BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet sudah lama sekali digunakan orang, penggunaannya meningkat sejak Googyear pertama kali memvulkanisasinya pada tahun 1839 dengan cara memanaskan campuran karet dan belerang. Havea brasiliensis merupakan jenis pohon karet yang paling berhasil, produksinya sangat berfluktuasi. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan bahan yang bersifat elastis (rabberiness). Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil, dan dapat dibentuk dengan panas yang renda. Daya tahan karet terhadap benturan, goresan, dan koyakan sangat baik. Namun karet tidak begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi dan ozon. Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak (degreaser), pelarut, pelumas sintetis, dan cairan hidrolik. Karena sifat fisik dan daya tahannya, karena alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban pesawat terbang, ban truk dan ban

2 5 ban kendaraan) dan produksi-produksi teknik lain yang memerlukan daya tahan sangat tinggi Lateks Pekat Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau Creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau Centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Standar mutu lateks pekat baik lateks pusingan atau lateks dadih dapat dilihat pada tabel berikut ini. (Tim Penulis PS,1999)

3 6 Standar Mutu Lateks Pekat Lateks Pusingan Lateks Dadih No Standar Mutu Lateks Pekat (Centrifuget (Creamed Lateks) Lateks) 1 Jumlah padatan (total solids) 61,5 % 64,0 % minimum 2 Kadar karet kering (kkk) minimum 60,0 % 62,0 % 3 Perbedaan angka butir 1 dan 2 2,0 % 2,0 % maksimum 4 Kadar amoniak (berdasarkan jumlah 1,6 % 1,6 % air yang terdapat dalam lateks pekat) minimum 5 Viskositsas maksimum pada suhu 50 centipoise 50 centipoise 25 o C 6 Endapan (sludge) dari berat basah 0,10% 0,10% maksimum 7 Kadar koagulum dari jumlah 0,08 % 0,08 % padatan,maksimum 8 Bilangan KOH (Kalium hidroksida) 0,80 % 0,80 % maksimum 9 Kemantapan mekanis (mechanical 475 detik 475 detik stability) minimum

4 7 10 Persentase kadar tembaga 0,001 % 0,001 % darijumlah padatan maksimum 11 Persentase kadar mangan dari 0,001 % 0,001 % jumlah padatan maksimum 12 Warna Tidak biru Tidak biru Tidak kelabu Tidak kelabu 13 Bau setelah dinetralkan dengan Tidak boleh Tidak boleh asam borax Berbau busuk berbau busuk Sumber : Thio Goan Loo, Penggumpalan Lateks Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Selain dari terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran-kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai dipabrik untuk diolah. Untuk menghindarkan terjadinya terjadinya prakoagulasi tersebut, usaha menghindarkan masuknya kotoran kedalam lateks tidak hanya dilakukan pada saat penyadapan, tetapi juga dalam persiapan sebelum penyadapan dimulai.

5 8 Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Tetapi pada pohon-pohon yang aliran lateksnya lambat berhenti (late drops) dapat dilakukan penggumpalan kedua. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasanya juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Akan tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas yang sekecil-kecilnya. Antikoagulan memerlukan larutan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan. Bahan kimia yang digunakan sebagaiak anti koagulan adalah larutan soda (Na 2 CO 3 ), amoniak (NH 3 ) dan Natrium sulfite (Na 2 SO 3 ) cc larutan soda 10 % atau 5 10 cc larutan amoniak 2 2,5 % atau 5 10 cc larutan Natrium -sulfite 10 %. Penyadapan dilakukan untuk : Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena pnetralan muatan partikel karet, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan. Penggumpalan karet didalam lateks kebun (ph ± 6,8) dapat dilakukan dengan

6 9 penambahan asam untuk menurunkan ph hingga tercapai titik isoelektrik yaitu ph dimana muatan positif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol. Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun segar adalah pada ph 4,5 4,8 tergantung jenis klon. Asam penggumpal yang banyak digunakan adalah asam formiat atau asetat dengan karet yang dihasilkan bermutu baik. Penggunaan asam kuat seperti asam sulphate atau nitratpat merusak mutu karet yang digumpalkan. Penambahan bahan-bahan yang dapat mengikat air seperti alcohol juga dapat menggumpal partikel karet, karena ikatan hidrogen antara alcohol dengan air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan protein yang melapisi partikel karet, sehingga kestabilan partikel karet didalam lateks akan terganggu dan akibatnya karet akan menggumpal. Penggumpalan alcohol sebagai penggumpal lateks secara komersil jarang digunakan. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan partikel karet (negatife), sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet menjadi menggumpal. Sifat karet yang digumpalkan dengan tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar abu dan kotoran karet. Proses penggumpalan karet didalam lateks juga dapat terjadi secara alamiah akibat kegiatan mikroba. Karbohidrat dan protein lateks menjadi sumber

7 10 energi bagi pertumbuhan mikroba dan diubah menjadi asam-asam lemak eteris (asam formiat, asetat, dan propionate). Semakin tinggi konsentrasi asam-asam tersebut ph lateks akan semakin menurun dan setelah tercapai ph titik isoelektrik karet akan menggumpal Pengaruh Komponen Bukan Karet (non rubber) Kandungan bukan karet lateks yang terdiri dari air dan senyawa senyawa protein, lipida, karbohidrat serta ion-ion anorganik mempengaruhi sifat karet. Komponen senyawa-senyawa protein dan lipida selain berguna menyelubungi partikel karet (memantapkan lateks), juga berfungsi sebagai antioksidan alamiah dan bahan pencepat (accelelator) dalam pembuatan barang jadi karet. Oleh karena itu dalam penanganan bahan olah (lateks kebun atau koagulum) dan pengolahan karet ekspor (lateks pekat, RSS atau SIR) komponen non karet protein dan lipida harus dijaga sebaik mungkin. Hilangnya protein dan lipida terjadinya pembusukan yang terlalu lama, sehingga habis dimakan mikroba. Menjaga kandungan protein dan lipida dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan peralatan dan pengawetan serta mencegah terjadinya proses pencucian sewaktu pengolahan. (Setyamidjaja,S.1989)

8 Penerimaan lateks Setiap satuan bobot karet kering,atau diberikan suatu premi tambahan untuk kelebihan hasil yang diperoleh diatas ketetapan yang sudah ditentukan, maka sudah seharusnya untuk kedua keadaan tersebut ditentukan pendapatan tiap hari untuk tiap penyadap. Walaupun penyadapan dilakukan dengan upah harian, pengawasan atas tiap penyadap seseorang, baik pemeriksaan atas produksi maupun kadar karet dari lateks hasil sadapannya. a) Bobot atau isi lateks Caranya adalah : Penentuan hasil penyadapan atas dasar volume, dapat juga ditetapkan beratnya. Untuk hasil lateks ditimbang sehingga diketahui bobotnya. b) Kadar karet kering (KKK) Koagulasi berlangsung dengan cepat, lembaran dikeringkan dengan menggunakan sehelai kain. Setelah ditimbang akan diketahui berat basahnya. Dengan menggunakan angka faktor pengeringan. c) Pengangkutan lateks Dalam ppengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan keadaan

9 12 tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat anti koagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi di dalam tangki Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas lateks Lateks sebagai bahan baku hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah : a) Faktor di kebun (jenis klon,system sadap, kebersihan pohon, dan lainlain b) Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil) c) Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium atau baja tahan karat). d) Pengankutan (goncangan,keadaan tangki,jarak,jangka waktu). e) Kualitas air dalam pengolahan. f) Bahan-bahan kimia yang digunakan. g) Komposisi lateks. Dari bahan yang terkandung dalam lateks segar masih terdapat fraksi kuning latoid (2-0 ppm), enzim peroksidase dan tyrozinese. Fraksi kuning dianggap normal bila mencapai 0,1 1,0 mg tiap 100 gram lateks kering. (Spillane,J.J,1989)

10 Pembuatan Lateks Pusingan Lateks pekat (concentrated lateks) merupakan jenis bahan olah yang memiliki tingkat komersial tinggi yang cukup terjamin, karena posisinya yang khas untuk pembuatan barang-barang tertentu seperti : sarung tangan, lem karet, selang trans parant, karet busa dan barang jadi lateks lainnya. Sistem umum pemekatan lateks secara sentrifugasi putaran tinggi ( rpm), menyebabkan biaya investasi dan operasional/perawatan relatife mahal dan peralatan masih diimpor. Modifikasi system pemekatan sentrifugasi menjadi putaran rendah ( rpm) diharapkan mampu menyederhanakan peralatan peralatan, untuk meningkatkan efesiensi pengolahan lateks pada industri perkebunan serta diaplikasikan sebagai unit produksi lateks pekat. Untuk menambahkan bahan pendadih CMC sebanyak 0,05 sampai 0,2 % ke dalm lateks, memeramnya selama 2-3 hari, selanjutnya lateks disentrifugasi pada rpm, di hasilkan lateks dadih secara kontinu. Pada pemeraman selama 3 hari CMC 0,1 % dan sentrifugasi 2500 rpm dihasilkan lateks dadih dengan mutu yang setara dengan lateks dadih yang dibuat secara konversional selama 14 hari. Mesin centrifuge untuk pengolahan lateks pekat yang umum digunakan adalah merk alva de laval,westpalia atau titania. Cara kerja proses pemekatan mesin mesin tersebut adalah sama, akan tetapi kapasitas pengolahan masing masing jenis dan merk berbeda beda yaitu berkisar liter lateks kebun setiap jam.

11 14 Proses pemekatan lateks kebun dengan cara pemusingan berlangsung sesuai dengan hokum stokes. V = 2 gr 2( d1 d2) 9η Dimana : V g = Kecepatan partikel karet keatas = Kecepatan gravitasi atau centrifugal r = Radius partikel karet d 1 = Rapat jenis serum d 2 = Rapat jenis karet η = Viskositas lateks Lateks kebun dipusing pada kecepatan rpm (putaran permenit) sehingga menimbulkan gaya centrifugal partikel karet yang cukup besar mengakibatkan kecepatan gerak partikel karet keatas (V) menjadi lebih besar, sedangkan serum tertinggal dibagian bawah. Gaya sentrifugal pada satu partikel karet pada saat dipusing adalah : F = G RW 2 g Dimana : F = gaya sentrifugal G = berat partikel karet R = jarak partikel karet W = kecepatan sudut G = percepatan gravitasi

12 Pengaturan kerja mesin sentrifuge Mesin sentrifuge dihidupkan dan bowl akan berputar. Kecepatan putaran bowl diatur hingga konstan pada putaran 7000 rpm. Bahan olah lateks kebun dari bak sedimentasi dialirkan secara teratur kedalam mesin centrifuge dari bagian atas dan lateks kebun tersebut akan terdistribusi diantara piringan piringan pemisah, sehingga partikel partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil (0,94) akan terlempar lebih dekat kepusat putaran sehingga keluar dari lobang pengeluaran lateks pekat yang terdapat dibagian atas mesin centrifuge, sedangkan serum yang mempunyai rapat jenis lebih besar (1,02) akan terlempar lebih jauh dan akan keluar dari lobang pengeluaran serum yang terdapat dibagian bawah. Efisiensi pengolahan akan menurun bila kecepatan alir bahan olah dinaikkan karena DRC (Dry Rubber Content) skim semakin besar. Pada kecepatan alir bahan olah yang tetap, DRC lateks pekat akan semakin besar bila jarak serum skrup ke pusat putaran semakin dekat. Sehingga dengan mengatur jarak serum skrup, DRC lateks pekat yang dihasilkan dapt diatur sesuai dengan yang diinginkan. Pada umumnya lateks pekat yang dihasilkan dengan proses pemusingan mempunyai DRC 60-61%. Lateks kebun yang efesien diolah menjadi lateks pekat dengan proses pemusingan adalah yang mempunyai DRC sekitar %. Oleh karena itu DRC lateks kebun setibanya di pabrik disyaratkan minimum 28 %.

13 16 Semakin lama waktu pengoperasian/kerja mesin centrifuge, DRC lateks pekat yang dihasilkan akan semakin menurun. Pada umumnya bowl mesin centrifuge dicuci/dibersihkan setiap 3 jam pemakaian. Selama proses pengolahan (pemusingan), putaran mesin dan kecepatan aliran bahan olah lateks kebun selalu diatur konstan agar lateks pekat yang dihasilkan mempunyai mutu yang seragam, terutama DRC nya,apabila terjadi perubahan kecepatan putaran bowl secara menyolok, mesin centrifuge harus segera distop dan diperiksa, kemungkinan ada bagian bagian yang sudah rusak dan harus diperbaiki atau diganti. (Ompungsunggu,1987) 2.7. Kekuatan Yang Dapat Diregangkan Kekuatan yang dapat diregangkan biasanya dapat dijumpai seperti diatas kekuatan unit lapangan/areal dari bagian persilangan yang mutlak. Yang mana dalam kekuatan itu memerlukan pematahan test dan bahan bahan percobaan. Kondisi yang digunakan seperti stress yang disubstansikan dalam bentuk dalam persilangan yang berlebihan. Apabila nilai maksimum yang menyebabkan persentase ketahan yang berlebihan akan mengalami ketahanan putus. Dari bagian perpanjangan yang mutlak. Nilai dari yang dapat diregangkan tersebut (kekuatan/lapangan yunit) memerlukan lapisan yang dipotong dari kondisi yang

14 17 tidak diterapkan untuk sebuah pemberian ketahanan (katakana 100 atau 300 atau 500 %) merupakan pengeluaran dari modulus atau lebih kuat (terpercaya) kekuatan yang dapat diregangkan menjadi sebuah pemberian kekuatan. Hukum Hooke merupakan pendalaman dari baja, yang mana dalam penggunaan prakteknya hanya pertukaran elastis dari suatu bentuk yang pada dasarnya menghasilkan point (angka). Bagaimanapun juga dalam depormasi karet, kita harus membedakan antara : a) Deformasi yang tidak elastis b) Deformasi sebuah plastik dan c) Hasil dan penyambungan dari deformasi Modulus E untuk baja selalu memberikan/penjelasan hasil kesimpulan untuk 100 % dari penyambungan imajinasi yang elastis. Dalam prakteknya, jumlahnya hanya 0,1 % dan modulus baja yang bergerak cepat semata - mata penyambungan yang elastis dapat digolongkan kedalam determinasi plastik dan baja, Modulus E adalah kg/cm 2 ie. Pengurangan regangan, menggunakan penyambungan 100 %. Bagaimanapun juga, modulus karet adalah sebuah yang tidak konstan, seperti dalam masalah baja. Modulus karet tidak rasio dalam regangan yang digunakan dalam membangun. Itu merupakan tanda-tanda penghubung dari sebuah point (angka) belaka, atas regangan yang bebas dan tikungan yang digunakan sebagai persamaan mengalami kekuatan begitupun dalam dalam melakukan

15 18 pembangunan praktek, tes hasil karet yang dimiliki tidak mutlak dalam kenyataannya sebagai pendiri sendiri,kondisi dari suatu test percobaan bahan karet dibawah pertukaran/pergantian bentuk yang diregangkan membangun material material kekuatan yang tinggi tidak diterima oleh yang lain. Mesin karet yang dapat diregangkan dapat digunakan untuk bermacam-macam test seperti : a) Untuk determinasi dari ketahanan putus dari kekuatan yang dapat diregangkan b) Determinasi dari penerimaan nilai pemanjangan/pemuluran kekuatan disinilah diketahui nilai Modulus. (Loganathan,1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini luar biasa. ini ditemukan oleh orang Eropa pada abad ke 16.

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini luar biasa. ini ditemukan oleh orang Eropa pada abad ke 16. BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini luar biasa. Masyarakat modern sekalipun tidak dapat berjalan tanpa karet. Komoditi ini ditemukan oleh orang Eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis)

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337-9952 26 PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Ratu Fazlia Inda Rahmayani 1, Abdul Mujala 2 Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan adalah satuan unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan panas. Kandungan air di dalam bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karet. Lateks yang akan digunakan dalam pembuatan benang karet harus dipekatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karet. Lateks yang akan digunakan dalam pembuatan benang karet harus dipekatkan 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Baku Benang Karet 2.1.1 Lateks Lateks merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi benang karet. Lateks yang akan digunakan dalam pembuatan benang

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan Dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan KKK 60%. Bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai bahan pembantu dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik Ke-5 ISSN : 2477-3298 PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Januar Arif Fatkhurrahman 1 dan Ikha Rasti Julia Sari 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tersebut terlebih dahulu dipekatkan dan disebut lateks pekat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tersebut terlebih dahulu dipekatkan dan disebut lateks pekat. 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Baku Benang Karet Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan benang karet, sebelum lateks digunakan menjadi benang karet atau bahan jadi karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksinya pun lebih lambat (setyamidjaja, 1993). besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksinya pun lebih lambat (setyamidjaja, 1993). besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi tanaman karet Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 o LS dan 15 o LU. Bila di tanam di luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks oleh: Faranita Lutfia Normasari 131710101029 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember 2014

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur padaiklimtropis. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada temperatur rata-rata 80 o F (27 o C) dan mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Industri Karet Adanya penemuan teknologi dibidang perkaretan menjadikan industri karet

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Industri Karet Adanya penemuan teknologi dibidang perkaretan menjadikan industri karet BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Industri Karet Adanya penemuan teknologi dibidang perkaretan menjadikan industri karet dunia semakin berkembang. Penemuan itu berawal pada abad XIX ketika ditemukan

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci

PEMEKATAN LATEKS KEBUN SECARA CEPAT DENGAN PROSES SENTRIFUGASI PUTARAN RENDAH

PEMEKATAN LATEKS KEBUN SECARA CEPAT DENGAN PROSES SENTRIFUGASI PUTARAN RENDAH Jurnal Penelitian Karet, 2014, 32 (2) : 181-188 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2014, 32 (2) : 181-188 PEMEKATAN LATEKS KEBUN SECARA CEPAT DENGAN PROSES SENTRIFUGASI PUTARAN RENDAH Rapid Concentration of

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (2,97 juta ton).

Lebih terperinci

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Dalam industri kimia sering sekali bahan-bahan padat harus dipisahkan dari suspensi, misalnya secara mekanis dengan penjernihan atau filtrasi. Dalam hal ini pemisahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat, lateks karbohidrat rendah (Double Centrifuge latex/lds), lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber),

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS M-2 PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS Mili Purbaya 1), Tuti Indah Sari 2), Chessa Ayu Saputri 2), Mutia Tama Fajriaty

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet dan Lateks Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet alam adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan produsen karet alam nomor dua di dunia setelah Thailand. Produksi karet alam Indonesia tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton dengan luas lahan perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai tahun 2004, produksi karet alam Indonesia 1,905 juta ton, masih menempati nomor 2 setelah Thailand sebesar 2,848 juta ton dari produksi karet alam dunia 8,307

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat,

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit. 2. Dasar teori

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Batang Serangan dibuka pada tahun 1910 yang dikelola oleh pemerintahan Belanda dengan nama perusahaan NV.BDM (Breningde Deli Maatscappinjen).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti saat ini, sistem perhubungan merupakan salah satu nadi penggerak dalam menjalani satu kehidupan yang sistematik. Salah satu sistem perhubungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci