BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENELITIAN PENDAHULU Jennifer Mary Campbell dari The University of Edinburg, dalam penilitiannya yang berjudul Safety Hazard and Risk Identification and Management In Infrastructure Management, tahun 2008. Melakukan identifikasi bahaya dan mengelola risiko dalam Infrasstructure Management terkhusus pada tools. Tujuan dilakukan penelitian tersebut adalah untuk melakukan perbaikan safety secara terus menerus. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah bahwa metode tersebut dapat dengan baik digunakan untuk melakukan identifikasi faktor safety berhubungan dengan tools dan perilaku penggunanya. Sehingga dari hasil kekurangan tersebut terdapat kesimpulan untuk dilakukan perbaikan. Pada jurnal Construction Engineering & Management tahun 2006 oleh Gregory Carter dan Simon D. Smith dengan judul Safety Hazard Identification On Construction Project. Identifikasi bahaya yang dilakukan pada U.K Construction Projects terkait dengan pengukuran tingkat bahaya pada Nuclear Industry dan Railway Industry. Cara penggunaan metode tersebut yaitu dengan memberikan level-level tertentu sesuai dengan standar yang dimiliki. Penentuan 6
7 level diperoleh dengan antara kombinasi nilai hasil identifikasi dan assessment dibagi dengan total jumlah hazard (bahaya). Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah level dari hazard jauh dari ideal. Hasil tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan untuk melakukan pengembangan dan perbaikan untuk meningkatkan level hazard menjadi ideal. 2.2 MANAJEMEN RISIKO Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian manajemen adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan pengertian risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Menurut Mamduh M. Hanafi dalam bukunya berjudul Manajemen Risiko mengeartikan bahwa manajemen risiko adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang dihadapi oleh organisasi secara komprehensif untuktujuan meningkatkan nilai perusahaan. Pada dunia penerbangan, manajemen risiko terdiri dari 3 kegiatan utama, yaitu identifikasi, analisis dan mitigasi risiko yang terkait dengan operasi organisasi. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan alokasi sumber daya dalam menangani semua risiko dan memastikan bahwa pengendalian risiko dan mitigasi yang layak dilakukan pada suatu tempat kerja. Manajemen risiko adalah komponen kunci dari sistem manajemen keselamatan. Ini adalah pendekatan data kemudian diberikan prioritas penilaian, berdasarkan hal tersebut kemudian dilakukan mitigasi sesuai dengan indeks risikonya. Pada kondisi tertentu proses review dapat dilakukan setiap saat bila diperlukan.
8 Identifikasi bahaya di Peralatan, Prosedur, Organisasi, Dll IDENTIFIKASI BAHAYA Menganalisis kemungkinan dari terjadinya peristiwa konsekuensi (PROBABILITAS) ANALISA RISIKO Mengevaluasi konsekuensi tingkat keparahan jika terjadi (SEVERITAS) Apakah nilai risiko dapat diterima dalam kriteria kinerja keselamatan organisasi? PENILAIAN RISIKO Yes Menerima risiko No Mengambil tindakan untuk mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima MITIGASI RISIKO Gambar 2.1 Flow Process Manajemen Risiko 2.3 IDENTIFIKASI BAHAYA Identifikasi berarti tanda kenal diri dan bahaya adalah sesuatu hal yang mungkin mendatangkan kecelakaan. Penggabungan dari kedua kata tersebut dapat diartikan bahwa identifikasi bahaya adalah suatu proses untuk mengenali sesuatu hal yang dapat menyebabkan kecelakaan. Proses identifikasi bahaya digunakan oleh PT GMF AeroAsia untuk dapat mengurangi akan adanya kecelakaan pada saat melakukan pekerjaan perawatan pesawat. Berdasarkan identifikasi bahaya tersebut kemudian perusahaan menyadari kecelakaaan kerja adalah sebuah risikodan risiko tidak dapat sepenuhnya dieliminasi sehingga diperlukan
9 pelaksanaan proses manajemen risiko dan membuat program manajemen keselamatan yang efektif. Identifikasi bahaya adalah bagian dari proses manajemen risiko. Identifikasi bahaya adalah proses di mana bahaya organisasi diidentifikasi dan dikelola sehingga keselamatan yang tidak terganggu. PT GMF AeroAsia memanfaatkan berbagai kegiatan keselamatan untuk mengidentifikasi bahaya yang dapat membahayakan bagian dari operasi. Ruang lingkup untuk bahaya di PT GMF AeroAsia mungkin terkait namun tidak terbatas pada: Faktor Desain, seperti peralatan dan desain tugas Prosedur dan praktik operasi, seperti dokumentasi dan daftar periksa Komunikasi, seperti kemampuan bahasa dan terminologi Faktor Organisasi, seperti kebijakan perusahaan untuk perekrutan, pelatihan, remunerasi, dan alokasi sumber daya Faktor Lingkungan kerja, seperti kebisingan ambien dan getaran, suhu, pencahayaan, peralatan pelindung dan pakaian Pertahanan, seperti deteksi dan sistem peringatan, dan sejauh mana peralatan yang tahan terhadap kesalahan dan kegagalan Faktor manusia, seperti kondisi medis, irama sirkadian dan keterbatasan fisik Faktor Regulatory, seperti penerapan peraturan dan sertifikasi peralatan, personil dan prosedur. Perubahan, seperti perubahan personil, lokasi fasilitas, organisasi, daftar kemampuan, shift kerja dan prosedur handover dan prosedur lainnya, perlengkapan dan peralatan.
10 Bahaya dapat diidentifikasi dari proses reaktif, proaktif dan prediktif. Ini termasuk sistem pelaporan sukarela, audit dan survei, laporan kecelakaan atau insiden. Proses identifikasi bahaya dan pelaporan dapat dilakukan oleh setiap karyawan. Ini dapat dilakukan melalui proses formal maupuninformal.identifikasi bahaya dapat dilakukan setiap saat serta di bawah kondisi tertentu yang meliputi: Bila ada kegiatan yang terkait dengan keselamatan atau pelanggaran Bila ada hasil pemeriksaan yang tidak normal Ketika terdapat perubahan operasional yang telah direncanakan Sebelum sebuah proyek baru, peralatan utama ataufasilitas baru Selama periode perubahan organisasi yang signifikan Secara umum, terdapat tiga langkah identifikasi bahaya dan proyeksirisiko: Menyatakan bahaya, misalnya bahaya pada mesin pesawat yang beroperasi Mengidentifikasi komponen tertentu dari bahaya tersebut, misalnya daya hisap mesin pesawat Proyek risiko tertentuyang terkait dengan setiap adanya bahaya, misalnya menelan benda asing (personil, job card, dll) 2.4 PENILAIAN RISIKO Dinas yang melakukan penilaian risiko pada area kerja di PT GMF AeroAsia adalah Dinas Quality Assurance & Safety bersama dengan Safety Action Group dari dinas bersangkutan setelah menerima laporan dari setiap karyawan. Sebelum melakukan penilaian risiko harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu untuk menentukan apakah laporan tersebut dapat diidentifikasi sebagai bahaya dan
11 apakah perlu dinilai. Tingkat risiko yang dapat diterima didasarkan pada penggunaan matriks indek risiko dan kriteria penerimaan yang sesuai dengan menilai probabilitas risiko dan tingkat keparahan. 2.4.1 PROBABILITAS Probabilitas merupakan cabang dari ilmu matematika yang dipergunakan dan yang mempelajari tentang tingkah laku dari faktor untung-untungan (Ahmad Fauzy, 2008). adalah suatu ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa (event) akan terjadi di masa mendatang. Probabilitas dinyatakan antara 0 sampai 1 atau dalam persentase. Perhitungan probabilitassuatu kejadian (p) dapat dilakukan dengan cara mencari banyaknya anggota kejadian (x), dibandingkan dengan banyaknya anggota ruang sampelnya (n) atau dirumuskan dengan p = x / n(nana Kartika, 2010). Probabilitas risiko adalah kemungkinan situasi bahaya yang mungkin terjadi. Terdapat beberapa pertanyaan tertentu dapat digunakan untuk memandu penilaian probabilitas, seperti: Apakah ada riwayat kejadian seperti yang sedang dinilai, atau terjadinya peristiwa yang terisolasi? Apakah ada peralatan lainnya, atau sejenis komponen mungkin memiliki cacat serupa? Berapakah jumlah operasi atau pemeliharaan yang personil harus ikuti sesuai prosedur? Seberapa sering peralatan atau prosedur tersebut digunakan?
12 Apakah ada aspek organisasi, manajemen atau peraturan implikasi yang mungkin menghasilkan ancaman yang lebih besar untuk keselamatan publik? Probabilitas risiko didefinisikan sebagai berikut: Tabel 2.1 Tingkat Kemungkinan Tingkat Kemungkinan (Probabilitas) Definisi Kualitatif Pengertian Nilai Frequent Kemungkinan terjadi berkali-kali (telah terjadi sering) 1 (satu) kejadian per bulan 5 Kemungkinan terjadi berkali-kali (telah terjadi dalam Occasional sering) 4 1 (satu) kejadian per 3 (tiga) bulan Tidak mungkin, tapi mungkinterjadi (telah terjadi Remote jarang) 3 1 (satu) kejadian per 6 (enam) bulan Sangat tidak mungkin terjadi (tidak diketahui telah Improbable terjadi) 2 1 (satu) kejadian per 9 (sembilan) bulan Extremely Improbable Hampir tak terbayangkan bahwa peristiwa tersebut akan terjadi Tidak ada kejadian dalam satu tahun 1
13 2.4.2 TINGKAT KEPARAHAN Tingkat keparahan merupakan ukuran kemungkinan konsekuensi dari situasi bahaya, mengambil sebagai referensi situasi mendatang terburuk. Keparahan dapat didefinisikan dalam hal properti, kesehatan, keuangan, pertanggungjawaban, orang, lingkungan, citra perusahaan, atau kepercayaan publik. Pertanyaanpertanyaan tertentu dapat digunakan untuk memandu penilaian keparahan risiko, seperti: Berapa banyak risiko terhadap nyawa seseorang (misalnya karyawan, penumpang, pengamat, masyarakat umum)? Apakah ada dampak lingkungan (misalnya tumpahan bahan bakar atau produk berbahaya lainnya, gangguan fisik habitat alam)? Apakah ada keparahan properti, kerusakan keuangan (misalnya penurunan aset langsung, kerusakan infrastruktur penerbangan, kerusakan pihak ketiga, dampak keuangan dan dampak ekonomi bagi negara)? Apakah berdampak pada kerusakan reputasi organisasi? Keparahan risiko didefinisikan sebagai berikut:
14 Definisi Penerbangan Catastrophic Hazardous Tabel 2.2 Tingkat Keparahan Tingkat Keparahan (Severity) Pengertian Beberapa korban jiwa Kehilangan artikel Kehilangan persetujuan perusahaan, izin atau sertifikat yang mengakibatkan penghentian semua operasi Beberapa kerusakan pesawat mengakibatkan gangguan jaringan serius dari semua operasi BER (Beyond Economical Repair)> 65% dari nilai aset Penurunan besar dalam margin keamanan, tekanan fisik atau beban kerja sehingga operator tidak dapat diandalkan untuk melakukan tugas-tugas mereka secara akurat atau benar-benar. Kerusakan Artikel utama Satu kematian Cedera serius yang mengakibatkan rawat inap Praktis marjin ada keselamatan operasi kiri Tekanan fisik / beban kerja tinggi mempengaruhi akurasi dan penyelesaian tugas Kerusakan keluar dari batas dan tidak diakui sebelum penerbangan Kehilangan persetujuan perusahaan, izin atau sertifikat Nilai A B
15 Major Minor yang mengakibatkan suspensi bagian dari operasi Biaya perbaikan 50% atau 65% dari nilai aset Sebuah penurunan yang signifikan dalam margin keamanan, penurunan kemampuan operator untuk mengatasi kondisi operasi yang merugikan sebagai akibat dari peningkatan beban kerja Cedera / sakit sehingga tidak adanya tidak memerlukan rawat inap Besarnya pengurangan dan operasional dalam safety margin Kerusakan dalam ambang batasdan tidak ada yang diakui sebelum penerbangan Pelanggaran utama dari kebijakan perusahaan atau persyaratan perusahaan tanpa dampak langsung pada persetujuan, sertifikat, izin dengan efek negatif yang signifikan pada kemampuan untuk mengelola operasi Sikap otoritas regulasi terhadap perusahaan telah berdampak negatif Biaya perbaikan > 10% atau <50% dari nilai aset Gangguan, Keterbatasan operasi, penggunaan prosedur alternatif, atau insiden kecil Cedera minor tidak mengakibatkan absen Keterbatasan Operasi C D
16 Negligible Tidak menggunakan prosedur dengan benar Ditemukannya kerusakan tepat waktu Pelanggaran utama dari kebijakan perusahaan atau persyaratan perusahaan tanpa dampak langsung pada persetujuan, sertifikat, izin dengan efek negatif yang signifikan pada kemampuan untuk mengelola operasi Jatuh di bawah industri tak terduga "Standard Praktis" Delay Pesawat <1 (satu) jam Biaya repair 10% dari nilai asset Konsekuensi Sedikit Tidak ada cedera Tidak ada efek negatif terhadap keselamatan operasional Tidak ada pelanggaran persyaratan perusahaan Tidak ada dampak pada persetujuan atau izin Tidak ada keterlambatan akibat kerusakan E 2.4.3 INDEK RISIKO Setelah nilai probabilitas risiko dan severitas risiko ditentukan, mereka akan (bersama-sama) merupakan "Indek Risiko" untuk kejadian itu. Indeks risiko dijelaskan dalam matriks di bawah ini:
17 Tabel 2.3 Indek Risiko Indek Risiko Tindakan yang diperlukan Tidak dapat diterima dalam situasi yang ada 5A, 5B,5C, 4A, 4B, 3A HIGH Jangan mengizinkan operasi apapun sampai tindakan pengendalian yang memadai telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima 5D, 5E, 4C, 3B, 3C, 2A, 2B MEDIUM - HIGH 4D, 4E, 3D, 2C, 1A, 1B MEDIUM - LOW 3E, 2D, 2E, 1C, 1D, 1E LOW Perhatian dan persetujuan tindakan pengendalian risiko / mitigasi yang diperlukan Manajemen Diterima setelah meninjau operasi Diterima
18 2.5 MITIGASI RISIKO Mitigasi berasal dari bahasa Inggris, mitigation adalah making something less harmful, unpleasant, or bad (Cambridge Dictionaries Online) atau dalam bahasa Indonesia dengan dihubungkan dengan risiko, adalah suatu tindakan terhadap suatu hal yang berisiko agar menjadi kurang berbahaya. Pengertian lain pada PT GMF AeroAsia yang menyatakan bahwa mitigasi risiko adalah proses penerapan tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan atau keparahan risiko yang terkait dengan bahaya. Ini harus dilakukan oleh General Manager dari unit yang terkait dengan hasil proses mitigasi risiko. Dasar tindakan yang digunakan melakukan mitigasi risiko pada industri penerbangan adalah teknologi, pelatihan dan prosedur (atau peraturan). Ketika menganalisis pertahanan selama proses mitigasi, General Manager harus mempertimbangkan hal-hal berikut: a) Efektivitas. Apakah akan mengurangi atau menghilangkan konsekuensi risikodarikondisi tidak aman? Sampai sejauh mana alternatif mengurangi risiko keselamatan seperti itu? Efektivitasnya dapat dilihat sebagai suatu yang kontinyu, sebagai berikut: 1) Teknik mitigasi: mitigasi ini menghilangkan konsekuensi risiko keamanandari peristiwa yang tidak aman atau kondisi. 2) Kontrol mitigasi: mitigasi menerima konsekuensi risiko keselamatan darikondisi tidak aman tapi menyesuaikan sistem untuk mengurangi risiko keamanan seperti dengan mengurangi ke tingkat yang dapat dikelola.
19 3) Mitigasi personil: mitigasi menerima bahwa teknik dan/atau kontrol mitigasi hasilnya tidakefisien atau efektif, sehingga personil harus diajarkan bagaimana cara untuk mengatasi konsekuensi risiko keamanandari bahaya. b) Biaya / manfaat. Apakah manfaatdari mitigasilebih besar daripada biaya? Akankah potensi keuntungan sebanding dengan dampak dari perubahan yang diperlukan? c) Kepraktisan. Apakah mitigasi praktis dan tepat dalam hal teknologi yang tersedia, kelayakan finansial, kelayakan administrasi, undang-undang dan peraturan yang mengatur, kemauan politik, dll? d) Tantangan. Dapatkah mitigasi menahan pemeriksaan kritis dari semua pihak (karyawan, manajer, pemegang saham / administrasi negara, dll)? e) Penerimaan untuk masing-masing stakeholder. Berapa banyak buy-in atau penolakan dari para pemangku kepentingan dapat diharapkan? (Diskusi dengan para pemangku kepentingan selama fase penilaian risiko keamanan dapat menunjukkan opsi mitigasi risiko yang mereka sukai.) f) Keberlakuan. Jika aturan baru (SOP, peraturan, dll) yang dilaksanakan, apakah mereka dapat ditegakkan? g) Daya Tahan. Apakah akan manfaat sementara atau akan ia memiliki utilitas jangka panjang? h) Sisa risiko keselamatan. Setelah mitigasi diimplementasikan, apa yang akan menjadi sisa risiko keselamatan (relatif) terhadap bahaya yang asli? Apakah ada kemampuan untuk mengurangi sisa risiko keselamatan?
20 i) Masalah baru. Apakah ada masalah atau (mungkin lebih buruk) dari risiko keselamatan yang baru akan muncul setelah mitigasi diusulkan? Tiga strategi dasar dalam mitigasi risiko adalah sebagai berikut: Penghindaran Operasi atau kegiatan dibatalkan karena risikonya melebihi manfaat dari operasi atau kegiatan. Pengurangan Frekuensi operasi atau kegiatan dikurangi, atau diambil tindakan untuk mengurangi besarnya konsekuensi dari risiko yang diterima.. Pemisahan Aksi diambil untuk mengisolasi efek dari risiko, sesuatu yang berisiko dipilah dan disendirikan sesuai dengan indek risikonya. Dinas Quality Assurance & Safety harus mengevaluasi dan mendokumentasikan efektivitas langkah-langkah perbaikan, pencegahan dan pemulihan yang telah dikembangkan oleh manajer umum masing-masing. 2.6 DINAS LINE MAINTENANCE Maintenance memiliki arti a situation in which something continues to exist or is not allowed to become less (Cambridge Dictionaries Online), merupakan tindakan terhadap sesuatu hal dimana harus terus ada atau tidak diperbolehkan untuk menjadi kurang. Hal tersebut dapat diartikan juga bahwa maintenance adalah proses perawatan agar tetap sesuai dengan standar. Salah satu dinas yang bertugas untuk menjalankan proses perawatan pesawat adalah Dinas Line Maintenance. Dinas tersebutmerupakan salah satu dinasproduksi yang dimiliki
21 oleh PT GMF AeroAsia yang bertugas menangani transit service dan situasi emergency AOG (Aircraft On Ground).Selain pekerjaan tersebut, Line Maintenance juga mengerjakan service A Check Level untuk pesawat jenis B737, B747, B777, A320, A330, CRJ1000 dan ATR72. Terdapat sekitar 40 line stations tersebar di seluruh Indonesia dan di luar negeri, seperti Amsterdam, Jeddah, Tokyo, Singapore dan Sydney. Pekerjaan Line Maintenance dibatasi dengan jumlah waktu yang relative singkat, sebagai contoh untuk pekerjaan transit service ditempuh dalam kurun waktu 45 menit. Pada Maret 2014 waktu kerja personil Line Maintenance mengikuti kebijakan baru dari managemen yaitu dengan pola shift 12 jam kerja yang sebelumnya pola shift 8 jam kerja. Diharapkan dengan pola tersebut maka tingkat revenue dapat bertambah tanpa mengurangi tingkat safety, kualitas dan produktifitas. 2.7 SAFETY Safety atau keselamatan menurut Wikipedia adalah suatu keadaan aman, dalam suatu kondisi yang aman secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politis, emosional, pekerjaan, psikologis, ataupun pendidikan dan terhindar dari ancaman terhadap faktor-faktor tersebut. Sedangkan pengertian safety menurut ICAO (International Civil Aviation Organization) adalah keadaan dimana risiko membahayakan orang atau kerusakan properti dapat berkurang dan dipertahankan pada atau di bawah tingkat accpetable level.
22 2.8 PRODUKTIFITAS Produktifitas menurut David J. Sumanth dalam bukunya berjudul Productivity Engineering And Management, menyatakan bahwa Productivity is the quotient obtained by dividing output by one of the factors of production. Productivity is concern with the efficient utilization of resource (inputs) in producing goods and/or services. Pengukuran produktifitas yaitu dengan cara Output (O) dibagi Input (I). Semakin besar output dan semakin kecil input maka produktifitasnya semakin besar. Terdapat dua macam pengukuran produktifitas yaitu parsial & total. Pengukuran produktifitas parsial adalah produktifitas dari satu input tunggal biasanya diukur dengan menghitung rasio output terhadap input. Sedangkan pengukuran produktifitas yang berasal dari seluruh input disebut pengukuran produktivitas total (total productivity measurement) atau dengan kata lain pengukuran produktivitas total didefinisikan sebagai pemfokusan perhatian pada beberapa input yang, secara total. 2.9 KUALITAS Kualitas atau mutu merupakan istilah yang artinya berbeda-beda untuk berbagai orang. Namun menurut Barry Render dan Jay Heizer dalam bukunya Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi mendefinisikan mutu sebagai totalitas ciri dan kharakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang jelas dinyatakan atau yang samar diimplikasikan. Kualitas adalah tingkat baik dan buruknya atau derajat sesuatu. Pengertian kualitas berdasarkan ISO 9000:2000, "The degree to which a set of inherent characteristics fulfils requirements". Kualitas merupakan hasil dari sebuah proses terstruktur
23 yang memastikan bahwa prosedur organisasi dengan tujuan untuk mencapai produk yang diinginkan pelanggan dimana dalam hal ini kualitas sangat menentukan kepuasan dari pelanggan. 2.10 RINGKASAN JURNAL Jennifer Mary Campbell dari The University of Edinburg, dalam penilitiannya yang berjudul Safety Hazard and Risk Identification and Management In Infrastructure Management, tahun 2008. Melakukan identifikasi bahaya dan mengelola risiko dalam Infrasstructure Management terkhusus pada tools. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah bahwa metode tersebut dapat dengan baik digunakan untuk melakukan identifikasi faktor safety berhubungan dengan tools dan perilaku penggunanya. Pada jurnal Gregory Carter dan Simon D. Smith dengan judul Safety Hazard Identification On Construction Project, tahun 2006. Melakukan identifikasi bahaya untuk mementukan tingkat bahaya pada Nuclear Industry dan Railway Industry. Metode tersebut menggunakan level-level tertentu sesuai dengan standar yang dimiliki. Penentuan level diperoleh dengan antara kombinasi nilai hasil identifikasi dan assessment dibagi dengan total jumlah hazard (bahaya). Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah level dari hazard jauh dari ideal.hasil tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan untuk melakukan pengembangan dan perbaikan untuk meningkatkan level hazard menjadi ideal. Terdapat juga laporan thesis terkait dengan perbandingan pola shift 8 jam kerja dengan pola shift 12 jam kerja. Pertama yaitu laporan thesis Daniel W. Overland dengan judul Comparison of effects of change from 8 to 12 hour shift
24 on air force aircraft maintenance workers, tahun 1997 melakukan perbandingan pengukuran tingkat safety dan kelelahan personil yang bekerja pada pola shift 12 jam dan 8 jam kerja. Hasil yang didapatkan adalah tingkat kelelahan personil yang bekerja pada pola shift 12 jam kerja lebih tinggi dibandingkan dengan pola shift 8 jam kerja sehingga dapat menyebabkan terjadinya error pada pekerjaan maintenance. Pada laporan thesis Kelly J. Scott dengan judul A Comparison Of 8-Hour VS. 12-Hour Shifts On Performance, Health And Safety In A USAF Aircraft Maintenance Squadron, tahun 1998. Melakukan penelitian tentang perbandingan pola shift antara 8 jam kerja dan 12 jam kerja, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat produktifitas pada saat pola shift 12 jam kerja lebih produktif dibandingan dengan pola shift 8 jam kerja. Selain hal tersebut, hasil nilai Home Station Reliability terkait dengan kemampuan pekerjaan dalam mempersiapkan pesawat terhadap waktu dan jadwal terbang ternyata hasil pada reliability-nya juga menunjukkan penurunan pada saat pola shift 12 jam kerja.