BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada suatu malam yang tidak begitu cerah, tampak sekelompok jamaah pengajian sedang melantunkan shalawat bersama. Mereka terdiri dari pemudapemudi, ibu-ibu dan juga bapak-bapak. Semua membaur, menyatu dalam wadah kebersamaan yang intens. Tidak terdapat sekat antara jamaah laki-laki dan perempuan, tidak tampak pula dominasi simbolisme agama seperti kopiah, gamis dan sarung. Mereka umumnya bercelana jeans, berkaos oblong dan mengenakan jaket, duduk melantai dengan beralas tikar seadanya. Tampak seorang jamaah mulai membaca ayat-ayat Alquran dengan pengeras suara, kemudian diikuti oleh jamaah yang lain. Sekali-sekali mereka terlibat dalam dialog tentang agama, politik, dan kebudayaan secara luas. Sejurus kemudian, mereka asyik menjadi pendengar yang baik atas apa yang disampaikan seorang figur pada pengajian itu. Pada saat yang lain, perlahan suasana berubah semarak dan meriah oleh kreatifitas aransemen musik. Berikutnya, mereka menampakkan kegembiraan yang tidak biasa, tertawa dengan lepas seakan menikmati kebersamaan itu. Mereka juga terlihat khusuk dalam atmosfer suasana malam yang hening, berdoa sekaligus menutup pengajian dengan beberapa nasehat dan bersalaman satu sama lain. Fenomena di atas masih dapat dijumpai saat ini di Dusun Jetis Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta. Pengajian ini diberi nama Mocopat Syafaat oleh Emha Ainun Nadjib. Semangat awalnya adalah bershalawat bersama-sama dengan iringan aransemen musik KiaiKanjeng. Shalawatan bersama pada pengajian Mocopat Syafaat diadakan satu kali setiap bulan, dan sudah berlangsung selama belasan tahun. Seiring berjalannya waktu, pengajian Mocopat Syafaat terus mengalami dinamika, dan semakin bertambah banyak pula peserta shalawatan yang datang. Secara umum mereka mengikuti pengajian mulai dari awal hingga sampai selesai. Pengajian ini berlangsung sekira selama tujuh jam. Sebagian dari peserta shalawatan sudah mulai berdatangan sejak lepas waktu isya, sebagian

2 lainnya datang menyusul secara bergelombang. Mereka menampakkan wajah antusias dan memilih tetap bergeming hingga jelang subuh dini hari. Shalawatan bersama pada pengajian Mocopat Syafaat menunjukkan gejala fenomena sosial-keagamaan yang massif-terpola, konsisten-kontinu, dan unikotentik. Peserta pengajian melakukan praktek keagamaan dengan membaca ayatayat Alquran, bershalawat, dan juga berdoa. Tidak kurang juga mereka melakukan dialog pengetahuan yang menekankan pada arti penting pemahaman kognitif, baik di bidang agama maupun budaya secara luas. Kesadaran seni yang melahirkan kreatifitas bermusik, ditampilkan oleh KiaiKanjeng dengan memadukan spirit nilai tradisionalitas lokal dan modernitas. Tentunya tidak sederhana memahami kompleksitas pengajian Mocopat Syafaat, sehingga penafsiran pada dimensi religiusitas saja, akan kurang memadai dan terkesan reduktif dan simplifikatif. Penelitian dalam rangka memahami agama-agama dunia dan juga penganutnya telah mulai dirintis oleh banyak kalangan ilmuan, baik dari disiplin teologi, psikologi, antropologi dan juga budaya. Pemahaman secara sosiologis atas agama, juga telah digagas oleh beberapa ilmuan sosial terdahulu. Mereka sudah melakukan studi terhadap fenomena-fenomena keagamaan yang mulai muncul di tengah masyarakat. Bagi Emile Durkheim ( ), seorang sosiolog Perancis, fenomena keagamaan yang muncul di tengah masyarakat, dapat dijelaskan dengan memosisikan masyarakat sebagai pintu masuk dan sekaligus subyek agama. Durkheim melihat agama sebagai potret ideal masyarakat dalam mengekspresikan kebersamaannya. Dia memahami agama sebagai lambang kolektifitas masyarakat dalam bentuknya yang ideal. Karena itu, agama merupakan sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif masyarakat yang diwujudkan menjadi (dalam bentuk) upacara-upacara atau ritus-ritus. 1 Karl Marx ( ), sosiolog Jerman, yang banyak menulis tentang ekonomi sejarah dan sedikit menyinggung soal agama justru melihat agama dengan tatapan mata sinis. Marx menganggap agama sebagai candu masyarakat. 2 Agama bagi dia hanya menyebabkan masyarakat merasa asing dengan keadaan di 1 Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, Yogyakarta: UGM, 2012, hal, Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, Jakarta: UIP, 2007, hal,

3 sekitarnya. Agama bukannya berfungsi sebagai pengikat kolektifitas masyarakat sebagaimana dikatakan Durkheim, melainkan menjadi alat bagi rezim sistem penguasa untuk meninakbobokan kebebasannya. Masyarakat dibuat nyaman dan tidak kritis, mereka hanya datang ke tempat-tempat peribadatan mengadu dan memasrahkan persoalan hidupnya atas nama kepatuhan teologis. Ketaatan masyarakat dalam menjalankan ritual-ritual agama dicurigai Marx hanya sebagai pelarian dari persoalan hidup yang menderanya. Berbeda dengan Marx dan Durkheim, Max Weber ( ) memandang agama sebagai sistem nilai yang berpotensi merubah keadaan masyarakat. Agama mengajarkan sistem tata nilai kepada pemeluknya. Ketaatan penganut agama oleh Weber dipandang sarat dengan pemaknaan subjektif atas nilai-nilai itu. Dalam menjelaskan agama, dia memilih berpijak pada individu yang dipercaya mempunyai pilihan bebas. Agama memiliki ruh semangat dalam kehidupan penganutnya. Spirit kapitalisme yang akhirnya menjadi sistem perekonomian dunia modern menurut Weber lahir dari nilai-nilai agama yang dianut pemeluk Protestan, walaupun harus tetap diakui bahwa etika agama bukan satu-satunya faktor penentu etika ekonomi. 3 Namun setidaknya Weber menyakini bahwa pemahaman ide-ide agama yang oleh sebagian orang dianggap tidak rasional, ternyata memiliki rasionalitas nilai tersendiri bagi penganutnya. Mereka mengorientasikan tindakannya atas dasar pemahaman nilai yang dimilikinya itu. Ketiga ilmuan sosial di awal (Durkheim, Marx dan Weber) sepintas memiliki kesamaan sekaligus perbedaan dalam menjelaskan fenomena agama di tengah masyarakat. Mereka sama-sama melihat agama dari segi fungsinya atas bidang kehidupan modern secara luas. Durkheim menilai agama menjalani fungsi integratif atas individualisme masyarakat modern, dan menghukum anggotanya secara moral. Marx memahaminya dari fungsi ideologi kelas, sementara Weber menjelaskan fungsi agama atas etika ekonomi. Namun ketiganya memilih pintu masuk berbeda dalam menjelaskan agama. Durkheim dan Marx masuk melalui 3 Roland Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, Jakarta: Rajawali Pers, 1993, hal, 5. 3

4 struktur masyarakat dan kelas, sementara Weber melalui individu yang tindakan beragamanya dipercaya penuh makna dan sarat kepentingan nilai-nilai. Ideologisme agama versi Marx, kurang relevan bila digunakan untuk memahami fenomena pengajian Mocopat Syafaat. Selain karena karakter inklusifitas dan multikulturalitasnya, pengajian ini lebih banyak menekankan sisi pemahaman kognitif peserta shalawatan yang bersifat dialogis, bukan dogmatis. Pengajian Mocopat Syafaat hampir-hampir mendekati gejala intelektualisme dan spiritualisme agama, ketimbang ideologisme agama. 4 Sebab itu pula, maka fungsionalisme agama dalam pandangan Durkheim yang deterministik dan menganggap ketaatan penganut agama sebagai panggilan dan paksaan struktur, tidak memenuhi harapan untuk memahami gejala tersebut. Pengajian Mocopat Syafaat sama sekali tidak memaksa peserta shalawaan untuk datang. Peserta shalawatan tidak terikat secara struktur, mereka bebas menentukan sikapnya untuk datang atau pun tidak datang. Maka dari itu, sebagai langkah awal menuju pintu masuk, konsep rasionalisme agama Weberian dianggap dapat menjadi pijakan. Sosiologi interpretatif Weberian bisa menjadi langkah awal dalam memahami keterlibatan peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat. Kendati demikian, Sosiologi tidak cukup hanya memahami sisi religiusitas peserta shalawatan melalui yang dipraktekkan, lebih dari itu Sosiologi juga diharapkan mampu menelisik dimensi kognitif dan kehidupan sehari-harinya. Pada titik ini, tugas Sosiologi terutama Sosiologi agama terasa lebih berat, bahkan penjelasan dengan hanya memakai konsep rasionalitas Weber pun tidak cukup memadai. Sehingga, dalam konteks studi ini, dirasakan perlu dilengkapi dengan pendekatan dan pemahaman lain yang bersifat fenomenologis. Suatu bentuk pendekatan keilmuan yang berusaha mencari hakikat atau esensi dari apa yang ada di balik segala macam bentuk manifestasi agama dalam kehidupan penganutnya. 5 4 Nurkholis Madjid, Dakwah Islam di Indonesia: Tantangan Pascakolonialisme dan Perubahan Sosial dalam Masyarakat Plural, dalam Agama dalam Pergumulan Masyarakat Kontemporer, Yogyakarta: LKiS, 1998, hal, Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal,

5 Alfred Schutz ( ) adalah seorang peletak dasar batu bata pertama pendekatan fenomenologis dalam tradisi Sosiologi. Pendekatan fenomenologis Schutz, berkepentingan menelisik konstruksi kesadaran individu. Schutz berpijak pada kepercayaan bahwa dunia kehidupan sehari-hari bersifat intersubjektif. Bagi Schutz, dalam kehidupan sehari-hari, kesadaran seorang individu terbagi dengan individu lain. Sehingga kesadaran seorang individu, tidak pernah bersifat pribadi sepenuhnya, melainkan telah terbagi, dan menjadi bagian kesadaran orang lain. 6 Pendekatan fenomenologis Schutz ini, kemudian dikembangkan Peter L. Berger dalam memahami perilaku beragama di tengah masyarakat. Berger dan Thomas Luckmann (1990) menyusun suatu risalah sosiologi pengetahuan yang menganggap bahwa realitas terbentuk secara sosial. Tesis yang sangat dipengaruhi pendekatan fenomenologis Schutz ini, kemudian juga dipakai Berger (1991) untuk menganalisis agama sebagai realitas sosial. Menurut Berger, agama itu secara dialektis membentuk dan sekaligus dibentuk penganutnya. Dia memahami bahwa tindakan beragama seorang individu, tidak cukup hanya dijelaskan dari pandangan determinitistik Durkheimian, atau subjektifistik Weberian. Lebih dari itu, Berger percaya bahwa objektivisme agama mempunyai kekuatan memaksa penganutnya untuk taat melalui proses internalisasi, dan di sisi lain penganutnya juga memiliki subjektivisme kebebasan bertindak melalui proses eksternalisasi. 7 Studi ini berupaya menelisik kesadaran peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat, dengan menggunakan pendekatan fenomenologis Schutz. Suatu pendekatan untuk mengungkapkan makna di balik keterlibatan individu dalam praktek keagamaannya. Bagaimanapun juga realita fenomena pengajian Mocopat Syafaat, menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang masih menuntut jawaban. Masih belum ditemukan suatu hasil studi yang berupaya mengungkapkan konstruksi pemaknaan peserta shalawatan, serta memotret sikap dan perilaku keseharian mereka. Peserta shalawatan, tentu memiliki konstruksi pemaknaan otentik terhadap pengajian Mocopat Syafaat. Beberapa studi terdahulu yang dilakukan 6 Irving, M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995, hal, Peter, L. Berger, Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial, Jakarta: LP3ES, 1991, hal, 4. 5

6 Rozi (2005) dan Wahyu (2010), menempatkan pengajian Mocopat Syafaat sebagai suatu gerakan politik dan sosial. Sejumlah studi lain, juga masih mengkaji pengajian Mocopat Syafaat secara struktur-kelembagaan, dan dari sudut cara pandang orang luar. Studi yang lebih menekankan pada sisi konstruksi pemaknaan subjektif pelaku, dengan sudut pandang orang dalam, masih terbilang langka. Jikapun terdapat studi yang menggunakan frame atau kerangka terakhir, itupun dengan menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda. Sehingga, studi sosiologis dengan pendekatan fenomenologis Schutz, dirasa masih mendapat tempat untuk mengkaji fenomena sosial-keagamaan yang janggal ini. Maka dari itu, studi ini bertujuan (tujuan studi ini adalah) mengembalikan makna shalawatan bersama pada pengajian Mocopat Syafaat kepada peserta shalawatan, dan memotret perilaku dan pilihan sikap mereka dalam kehidupan keseharian. Pada konteks ini, akhirnya persoalan meaning atau pemaknaan, persepsi, nilai-nilai, alasan, motif, argumentasi, maksud dan harapan, harus dikembalikan kepada peserta shalawatan yang mengalami secara langsung. Peserta shalawatan, tentunya memiliki konstruksi pemaknaan subjektif tersendiri terhadap pengajian Mocopat Syafaat, dan studi ini berkepentingan menangkap proses konstruksi pemaknaan subjektif itu. Dengan pendekatan fenomenologis Schutz, cara memandang peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat akan lebih terwakili. Pengalaman subjektif peserta shalawatan menjadi penting untuk ditelusuri, dikaji ulang, dan diceritakan kembali, dengan memakai jarak pandang, sudut pandang, dan cara pandang mereka yang terlibat langsung. Sejumlah asumsi awal yang bersifat (mengandung) pertanyaan terhadap pengajian Mocopat Syafaat dapat dimunculkan di sini. Pertama, di tengah kondisi masyarakat modern yang kian rasional, nilai-nilai agama yang dulu oleh Weber dipercaya mendukung berdirinya kapitalisme, justru tampak mulai tergerus oleh perkembangan sistem kapitalisme itu sendiri. 8 Rasionalitas birokrasi modern telah menggerogoti semangat beragama penganutnya. Apakah gejala intelektualisme dan spiritualisme agama sebagaimana yang tampak pada pengajian Mocopat Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern I, Jakarta: Gramedia, 1988, hal, 6

7 Syafaat merupakan suatu antitesis atau sintesis terhadap kondisi itu. Apakah fenomena pengajian Mocopat Syafaat sedang ingin membenarkan pendapat Andre Malraux, seorang filsuf Perancis tentang abad ke-21 sebagai the age of religion atau abad agama, atau malah justru sedang membenarkan pendapat Marx bahwa candu agama menjadikan asing penganutnya akan dunia luar. Kedua, apakah pengajian Mocopat Syafaat suatu proyek besar yang sedang mengemban misi politis sebagaimana yang diamanatkan seorang pemikir budaya Soedjatmoko, apabila kita berniat mengurangi kemungkinan penindasan yang lebih besar di abad ke-21, masyarakat harus belajar mengembangkan saluran yang tidak diracuni dan kurang manipulatif bagi informasi, partisipasi dan aksi pilitik. 9 Atau semua itu, tidak lain adalah bentuk dominasi struktur (negara/lembaga agama) atas diri individu, sebagaimana dinyatakan oleh Durkheim. Boleh jadi komunalitas atau kebersamaan peserta shalawatan, bukan semata atas dasar pilihan sadar yang berangkat dari pemahaman nilai-nilai agama, tapi lebih karena dogmatisasi belaka. Apakah secara individualitas, peserta shalawatan memang religius sebagaimana yang dipraktekkan, atau itu hanya sekedar tindakan semu penuh kepuraan karena berhubungan dengan legitimasi pihak tertentu. Ketiga, sejak abad ke-14 hingga abad ke-16 Masehi, renaissance atau kelahiran kembali, dan aufklarung atau pencerahan Eropa yang menekankan kebebasan dan rasionalisme mulai mencampakkan sakralitas nilai-nilai agama. Sejak itu pula, secara perlahan agama mulai ditinggalkan oleh penganutnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan juga teknologi informasi, telah menyingkap tirai pesona dunia, menggantikan peran agama dalam kehidupan masyarakat modern. Namun hari ini, semangat nilai-nilai agama sudah mulai muncul kembali dalam bentuk spiritualisme di belahan Eropa dan Amerika. Apakah ini semacam titik balik kepercayaan masyarakat modern pada nilai-nilai agama, setelah sekian lama digerogoti oleh semangat renaissance dan aufklarung. Apakah gejala yang tampak pada pengajian Mocopat Syafaat merupakan bagian darinya. 9 Kathleen Newland dan Kemala Candrakirana Soedjatmoko, (peny.), Menjelajah Cakrawala Kumpulan Karya Visioner Soedjatmoko, Jakarta: Gramedia, 1994, hlm,

8 Keempat, bershalawat atau shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat dari sudut pandang tertentu bukanlah termasuk kegiatan populer di tengah masyarakat modern, apalagi bila dilakukan secara bersama-sama. Shalawatan merupakan aktifitas keagamaan yang bercorak tradisional. Sementara semangat masyarakat hari sekarang adalah meninggalkan hal-hal yang bersifat tradisional-keagamaan menuju pada sesuatu yang bersifat modern dan sekuler. Gaya hidup glamor, hedon dan konsumtif sudah menjadi tren atau kecenderungan masyarakat modern. Lalu, apakah ekspresi keagamaan peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat merupakan wujud resistensi (perlawanan) atas modernitas, atau justru bentuk lain tersubordinasinya dimensi sakralitas agama di tengah masyarakat modern. Apakah ini semacam budaya tandingan dengan spirit perlawanan, atau hanya pengakuan kekerdilan agama dan ketidakmampuannya menghadapi semangat zaman. Atau, apakah semua ini hanya semacam ekspresi bentuk kekalahan kalangan penganut agama di tengah dominasi dan semaraknya budaya populer masyarakat modern. Bagaimanapun juga shalawatan bersama pada pengajian Mocopat Syafaat di dusun Jetis Kasihan Bantul Yogyakarta, sedikit banyak tetap menunjukkan gejala berbeda. Shalawatan bersama ini terbilang konsisten, massif, kontinu dan terpola. Merupakan suatu peristiwa yang janggal dan mengherankan, tatkala mengetahui dan menyaksikan peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat tetap bergeming selama berjalannya pengajian. Padahal, pengajian ini berlangsung selama tujuh jam, dari sejak lepas waktu shalat isya hingga jelang waktu shalat subuh, dini hari. Apa yang membuat peserta shalawatan sebegitu antusiasnya. Tidakkah mereka memiliki pertimbangan tertentu, sehingga sampai memutuskan untuk hadir dan ikut melibatkan diri pada pengajian Mocopat Syafaat. Atas sebab apa, dan demi untuk apa mereka tergerak datang. Tentu, tidak dengan serta merta dan begitu saja mereka memutuskan ikut pengajian Mocopat Syafaat. Mereka, diasumsikan mempunyai berbagai motif dan makna yang tidak tunggal. 8

9 1.2. Rumusan Masalah Sejumlah asumsi yang terdapat pada latar belakang penelitian di awal dirasakan perlu untuk dikonfirmasikan pada fakta yang sesungguhnya. Demi untuk mengonfirmasi beberapa asumsi tersebut dengan cara menemukan data yang valid berkenaan dengan pengalaman peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat, maka pencarian kembali jawaban, atas fenomena pengajian yang janggal ini dilakukan. Dari beberapa asumsi yang telah disampaikan di awal, maka penelitian ini memokuskan pada dua pertanyaan pokok yang juga telah diformulasikan dalam bentuk rumusan masalah sebagaimana berikut. Bagaimana konstruksi pemaknaan peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat? Bagaimana konstruksi pemaknaan itu dipahami kembali oleh peserta shalawatan dalam konteks kehidupan sosial sehari-harinya? 1.3. Tujuan Penelitian Studi ini dimaksudkan untuk menjawab sejumlah pertanyaan mendasar yang telah disampaikan pada rumusan masalah di awal. Sederhananya penelitian ini bertujuan mengungkapkan dan menggambarkan konstruksi pemaknaan peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat, berikut representasi konstruksi pemaknaan itu, di dalam konteks kehidupan sosial sehari-hari peserta shalawatan. Dengan mendeskripsikan konstruksi pemaknaan peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat, berikut representasinya dalam kehidupan sosial sehari-hari mereka, diasumsikan dapat pula memaparkan pengalaman-pengalaman subjektif mereka selama melibatkan diri pada pengajian Mocopat Syafaat. Dengan kalimat lain, studi ini menceritakan kembali pengalaman subjektif peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat, dengan memakai cara mereka memandang. Peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat yang secara aktif-intensif terlibat langsung, merupakan seorang individu yang menjadi bagian dari anggota masyarakat dimana mereka tinggal-menetap dan menjalani kehidupan sosial kesehariannya. Keterlibatan dalam kurun waktu yang terbilang lama, sebagai peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat, tentu memiliki makna tertentu pula, ketika memerankan diri sebagai anggota masyarakat dimana 9

10 mereka tinggal-menetap dan menjalani kehidupan sosial kesehariannya. Studi ini sekali lagi menggambarkan pengalaman subjektif, dan semesta makna yang telah didapatkan peserta shalawatan selama mengikuti pengajian Mocopat Syafaat, berikut representasi makna itu dalam konteks kehidupan sosial sehari-harinya Manfaat Penelitian Dengan menemukan jawaban dari pertanyaan pada rumusan masalah di awal, maka studi ini dimaksudkan untuk dapat memunculkan ke permukaan, mengenai keberadaan suatu fenomena pengajian, berikut orang-orang yang secara sadar terlibat dan melibatkan diri pada pengajian tersebut. Muara dari penelitian ini adalah mengandaikan terjadinya penularan kesadaran ke individu-individu lain. Paling minimal, kebermanfaatan studi ini adalah terdapat pada pengungkapan pengalaman, rasa, motivasi, semangat, berikut kesadaran peserta shalawatan yang melibatkan diri pada pengajian Mocopat Syafaat. Syukur-syukur bila kenyataan ini dapat memercik, dan menular pada individu lain di tempat dan waktu berbeda Tinjauan Pustaka Penelitian tentang pengajian Mocopat Syafaat dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Mohammad Rozi (2005) tentang Negeri Kecil di Negeri Besar: Studi tentang Upacara Ritual Komunitas Maiyah di Bantul Yogyakarta. Dengan menggunakan metode Etnografi, Rozi mengungkapkan bahwa pengajian Mocopat Syafaat merupakan fenomena kultural yang mengarah pada gerakan islam komunal berbasis santri. Kaum santri dengan mengenakan simbolisme islam seperti peci dan sarung, masih terbilang mendominasi peserta shalawatan yang hadir pada waktu itu. Kondisi ini juga yang mengantarkan Rozi sampai pada sebagian kesimpulan bahwa kegiatan peserta shalawatan adalah sebagai sebuah gerakan sosial yang dilakukan oleh kaum santri. Dalam penelitiannya, Rozi menyimpulkan bahwa pengajian Mocopat Syafaat yang tampak sebagai ritual keagamaan ternyata lebih banyak mengarah pada bentuk gerakan islam komunal, yang mana gerakan ini lebih bersifat politis dan sebagai bentuk anyar atau aktual dari gerakan islam konvensional yang selama ini cenderung bersifat assosiasional. 10

11 Ian Leonard Betts (2006), telah membukukan hasil penelitian seputar Maiyah secara lebih luas, berikut sosok Emha Ainun Nadjib dengan judul The Silent Pilgrimage: Emha Ainun Nadjib, A Lifelong Journey of Faith. Edisi bahasa indonesia diberi judul Jalan Sunyi Emha. Bett menceritakan bahwa sejak perkenalan pertamanya pada 1998, dia selalu mengikuti berbagai aktifitas Emha dan berhasil menghimpun banyak informasi secara langsung darinya. Tidak hanya itu, dia juga berhasil mewawancarai beberapa kolega dekat Emha, kemudian meminta komentar mereka mengenai sosok Emha. Selain mengupas tentang beberapa karya Emha, Betts juga banyak menyoroti perjalanan Emha bersama musik KiaiKanjeng baik di aras lokal maupun global. Betts menyimpulkan bahwa pasca reformasi 1998, Emha dengan musik KiaiKanjeng lebih memilih jalan sunyi ketimbang turut meramaikan hiruk-pikuk kontestasi politik nasional kala itu. Jalan sunyi itu ia lalui dengan menyambangi berbagai lapisan masyarakat, dari masyarakat kota hingga pelosok desa dan bahkan mancanegara. Bagi Bett, Emha adalah sebuah paradoks. Dia (Emha), menurut Bett, mengetahui betul, dan bicara banyak mengenai kebobrokan politik nasional tapi tidak berhasrat menduduki jabatan politik tertentu. Emha lebih memilih untuk disisihkan dari kontestasi perpolitikan nasional, dan menempuh jalan sunyi dengan melayani masyarakat. Penelitian tentang pengajian Mocopat Syafaat juga telah dilakukan oleh Wahyu Aji Nugroho (2010) mengenai Komunitas Maiyah sebagai Sebuah Gerakan Sosial Baru menuju Masyarakat Multikultural. Dengan menggunakan metode Case Study, Wahyu menyimpulkan bahwa pengajian Mocopat Syafaat merupakan sebuah bentuk gerakan sosial baru menuju masyarakat multikultural. Menurut Wahyu, sikap toleransi yang tergambar pada pengajian Mocopat Syafaat dipercaya dapat menjadi modal berharga dalam sebuah gerakan sosial baru menuju masyarakat multikultural. Selain itu, Prayogi R. Saputra (2012), juga telah melakukan kajian terhadap pengajian Mocopat Syafaat. Saputra menceritakan berbagai pengalamannya selama mengikuti pengajian Mocopat Syafaat dengan merefleksikan tema-tema yang pernah didiskusikan. Saputra sebagai pelaku, telah dengan baik menulis tentang pengajian Mocopat Syafaat secara independen, dalam arti tidak terikat 11

12 secara formalitas akademik. Dia lebih banyak menyoroti secara reflektif berbagai pemikiran dan permenungan Emha Ainun Nadjib, dan juga beberapa tema diskusi yang dibahas pada pengajian Mocopat Syafaat. Dari beberapa diskusi yang diikutinya, Saputra menyimpulkan bahwa pengajian Mocopat Syafaat lebih banyak menekankan pada arti penting kerjasama antara akal, hasrat dan qolbu. Siapa saja yang dapat menyeimbangkan sistem kerja ketiga komponen yang melekat pada diri setiap manusia itu, maka ia termasuk orang yang berhasil. Saputra menuliskan bahwa pada pengajian Mocopat Syafaat, wacana mengenai pengelolaan ketiga komponen tersebut kerap didiskusikan. Bahkan terrefleksikan dalam sejumlah lirik lagu ciptaan KiaiKanjeng. Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai pengajian Mocopat Syafaat, ternyata masih belum didapati suatu hasil penelitian yang menggambarkan konstruksi pemaknaan peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat, dan pengalaman subjektif dalam kehidupan sosial kesehariannya. Maka dari itu, studi ini berupaya menekuni makna, mendeskripsikan pengalaman subjektif, serta menemukan aplikasi/representasi makna itu, dalam sikap dan perilaku keseharian peserta shalawatan. Menilik dari fokus kajiannya, tentu studi ini berbeda, atau tidak sama dengan studi sebelumnya. Pada sejumlah studi yang telah dilakukan, masih belum ditemukan suatu upaya untuk bagaimana mengungkapkan motifmotif, konstruksi pemaknaan, berikut pengalaman subjektif peserta shalawatan. Jika mencermati perkembangan pengajian Mocopat Syafaat belakangan ini, maka tesis awal dalam penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pengajian Mocopat Syafaat lebih sebagai semacam gerakan yang bersifat politis, ternyata hingga hari ini tidak terbukti, setidaknya itu masih belum teraktualkan. Sementara itu, kesimpulan awal yang menyatakan bahwa pengajian Mocopat Syafaat sebagai bentuk gerakan sosial baru menuju masyarakat multikultural, kiranya itu hanya dapat ditemui/disaksikan dalam wujud semangat pluralitas dan insklusifitas yang terbangun dalam pengajian itu sendiri. Akan tetapi, sekali lagi bahwa klaim atas pengajian Mocopat Syafaat sebagai suatu gerakan politis dan gerakan sosial, butuh ditelusuri kembali dengan menggunakan perspektif dan cara pandang peserta shalawatan yaitu, mereka yang secara aktif-intensif melibatkan diri pada 12

13 pengajian Mocopat Syafaat. Bagaimana sesungguhnya konstruksi pemaknaan peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat, yang dikatakan sebagai suatu gerakan tersebut. Upaya ini setidaknya dapat menggambarkan pengalaman subjektif peserta shalawatan dengan menggunakan cara pandang mereka sendiri, yang secara langsung melibatkan diri pada pengajian Mocopat Syafaat. Pencarian kembali atas konstruksi pemaknaan peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat, dan bagaimana konstruksi pemaknaan itu dipahami kembali oleh mereka dalam konteks kehidupan sosial sehari-harinya, dilakukan dalam rangka mengisi ruang kosong yang ditinggalkan oleh beberapa studi akademik terdahulu, mengenai pengajian Mocopat Syafaat. Ruang kosong yang dimaksud yakni level kesadaran-individual tiap-tiap peserta shalawatan dalam memaknai pengajian Mocopat Syafaat, yang disimpulkan sebagai suatu gerakan. Penelitian ini menjadikan level kesadaran-individual tiap-tiap peserta shalawatan, sebagai sandaran utama. Melangkah dari situ, studi ini berupaya menemukan konstruksi pemaknaan peserta shalawatan terhadap pengajian Mocopat Syafaat, berikut representasi pemaknaan itu, pada konteks kehidupan sosial sehari-harinya. Di samping beberapa argumentasi di awal, tetap harus diakui pula bahwa pada batas tertentu, memang terdapat kemiripan antara studi ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti terdahulu, mengenai pengajian Mocopat Syafaat. Secara lebih luas, studi ini memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu sama-sama menjadikan peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat sebagai fokus kajian dan unit analisis. Namun penelitian ini tetap berbeda dalam hal permasalahan mendasar yang menjadi sandaran utama, dan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, ketidaksamaan metode dan pendekatan juga menjadi pembeda. Dengan begitu, tentunya hasil akhir dari penelitian ini tetap akan memiliki keunikan tersendiri dan tentunya akan berbeda pula dengan hasil temuan pada penelitian terdahulu. 13

14 1.6. Metode Penelitian Jenis Penelitian Studi ini merupakan jenis penelitian lapangan yang menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan kualitas data yang bernilai-sarat makna, dan mendalam serta valid. Sementara pendekatan fenomenologis dimaksudkan untuk menggambarkan data secara apa adanya berdasarkan tampakan fenomena. Pendekatan fenomenologis mencoba menemukan dan memahami secara lebih mendalam semesta makna pengajian Mocopat Syafaat bagi peserta shalawatan. Fenomenologi sebagaimana diungkapkan Bogdan dan Tylor (1992), memandang sikap dan tindakan individu yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan orang sebagai produk dari cara orang tersebut menafsirkan dunianya. 10 Fenomenologi sebagai suatu pendekatan, dipercaya dapat menangkap proses penafsiran itu. Proses penafsiran dalam pendekatan fenomenologis, sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Berger dan Kellner (1985), bahwa kerja penafsiran membutuhkan penyesuaian antara struktur relevansi pengamat dengan struktur relevansi orang lain dan kelompok di mana ia termasuk. 11 Seorang pengamat tidak dapat menafsirkan makna orang lain tanpa mengubah, walaupun paling sedikit, sistem makna pada dirinya sendiri. 12 Pendekatan fenomenologis, dipahami memiliki lingkup-cakupan lebih luas ketimbang metode kualitatif. Metode kualitatif sebagai cara mendapatkan data, tentu mengandaikan terlebih dahulu seorang pengamat dapat menghampiri realitas, termasuk informan, secara fenomenologis. Pendekatan fenomenologis membimbing pengamat agar dapat masuk ke dalam dunia pemikiran informan, dan kemudian berpikir sebagaimana mereka berpikir. Pendekatan fenomenologis menempatkan suasana dan atmosfer penelitian sebagai yang pertama kali bagi 10 Robert Bogdan dan Steven J. Tylor, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif, suatu Pendekatan Fenomenologis terhadap Ilmu-ilmu Sosial, alih bahasa oleh Arief Furchan, Surabaya: Usaha Nasional, 1992, hal, Peter, L. Berger dan Hansfried Kellner, Sosiologi Ditafsirkan Kembali, Esai tentang Metode dan Bidang Kerja, Jakarta: LP3ES, 1985, hal, Ibid, hal,

15 pengamat, kemudian membantunya agar dapat konsisten layaknya pemula abadi. 13 Apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang mengalami sesuatu sebagai pengalaman pertama kali ibarat terlempar pada suatu tempat yang sama sekali baru. Tentunya orang ini akan menganggap pengalamannya itu sebagai sesuatu yang bernilai, dan berusaha mencerap makna dari pengalaman itu sebagaimana adanya. Asumsi teoretik sebagai pisau analisis dalam melakukan interpretasi dan penafsiran, telah lebih dulu ditangguhkan. Dengan demikian, setiap jawaban informan, dan gejala yang nampak, akan dipandang sebagai penuh makna Lokasi dan Waktu Penelitian Setiap jenis penelitian lapangan tentunya mensyaratkan terdapatnya konteks di mana penelitian lapangan itu dilakukan. Hal ini tentunya akan sangat berbeda dengan, misalnya jenis penelitian literatur, yang mana pada yang terakhir ini, dalam operasionalnya, peneliti lebih banyak berkutat pada persoalan teks semata. Penelitian mengenai pengalaman subjektif peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat dilakukan di Dusun Jetis, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dengan unit analisis individu (baca: peserta shalawatan) yang secara aktif dan intensif ikut terlibat pada pengajian Mocopat Syafaat. Mengenai kapan waktu penelitian ini dilakukan, secara struktural formalitas akademik, studi ini sebenarnya telah dimulai sejak berakhirnya semester kedua perkuliahan: pada akhir September 2012, hingga awal Januari Sehingga rentang waktu yang dilalui selama proses penelitian adalah berkisar tiga bulan lebih dua minggu. Akan tetapi peneliti dalam hal ini telah juga melakukan upayaupaya pendekatan awal semacam pre-observation yang sudah dimulai sejak 2011 pertengahan. Di samping itu, kondisi lapangan menyebabkan penelitian berlanjut hingga Desember Dari beberapa kali pengamatan langsung di lapangan dilakukan, yaitu pada saat pengajian Mocopat Syafaat diadakan, akhirnya peneliti Kees Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Inggris-Jerman, Jakarta: Gramedia, 2002, hal, 15

16 telah mendapatkan informasi awal yang berkenaan dengan orang dalam yang sekaligus penjaga pintu untuk peneliti sampai bisa masuk pada informan Subyek Penelitian Subjek penelitian dalam studi ini adalah individu (peserta shalawatan) yang secara aktif dan intensif mengikuti pengajian Mocopat Syafaat. Mengingat peserta shalawatan yang hadir tidak sedikit, maka penentuan kriteria informan dilakukan dengan kembali mempertimbangkan tujuan, kegunaan dan maksud awal penelitian ini. Tujuan studi ini adalah menemukan makna pengajian Mocopat Syafaat bagi peserta shalawatan. Maka dari itu, kriteria informan melingkupi beberapa ketentuan sebagai berikut. Pertama, peserta shalawatan yang melibatkan diri secara aktif-intensif dari sejak pengajian Mocopat Syafaat pertama kali diadakan hingga saat sekarang tetap masih terlibat. Kedua, peserta shalawatan aktif-intensif dan yang juga memiliki kemampuan artikulatif dalam menceritakan pengalaman subjektifnya. Ketiga, tentu saja peserta yang dimaksud haruslah juga merupakan seorang individu-aktif yang menyadari perannya sebagai bagian dari anggota masyarakat dimana ia tinggal dan menjalani aktifitas kehidupan kesehariannya. Kriteria pertama memiliki arti penting terkait dengan kebutuhan akan datadata yang bersifat dinamis dan progresif mengenai dinamika pengajian Mocopat Syafaat. Kriteria berikutnya lebih mempertimbangkan sisi kemudahan dan efisiensi dalam menangkap dan memahami penuturan informan. Hal ini dipertimbangkan karena berangkat dari asumsi awal bahwa sejumlah peserta shalawatan pada masa awal pengajian adalah warga setempat yang berbahasa jawa dalam komunikasi kesehariannya. Penuturan pengalaman subjektif informan, dengan sepenuhnya dalam bahasa jawa akan menjadi kendala bagi peneliti. Kriteria terakhir, memiliki arti penting untuk mendapatkan variasi status sosial dan aktifitas keseharian informan, yang dalam mana mereka berinteraksi. Penentuan informan berdasarkan kriteria di awal dilakukan dengan bertanya kepada penjaga pintu pengajian Mocopat Syafaat. Penjaga pintu yang dimaksud adalah orang dalam yang sekaligus pembabat alas pengajian Mocopat Syafaat. Penjaga pintu mempunyai informasi awal berkenaan dengan peserta shalawatan 16

17 yang aktif-intensif mengikuti pengajian Mocopat Syafaat hingga saat sekarang. Selain itu, penjaga pintu juga secara umum mengetahui seputar aktifitas keseharian peserta shalawatan tersebut. Informasi ini tentu amat berarti dan sangat membantu sebagai upaya seleksi awal, di tengah tingginya tingkat fluktuasi keterlibatan peserta shalawatan yang sangat banyak itu. Selain itu, informasi awal mengenai aktifitas sehari-hari peserta shalawatan yang aktif-intensif dari penjaga pintu juga menjadi dasar awal dalam menentukan informan. Informasi dari penjaga pintu dirasakan cukup mendasar karena dia merupakan orang di balik layar. Tentu tidak mengherankan bila penjaga pintu cukup mengenal dengan baik sejumlah peserta shalawatan, terutama yang terlibat pada awal-awal pengajian Mocopat Syafaat diadakan, yang ternyata mereka juga tetap masih aktif ambil bagian hingga hari sekarang. Setelah mengetahui dan menemui informan yang memiliki pengalaman lebih lama dan berkemampuan artikulatif dalam menceritakan pangalamannya itu, serta bersedia berbagi pengetahuan mengenai pengajian Mocopat Syafaat, maka langkah berikutnya adalah pengamat kembali mengkonfirmasi informan terkait mengenai keterlibatannya dalam pengajian Mocopat Syafaat. Penegasan ini dimaksudkan untuk mengetahui secara sadar bahwa informan terkait, mengikuti pengajian Mocopat Syafaat memang berangkat dari pilihan diri yang sadar. Kriteria informan semacam inilah yang diasumsikan dapat menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian secara fenomenologis. Berdasarkan kriteria informan yang telah ditentukan di awal, maka didapati tujuh peserta shalawatan yang memenuhi kriteria dan juga bersedia terlibat dan dilibatkan dalam penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui beberapa cara yaitu pengamatan langsung, wawancara dan dokumentasi. Pertama, pengamatan langsung ditempuh dengan dua cara: tidak terlibat dan terlibat. Pengamatan langsung tidak terlibat, memosisikan diri pengamat sebagai orang luar. Pengamat hanya mengamati saja peristiwa pengajian sebagai seorang non-partisan dengan pengambilan jarak. Sedangkan, pengamatan langsung terlibat 17

18 memosisikan diri pengamat sebagai orang dalam. Pada momentum ini, diri pengamat adalah juga diri peserta shalawatan; pengamat juga sekaligus peserta shalawatan. Pengamatan langsung terlibat mengandaikan seorang pengamat mampu memandang dengan menggunakan cara pandang peserta shalawatan. Kedua, wawancara dengan sejumlah informan. Jika menggunakan istilah tahapan, maka pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung (pada pembahasan sebelumnya) merupakan kategori tahap pertama. Pada tahap berikutnya, pengamat melakukan wawancara secara mendalam dengan sejumlah informan. Cara wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur, sehingga proses wawancara terkesan sangat cair-mengalir mengikuti alur sudut pandang informan. Tentunya tidak terstruktur di sini dimaksudkan sebagai bentuk antisipasi atau sikap preventif pengamat, agar jawaban yang disampaikan tidak menjadi bias. Terkadang, atau malah justru sering terjadi, strukturisasi pertanyaan penelitian dalam wawancara, mengesankan jawaban informan bias sudut pandang pengamat. Maka dari itu, tidak terstrukturnya pertanyaan wawancara, tidak lain adalah demi untuk mendapatkan data yang sifatnya mendasar dari sudut pandang informan. Ketiga, telaah atas dokumen: memanfaatkan sumber data sekunder yang didapatkan dari sejumlah literatur yang memuat informasi mengenai pengajian Mocopat Syafaat. Dalam hal ini, data sekunder bisa saja berupa tulisan seperti dalam bentuk laporan hasil riset, buletin dan buku, atau rekaman dalam bentuk audio dan video. Selain itu, studi ini juga memanfaatkan dokumen dan arsip literatur yang secara substansi memiliki keterkaitan langsung dengan penelitian. Berikutnya, pengumpulan dan penggalian data kualitatif dengan bersandar pada pendekatan fenomenologis dilakukan dengan benar-benar menjaga validitas dan kualitas data dengan cara menempatkan informan sebagai individu yang sadar serta menyadari keterlibatannya pada pengajian Mocopat Syafaat. Peristiwa dan aktifitas pengajian diasumsikan hanya bisa digambarkan oleh informan yang berkesadaran, tentunya dengan mensyaratkan tidak adanya sikap intimidatif oleh pengamat terhadap informan. Sikap intimidatif itu bisa saja dalam bentuk susunan pertanyaan wawancara. Dengan argumentasi tersebut, maka kelirulah jika pengamat memosisikan diri sebagai pihak aktif-dominatif, yang menjadikan daftar 18

19 wawancara sebagai pedoman. Justru sebaliknya, pengamat lebih bersikap pasifreaktif terhadap informan, ini artinya bahwa pertanyaan pada saat wawancara, bersifat mengalir mengikut alur jawaban yang disampaikan kepada pengamat. Kemudian, setelah wawancara dianggap cukup dan selesai, pengamat (sekali lagi) melakukan pengamatan langsung ke lapangan. Cara ini, dimaksudkan untuk melakukan cross check atas data yang telah didapatkan dari informan pada saat wawancara, dengan kenyataan di lapangan. Kepentingan pengamat dalam hal ini adalah untuk melihat kembali secara langsung atas apa yang telah dikatakan (disampaikan) informan pada saat proses wawancara. Tentunya cara ini dilalui demi untuk menjaga validiatas dan kualitas data yang telah didapatkan sebelumnya melalui wawancara. Maka dari itu perlu dipertegas lagi di sini, bahwa sumber data primer dalam penelitian lapangan tidak selalu hanya informan, tapi data primer juga melingkupi fenomena dalam bentuk peristiwa dan juga aktifitas di lapangan. Pada akhirnya dapat disadari, bahwa fenomena, selalu dipahami sebagai sumber data yang tidak kalah primer-nya ketimbang informan. Penelitian ini pada kenyataannya sangat bersifat dinamis. Artinya pengamat, dalam upaya mendapatkan data dari informan, tidak hanya berhenti pada saat pengajian Mocopat Syafaat diadakan, tapi lebih dari itu, pengamat juga menindaklanjuti pada waktu dan tempat berbeda, dimana informan bisa ditemui. Wawancara dengan beberapa informan kerap dilakukan di tempat tinggalnya. Sejumlah informan dalam studi ini tinggal menetap di lokasi pengajian Mocopat Syafaat diadakan. Pengamat memilih tidak tinggal-menetap, mempertimbangkan jarak yang cukup dekat dari tempat tinggal menuju lokasi. Tambahan pula aksesnya sangat mudah dijangkau dan dilalui dengan kendaraan roda dua. Setiap satu atau dua hari dalam satu minggunya, pengamat datang dengan sepeda motor. Agenda bertemu pun mengikuti aktifitas keseharian informan. Seorang informan yang memiliki aktifitas sebagai pedagang di pasar memilih bertemu pada sore hari dan terkadang malam hari. Pada saat wawancara dilakukan, pengamat memulai bertanya dengan sejumlah pertanyaan kunci kepada informan. Selebihnya peran pengamat adalah menjadi pendengar yang baik, sembari sekali-sekali memunculkan pertanyaan yang sifatnya meminta penegasan 19

20 dan konfirmasi, atau hanya sekedar mengulang pernyataan yang disampaikan untuk menunjukkan perhatian bahwa pengamat masih mendengarkan ceritanya. Pada saat pertemuan pertama kali dengan setiap informan, sebagaimana biasanya, pengamat selalu memulai dengan memperkenalkan diri pertama kali. Setelah itu, diteruskan dengan menanyakan persoalan yang sifatnya umum seperti aktifitas kesehariannya, internal keluarga, dan lingkungan sekitar. Selebihnya, wawancara dan pendalaman data menarik lainnya, dilanjutkan pada hari-hari lain. Sebagian informan, lebih mudah untuk ditemui, tapi beberapa yang lain mempunyai jadual kantor yang cukup padat. Menyiasati yang terakhir ini, pengamat membuat janji untuk bertemu di akhir pekan, saat hati libur atau masa cuti. Pada momentum pertama kali bertemu, informan merasa canggung, mereka berpikir tidak pantas untuk bercerita terkait pengalamannya selama mengikuti pengajian Mocopat Syafaat. Memahami suasana yang demikian, pengamat berinisiatif untuk bersikap lebih merendahkan hati dengan mengatakan bahwa informan terkait mempunyai sesuatu yang penting untuk diceritakan. Kemudian selalu disusul dengan keterbukaan untuk menceritakan lebih dulu tentang diri pribadi dan tujuan studi. Dengan begitu, sekiranya informan mendapatkan suasana nyaman dan merasa tidak ada beban untuk bercerita. Upaya ini umumnya berhasil. Setelah pengamat bercerita mengenai diri pribadi, direspon dan ditimpali dengan pertanyaan dari informan. Pada saat menjawab inilah, pengamat secara alamiah mulai memasuki dunia pengalaman informan dengan cara memberikan pertanyaan balik berupa pertanyaan yang bersifat umum dan sejumlah pertanyaan kunci. Selain itu, pengamat juga ikut melibatkan diri pada sejumlah forum yang diikuti oleh informan. Upaya ini dilakukan selain untuk mendapatkan perhatian dari informan juga untuk menjaga hubungan baik agar komunikasi tetap berjalan lancar, cair dan mengalir. Tentunya upaya ini juga dilakukan dalam rangka melihat secara langsung aktifitas informan sejauh yang masih bisa dijangkau oleh pengamat. Kemudian pada pengajian Mocopat Syafaat tiap tanggal tujuh belas setiap bulannya, pengamat mengusahakan melibatkan diri. Sesekali memerankan diri sebagai peserta shalawatan, ini artinya pengamat melakukan pengamatan terlibat. Kemudian pada saat yang lain menjadi pengamat tidak terlibat, sembari 20

21 melakukan refleksi atas apa yang dilihat, didengarkan, dan dirasakan saat itu, atas peristiwa dan aktifitas peserta shalawatan pada pengajian Mocopat Syafaat. Berikut adalah skema proses pengumpulan data yang dilakukan. Fenomena pengajian Mocopat Syafaat dan informan merupakan sebagai sumber data utama bersifat primer. Yang pertama, data didapatkan dengan cara pengamatan, baik secara terlibat maupun tidak terlibat. Yang kedua data diperoleh dengan cara wawancara tidak terstruktur terhadap (dengan) informan. Sementara data sekunder didapatkan dari seleksi dan pembacaan atas berbagai teks dan literatur. sumber data (primer) fenomena pengajian mocopat syafaat pengamatan terlibat & tak terlibat pengamat /peneliti pembacaan teks wawancara (primer) informan (sekunder) dokumen & literatur Bagan 1: Proses Pengumpulan Data Tentunya dengan segera, perlu ditegaskan pula di sini bahwa tidak semua data baik data sekuder maupun primer memiliki relevansi secara langsung dengan penelitian ini. Maka dari itu, dengan perasaan sangat menyesal (permintaan maaf dalam hati kepada informan) karena proses reduksi data tetap dilakukan. Setelah proses reduksi data selesai dilakukan, maka dengan sendirinya data yang didapatkan baik dari hasil wawancara langsung, pengamatan terlibat dan tidak terlibat, maupun data-data sekunder yang lainnya, secara otomatis telah teridentifikasikan dan terkategorisasikan. Sehingga pada tahap berikutnya, datadata yang telah diseleksi melalui proses-proses tersebut, menunggu analisis lanjutan, tentunya dengan melewati sejumlah tahapan dengan kerangka teoretik. 21

22 Teknik Analisis Data Analisis data pada studi ini dilakukan secara dinamis dan berkelanjutan, sebagaimana Bogdan dan Tylor menyatakan bahwa dalam penelitian pengamatan peserta, analisis data itu sedikit banyak merupakan proses yang berkelanjutan: saat pengumpulan data, dan setelah pengumpulan data. 14 Bahkan menurut Berger- Kellner, analisis data sebenarnya telah berlaku sebelum pengumpulan data. Setidaknya, kerangka teoretik telah bekerja layaknya partner, saat sebelum mengumpul data. 15 Seorang pengamat memiliki asumsi awal, sudut pandang dan perspektif tertentu, mengenai yang diteliti. Pengamat bukan ibarat gelas kosong, melainkan terisi asumsi teoretik tertentu sebagai mesin analisis dalam melakukan reduksi data, sistematisasi data dan penarikan kesimpulan sementara. Hanya saja pendekatan fenomenologis mendidik agar piawai meletakkan dalam tanda kurung, asumsi-asumsi teoretik yang dimiliki pada saat sebelum pengumpulan data. Tentu saja ini menjadi tugas dan tanggung jawab seorang fenomenolog melakukannya. Adapun tahapan atau langkah-langkah analisis data mengacu pada Clark E Moustakas yang meliputi empat tahapan. Pertama, penangguhan klaim/epoche; kedua, reduksi fenomenologis; ketiga, variasi imajinatif; dan keempat, perpaduan antara deskripsi tekstural dan deskripsi struktural. 16 Pertama, konsep epoche memosisikan pengamat layaknya pemula, sehingga mampu menerima segala fenomena (gejala yang tampak) tanpa prasangka. Kedua, reduksi fenomenologis sebentuk upaya mengalami fenomena (melihat dan mendengar fenomena) dalam tekstur dan makna aslinya. Ketiga, variasi imajinatif menemukan makna struktur esensial fenomena dan juga pengalaman. Keempat, perpaduan deskripsi tekstural dan struktural, penggambaran hakekat fenomena secara keseluruhan Robert Bogdan dan Steven J. Tylor, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif, suatu Pendekatan Fenomenologis terhadap Ilmu-ilmu Sosial, alih bahasa oleh Arief Furchan, Surabaya: Usaha Nasional, 1992, hal, Peter, L. Berger dan Hansfried Kellner, Sosiologi Ditafsirkan Kembali, Esai tentang Metode dan Bidang Kerja, Jakarta: LP3ES, 1985, hal, Clark E. Moustakas, Phenomenological Research Method, United States of America: Sage Publication, 1998, hal, Engkus Kuswarno, Fenomenologi, Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitian, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009, hal, 50,

23 Berikut adalah urut-urutan lengkap proses tahapan analisis data Moustakas yang diadopsi dari bukunya: Phenomenological Research Method. 18 Pertama, epoche: menjauhkan diri dari konsepsi-konsepsi pengetahuan, kemudian membuka diri bagi kehadiran fenomena. Epoche membantu seorang pengamat supaya mampu menangguhkan asumsi-asumsi, penilaian, klaim, dan pertimbangan awal yang dimilikinya mengenai sesuatu. Suatu proses yang memutuskan hubungan pengalaman dan pengetahuan, yang dimiliki sebelumnya. Kedua, reduksi fenomenologis: menyusun klasifikasi temuan tekstural dari fenomena yang menampakkan diri, yang meliputi beberapa tahapan. (a) Horizonalisasi: membuka diri terhadap kesemestaan makna, karena pada dasarnya setiap makna sama-sama bernilai. (b) Pembatasan skala pemaknaan guna mendapatkan makna yang tetap atau konstan dari pengalaman. (c) Penentuan kesamaan bobot dan tema: mengelompokkan unit-unit makna yang sesuai dengan tema, supaya tidak terjadi pengulangan. (d) Deskripsi tekstural tiap individu: memaparkan kesamaan unit makna tiap informan sesuai (mengikuti) tema. (e) Penggabungan deskripsi tekstural: menggabungkan deskripsi tekstural tiaptiap informan, ke dalam (menjadi) deskripsi tekstural universal. Ketiga, variasi imajinatif: memikirkan kemungkinan-kemungkinan makna lain atas deskripsi tekstural, guna menemukan deskripsi struktural dari sebuah pengalaman (ini akan bermuara pada bagaimana pengalaman berbicara mengenai dirinya). Berikut tahapannya. (a) Memperkaya perspektif atas fenomena dengan memanfaatkan perbedaan situasi, posisi dan peran yang tidak tunggal. (b) Fantasi selingan-bebas: memantasikan kemungkinan perubahan tipe-tipe struktural, yang menimbulkan tipikal tekstural. (c) Menyusun daftar kualitas struktural pengalaman. 18 Clark E. Moustakas, Phenomenological Research Method, hal, Selebihnya beberapa uraian, mengacu pada Engkus Kuswarno, Fenomenologi, Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitian, hal,

BAB V PENUTUP Pengantar

BAB V PENUTUP Pengantar BAB V PENUTUP 5.1. Pengantar Bab ini berisi simpulan dan saran. Selain itu, dimunculkan pula refleksi terhadap Mocopat Syafaat, dan implikasi atas teori yang digunakan. Pemahaman teori dipandang perlu,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi 219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai BAB III METODE PENELITIAN Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai pengalaman subjek yang menderita HIV positif. Teori Viktor E. Frankl dalam penelitian ini dinyatakan bukan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan fenomenologi untuk dapat menggambarkan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui perilaku konsumtif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Klaten terutama di tempattempat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Klaten terutama di tempattempat BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Klaten terutama di tempattempat hiburan khusus tempat tongkrongan anak- anak lesbi. Peneliti mengambil lokasi penelitian

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain, maka dari itu manusia selalu berusaha berinteraksi dengan orang lain dan mencari

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan kajian fenomenologi

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini mengenai konsep diri pada perempuan penderita tumor jinak payudara, metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini meneliti tentang fenomena perilaku menyimpang di kalangan pelajar SMA Negeri 8 Surakarta, dengan mengambil lokasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Menurut Darmadi (2013:153), Metode

BAB III METODE PENELITIAN. cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Menurut Darmadi (2013:153), Metode 31 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013:2), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SOSIAL MEMBACA BUKU PERPUSTAKAAN DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN 2014/2015. Bayu Aji Kurniawan

KONSTRUKSI SOSIAL MEMBACA BUKU PERPUSTAKAAN DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN 2014/2015. Bayu Aji Kurniawan KONSTRUKSI SOSIAL MEMBACA BUKU PERPUSTAKAAN DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN 2014/2015 Bayu Aji Kurniawan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu 37 BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ A. Teori Fenomenologi Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di Dusun

BAB III METODE PENELITIAN. Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di Dusun 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Industri Batu Bata Dusun Somoketro III, Desa Somoketro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Alasan peneliti memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya. BAB VII KESIMPULAN Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya. Tari kontemporer kini memperlihatkan proses kreatif dan inovasi yang semakin

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI Analisis Semiotika John Fiske pada Tayangan TVC Tri Always On versi Perempuan SKRIPSI Diajukan sebagai Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian Bandung Berkebun di usia pergerakannya yang masih relatif singkat tidak terlepas dari kemampuannya dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Majalengka adalah suatu penelitian untuk mengkaji sejauh mana siswa terlibat

BAB III METODE PENELITIAN. Majalengka adalah suatu penelitian untuk mengkaji sejauh mana siswa terlibat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Pengelolaan kekaryaan seni rupa siswa SMP di Kabupaten Majalengka adalah suatu penelitian untuk mengkaji sejauh mana siswa terlibat secara aktif dalam memajang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Negeri 1 Yogyakarta, SMK Negeri 2 Yogyakarta, SMK Negeri 3 Yogyakarta, SMK Negeri 4

BAB III METODE PENELITIAN. Negeri 1 Yogyakarta, SMK Negeri 2 Yogyakarta, SMK Negeri 3 Yogyakarta, SMK Negeri 4 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan Negeri se-kota Yogyakarta merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian. Ada tujuh sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut

BAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut 438 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan. Penelitian tentang etika politik legislator muslim era demokrasi lokal ini menitikberatkan pada pemikiran dan aksi yang dijalankan legislator dalam arena sosio-kultural

Lebih terperinci

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Menurut Elvinaro Ardianto (2011), ada 3 pendekatan penelitian yaitu: Positivisme Positif berarti apa yang ada berdasarkan fakta objektif. Secara tegas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah Analisis Penelitian ini dilakukan pada beberapa wilayah kajian analisis. Kajian utama yang dilakukan adalah mencoba melihat bagaimana respon pesantren terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dicapai dalam penelitian ini adalah penulis dapat mengetahui gambaran secara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dicapai dalam penelitian ini adalah penulis dapat mengetahui gambaran secara BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang meneliti status sekelompok manusia, suatu kondisi, suatu obyek, suatu pemikiran ataupun suatu peristiwa masa sekarang. Tujuan yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi atau tempat penelitian mengenai fenomena perempuan pengangkut garam di Desa Kedungmutih, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak khususnya di pangkalan KUB

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER Max Weber (1864-1920), ia dilahirkan di Jerman dan merupakan anak dari seorang penganut protestan Liberal berhaluan sayap kanan. Weber berpendidikan ekonomi, sejarah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan pemerintahan dibawah pimpinan seorang rektor, sudah selayaknya memiliki watch dog yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme 123 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme Generasi Muda dalam Era Otonomi Khusus Papua ini adalah metode kualitatif. Digunakannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan Tylor sebagaimana yang dikutip oleh Lexi Moleong menyebutkan bahwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan Tylor sebagaimana yang dikutip oleh Lexi Moleong menyebutkan bahwa 105 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis, Pendekatan, dan Model Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriprif kualitatif naratif. Menurut Bogdan dan Tylor sebagaimana yang dikutip oleh Lexi Moleong

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ini berkaitan dengan proses, prinsip dan prosedur penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ini berkaitan dengan proses, prinsip dan prosedur penelitian. 68 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi, dalam pengertian luas mengacu kepada pengertian yang menyangkut proses, prinsip dan prosedur yang dipergunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawabannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan transformasional dalam pembinaan toleransi budaya mahasiswa yang tinggal di Ma had al-jami

Lebih terperinci

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian mengenai Proses Penyesuaian Diri di Lingkungan Sosial pada Remaja Putus Sekolah. Metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sugiyono (2014, hlm. 15) mengemukakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Penelitian tentang volunterisme pemuda kota dalam KOPHI (Koalisi Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010 hlm.6) : Penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. memperdalam makna individu atau kelompok dalam masalah sosial maupun

BAB III METODE PENELITIAN. memperdalam makna individu atau kelompok dalam masalah sosial maupun BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk memahami dan memperdalam makna individu atau kelompok dalam masalah sosial maupun masalah manusia.

Lebih terperinci

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF Adalah jenis-jenis rancangan penelitian yang menetapkan prosedur-prosedur khusus dalam penelitian Tugas individual Carilah penelitian kualitatif (bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia yang senantiasa membutuhkan informasi yang dapat memperkaya hidupnya. Media merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif atau kualitataif dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif atau kualitataif dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2009), pemilihan pendekatan kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Sebagai seorang akademisi yang sangat memperhatikan aspek-aspek pengajaran dan pengembangan kebudayaan, E.K.M. Masinambow merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2000: 3) penelitian kualitatif adalah prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Latar Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Terbanggi Besar yang terletak di Jalan Ahmad Yani Poncowati, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

Memahami (Sekali Lagi) Grounded Research

Memahami (Sekali Lagi) Grounded Research Memahami (Sekali Lagi) Grounded Research Makalah disajikan pada Materi Kuliah Metodelogi Penelitian Sekolah Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si Guru Besar Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap Sungai ( Studi Fenomenologi mengenai Konstruksi Sosial Masyarakat

Lebih terperinci

sekolah secara keseluruhan selama satu tahun.

sekolah secara keseluruhan selama satu tahun. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi penelitian Lokasi penelitian adalah SMA Kolese De Britto. SMA Kolese De Britto adalah sekolah yang menurut laporan harian kedaulatan rakyat 20 januari 2014 mendapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian itu sendiri. Penelitian terkait judi online pada kalangan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian itu sendiri. Penelitian terkait judi online pada kalangan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian harus benar-benar dipertimbangkan sehingga dapat diperoleh data yang dibutuhkan dan tercapainya tujuan penelitian itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Citizen journalism atau jurnalisme warga merupakan suatu terobosan terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat kebutuhan informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian didasarkan kepada pendekatan penelitian kualitatif didasari pertimbangan sebagai berikut : a. Penelitian secara spesifik fokus pada proses praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. 1 Menurut

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. 1 Menurut 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. 1 Menurut Lexy J. Moleong metode kualitatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk memahami

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan paparan yang digambarkan dalam pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pengukuhan PAI sebagai bagian dari mata kuliah yang harus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMP Negeri 12 Bandung Jalan Dr. Setiabudhi No. 195 untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan terpaan kapitalisme global dalam sistem dunia, hukum liberal juga semakin mendominasi kehidupan hukum dalam percaturan global. Negara-negara developmentalis,

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

Misiologi David Bosch

Misiologi David Bosch Misiologi David Bosch Definisi Sementara Misi. 1. Iman Kristen bersifat misioner, atau menyangkali dirinya sendiri. Berpegang pada suatu penyingkapan yang besar dari kebenaran puncak yang dipercayai penting

Lebih terperinci

BAB 3 MOTODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB 3 MOTODE DAN TEKNIK PENELITIAN BAB 3 MOTODE DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Paradigma, Disain dan Metode Penelitian Dengan mendasarkan pada teori yang membahas tentang karakter bahasa nonverbal, kedudukannya dalam kajian bahasa dan ilmu komunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Interaksi sosial orang dengan HIV/AIDS dalam pemudaran stigma diteliti dengan pendeketan kualitatif. Pendeketan ini dipilih karena aspek interaksi dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. atau dengan menggunakan alat kuantifikasi yang lain, melainkan melakukan

METODE PENELITIAN. atau dengan menggunakan alat kuantifikasi yang lain, melainkan melakukan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian jenis ini dimaksudkan sebagai suatu cara yang tidak menggunakan prosedur statistik atau dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. Keberadaan tanah tidak terlepas dari manusia, demikian juga sebaliknya keberadaan manusia juga tidak terlepas dari tanah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau naturalistik karena dilakukan pada kondisi yang alamiah. Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci