VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

V. MEMBANGUN DATA DASAR

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Katalog BPS :

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produk Domestik Bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB 5 KESIMPULAN DAN PENUTUP

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

Perekonomian Indonesia

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memajukan dan perluasan berbagai sektor haruslah sejajar dengan

8.1. Keuangan Daerah APBD

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

Transkripsi:

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Hasil studi menunjukkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri berbasis pertanian yang didukung pembangunan infrastruktur atau melalui penerapan strategi ADLI yang didukung dengan pembangunan infrastruktur dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sekaligus dapat menurunkan disparitas ekonomi antar wilayah. Sementara strategi pembangunan lainnya (prioritas alokasi investasi ke sektor industri atau jasa yang masing-masing didukung pembangunan infrastruktur) menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dan justru meningkatkan disparitas ekonomi antar wilayah. Dibandingkan strategi pembangunan lainnya, strategi pembangunan ADLI yang didukung oleh pembangunan infrastruktur tidak hanya mempunyai daya dorong yang paling kuat dalam memacu pertumbuhan output di hampir seluruh sektor perekonomian, akan tetapi juga paling kuat mendorong peningkatan upah sektoral, upah riil agregat dan pendapatan rumah tangga riil karena meskipun strategi pembangunan ini tidak sekuat strategi pembangunan lain dalam menurunkan harga sektoral, namun penurunan harga di kelompok sektor pertanian yang begitu besar menyebabkan strategi pembangunan ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur menghasilkan dampak terbesar dalam penurunan IHK. Pada gilirannya, strategi pembangunan tersebut menghasilkan dampak tertinggi terhadap peningkatan pengeluaran rumah tangga riil agregat dan pengeluaran pemerintah; namun dalam mendorong peningkatan ekspor dan penurunan impor

347 tidak sekuat strategi pembangunan lain karena deflasi yang tinggi tersebut disertai peningkatan devaluasi yang lebih rendah. Namun Peningkatan pengeluaran riil dan pengeluaran pemerintah yang begitu besar menyebabkan strategi pembangunan ADLI yang didukung infrastruktur menghasilkan dampak terbesar juga dalam peningkatan GDP riil dan PDRB riil di masing-masing wilayah. Karena strategi pembangunan ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur menghasilkan pertumbuhan output yang bias ke kelompok sektor pertanian (tanaman bahan makanan, peternakan dan perikanan), kelompok sektor jasa (jasa pemerintah dan jasa lainnya), dan sektor lain khususnya transportasi air dan udara, sektor hotel dan restauran, serta industri makanan olahan sejalan dengan bias produktivitas dan elastisitas pengeluarannya maka secara umum wilayah-wilayah dengan sumber PDRB utama dari sektor-sektor tersebut atau wilayah sentra produksi pertanian (NTT, Maluku, Bengkulu, Lampung dan Gorontalo) dan atau wilayah tujuan wisata seperti Bali, DIY dan Maluku mengalami peningkatan PDRB riil yang relatif tinggi. Sebagian besar wilayah tersebut merupakan wilayah dengan tingkat pendapatan perkapita yang relatif rendah kecuali Bali dan Jawa Timur. Tingkat pertumbuhan PDRB yang bias ke wilayah dengan pendapatan perkapita yang relatif rendah menyebabkan strategi pembangunan ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur dapat menurunkan disparitas ekonomi antar wilayah; dan sebaliknya dengan strategi pembangunan lainnya. Akan tetapi lemahnya kemampuan investasi dalam meningkatkan produktivitas di kelompok sektor industri berbasis pertanian dan dampak peningkatan produktivitas dari pembangunan infrastruktur yang bias ke kelompok sektor industri non pertanian, kelompok sektor jasa dan sektor lain menyebabkan

348 strategi ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur kurang mampu mengembangkan industri berbasis pertanian. Dengan demikian, strategi ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur menghasilkan dampak yang kurang kuat dalam mendorong peningkatan kesempatan kerja dan pemerataan dalam distribusi pendapatan rumah tangga. Kondisi ini juga yang menyebabkan penurunan disparitas ekonomi antar wilayah relatif kecil. Kurang berkembangnya industri berbasis pertanian dalam strategi pembangunan ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur, menyebabkan penurunan harga di kelompok sektor pertanian begitu besar, jauh lebih besar daripada penurunan outputnya sehingga pada gilirannya kelompok sektor pertanian mengalami penurunan upah sektoral, sedangkan kelompok sektor lainnya mengalami peningkatan upah. Pada gilirannya strategi tersebut menghasilkan dampak peningkatan pendapatan rumah tangga yang masih bias ke rumah tangga golongan atas baik di pedesaan maupun di perkotaan, akan tetapi lebih baik dibandingkan dampak strategi pembangunan lainnya. Disamping itu, kurang berkembangnya industri berbasis pertanian dalam strategi pembangunan ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur menyebabkan sebagian besar sektor mengalami penurunan kesempatan kerja dan penurunan kesempatan kerja terbesar terjadi di kelompok sektor pertanian. Namun demikian, strategi ADLI yang didukung pembangunan infrastruktur efektif dalam memperluas kesempatan kerja di sektor pertanian tanaman bahan makanan, kelompok sektor industri berbasis pertanian; sebagian kelompok sektor lain, khususnya sektor hotel dan restauran, sektor angkutan darat; sebagian kelompok sektor jasa khususnya jasa pemerintah dan jasa lain; serta industri alat angkutan

349 mesin dimana pertumbuhan outputnya juga paling efektif karena setor-sektor tersebut memiliki keterkaitan yang erat. 8.2. Implikasi Kebijakan Berdasarkan studi ini menunjukkan bahwa strategi pembangunan ADLI atau industrialisasi yang memprioritaskan investasi ke sektor pertanian dan industri berbasis pertanian serta didukung dengan pembangunan infrastruktur selain mempunyai daya dorong yang kuat dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektoral, wilayah dan makro; juga mempunyai kemampuan dalam menurunkan disparitas ekonomi antar wilayah karena dengan prioritas alokasi investasi ke sektor-sektor tersebut wilayah-wilayah dengan pendapatan perkapita relatif rendah PDRBnya tumbuh lebih tinggi. Dengan demikian, pada kondisi tingkat disparitas ekonomi antar wilayah yang masih sangat tinggi, peran pemerintah pusat masih sangat diperlukan untuk memprioritaskan alokasi dana pembangunan ke sektor-sektor tersebut secara bersamaan dan lebih diprioritaskan kepada wilayah-wilayah dengan pendapatan perkapita rendah atau wilayah-wilayah dengan sumber PDRB utama dari sektor pertanian. Sementara pemerintah daerah khususnya yang didukung dengan kebijakan pemerintah pusat, terutama pemerintah daerah yang daerahnya memiliki pendapatan perkapita relatif rendah harus lebih intensif dan sungguh-sungguh untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk dapat menarik investasi swasta baik asing maupun domestik dimana dalam studi ini peningkatan investasi mampu meningkatkan produktivitas dimana peningkatan produktivitas terbesar terjadi di sektor pertanian dan investasi di infrastruktur mampu meningkatkan produktivitas di semua sektor perekonomian.

350 Dampak pembangunan infrastruktur (jalan dan irigasi) yang bias ke industri non pertanian, kelompok sektor jasa dan kelompok sektor lain (perdagangan, hotel dan restaurant, transportasi dan komunikasi) mengindikasikan bahwa pembangunan infrastruktur jalan masih bias ke wilayah Jawa dan perkotaan karena memang sektor-sektor tersebut juga lebih terpusat di wilayah Jawa dan perkotaan. Dengan demikian agar implementasi strategi ADLI yang didukung oleh infrastruktur lebih efektif khususnya dalam menurunkan tingkat disparitas antar wilayah, memperluas kesempatan kerja serta pemerataan distribusi pendapatan antar golongan rumah tangga maka pembangunan infratruktur jalan dan irigasi harus diprioritaskan ke wilayah di luar Jawa khususnya wilayahwilayah dengan pendapatan perkapita yang relatif rendah atau wilayah sentra produksi pertanian. Di samping itu hasil studi ini menunjukkan bahwa dalam implementasi strategi pembangunan ADLI, keberhasilan pembangunan sektor pertanian tidak hanya tergantung kepada pembangunan di sektor pertanian itu sendiri, akan tetapi juga sangat tergantung pada kemajuan pembangunan di sektor industri berbasis pertanian. Stategi ADLI yang tidak diikuti oleh kemajuan yang lebih besar di industri berbasis pertanian seperti yang terlihat dalam studi ini akan menyebabkan penurunan harga yang sangat besar, jauhlebih besar dari peningkatan outputnya sehingga permintaan di sektor pertanian tetap bersifat inelastis dan pada gilirannya peningkatan pendapatan rumah tangga pertanian juga pendapatan rumahtagga buruh tani relatif kecil bahkan mungkin mengalami penurunan sehingga kemudian terjadi pengurangan kesempatan kerja. Dalam hal ini, maka pemerintah perlu memfokuskan kebijakan yang dapat mendorong peningkatan produktivitas yang besar di kelompok sektor industri berbasis pertanian. Kebijakan ini juga

351 diperlukan dalam upaya memperluas kesempatan kerja di kelompok sektor industri tersebut untuk menampung surplus tenaga kerja atau penurunan tenaga kerja di sektor pertanian. Untuk mendukung pembangunan sektor pertanian dan pembangunan ekonomi wilayah prioritas, selain harus dikembangkan kelompok sektor industri berbasis pertanian juga harus dikembangkan sektor yang terkait kuat lainnya yakni sektor jasa pemerintah, jasa lainnya, hotel dan restaurant, angkutan darat, dan industri alat angkutan mesin. 8.3. Implikasi Penelitian Lanjutan Dalam studi ini digunakan model multiregional CGE top-down. Dengan model ini dampak perubahan produktivitas yang distimulir peningkatan investasi terhadap perekonomian mikro, makro dan wilayah dapat dijelaskan dengan baik. Namun demikian, model ini juga memiliki keterbatasan terutama dalam menganalisis dampaknya terhadap perekonomian wilayah. Dampak terhadap perekonomian wilayah dalam model multiregional CGE top-down ini ditentukan berdasarkan pangsa yang konstan bagi setiap wilayah terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu shock tidak dapat dilakukan dari sisi suplai spesifik wilayah, pemetaan dimensi wilayah muncul tanpa adanya feedback dari wilayah yang didisagregasi; dalam hal ini efek dari kebijakan yang berasal dari dalam wilayah tidak dapat terlihat. Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dewasa ini, kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah akan menjadi penting pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi wilayah dan nasional. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya sangat disarankan untuk menggunakan model multiregional CGE bottom-up.

352 Agar model dapat menangkap dinamika waktu secara penuh, artinya dapat memprediksi dampak dari tahun ke tahun, maka penelitian selanjutnya sangat disarankan untuk menerapkan model CGE full dynamic. Model CGE recursive dynamic yang digunakan dalam studi ini prediksinya masih terbatas pada skala periodik. Disamping itu, agar model mampu mengabstraksikan kondisi riil perekonomian Indonesia maka pada penelitian selanjutnya sangat disarankan untuk untuk mengestimasi parameter behavioural (investment capital ratio, parameter investasi, faktor depresiasi) yang dalam studi ini diambil dari studi sebelumnya dan bukan didasarkan pada perkonomian Indonesia. Karena masalah keterbatasan data, dalam studi ini belum dapat direkomendasikan investasi harus dalam bentuk apa karena dalam studi ini yang dimaksud ivestasi masih investasi secara umum. Oleh karena itu studi selanjutnya perlu membedakan bentuk investasi (apakah dalam bentuk research and development, modal dan atau peralatan, pendidikan atau peningkatan SDM) agar dapat diketahui sebetulnya bentuk investasi apa yang lebih efektif dalam meningkatkan produktivitas yang mungkin di masing-masing sektor akan berbeda. Disamping itu, dalam studi ini nilai investasi sektoral yang diperoleh hanya didisagregasi ke dalam sembilan sektor, sementara perekonomian nasional dalam studi ini dibedakan kedalam 30 sektor sehingga kemudian nilai produktivitas sektoral yang diestimasi diasumsikan sama untuk yang termasuk dalam satu kelompok sektor. Dengan demikian, penelitian selanjutnya nilai investasi sektoral perlu lebih disesuikan dengan jumlah sektor yang akan dianalisis agar dapat lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya.