BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan organisasi dan perkembangan bisnis pada PT PERTAMINA (Persero) saat ini menuntut bekerja lebih cepat, efektif, efisien dan transparan, maka segala kegiatan harus mencerminkan tata kelola perusahaan yang baik dan benar. Pertamina memilik aset yang harus diketahui dan terdata dengan baik. Demikian pula saat sudah tidak bernilai guna atau secara ekonomis sudah tidak menguntungkan Perusahaan, maka tata cara penghapusan dan pelepasan aset harus jelas dan transparan. Sehubungan hal tersebut maka perlu diatur kebijakan, mekanisme atau tata cara untuk penghapusan dan pelepasan aset Pertamina, salah satu kebijakan PT PERTAMINA (Persero) yaitu membuat Perjanjian Jual Beli yang obyek barang adalah scrap. PT PERTAMINA RU IV CILACAP dalam melakukan suatu perjanjian menggunkan tiga macam asas yang saling berkaitan yakni asas konsensualisme (the principle of consensualism),asas kekuatan mengikatnya kontrak (the principle of the bindingforce of contract), dan asas kebebasan berkontrak (the principle of freedom ofcontarct). Asas kebebasan berkontrak yang diatur di Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dimaksudkan agar setiap orang diberi kebebasan membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, memilih hukum yang berlaku, untuk dijadikan alat bukti bilamana dikemudian hari terjadi suatu permasalahan. Asas kebebasan berkontrak tidak semata mata dilakukan 1
dalam suatu perjanjian bagi para pihak untuk melakukan perjanjian yang sebebas bebasnya. Asas kebebasan berkontrak diperbolehkan jika tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Tidak hanya itu saja dalam pembuatan perjanjian juga harus memikirkan isi klausula tersebut sudah menerapkan asas keseimbangan dalam pelaksanaanya, sehingga tidak merugikan bagi salah satu pihak. Asas keseimbangan yang juga merupakan salah satu asas di dalam perlindungan konsumen diatur didalam Undang Undang Nomor 8 Pasal 2 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Secara Filosofi menghendaki para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam pelaksanaan suatu perjanjian. Asas keseimbangan juga menentukan keadilan bagi para pihak dalam penentuan hak dan kewajiban. Praktiknya masih banyak ditemukan model kontrak standar yang cenderung dianggap berat sebelah, tidak seimbang dan tidak adil. Kontrak yang demikian seringkali diibaratkan dengan pertarungan David vs. Goliath, dimana berhadapan dua kekuatan yang tidak seimbang, antara pihak yang mempunyai bargaining position baik karena penguasaan modal/dana, teknologi maupun skill yang diposisikan sebagai Goliath. 1 Hal itu menyebabkan pihak yang lemah hanya sekedar menerima konsekuensi kehilangan sesuatu yang dibutuhkan. Jadi ada dua pilihan untuk menerima atau menolak (take it or leave it). Praktiknya, tidak semua pihak yang mempunyai bargaining position baik dari segi modal, tenaga atau skill selalu mengalami kerugian dalam 1 Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, hlm. 2 2
pelaksanaanya. Artinya, pihak yang membuat klausula baku (standart contract) tidak selamanya selalu ada di posisi yang kuat. Dibuktikan pada perjanjian jual beli scrap, PT PERTAMINA RU IV CILACAP yang mengalami kerugian dalam praktiknya. Hal inilah yang membutuhkan adanya asas keseimbangan dalam suatu perjanjian. Asas keseimbangan dalam kontrak memiliki arti sebagai asas yang mendasari penelitian hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan porsi atau bagiannya. Keseimbangan hak dan kewajiban dapat diwujudkan kedua belah pihak dalam proses hubungan kontraktual baik pada fase kontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak. Kontrak atau yang sering disebut perjanjian menurut J.Van Dunne yaitu sebagai suatu hubungan hukum penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum penerimaan dari pihak lain. 2 Penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian jual beli scrap sangat diperlukan untuk dikaji dan diperhatikan demi kepentingan vendor atau pembeli dan PT PERTAMINA RU IV CILACAP sebagai penjual. Scrap yang merupakan barang bekas yang dimiliki oleh PT PERTAMINA RU IV CILACAP banyak diinginkan oleh masyarakat khususnya yang berada di daerah Cilacap dan umumnya berada di luar daerah Cilacap. Menurut masyarakat meskipun scrap merupakan barang bekas tetapi mutu dan kualitas masih dikategorikan baik. Keinginan masyarakat yang begitu besar membuat mereka menghiraukan subtansi perjanjian Jual beli Scrap. 2 Purwahid Patrik, 1994, Dasar Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hlm. 47 3
Pelaksanaanya, PT PERTAMINA RU IV CILACAP sudah mempunyai perjanjian baku (standart contract) yang diberikan kepada vendor dengan tujuan adanya kesepakatan PT PERTAMINA RU IV CILACAP dengan pihak vendor tetapi peneliti, dalam hal ini mengambil salah satu contoh klausula baku tentang Perjanjian Jual Beli Scrap PT PERTAMINA RU IV CILACAP dengan CV DWI LAKSANA TEKNIK N0.068/ E14000/2011-SO. Klausula baku (standart contract) yang dibuat oleh PT PERTAMINA RU IV CILACAP ada beberapa klausul yang tidak sesuai, semisal berdasarkan Perjanjian Jual Beli scrap antara PT PERTAMINA RU IV CILACAP dengan Vendor N0.068/ E14000/2011-SO menyatakan bahwa sudah ada penetapan estimasi harga dari Pihak Pertama sedangkan kita mengetahui bahwa harga obyek jual beli berdasarkan kesepakatan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata atau setidaknya dari kedua belah pihak menunjuk juru taksir dalam penentuan harga scrap. Adanya kewajiban pengambilan dan perucatan barang bekas sesuai instruksi Pihak Pertama sedangkan di Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 7 huruf d tentang Perlindungan Konsumen adanya kewajiban pelaku usaha yaitu menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku. Masih banyak lagi ketidakseimbangan di dalam standar baku Perjanjian Jual Beli Scrap. Ketidakseimbangan tidak hanya dari pihak PT PERTAMINA RU IV CILACAP, banyak pihak vendor yang pelaksanaan pengambilan barang dan perucatan tidak sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh PT 4
PERTAMINA RU IV CILACAP artinya yang seharusnya pihak vendor diberi jangka waktu selama 2 sampai 3 minggu sebelum hari pelaksanaan pengerjaan untuk pengambilan barang dan perucatan, justru waktu itu tidak digunakan untuk melengkapi dokumen dan surat izin barang keluar kepada PT PERTAMINA RU IV CILACAP, sehingga yang tadinya jangka waktu pelaksanaan hanya 90 hari menjadi lebih, menyebabkan PT PERTAMINA mengalami kerugian baik secara materil dan non materil. Berdasarkan pendapat Herlin Budiono, dalam hal asas keseimbangan kontraktual terganggu maka jalan keluar melakukan pengujian daya kerja asas keseimbangan, melalui:tindakan, isi dan pelaksanaan perjanjian. 3 Hal inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengambil poin pertama masuk di dalam rumusan masalah. Tidak hanya itu saja, masih adanya kekurangan dalam pembuatan surat perjanjian jual beli scrap, selain yang dijelaskan diatas, kekurangan yang lain masih sangat lemahnya kekuatan pembuktian Perjanjian Jual Beli Scrap. Berdasarkan tata urutan kekuatan pembuktian akta yaitu akta otentik,akta dibawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris, akta bawah tangan yang diwaarmekin notaris, akta bawah tangan yang ditandatangani penghadap dan saksi, akta yang ditandatangani para pihak. Posisi perjanjian jual beli terletak paling lemah, sehingga peran Notaris dalam hal pembuatan akta otentik sangatlah penting, untuk melindungi kedua belah pihak dari perselisihan. Kewenangan notaris terkait Perjanjian Jual Beli Scrap dijelaskan pada Undang- 3 Agus Yudha Hernoko, Op.cit, hlm.29 5
Undang Nomor.2 Tahun 2014, Pasal 15 ayat (2) yaitu memberikan penyuluhan dan mengesahkan akata dibawah tangan. Legalisasi akta dibawah tangan memiliki tujuan sebagai kekuatan pembuktian sempurna, yaitu tidak memerlukan alat bukti lain dalam pembuktiannya. PT PERTAMINA RU IV CILACAP, hanya menggunakan Notaris PPAT dalam pembuatan akta otentik jika obyek yang digunakan berupa tanah, sedangkan perjanjian yang dibuat PT PERTAMINA RU IV CILACAP yang obyek selain tanah lebih mengutamakan akta dibawah tangan, dikarenakan kebijakan yang diberikan oleh PT PERTAMINA (Persero). Salah satu alasan yang diberikan Notaris tidak mau menggunakan kewenangnya untuk melegalisasi akta dibawah tangan salah satunya adalah akta yang dibuat oleh PT PERTAMINA RU IV CILACAP masih memiliki banyak kesalahan di subtansi isi perjanjian, sehingga jika Notaris melegalisasi akta tersebut dimungkinkan apabila terjadi sengketa di kemudian hari, Notaris bisa diikutsertakan. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan tersebut maka dalam hasil penelitian ini, penulis menarik dua permasalahan terkait Asas Keseimbangan Dalam Klausula Baku (Studi: Kewenangan Notaris Dalam Legalisasi Akta Perjanjian Jual Beli Scrap PT PERTAMINA RU IV CILACAP dengan Vendor). 6
B. Rumusan Masalah Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan sebagaimana diuraikan dalam latar belakang tersebut, maka penelitian merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa dalam klausula baku Perjanjian Jual Beli Scrap belum memenuhi asas keseimbangan sehingga dalam pelaksanaanya PT PERTAMINA RU IV CILACAP mengalami kerugian? 2. Bagaimana kewenangan dan peran Notaris di Cilacap ketika melegalisasi klausula baku PT PERTAMINA RU IV CILACAP C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, diketahui terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan salah satu variabel dengan judul Penerapan Asas Keseimbangan Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang Undang Nomor. 8 Tahun 1999 (Studi: Perjanjjian Jual Beli Scrap antara PT PERTAMINA RU IV CILACAP dengan Vendor). Sepanjang pengetahuan penulis sampai saat ini belum ada yng melakukan penelitian ini. Adapun beberapa penelitian yang ada penulis temukan dan mempunyai kemiripan antara lain penelitian yang dilakukan oleh : 1. Winardi, 4 dengan judul Penerapan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) di PT PLN (Persero) Area Banjarmasin, 4 Winardi, Penerapan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) di PT PLN (Persero) Area Banjarmasin, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013. 7
sebagai tesis pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana keberadaan asas keseimbangan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik? b. Bagaimana penerapan asas keseimbangan dalam praktek perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBTL) di PT PLN(Persero) area Banjarmasin? Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wirdan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan penulis ingin mengetahui keberadaan asas keseimbangan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik serta akibatnya berdasarkan asas keseimbangan dan konsep asas keseimbangan khususnya dalam proses perjanjian jual beli tenaga listrik. Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa belum adanya peran Notaris dalam upaya mewujudkan asas keseimbangan dalam pembuatan kontrak. 2. Adhya Hanafi, 5 dengan judul Perjanjian Jual Beli Scrap Pasca Proses Pelepasan Dalam Upaya Perlindungan Konsumen Antara (Studi :pada PT PERTAMINA RU IV CILACAP), sebagai skripsi pada Universitas Diponegoro Semarang, dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Apakah perjanjian jual beli scrap oleh PT PERTAMINA RU IV CILACAP dengan vendor yg dibuat sesuai dengan Undang- Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? 5 Adhya Hanafi, Perjanjian Jual Beli Scrap Pasca Proses Pelepasan Dalam Upaya Perlindungan Konsumen Antara (Studi :pada PT PERTAMINA RU IV CILACAP, Skripsi, Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2014. 8
b. Bagaimana upaya perlindungan konsumen apabila adanya penyampingan Pasal 1266 KUH Perdata dalam Perjanjian Jual Beli yang telah disepakati? Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adhya Hanafi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan penulis ingin menegetahui seberapa jauh klausula baku yang dibuat oleh PT PERTAMINA RU IV CILACAP sesuai dengan Undang Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan berhubungan dengan Pasal 1266 KUH Perdata yang menyatakan adanya pengurangan hak kedua belah pihak yang berhubungan dengan pembatalan perjanjian yang dilakukan salah satu pihak tanpa adnya proses putusan peradilan. Keseluruhan penelitian penulis sebelumnya, belum menyinggung hal- hal sebagai berikut : 1) Belum adanya penelitian mengenai Perjanjian Jual beli Scrap yang terfokus pada Asas Keseimbangan yang dihubungkan dengan klausula baku. 2) Peneliti terdahulu belum meneliti mengenai peran dan kewenangan Notaris dalam hal dihadapakan klausula baku Berdasarkan penelusuran kepustakaan dapat dikatakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian penelitian terdahulu. Studi-studi terdahulu jelas sangat bermanfaat bagi penelitian ini dan besar kemungkinan pada bagian tertentu penelitian ini juga merupakan kelanjutan dari penelitian penelitian terdahulu. 9
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu : 1. Aspek Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk menambah pengetahuan dan bahan pustaka guna membantu perkembangan ilmu hukum khususnya mengenai penerapan asas keseimbangan dalam perspektif perlindungan konsumen untuk perjanjian jual beli. 2. Aspek Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi pihak yang secara langsung terlibat dalam aktifitas perjanjian jual beli scrap, para pihak yang membentuk undang undang yang terkait dengan permasalahan yang timbul, khususnya dalam evaluasi klausula baku yang berhubungan Perjanjian Jual Beli Scrap. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji klausula baku Perjanjian Jual Beli scrap yang belum memenuhi asas keseimbangan sehingga PT PERTAMINA RU IV CILACAP mengalami kerugian dalam pelaksanaanya. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji Peran dan kewenangan Notaris di Cilacap jika dihadapkan dengan klausula baku yang ditetapkan perusahaan BUMN khusunya PT PERTAMINA RU IV CILACAP. 10