PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

I. METODOLOGI PENELITIAN

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Menu Utama SK/KD SK/KD. Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID. Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik

KARAKTERISASI KONDISI PENGGUMPALAN DAN MUTU KARET YANG DIGUMPALKAN DENGAN KOAGULAN DEORUB FORMULA BARU

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis)

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM (Aluminium Foil)

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksinya pun lebih lambat (setyamidjaja, 1993). besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam dunia industri, kualitas merupakan faktor dasar yang

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN NANAS DAN UMBI POHON GADUNG SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Harimbi Mawan Dinda Rakhmawati

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rubber (SIR) merupakan jenis karet alam padat yang diperdagangkan saat ini. Karet

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan isoprene yang berikatan dengan konfigurasi cis 1,4. Isoprene tersusun

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR SERBUK GERGAJI TERHADAP MUTU FISIK BAHAN OLAH KARET (BOKAR) SELAMA PENYIMPANAN. (Skripsi) Oleh.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

PRODUKSI DAN KUALITAS LATEKS PADA BERBAGAI JARAK TANAM TANAMAN KARET. Jl. Slamet Riyadi, Broni Jambi Telp

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

D. X 2 (PO 4 ) 3 E. X 2 SO 4. D. S dan T E. R dan T

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Asap Cair dan Arang Aktif Tempurung Kelapa pada Mutu Karet Krep

PENGARUH PENGGUNAAN JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU SIR 20 EFFECT OF THE LATEX COAGULANT USED TO QUALITY OF SIR 20

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman yang berasal dari hutan

Pengaruh Asap Cair Berbahan Baku Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Koagulan pada Kualitas Karet Krep

AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, persaingan yang terjadi antar perusahaan

Transkripsi:

Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan bahan koagulan lateks yang tidak dianjurkan pemerintah sepert i tawas, pupuk TSP, air perasan gadung/nenas dan sejenisnya yang dapat merusak kualitas karet. Seperti halnya pada bokar asal Provinsi Babel yang disebut-sebut berkualitas jelek lantaran dalam pengolahannya menggunakan tawas sebagai koagulan untuk menggumpalkan lateksnya. Pada prinsipnya proses penggumpalan lateks terjadi karena rusaknya kemantapan sistim koloid lateks, dimana kerusakan dapat terjadi dengan jalan penetralan muatan protein dengan penambahan asam, sehingga muatan negatif dan muatan positif seimbang pada titik isoelektris. Lateks segar yang mempunyai ph 6,4-6,9 yang bermuatan negatif, dengan penambahan asam hingga titik isoelektrisnya pada ph sekitar 4,7-5,1 menjadi bermuatan netral, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang, selanjutnya partikel-partikel karet yang sudah bebas tersebut akan bergabung menyatu membentuk gumpalan. Oleh karena itu, bahan koagulan haruslah merupakan senyawa asam ataupun senyawa yang bersifat asam yang berkemampuan menurunkan nilai ph lateks. Pemerintah melalui Menteri Pertanian pada tahun 2008 menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No: 38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran. Bahan Olah Karet, yang diantaranya mengharuskan pemakaian asam semut/asam formiat (CHOOH) atau bahan lain yang direkomendasikan seperti asap cair sebagai koagulan untuk penggumpal lateks. Sehingga dengan pemakaian koagulan anjuran tersebut, akan didapatkan kualitas bokar yang baik sesuai SNI 06-2047-2002 yaitu dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (K3) dan tingkat kebersihan yang tinggi. 1 / 5

Senyawa tawas yang banyak dipergunakan petani karet di Provinsi Babel merupakan senyawa aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] yang mempunyai sifat asam, dimana senyawa ini biasanya dipergunakan sebagai penjernih air. Senyawa tawas mudah ditemukan pada toko-toko bahan bangunan di Provinsi Babel dengan harga berkisar Rp. 6.000,- sampai Rp.7.500,-/kg, bandingkan dengan harga asam semut atau asap cair yang dijual dengan harga Rp. 12.500,- hingga Rp.15.000,-/liter. 2 / 5

Dengan harga yang lebih murah dan mudah didapat, maka hal ini merupakan salah satu alasan mengapa banyak petani karet di Babel mempergunakan tawas ketimbang asam semut. Adapun alasan lainnya pemilihan tawas adalah (1) dikarenakan asam semut sulit didapatkan apalagi asap cair yang belum akrab ditelinga petani, beda dengan tawas yang mudah didapat sampai di pelosok-pelosok desa; dan (2) harga bokar yang menggunakan bahan penggumpal tawas maupun asam semut dibeli dengan harga yang sama. Oleh karena itu, tak heran bila harian Bangka Pos yang terbit di kota Bangka melaporkan bahwa baru sekitar 5% saja petani karet di Babel yang mempergunakan asam semut dalam pengolahan bokar, adapun sisanya sebanyak 95% petani karet masih mempergunakan tawas. Petani karet tidak menyadari atau bahkan tidak peduli (mengingat bahwa kualitas bokar bagaimanapun pada tingkat pengepul/tengkulak tetap dibeli dengan harga yang sama) bahwa sifat karet yang digumpalkan dengan tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar abu dan kotoran karet, begitupun kondisi gumpalan tidak sempurna dan akan berbau busuk selama penyimpanan (Tabel 1). Bau busuk terjadi akibat pertumbuhan bakteri pembusuk yang melakukan biodegradasi protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida yang berbau busuk, hal tersebut terjadi dikarenakan senyawa tawas tidak mempunyai sifat antibakteri. Bandingkan dengan penggunaan asam semut dan asap cair yang membentuk gumpalan sempurna yang akan mempertinggi nilai elastisitas maupun nilai kadar karet kering (K3) (Tabel 2). Begitupun tidak terjadinya bau busuk selama penyimpanan pada penggunaan koagulan asap cair, mengingat asap cair mempunyai si fat ant ibakteri kuat yang menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Walaupun asam formiat juga mempunyai sifat antibakteri, tetapi tidak sekuat sifat antibakteri pada asap cair sehingga bokar yang dihasilkan dengan koagulan asam formiat masih mengeluarkan bau busuk yang lemah selama penyimpanan. Selain itu penggunaan tawas akan meningkatkan konsentrasi logam (Aluminium/Al) pada 3 / 5

bokar yang akan mempercepat oksidasi karet oleh udara yang dapat menyebabkan terjadi pengusangan karet dan menurunkan nilai Po (Plastisitas awal) maupun PRI (Plastisity Retention Index) (Tabel 2). Disamping itu, senyawa tawas di dalam larutan lateks akan terhidrolisa oleh air membentuk asam sulfat (H2SO4) yang berperan sebagai oksidator yang dapat merusak lapisan protein (selubung partikel karet) yang berfungsi sebagai antioksidan, sebagai akibatnya molekul karet mudah teroksidasi sehingga semakin menurunkan nilai Po dan PRI ke nilai dibawah standar SIR (Standard Indonesia Rubber). Dari Tabel 1 dan 2 terlihat bahwa koagulan asam formiat dan asap cair menghasilkan kualitas bokar yang tinggi, terutama koagulan asap cair yang menghasilkan kualitas bokar paling baik dan tidak menimbulkan bau busuk (hanya berbau asap), sehingga asap cair merupakan koagulan yang ramah lingkungan. Pemanfaatan asam formiat maupun asap cair sebagai koagulan lateks, disamping mempunyai tingkat koagulasi yang sempurna, juga hasil dari penggumpalannya memiliki tingkat kekenyalan yang baik sekali, sehingga bokar yang dihasilkan akan dapat diaplikasikan ke berbagai macam olahan industri berbahan baku karet. Disamping itu beberapa penelitian mendapatkan bahwa bokar yang dihasilkan oleh koagulan asam formiat dan asap cair semakin lama disimpan mempunyai nilai K3 yang semakin meningkat hingga ± 85%. Perkembangan konsumsi karet alam dunia cenderung mengalami peningkatan rata-rata 9% pertahun, adapun sekitar 70% produksi karet alam dunia diserap oleh industri ban, dimana saat ini semua pabrik ban terkenal seperti Bridgestone, Goodyear, Michellin, Dunlop, 4 / 5

Pirelli, Toyo, Yokohama dan lainnya mempergunakan bahan baku karet alam, apalagi setelah FAA (Federation Aviation Administration/federasi keamanan penerbangan internasional) mensyaratkan penggunaan ban yang berbahan baku karet alam pada semua pesawat terbang, bahkan FIA (Federation International Automobile/federasi otomotif internasional) mewajibkan penggunaan ban dari karet alam sebagai standar dalam balap mobil Formula 1. Oleh karena itu, Indonesia sebagai penghasil karet alam kedua terbesar di dunia harus menangkap peluang pasar tersebut, dan harus semakin meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk karetnya, terutama kualitas bokar dengan terus mendorong penerapan penggunaan asam semut maupun asap cair sebagai koagulan lateks, disamping menjamin kemudahan perolehannya, berikut memberikan harga yang pantas bagi kualitas bokar yang baik. Dengan demikian, diharapkan kedepan akan semakin meningkatkan daya saing karet alam Indonesia di pasar internasional (Juniaty Towaha dan Iing Sobari/email : juniaty_tmunir@yahoo.com) 5 / 5