion only smart students are active and learning process still focused to the teacher. This problem has an impact on students biology learning outcomes, one of them in the additive material in food. The purpose of this stud to determine the application ofdiscovery learning model using an image as a media on the results of biology lesson for students class VIII in Junior High School 30 Padang Year 2016/2017. This research type is experiment with Randomized Control Group Posttest Only Design research design. The Population of study is all student class VIII, sampling using Purposive Sampling technique obtained experimental class VIII5and control class VIII4. The mean value for all experimental class domain are higher than the control class. Hypothesis tests showes that the application of discovery learning model use an image as a media can t improve the students biology learning outcomes ofthe cognitive, affective and psychomotor aspects of grade VIII students at Junior High School 30 Padang in 2016/2017. Keywords:The Result of Biology Learning, Attitude and Psychomotor Learning PENDAHULUAN Pembelajaranmengandungarti setiap kegiatan yang dirancang untuk membuat seseorang mempelajari kemampuan atau nilai yang baru. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebaga ipendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Sagala,2010:61). Berdasarkanhasilwawancarap enulisdengan 4 guru mata pelajaran IPA kelas VIII di SMP Negeri 30 Padang pada bulan Januari 2017 didapatkan informasi bahwa, minat belajar biologi siswa masih rendah. Saat proses pembelajaran dalam diskusi kelompok siswa yang aktif hanya siswa yang pintar saja dan siswa yang sering mengajukan per- 1
tanyaan di kelas juga masih siswa yang sama. Sementara siswa yang lain hanya menerima saja. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru. Saat pembelajaran guru sudah menggunakan metode diskusi dan tanya jawab serta media berupa charta, torso, papan tulisdan LKS. Guru belum pernah menggunakan model pembelajaran kooperatif. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa, salah satunya pada materi zat aditif dalam makanan. Berikut rata-rata hasil belajar siswa pada materi zat aditif dalam makanan kelas VIII pada tahun pelajaran 2015/2016 yakni VIII.1 (89,96) VIII.2 (78,60) VIII.3 (84,43) VIII.4 (69,76) VIII.5 (61,82) VIII.6 (53,65) VIII.7 (83,81) dan VIII.8 (60,94). Berdasarkan rata-rata hasil belajar tersebut masih ada yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) materi zat aditif dalam makanan yaitu 80. Materi zat aditif dalam makanan merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa.tetapi, siswa masih sulit untuk mendeskripsikan dan mencaritahu sendiri sifat dan pengaruh zat kimia dalam makanan, serta mengidentifikasi fungsi zat kimia dalam makanan karena siswa masih cenderung menerima saja dalam pembelajaran dan tidak ikut aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, maka penulis memberikan salah satu solusi yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakanyaitu model pembelajaran discovery learning. Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran penemuan. Menurut Hosnan(2014:282) model pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dalam mengaplikasikan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa 2
sesuai dengan tujuan (Sadirman, 2005 dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:62). Kelebihan model pembelajaran discovery learning yaitu siswa dapat mengingat lebih lama yang diperoleh saat pembelajaran karena pembelajaran discovery learning membuat siswa untuk berpikir, mencoba, menemukan dan menyelidiki sendiri permasalahan yang terdapat dalam materi. Untuk mempermudah mempelajari materi zat aditif dalam makanan, penulis menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang dapat membantu proses pembelajaran agar lebih menarik. Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran ini, yaitu media gambar. Media gambar merupakan media yang umum digunakan untuk berbagai macam kegiatan pembelajaran. Gambar yang baik bukan hanya dapat menyampaikan saja tetapi data digunakan untuk melatih keterampilan berfikir serta dapat mengembangkan kemampuan imajinasi siswa. Misalkan diberikan kepada siswa sebuah gambar, kemudian mereka disuruh untuk menceritakan kejadian yang Nampak pada gambar sesuai dengan persepsi Sanjaya (2012:166). METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei semester II Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis Penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Randomized Control Group Only Design. Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang terdaftar pada tahun pelajaran 2016/2017 di SMPN 30 Padang yang terdiri atas 8 kelas, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan diperoleh VIII4 sebagai kelas kontrol dan VIII5 sebagai kelas eksperimen. Instrumen penilaian yang digunakan pada ranah kognitif berupa soal pilihan ganda, ranah afektif berupa lembar observasi oleh observer. Ranah psikomotor berupa penilaian produk. Uji hipotesis 3
menggunakan uji-t (Sudjana,2005: 239). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ranah Kognitif Hasil penilaian tes akhir siswa kelas sampel dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Histogram Rata-rata Nilai Kognitif Kelas Sampel Setelah dilakukan uji hipotesis didapatkan Thitung= 1,42 dan Ttabel= 1,67 dan Thitung < Ttabel yang berarti hipotesis ditolak. Berdasarkan data penilaian kognitif yang telah diperoleh rata-rata nilai kelas eksperimen (59,22) lebih tinggi dari kelas kontrol (53,58). Tingginya ratarata nilai kelas eksperimen karena dalam proses pembelajaran menerapkan model pembelajaran discovery learning sehingga siswa dituntut lebih aktif, terbiasa untuk mencari tahu sendiri dan berpikir sendiri untuk merumuskan hipotesis dari gambar yang mereka amati. Hal ini sesuai dengan pendapat Dalyono(1996:42) dalam metode discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan- kesimpulan. Hal tersebut memungkinkan siswa menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka. Hasil penilaian kognitif dilihat dari segi ketuntasan untuk kelas eksperimen, jumlah siswa yang mengikuti tes akhir sebanyak 34 siswa yang mencapai KKM sebanyak 6 siswa (17,65%) dan siswa yang tidak mencapai KKM sebanyak 28 siswa (82,35%). Sementara, untuk kelas kontrol siswa yang mengikuti tes akhir sebanyak 33 siswa yang mencapai KKM sebanyak 3 siswa (9,09%) dan siswa yang tidak mencapai KKM sebanyak 30 siswa (90,91%). Tingginya persentase 4
ketuntasan kelas eksperimen dari kelas kontrol dikarenakan saat menerapkan pembelajaran siswa memahami materi yang dipelajari karena menerapkan pembelajaran discovery learning dimana siswa harus berpikir secara mandiri, mencari tahu sendiri, dan mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Karena materi yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan seharihari jadi siswa tidak terlalu sulit untuk mencari tahu sendiri. Saat pembelajaran masih ada siswa yang hanya diam saja, menunggu jawaban dari temannya, dan tidak ikut aktif dalam proses pembelajaran, hal ini berdampak pada nilai kognitif siswa tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:64) metode discovery learning memungkinkan siswa berkembang dengan cepat sesuai kemampuannya sendiri. 2. Ranah Afektif Hasil pencapaian setiap indikator ranah afektif (%) disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Persentase Pencapain Masing- masing Indikator ranah Afektif Setelah dilakukan uji hipotesis didapatkan Thitung= -0,33 dan Ttabel= 1,70 dan Thitung < Ttabel yang berarti hipotesis ditolak. Ratarata nilai afektif kelas eksperimen (69,46) lebih tinggi dari kelas kontrol (63,76). Rendahnya rata-rata nilai kelas kontrol karena pada kelas kontrol masih menggunakan model pembelajaran konvensional, pembelajaran masih berpusat pada satu arah sehingga pembelajaran jadi monoton dan pembelajaran menjadi tidak terarah. Dalam diskusi kelompok masih banyak siswa yang kurang menghargai pendapat teman saat mempresentasikan hasil diskusinya dan masih banyak yang keluar masuk kelas saat diskusi berlangsung. Hal ini sependapat dengan Mulyasa dkk. (2016: 184) minat 5
(interest), yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sehingga, minat dapat memengaruhi pencapaian hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu. Persentase indikator disiplin pada kelas eksperimen (77,85) lebih tinggi dari kelas kontrol (72,25). Pada indikator ini siwa dituntut untuk mengikuti setiap langkah kegiatan belajar dan mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jika siswa tidak mengikuti kegiatan sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan maka, siswa tidak dapat menyelesaikan kegiatannya dengan tepat waktu. Menurut Latisma (2010: 192) hasil afektif akan tampak pada peserta didik dalam bertingkah laku seperti perhatiannya terhadap materi pelajaran, kedisiplinannya dalam mengikuti proses pembelajaran, motivasi yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai materi pelajaran, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap pendidik dan sebagainya. Tingginya persentase kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol karena setiap siswa mengikuti setiap langkah-langkah kegiatan pembelajaran menerapkan discovery learning. Apabila siswa tidak mengikuti sesuai langkah-langkah maka siswa tidak dapat menyelesaikan kegiatan dengan tepat waktu, sehingga tidak dapat mencapai hasil yang baik. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013: 62) kelebihan metode discovery learning memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri dan menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. Sementara itu, rendahnya persentase kelas kontrol karena masih banyak siswa yang tidak mengikuti setiap langkah-langkah kegiatan belajar dengan baik, siswa hanya mengerjakan tugas yang di minta guru karena takut dengan gurunya saja, sehingga tugas yang dibuat tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyasa dkk. (2016:184) hasil belajar juga dipengaruhi oleh waktu (time) dan kesempatan (engagement). Waktu dan kesempat- 6
an yang dimiliki setiap individu berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap perbedaan kemampuan dan hasil belajar. Pada indikator peduli siswa dituntut untuk mendengarkan kelompok yang sedang presentasi, tidak keluar masuk kelas saat belajar, dan ikut mengemukakan pendapat saat proses pembelajaran. Persentase indikator kelas eksperimen (66,43) lebih tinggi dari kelas kontrol (56,08). Tingginya persentase pada kelas eksperimen karena pembelajaran menerapkan model discovery learning disertai media gambar. Saat pembelajaran guru telah menyediakan bahan ajar namun belum dalam bentuk utuh kepada siswa. Selama kegiatan belajar siswa mendengarkan kelompok lain yang sedang presentasi dan sudah ada yang berani untuk mengemukakan pedapatnya sendiri, namun masih ada beberapa siswa yang keluar masuk kelas saat pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Daryanto (2009:63) menciptakan hubungan baik antara siswa dengan siswa sangat diperlukan agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa. Pada kelas kontrol rendahnya persentase karena masih banyak siswa yang keluar masuk kelas saat pembelajaran, tidak mendengarkan kelompok lain presentasi dan malumalu atau tidak berani me-ngemukakan pendapatnya sendiri. Selama pembelajaran berlangsung guru sering memberikan motivasi agar siswa berani untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak berani atau ragu-ragunya siswa dalam mengemukakan pendapat karena kebiasaan siswa yang hanya menerima pelajaran dari guru tanpa mencari tahu sendiri informasi dari bukubuku sumber. Hal ini sependapat dengan Surya (1981:62 dalam Mulyasa, dkk. 2016: 187) kesiapan dapat diartikan sebagai sejumlah pola-pola respons atau kecakapan tertentu yang diperlukan untuk suatu tindakan. Pada dasarnya kesiapan merupakan kapasitas fisik maupun mental untuk belajar disertai harapan keterampilan yang dimiliki dan latar belakang untuk mengerjakan sesuatu. Pada aspek bekerja sama dituntut untuk bekerjasama dalam 7
mengamati gambar yang disediakan guru, tidak menyalin hasil pengamatan kelompok lain dan mampu menunjukkan hasil terbaik. Persentase per indikator pada kelas eksperimen (63,45) lebih tinggi dari kelas kontrol (62,45). Tingginya persentase kelas eksperimen karena saat pembelajaran masing-masing siswa diberikan media gambar dalam pembelajaran menggunakan model discovery learning dalam pembelajaran masing-masing siswa dituntut untuk mencari tahu sendiri dan berpikir sendiri dalam pembelajaran. Siswa ikut bekerja sama dalam mengamati gambar saat diskusi dan tidak menyalin hasil pengamatannya dari teman kelompok. Namun ada juga siswa yang hanya menyalin hasil pengamatan teman kelompok. Hal ini sependapat dengan Sadiman dkk. (2011:31) gambar/foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman. Pada kelas kontrol rendahnya persentase karena masih ada siswa yang bekerja sama dengan kelompok lain dalam mengamati gambar saat diskusi, hal ini sepatutnya tidak dilakukan karena lebih baik mereka bekerja sama dengan kelompok mereka sendiri agar dapat mencapai hasil yang baik. Saat diskusi banyak siswa yang menyalin dan menerima hasil dari teman kelompoknya sendiri dan tidak ikut bekerjasama dengan teman kelompoknya. Hal ini sesuai pendapat Kunandar(2013:100) sikap menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak me-miliki minat pada suatu pelajaran tentu sulit untuk mencapai keber-hasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. 3. Ranah Psikomotor Hasil Pencapaian setiap indikator ranah psikomotor (%) disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Persentase Pencapaian Masing-masing Indikator Ranah Psikomotor 8
Setelah dilakukan uji hipotesis didapatkan Thitung= 0,4 dan Ttabel= 1,70 dan Thitung < Ttabel yang berarti hipotesis ditolak. Rata-rata nilai psikomotor kelas eksperimen (79,73) lebih tinggi dari kelas kontrol(68,95). Tingginya rata-rata nilai kelas eksperimen karena selama pembelajaran menerapkan model pembelajaran discovery learning, siswa mengikuti langkah-langkah kegiatan pembelajaran sesuai dengan tahapannya sehingga laporan yang dibuat banyak yang mewakili tujuan pembelajaran dan topik yang dipelajari. Sejalan dengan pendapat Mulyasa dkk. (2016: 127) penggunaan discovery learning ditujukan untuk mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan lebih kreatif, serta mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Pada proses pembelajaran kedua kelas sampel diberikan tugas untuk membuat laporan sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Pada indikator ini, siswa dituntut untuk membuat laporan lengkap, isi atau ringkasan sesuai dengan topik, tujuan, dan mewakili materi topik dan tujuan tersebut. Persentase indikator kelas eksperimen (67,05) lebih tinggi dari kelas kontrol (41,31). Tingginya persentase kelas eksperimen dari kelas kontrol karena siswa membuat laporan diskusi dengan dibantu oleh media gambar yang sudah disediakan oleh guru. Media gambar yang sudah disediakan kemudian diamati siswa sesuai langkah-langkah dalam pembelajaran menggunakan model discovery learning, siswa yang membuat laporan sudah ada yang mewakili topik dan tujuan pembelajaran yang dipelajari. Hal ini dikarenakan, masih banyak siswa yang aktif dalam mengamati dan menganalisis gambar, serta memikirkan pernyataan atau dugaan dari gambar yang mereka amati. Sejalan dengan pendapat Mulyasa dkk. (2016: 127) penggunaan discovery learning ditujukan untuk mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan lebih kreatif, serta mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Serta dalam penulisan laporan siswa juga memerhatikan tulisan yang dibuat. Tulisan yang dibuat siswa yang di nilai rapi, bersih dan 9
jelas. Persentase indikator kelas eksperimen (82,58) lebih tinggi dari kelas kontrol (43,12). Tingginya persentase kelas eksperimen dari kelas kontrol karena selama pembelajaran siswa mengikuti kegiatan sesuai dengan langkah-langkah, menyusun laporan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan banyak siswa yang membuat laporan dengan rapi, bersih, dan jelas agar tulisan pada laporan dapat dibaca dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa dkk. (2016:184) Berhasil atau tidaknya peserta didik belajar sebagian besar terletak pada usaha dan kegiatannya sendiri, disamping faktor kemauan, minat, ketekunan, tekad untuk sukses, dan cita-cita tinggi yang mendukung setiap usaha dan kegiatannya. Berdasarkan tiga ranah yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning disertai media gambar tidak dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah berdistribusi normal dan homogen, setelah dilakukan uji hipotesis ketiga ranah didapatkan bahwa T hitung< T tabel berarti hipotesis ditolak. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning disertai media gambar tidak dapat meningkatkan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor siswa kelas VIII SMPN 30 Padang Tahun Pelajaran 2016/2017. DAFTAR PUSTAKA Arief S.S., R.Rahardjo.,Anung.H., danrahardhito.2012. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dalyono,M.1996. Pendidikan. Rineka Cipta. Psikologi Semarang: Daryanto.2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Modelmodel Pembelajaran Kurikulum 2013. Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Rajawali Press. Latisma. 2010. Evaluasi Pendidikan. Padang: UNP Press Mulyasa, E., Dadang Iskandar., Wiwik Dyah Aryani. 2016. 10
Revolusi dan Inovasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran (Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar).Bandung: Alfabeta. Sanjaya,W. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Media Group. Sudjana. 2005. Metoda Penelitian. Bandung: Tarsito. 11