BAB V PENUTUP Pengantar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN PENUTUP. lakukan terhadap fenomenologi altuisme berikut fenomena yang ada pada subyek

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

I. PENDAHULUAN. menjadi masyarakat modern. Modernisasi memberikan banyak konsekuensi

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

BAB III. Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Hijab merupakan simbol komunikasi dan sebagai identitas bagi wanita,

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

BAB I PENDAHULUAN. empat atau lebih (selalu genap), biasanya menggunakan bahan bakar minyak

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

RINGKASAN DAN SUMMARY

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian sebagaimana

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

METODOLOGI PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MEMBACA JAM MELALUI METODE MEKAR JAMSIA PADA SISWA KELAS 2 SEKOLAH DASAR NEGERI TANGGUL WETAN 05 JEMBER.

3. METODE PENELITIAN

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB III METODE PENELITIAN

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

maupun kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

Guru Sebagai Pemimpin Konstruktivis Tuesday, 27 December :59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Pelaksanaan praktik khitan perempuan sering kali disandingkan dengan

1 Universitas Indonesia

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam perkembangan dakwah Islam, pondok pesantren merupakan. lembaga pendidikan Islam yang mempunyai peran dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

Pertama, penulis bermaksud mengembangkan konsep pemikiran,

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior

]BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai dan kebanggaan tersediri. Mereka tidak segan-segan merubah

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resti Lestari Dewi, 2013

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

BAB I MOTIVASI BELAJAR DAN STRATEGI MOTIVASIONAL DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SMA NEGERI 1 GROBOGAN

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti dapat dianalisis secara tepat dan terjamin kesahihannya. 42

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. memiliki sejarah tersendiri, salah satunya keresahan akan keadaan LSM yang mementingkan

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

Transkripsi:

BAB V PENUTUP 5.1. Pengantar Bab ini berisi simpulan dan saran. Selain itu, dimunculkan pula refleksi terhadap Mocopat Syafaat, dan implikasi atas teori yang digunakan. Pemahaman teori dipandang perlu, karena menentukan posisi penulis. Apakah mendukung argumentasi teoretik yang digunakan, atau menolak sama sekali. Bila mendukung, tentu bukan berarti tidak ada alasan untuk itu. Seperti halnya bila menolak, tentu terdapat argumentasi otentik atas penolakannya. Kecuali itu, penulis boleh saja secara sadar berposisi moderat bersepakat pada batas tertentu, namun memiliki catatan atasnya. Pada yang terakhir, ia diharap dapat menunjukkan cela teori yang digunakan, dan memunculkan argumentasi yang kiranya dapat mengisi cela itu.

5.2. Simpulan Dari pemaparan pada bab-bab terdahulu, maka pada bab ini dapat ditarik suatu simpulan mengenai makna shalawatan bersama, pada pengajian Mocopat Syafaat di dusun Jetis Kasihan Bantul Yogyakarta, bagi peserta shalawatan. Kesatu. Shalawatan bersama pada pengajian Mocopat Syafaat dimaknai sebagai tahap awal atau tahap pengkondisian bagi peserta shalawatan untuk dapat meresapi makna-makna lain yang terdapat pada pengajian Mocopat Syafaat. Terdapat dua tahap pemaknaan pada diri peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat: tahap mengonstruksi makna (pembahasan bab tiga) yaitu suatu tahap pemaknaan teoretik dalam ranah ide-pemikiran, dan tahap mengaplikasi makna (pembahasan bab empat) yakni suatu tahap pemaknaan praktik dalam konteks kehidupan sosial sehari-hari peserta shalawatan. Pada tahap mengonstuksi makna, peserta shalawatan secara subjektif mengonstruksi makna-makna intelektual, spiritual, kultural, dan tokoh, pada pengajian Mocopat Syafaat. Mereka menganggap penting arti pengetahuan dalam bentuk diskusi-diskusi yang berlangsung pada pengajian Mocopat Syafaat. Atmosfer dan suasana pengajian juga memiliki makna dan rasa khusus bagi mereka. Mereka menempatkan musik shalawat KiaiKanjeng sebagai musik kreatif yang sadar budaya dan inspiratif. Selain itu keberadaan figur (Emha) juga menjadi magnet yang memengaruhi mereka dalam memaknai pengajian Mocopat Syafaat. Pada tahap mengaplikasi makna, peserta shalawatan dengan secara subjektif pula, menjadikan maknamakna yang mereka dapatkan pada pengajian Mocopat Syafaat sebagai suatu cara pandang pembanding, dalam memahamkan suatu perkara, dan dalam menentukan sikap pada konteks kehidupan sosial sehari-hari, terutama dalam dunia profesinya. Kedua. Peserta shalawatan mengonsep diri mereka sebagai Jamaah Maiyah. Mereka datang pertama kali ke pengajian Mocopat Syafaat dengan alasan internal yang bersifat mandiri, dan alasan eksternal yang bersifat relasional. Jamaah Maiyah yang datang pertama kali dengan alasan internal-mandiri dikategorikan sebagai Jamaah Maiyah Mandiri, sedangkan yang datang pertama kali dengan alasan eksternal-relasional dikategorikan sebagai Jamaah Maiyah Relasi. Jamaah Maiyah Mandiri menganggap keterlibatan-aktif mereka karena motif masa lalu. 120

Sedangkan Jamaah Maiyah Relasi menganggap keterlibatan-aktif mereka karena motif masa lalu, namun berorientasi masa akan datang. Ketiga. Jamaah Maiyah mengalami proses intersubjektif dengan sesama Jamaah Maiyah. Intersubjektif atau silang-subjektif, tampak pada makna-makna yang mereka konstruksikan terkait dengan suasana dan atmosfer pengajian, diskusi-diskusi yang berlangsung, dan keberadaan kelompok musik KiaiKanjeng, terutama kesamaan Jamaah Maiyah dalam memaknai keberadaan Emha pada pengajian Mocopat Syafaat. Jamaah Maiyah menganggap Emha layaknya sosok berpengaruh (significant other) yang memengaruhi konstruksi pemaknaan mereka terhadap pengajian Mocopat Syafaat. Selain itu, intersubjektif dapat dijumpai pula pada konteks kehidupan sosial sehari-hari. Jamaah Maiyah mengimplementasikan makna spiritual, intelektual dan kultural yang didapatkan pada pengajian Mocopat Syafaat terutama dalam dunia profesi mereka. Representasi atau refleksi makna spiritual secara intersubjektif dialami oleh Astutik, Asia dan Ongkat. Sedangkan makna kultural secara intersubjektif terefleksi pada diri Raharjo dan Hilman. Kemudian makna intelektual secara intersubjektif disadari oleh Fauzi dan Sidik. Keempat. Jamaah Maiyah adalah orang-orang yang mencari. Mereka dengan secara sadar memilih datang ke pengajian Mocopat Syafaat untuk mencari dan menemukan sesuatu yang menurut mereka lebih bermakna. Bagi mereka suatu pengajian bukanlah ladang dogmatisme. Jamaah Maiyah adalah orang-orang yang mencari makna hidup lebih bernilai. Jamaah Maiyah memiliki pengalaman sebagai anak budaya Orde Baru. Ada perasaan tidak puas dengan yang didapatkan di perguruan tinggi, dan di pengajian-pengajian lain. Mereka mencari pengajian yang lebih bersifat pengetahuan dalam memahami agama, serta mencari informasi yang kurang manipulatif dalam bidang sosial-politik. Mereka memiliki minat tinggi terhadap pengetahuan agama dan pengetahuan dalam arti luas. Kelima. Jamaah Maiyah memaknai pengajian Mocopat Syafaat sebagai suatu bentuk proses belajar bersama-sama dalam suasana kebersamaan. Pengajian Mocopat Syafaat tidak hanya memerankan fungsi pengajaran perguruan tinggi yang menekankan intelektualitas, tapi juga masuk ke dalam relung hati Jamaah Maiyah dalam memahami dimensi kultural dan menyentuh dimensi spiritual 121

mereka. Pengajian Mocopat Syafaat memberikan kesadaran akan arti penting kreatifitas dalam menjalani kehidupan. Pengajian Mocopat Syafaat layaknya cara lain nyantri, semacam tesis anyar mengenai hubungan tradisi pesantren dengan dinamika sosial-budaya kekinian. Pengajian Mocopat Syafaat memberi pemahaman-pemahaman subjektif baru kepada Jamaah Maiyah melalui pengetahuan. Pemahaman yang didapatkan lewat jalan pengetahuan termaksud, membawa Jamaah Maiyah pada kesadaran diri secara pribadi dan sosial. Keenam. Jamaah Maiyah beranggapan bahwa pengajian Mocopat Syafaat memberi penyadaran pada diri individual mereka secara pertama kali. Penyadaran individu secara intelektual, spiritual dan kultural, untuk sampai pada kesadaran secara sosial. Pengajian Mocopat Syafaat bukan gerakan sosial-politik praktis yang bersifat kolektif, tapi lebih mendekati gejala gerakan kesadaran yang bersifat personal-individual. Suatu gerakan kesadaran yang memberi imunitas intelektual, kultural dan spiritual bagi Jamaah Maiyah agar lebih selektif, berpikir positif, optimis, dan kritis dalam menyikapi hidup. Pengajian Mocopat Syafaat melakukan upaya-upaya pemahaman nilai kepada Jamaah Maiyah melalui pengetahuan intelektualnya, pemahaman kulturalnya dan penghayatan nilai-nilai spiritual transendennya. Pengajian Mocopat Syafaat membangun kesadaran sosial keagamaan individual Jamaah Maiyah dengan secara pengetahuan. Simpulan-simpulan pada awal bab ini, bukanlah argumentasi mutlak sebagai suatu simpulan final. Bila pun terdapat indikasi ke arah itu, tidak lain merupakan simpulan yang bersifat di sini dan saat kini. Esok hari dan pada konteks lain, boleh jadi fenomenanya akan berbeda. Bagaimanapun juga, fenomenologi sebagai suatu pendekatan, masih menciptakan jarak dan ruang antara dalam memahami relasi subyek-objek pada suatu penelitian. Fenomenologi masih hanya sebatas memahamkan dan mendeskripsikan gejala yang nampak kepada sidang pembaca, berdasarkan perspektif tuturan pengamat. Sehingga dengan sendirinya, subjektif pengamat masih berlaku, dan itu dapat dengan mudah ditemukan dalam tulisan ini. Maka dari itu, di titik ini kritik terhadap fenomenologi menjadi relevan. 122

5.3. Implikasi Teoretik Fenomenologi sosial Schutz diakui dapat memberikan gambaran dunia kesadaran Jamaah Maiyah dengan mencengkeramai motif tindakan mereka. Namun fenomenologi Schutz belum mampu menjelaskan kesadaran primordial dan asali yang bersifat terberi pada Jamaah Maiyah. Fenomenologi secara umum hanya menganggapnya sebagai warisan yang telah ada secara begitu saja. Argumentasi fenomenologis tentang kesadaran, selalu bertitik tolak pada intensional atau kesengajaan. Tapi fenomenologi tidak dapat memberikan argumentasi tentang bagaimana intensional pada individu itu mampu bekerja. Bagaimana proses intensional itu dapat terjadi dan dapat berlaku pada setiap individu. Fenomenologi bersimpulan dengan hanya menyebutnya sebagai sesuatu yang terberi. Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang memberi kepada siapa? Fenomenologi tidak dapat menjelaskan mengenai konsep kesadaran terhadap dunia yang bersifat terberi itu. Fenomenologi sudah cukup puas dengan menerima begitu saja kategori-kategori apriori-transendental, yang katanya sudah terdapat di dalam setiap kesadaran dan pikiran manusia. Tapi, manusia yang keberadaannya di dunia dianggap sudah ada secara begitu saja karena manusia tidak ingat kapan dirinya menjelma ada, hanya saat setelah dia tumbuh dewasa dan dapat berpikir, maka manusia mampu menyadari keberadaannya tidak dapat dijelaskan fenomenologi. Menurut Kant, kemampuan memahami dunia kehidupan telah ada pada hukum moral dalam diri tiap individu. Kant, dan mungkin juga Husserl dan Schutz, sudah menganggap selesai sesuatu yang terberi ini dengan menggunakan istilah kategori apriori-transendenal. Selain itu, konsep realita dalam fenomenologi masih sangat terbatas, bahkan konsep realitas ganda Schutz, belum sampai pada realitas metafisik. Padahal, ada realita yang tidak dapat dicerap oleh panca indera, namun dapat dipahami oleh akal. Sumber pengetahuan yang diakui fenomenologi belum merangkum sumber pengetahuan metafisik. Padahal, ada sumber pengetahuan lain yang diyakini memberi pemahaman intuitif. Duni akal manusia dipercaya memiliki kemampuan menyimpan dan mengembang, sehingga holistisitas sumber pengetahuan dengan merangkum yang metafisik, tentu akan lebih memberi jalan keluar variatif 123

ketimbang hanya perbagiannya saja. Bagaimana bisa fenomenologi menutup diri dari kemungkinan pengetahuan metafisik, sementara secara perasaan kita dapat merasakan dan mengakui kehadirannya. Pengakuan dengan kejujuran intelektual akan kenyataan adanya keterkaitan antara dunia fisik dengan dunia metafisik, dan pemahaman mengenai ketiadaan jarak antara subjek yang mengamati dengan objek yang diamati, mungkin bisa menjadi titik awal fenomenologi ke depannya. Cara kerja intensional: Intensional atau kesengajaan: kita memilih objek yang ingin kita sadari. Karena tidak semua yang menampakkan diri di depan mata menjadi bagian dari kesadaran kita. Objek yang sama, boleh jadi mendapatkan penafsiran berbeda dari kita. Pilihan kita atas apa yang ingin kita sadari bergantung pada pengalaman dan pengetahuan kita. Kedua unsur inilah (pengetahuan dan pengalaman) yang membentuk ketertarikan kita, kecenderungan kita, kesan kita, simpati kita terhadap sesuatu. Sehingga hasil akhirnya adalah bahwa tafsir kita atas realitas selalu bersifat subjektif. Tapi, subjektifitas ini bersifat terbagi dengan orang lain. Cara kerja dunia intersubjektif: Intersubjektif atau silang-subjektif: Pengalaman pribadi tiap individu bersifat unik, yang itu kemudian membentuk basis pengetahuannya. Pengalaman dan basis pengetahuan, membimbing, atau lebih tepatnya mengarahkan minat individu kepada objek tertentu yang sekiranya lebih banyak memiliki kecocokan dengan apa yang menjadi basis pengetahuannya. Intensional atau kesengajaan kita pada suatu objek memberikan kesadaran kepada kita atas objek itu. Tidak semua objek yang menampakkan diri di hadapan kita, membuat kita menyadarinya. Intensional atau kesengajaan kita-lah, yang membuat kita menyadarinya. Misalkan ada seorang perempuan muda berjalan melewati sekumpulan pemuda. Intensional masing-masing berbeda, satu yang pertama berkomentar jilbab merah yang dikenakan perempuan itu mengingatkannya pada orang rumah, kekasihnya di kampung halaman. Satu yang lainnya bilang, dia sudah milik orang, karena pemuda yang satu ini menyaksikan cincin di jari manis kanannya. Sementara pemuda yang ketiga menyeletuk, kaca mata kotak yang dikenakan, serasi dengan wajah ovalnya. Intensional menghasilkan tafsir individu atas objek yang 124

disadarinya. Tentu hasil tafsir ini bersifat subjektif. Tapi subjektifitas penafsiran, akan mengalami silang subjektif dengan pihak lain, di dalam satu realitas yang sama. Sehingga intersubjektif berlaku dalam kehidupan sosial sehari-hari. Konsep ego transendental dalam fenomenologi mengandung makna bahwa manusia terbatas secara kemampuan pengetahuannya. Begitu pula dalam studi ini: antara pengamat dengan pihak diamati, termediasikan oleh bahasa. Maka atas pemahaman dan kesadaran ini, fenomenologi dipahami tidak sedang ingin menyimpulkan, mengeneralisir, melakukan perluasan dan pukul rata atas suatu peristiwa. Fenomenologi lebih banyak berkutat pada proses memaparkan dan memahamkan suatu peristiwa. Karena fenomenologi memahami manusia sebagai ego transenden yang mempunyai serba kemungkinan (potensialitas), dan sekaligus memiliki serba keterbatasan pengetahuan (sebagai fitrah). Sehingga pada satu sisi, dengan pengetahuannya, manusia harus dipahami sebagai proses menjadi yang bersifat menerus, dan pada sisi lain harus dipahami pula bahwa pengetahuannya hanya bersifat terbatas yang didasarkan pada sudut pandang-sudut pandang, perspektif-perspektif, relativitas-relativitas, dan parsialitas-parsialitas. 5.4. Refleksi Pengajian Mocopat Syafaat Refleksi ini lebih kepada tafsiran atas perkembangan terakhir pengajian Mocopat Syafaat. Penting bagi Jamaah Maiyah melakukan tindakan kolektif, atas kesadaran personal-individual: berupa aksi-aksi nyata kolektif yang lebih bersifat politis. Argumentasi yang dapat diterima terkait dengan kebutuhan aksi nyata ini adalah mengidentifikasikan visi dan misi secara bersama. Pengajian Mocopat Syafaat butuh menafsirkan kembali visi dan misi pengajian terkait dengan perkembangan sosial politik terkini. Pengajian Mocopat Syafaat butuh kolektifitas dan simultanitas dari Jamaah Maiyah dalam melakukan kerja kolektif yang lebih padat dan taktis. Peluang untuk melakukan itu sudah ada. Sekurangnya pengajian Mocopat Syafaat sudah menjadi media peningkatan kesadaran individu, dan tentunya hasil akhir yang diharapkan akan bermuara pada kesadaran sosial. Modal kebersamaan sudah dimiliki melalui konsep pengajiannya. Konsep pengajian yang bersifat cair 125

dan inklusif bisa menjadi peluang bagi setiap kalangan masyarakat dapat terlibat. Pengajian Mocopat Syafaat bisa menjadi wadah kebersamaan bagi orang lain yang sadar untuk melakukan perubahan secara pribadi dan juga secara sosial. Akan tetapi, peluang ini dapat juga sekaligus menjadi tantangan. Tantangan pengajian Mocopat Syafaat adalah kelembagaan yang belum terstruktur. Belum terstrukturnya pengajian Mocopat Syafaat secara kelembagaan adalah konsekuensi dari sifat pengajiannya yang sangat cair. Selain itu pola rekruitmen masih belum ketat dan belum terorganisir, sehingga komitmen untuk melakukan tindakan kolektif yang bersifat politis juga belum menjadi agenda. Tantangan ini disadari oleh beberapa Jamaah Maiyah yang aktif di Nahdlatul Muhammadiyyin. Mereka masih belum menemukan format jalan keluar, untuk melakukan tindakan politis-kolektif yang mengarah pada perubahan lebih luas. Sehingga gagasan tentang ranah praktik pengajian Mocopat Syafaat memiliki titik relevansinya jika merefleksikan fenomena pengajian Mocopat Syafaat dalam bingkai politik pada konteks kekinian. 5.5. Saran Bagi yang berminat mengkaji lebih jauh dan lebih luas fenomena pengajian Mocopat Syafaat dapat melakukannya dengan menyoroti dimensi historis tokoh (Emha) kaitannya dengan otoritas kekuasaan. Secara teoretik, penghampiran analisis wacana dapat membantu menelisik relasi kuasa yang terjalin pada pengajian Mocopat Syafaat. Kemudian pada ranah praktik, pengamatan mengenai Jamaah Maiyah berikut aksi nyata yang bersifat simultan dari kesadaran mereka, butuh disoroti lebih komprehensif. Karena mengingat pengajian Mocopat Syafaat semakin dinamis, dengan mulai munculnya cetusan politis dari Jamaah Maiyah. 126