II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Quality of Work Life (QWL)

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR QUALITY OF WORK LIFE TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA PT. XYZ. Oleh : AKHMAD GINANJAR ADIREJA H

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

BAB II LANDASAN TEORI. baik usaha yang dilakukan oleh pemerintahan untuk waktu yang cukup lama tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini pengelolaan sumber daya manusia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. aktivitas adalah adanya lingkungan kerja yang kondusif. Faktor ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II LANDASAN TEORI

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT SIME INDO AGRO DI SANGGAU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang

KOMPENSASI / IMBALAN

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan demikian dalam menggunakan tenaga kerja perlu adanya insentif yang

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ( MSDM ) Pengertian Sumber Daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Tujuan Motivasi. proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1. Tabel penelitian terdahulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. karyawan aktivitas perusahaan tidak akan terlaksana. Menurut Poerwadarmita (1986)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu yang telah lama bekerja. Mereka yang telah lama bekerja akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN KARYAWAN TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA PERUSAHAAN SAGU AREN NASIONAL DI BANDAR LAMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 Landasan Teori

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusulkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini globalisasi sedang terjadi di berbagai bidang, hal ini sudah pasti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN PT. WANGSA JATRA LESTARI PAJANG KARTASURA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Divisi Regional Wilayah Barat Medan. Hasil penelitian menunjukkan

ANALISIS KEPUASAN KARYAWAN MELALUI FAKTOR-FAKTOR QUALITY OF WORK LIFE (QWL) DI PT INTI ABADI KEMASINDO. Oleh : ANDINI DHAMAYANTI H

Pokok Bahasan : Motivasi Sub Pokok Bahasan : Pengertian, Teori Motivasi,Bentuk Motivasi, Jenis Motivasi, Tantangan dan Alat2 Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II. Tinjauan Pustaka. pendukung dari hasil penelitian terdahulu sebagai berikut : Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

Riset Per iila il k O u rgan isas

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya. perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku seseorang untuk berbuat. Sedangkan motif dapat dikatakan suatu driving force yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen

MOTIVASI, PENGELOLAAN INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM ORGANISASI BISNIS. Minggu ke tujuh

TUGAS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA KEPUASAN KERJA DAN STRES KERJA

DETERMINAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT. X MEDAN. BAGUS HANDOKO Dosen Fakultas Ekonomi STIE Harapan Medan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, GAJI, DAN KONDISI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT. ASURANSI KESEHATAN SURAKARTA

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawannya untuk melakukan jenis-jenis perilaku tertentu. Perilaku seseorang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. profit ataupun sosial dituntut harus dapat melakukan peningkatan kualitas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia untuk bertindak atau bergerak dan secara langsung melalui saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian budaya organisasi. Robbins dan Timoty (2008:256)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Quality of Work Life (QWL) Quality of Work Life (QWL) dipandang sebagai suatu cara untuk memberikan keseimbangan karyawan dengan kehidupan pribadinya manajemen memiliki wewenang, tetapi bukan pengetahuan untuk melakukan perubahan yang paling baru, sementara para pekerja memiliki pengetahuan, bukan wewenang. Satu pemecahannya adalah mengijinkan pekerja untuk merancang kembali pekerjaan mereka sendiri secara teratur. Dengan dukungan manajerial dan organisasi yang tepat, para pekerja dapat menjadi konsultan QWL perusahaan yang terbaik. Sumarsono (2004) menjelaskan QWL sebagai salah satu pendekatan sistem manajemen untuk mengkoordinasikan dan menghubungkan potensi SDM dalam organisasi, sebagai salah satu upaya pimpinan untuk memenuhi kebutuhan anggota maupun organisasi secara simultan dan terus menerus. Flippo (2005) mendefinisikan QWL sebagai setiap kegiatan perbaikan yang terjadi pada setiap tingkatan dalam suatu organisasi untuk meningkatkan efektifitas organisasi yang lebih besar melalui peningkatan martabat dan pertumbuhan manusia. QWL bukan hanya sebagai pendekatan mengenai pemerkayaan dan pemekaran pekerjaan saja melainkan QWL sebagai falsafah atau suatu pendekatan yang mencakup banyak kegiatan yang berbeda di tempat kerja yang bertujuan untuk memajukan pertumbuhan dan martabat manusia, bekerja bersama dan saling membantu, menentukan perubahan-perubahan kerja secara partisipatif dan menganggap tujuan-tujuan karyawan dan organisasi dapat berjalan bersama-sama. Cascio (2003) mendefinisikan QWL menjadi dua pandangan, pandangan pertama menyebutkan bahwa QWL merupakan sekumpulan keadaan dan praktik dari tujuan organisasi (contohnya: Memperkaya pekerjaan, kebijakan promosi dari dalam, kepenyeliaan yang demokratis, partisipasi karyawan dan kondisi kerja yang aman). Sedangkan, pada pandangan kedua mendefinisikan QWL sebagai persepsi karyawan seperti bahwa karyawan merasa aman, secara relatif merasa puas dan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seperti layaknya manusia.

8 Identitas perusahaan Partisipasi kemasyarakatan Kepedulian Kerjasama karyawan dalam tim Partisipasi karyawan dalam rapat Peningkatan kualitas tim Partisipasi Perlindungan jabatan Pelatihan/pendidikan Penilaian kegiatan Promosi dari dalam Gaji dan keuntungan yang kompetitif Kompensasi yang layak Lingkungan yang aman Kebanggaan QWL Pengembangan Karir Penyelesaian Konflik Komunikasi Keterbukaan Proses penyampaian Keluhan secara formal Pertukaran pendapat/ proses banding Tidak ada pemberhentian karyawan tetap Program pensiun Keselamatan Kerja Kesehatan Kerja Pertemuan tatap muka Pertemuan kelompok Publikasi Komite keselamatan Tim penolong gawat darurat Program keselamatan kerja Pusat kesehatan Pusat kesehatan gigi Program pusat senam kebugaran Program rekreasi Gambar 1. Quality of Work Life (Cascio, 2003) Cascio (1992) menyebutkan bahwa untuk merealisasikan QWL secara berhasil diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Manajer seharusnya dapat menjadi seorang pemimpin yang baik serta dapat menjadi pembimbing karyawannya, bukan sebagai Boss dan diktator. 2. Keterbukaan dan kepercayaan, kedua faktor tersebut merupakan persyaratan utama dalam penerapan konsep QWL dalam manajemen.

9 3. Informasi yang berkaitan dengan kegiatan dan manajemen harus diinformasikan kepada karyawan, dan saran-saran dari para karyawan harus diperhatikan secara serius. 4. QWL harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses pemecahan masalah yang dihadapi oleh manajemen dan para karyawan hingga sampai membentuk mitra kerja diantara mereka. 5. QWL tidak dapat dilaksanakan secara sepihak oleh manajemen saja, melainkan peran serta seluruh karyawan perlu ditingkatkan. Walker (1992) menyebutkan bahwa QWL merupakan pengembangan suatu lingkungan yang mendukung pada pencapaian kepuasan kebutuhan individu. Selanjutnya dalam Ellitan (1998), QWL diartikan sebagai kultur berbasis keterlibatan. Kultur QWL menimbulkan komitmen timbal balik yang sangat tinggi diantara individu terhadap sasaran-sasaran organisasi serta antara organisasi dengan kebutuhan pengembangan individual. QWL dapat dipandang sebagai sasaran, proses dan filosofi organisasi. QWL mengacu pada terciptanya peningkatan kerja, keterlibatan karyawan, kepuasan orang-orang yang terlibat didalam organisasi dan efektifitas organisasi. Menurut Ellitan (1998) merujuk pada Sherwood ada lima karakteristik keterlibatan anggota organisasi yaitu : 1. Terdapat pendelegasian yang memberikan tanggung jawab untuk melakukan tindakan pengambilan keputusan kepada orang yang memiliki informasi relevan dan tepat waktu serta memiliki keterampilan yang sesuai. 2. Terdapat kerja sama tim yang melintas batas-batas fungsional dan terlibat orang yang tepat dan pada waktu yang tepat. Diharapkan bahwa orangorang tidak hanya terfokus pada fungsi masing-masing bagian kerjanya saja. 3. Pemberdayaan sumber daya manusia, yang berarti memberikan peluangpeluang dan menghadapi kontribusi. SDM organisasi perlu memberdayakan semua anggota organisasi tanpa memandang apakah anggota tersebut golongan minoritas, mayoritas, pria atau wanita. Setiap pekerja diharapkan menerima dan menjalankan tanggung jawab dan tidak

10 ada pembatasan tanggung jawab seorang karyawan pada suatu tugas atau pada bidang tertentu. 4. Adanya integrasi antara SDM dan teknologi sehingga anggota organisasi harus dapat memberikan inisiatif dan kreativitas baik dibidang produksi, administrasi, laboratorium dan menguasai teknologi. 5. Rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan seluruh anggota organisasi berdasarkan pada seperangkat nilai-nilai yang dinyatakan denga jelas, mendeskripsikan misi organisasi dan metode-metode untuk merealisasikannya. Visi organisasi merupakan mercusuar sehingga setiap orang menyesuaikan diri kearah tujuan bersama. Menurut Ellitan (1998) sebagai suatu proses, QWL memerlukan usaha untuk mencapai sasaran organisasi. Sedangkan menurut Siagian (2004) sebagai filsafat, QWL merupakan cara pandang manajemen tentang manusia, kekayaan dan organisasi. QWL sebagai filsafat manajemen menekankan bahwa : 1. QWL merupakan program yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan karyawan. 2. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan seperti ketentuan yang mengatur pencegahan tindakan yang diskriminatif, memperlakukan karyawan dengan cara-cara yang manusiawi dan ketentuan tentang sistem imbalan upah minimum. 3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan berbagai perannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja, dan penyelesaian pertikaian kebutuhan berdasarkan berbagai ketentuan normatif yang berlaku disuatu wilayah negara tertentu. 4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi yang pada hakekatnya berarti penampilan gaya manajemen yang demokratis termasuk penyelia yang simpatik. 5. Dalam peningkatan QWL, pemerkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting.

11 6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat dipertanggung jawabkan secara etis. Flippo (2005) mengacu pada staf dari American Center mendefinisikan QWL adalah kegiatan yang terjadi pada setiap tingkat organisasi yang mencari efektifitas organisasi yang lebih besar melalui peningkatan martabat dan pertumbuhan manusia. Adanya suatu proses dimana para penanggung resiko dalam organisasi yang meliputi manajemen, serikat buruh dan para karyawan untuk mempelajari cara kerja bersama yang lebih baik untuk menentukan bagi diri mereka sendiri tindakan-tindakan yang diinginkan dan dapat dilaksanakan guna mencapai tujuan-tujuan yang bersifat kembar dan simultan dari suatu kualitas kehidupan kerja yang sedang diterapkan demi semua anggota organisasi dan efektifitas yang lebih besar baik bagi perusahaan maupun serikat-serikat buruh. Berdasarkan definisi tersebut dapat terlihat adanya unsur-unsur penting yang meliputi upaya untuk memajukan pertumbuhan dan martabat manusia, bekerja bersama dan saling membantu, menentukan perubahan-perubahan kerja secara partisipatif dan menganggap tujuan-tujuan karyawan dan organisasi dapt berjalan bersama-sama. Koontz dan Weihrich (1990) mendefinisikan QWL sebagai suatu sistem yang mengarah pada desain pekerjaan dari suatu pengembangan pada semua bidang yang meliputi pemerkayaan pekerjaan yang dihubungkan dengan tujuan dari sistem sosio teknis yang mengarah pada manajemen. Menurut Flippo (2005), QWL bukan hanya sebagai pendekatan mengenai pemerkayaan dan pemekaran pekerjaan saja, melainkan QWL sebagai suatu falsafah atau suatu pendekatan yang mencakup banyak kegiatan yang berbeda di tempat kerja yang bertujuan untuk memajukan pertumbuhan dan martabat manusia, bekerja sama saling membantu, menekankan perubahan-perubahan kerja secara partisipatif seperti program kelompok-kelompok otonom, program kualitas dan program komite manajemen pekerja. Faktor-faktor QWL meliputi partisipasi karyawan, lingkungan yang aman, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, kompensasi, kebanggaan dan pengembangan karir.

12 2.2. Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2001), Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu. Seseorang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Karyawan yang tidak memperbolehkan kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan timbul sikap atau tingkah laku negatif dan pada gilirannya akan dapat menimbulkan frustasi, sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja dengan baik, penuh semangat, aktif dan dapat berprestasi lebih baik dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Pendapat tersebut didukung oleh Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001), kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis. Kepuasan kerja didefinisikan oleh Handoko (2001) sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, bisa terlihat dari sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Menurut As'ad (2004) kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan. Aktivitas hidup manusia beraneka ragam dan salah satu bentuk dari segala aktivitas yang ada adalah bekerja. Menurut As ad (2004) Bekerja memiliki arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Hal ini didorong oleh keinginan manusia untuk memenuhi adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti apa yang ditulis oleh Flippo (2005), merinci mengenai keinginan-keinginan karyawan antara lain; upah, keterjaminan pekerjaan, teman-teman kerja yang menyenangkan, penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, kondisi kerja yang nyaman, aman dan menarik, kepemimpinan yang mampu dan adil, perintah dan arahan yang masuk akal dan suatu organisasi yang relevan secara sosial. Namun manusia sepertinya tidak pernah puas dengan apa yang

13 didapat, seperti gaji yang tinggi dan sebagainya. Oleh karena itu salah satu tugas manajer personalia adalah harus dapat menyesuaikan antara keinginan para karyawan dengan tujuan dari perusahaan. Walaupun menurut Siagian (1989) kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Menurut As ad (2004), mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan. Pendapat M.L. Blum yang dikutip oleh Moh. As ad (2004) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri. Timpe (1994) menjelaskan bahwa pegawai atau karyawan yang tergabung dalam suatu organisasi, akan membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan. Hasibuan (2003) Kepuasan kerja juga bisa diartikan sebagai sikap emosional karyawan yang mencintai dan menyenangi pekerjaannya. Kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Mengenai kepuasan kerja menurut Gilmer dalam Wursanto (1989) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah : 1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja. 2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja. 3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan kerja, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

14 4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan. 5. Pengawasan. Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over. 6. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Antribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 7. Kondisi kerja, termasuk disini kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir. 8. Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja. 9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja. 10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pension, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipebuhi akan menimbulkan rasa puas. Pendapat lain yang dikemukan As ad (2004) mengacu pada Ghiselli dan Brown, ada lima faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu : a. Kedudukan Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. b. Pangkat Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang

15 melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya. c. Jaminan finansial dan jaminan sosial Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. d. Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool yang dikutip Wursanto (1989), bahwa hal-hal yang menimbulkan kepuasan kerja adalah : 1. Prestasi 2. Penghargaan 3. Kenaikan jabatan 4. Pujian. Sedangkan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja adalah : 1. Kebijaksanaan perusahaan 2. Supervisor 3. Kondisi kerja 4. Gaji Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum yang dikutip As ad (2004) sebagai berikut : a. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan. b. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan. c. Faktor utama dalam dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu, penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial didalam pekerjaan,

16 ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil, baik yang menyangkut pribadi maupun tugas. Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah : (a) Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan. (b) Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. (c) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi. Jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan lain-lain. (d) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya. Melalui definisi faktor-faktor diatas maka, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor tersebut mempengaruhi kepuasan kerja yang memiliki peran yang penting bagi perusahaan dalam memilih dan menempatkan karyawan dalam pekerjaannya dan sebagai partner usahanya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau sepantasnya dilakukan. 2.4. Teori-teori Tentang Kepuasan Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan yang dapat memuaskan dan mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan maka semakin giat orang itu bekerja.

17 2.4.1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory) Menurut Rivai (2004), teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan, sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas, sehingga terdapat ketidaksesuaian, tetapi merupakan ketidaksesuain yang positif. Menurut teori ketidaksesuaian, kepuasan kerja dapat diperoleh jika pencapaian hasil yang diperoleh lebih dari yang diharapkan. 2.4.2. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need FullFillment Theory) Menurut Hasibuan (2008), Teori Abraham Maslow disebut juga teori pemenuhan kebutuhan (satisfaction of needs theory). Teori Maslow menitikberatkan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh pegawai untuk mencapai kepuasan, dan dorongan-dorongan yang menyebabkan para pegawai itu berperilaku tertentu. Berikut teori pemenuhan kebutuhan berdasarkan teori kebutuhan Maslow (Gambar 2). Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan penghargaan Kebutuhan rasa memiliki Kebutuhan rasa aman Kebutuhan fisiologis Gambar 2. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow Sumber : Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman. 1994 Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia digolongkan menjadi lima tingkat kebutuhan, yaitu : a. Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan untuk mempertahankan hidup terdiri dari tiga macam kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan dan papan.

18 Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja giat. b. Kebutuhan akan rasa aman berwujud kebutuhan akan keamanan jiwa, di tempat kerja maupun diluar jam kerja, dan dimana pun orang itu berada, serta kebutuhan akan keamanan harta. Bentuk lain dari pemuasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi kepada karyawan. c. Kebutuhan sosial dapat digolongkan menjadi empat macam, yakni : - Kebutuhan akan rasa diakui atau diterima oleh orang lain atau oleh kelompok tempat menusia itu berada (sense of belonging). - Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance). - Kebutuhan akan pencapaian prestasi (sense of achievement). - Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). d. Kebutuhan akan prestise (esteem needs) berhubungan dengan sosial status. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam jenjang organisasi semakin tinggi pula status dan prestisenya. Prestise dam status dimanifestasikan dalam banyak hal, misalnya : kamar kerja sendiri lengkap dengan perabot ruang kerja, kursi berlengan, meja lebih besar, kendaraaan/mobil dinas dan lain sebagainya. e. Kebutuhan akan kemampuan kerja yang lebih tinggi (self actualization) dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. 2.4.3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Teori ini dipopulerkan oleh Herzberg pada tahun 1950-an. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kerja para karyawan, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Faktor pada sisi kanan berhubungan dengan kepuasan kerja dan pada sisi kiri dengan ketidakpuasan kerja. Faktor yang memberi kepuasan kerja antara lain; prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kemajuan. Faktor yang menyebabkan ketidakpuasan para pegawai terdiri dari administrasi dan kebijakan

19 perusahaan, teknik supervisi, keamanan kerja dan status (Stoner & Freeman 1994). Teori ini menimbulkan pemahaman bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor tersebut dapat dipenuhi, karena kepuasan kerja pada dasarnya bersifat individual, sehingga besaran pemenuhan kebutuhan harus sesuai kadar masing-masing individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi peristiwa pada pekerjaan yang mengarah ke ketidakpuasan yang ekstrim Faktor-faktor yang mempengaruhi peristiwa pada pekerjaan yang mengarah ke kepuasan yang ekstrim Prestasi Pengakuan Kerja itu sendiri Tanggungjawab Kebijakan dan Administrasi Perusahaan Penyeliaan Hubungan dengan Penyelia Pertumbuhan Kemajuan Kondisi Kerja Semua Faktor yang Menyumbang Semua Faktor yang Menyumbang Gaji pada Ketidakpuasan pada Kepuasan Kerja Kerja Hubungan dengan Sejawat Higiene Kehidupan pribadi 69 19 Motivator Hubungan dengan Bawahan 31 81 Status Keamanan 80% 60 40 20 0 20 40 60 80% 50% 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50% Frekuensi Persentase Gambar 3. Perbandingan Faktor-faktor Kepuasan Kerja dan Ketidakpuasan Kerja menurut Herzberg Sumber : Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman. 1994

20 2.4.4. Teori Keadilan (Equity Theory) Teori keadilan berpendapat bahwa motivasi, kinerja dan kepuasan seorang individu tergantung pada penilaian subyektifnya mengenai imbalan orang lain dalam situasi yang serupa (Stoner dan Freeman, 1994). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut Rivai (2004) komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti; upah/gaji, keuntungan sampingan, status, penghargaan dan aktualisasi diri, sedangkan orang selalu membandingkan adalah seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain atau bisa pula di masa lalu. Teori ini menggambarkan bahwa setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain, bila perbandingan itu seimbang maka akan menimbulkan kepuasan, tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan. Inti teori keadilan terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima (Siagian, 2003). Stoner dan Freeman (1994) menjelaskan bahwa teori-teori kepuasan menekankan pemahaman akan faktor-faktor dalam individu yang menyebabkan mereka bertindak dengan cara tertentu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksi dengan karyawan lain, sistem penggajian dan hal lain yang ditentukan oleh kebijakan perusahaan.

21 Teori-teori kepuasan sangat bernilai untuk membantu pihak perusahaan menyadari bahwa tingkat kepuasan kerja berbeda pada setiap karyawan, sehingga dalam prakteknya tetap tergantung dari umpan balik yang diberikan karyawan yaitu berupa peningkatan produktivitas kerja dan kepuasan kerja itu sendiri. 2.5. Penelitian Terdahulu Sari (2011) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-faktor Quality of Work Life Sebagai Pendukung Peningkatan Kinerja Karyawan : Studi Kasus PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Ciampea-Bogor. Lokasi penelitian merupakan laboratorium kultur jaringan satu-satunya yang dimiliki pesantren di Indonesia saat itu dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Faktor-faktor QWL yang diteliti sebanyak delapan faktor yang memiliki nilai koefisien korelasi berbeda. Faktor komunikasi bernilai korelasi tertinggi diikuti oleh faktor kebanggaan, lingkungan yang aman, partisipasi kerja, kesehatan kerja, pengembangan karir, penyelesaian konflik, keselamatan kerja dan kompensasi, kemudian indikator kinerja dipersepsikan yaitu produktivitas, tanggung jawab, kerjasama, disiplin, loyalitas dan pengetahuan. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan metode Korelasi khi-kuadrat, Uji Kruskal-Wallish dan Korelasi Rank Spearman diperoleh kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara faktor QWL dengan kinerja karyawan tepatnya pada faktor keselamatan kerja, penyelesaian konflik, partisipasi karyawan dan kesehatan kerja. Hal tersebut disebabkan peralatan kerja yang beresiko terkontaminasi bahan kimia. Sianturi (2010) melakukan penelitian mengenai Analisis Penerapan Quality of Work Life Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan Pada Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Bogor dengan menggunakan metode Korelasi Rank Spearman dan Regresi Linier Berganda. Penelitian tersebut menganalisis empat dimensi QWL yang diterapkan oleh manajemen untuk mencapai kinerja yang unggul dan produktivitas kerja karyawan, antara lain lingkungan kerja, sistem imbalan yang inovatif, partisipasi pemecahan masalah dan restrukturisasi kerja. Hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan positif antara empat dimensi QWL dengan peningkatan kinerja. Hubungan yang paling kuat terdapat pada sistem imbalan yang inovatif dan partisipasi dalam pemecahan masalah. Sistem imbalan yang inovatif tersebut dapat memacu partisipasi

22 karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan pemecahan masalah secara bersama sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Octaviani (2009), dari penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan Faktor-faktor Quality of Work Life Dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Taspen (Persero) Cabang Bogor, melalui metode Korelasi Rank Spearman yang digunakan untuk melihat kekuatan hubungan delapan faktor QWL yang dianalisis yaitu faktor pengembangan karir, kompensasi, komunikasi, lingkungan kerja yang aman, penyelesaian konflik, kebanggaan, partisipasi karyawan dan kesehatan kerja dengan lima faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain pengetahuan, keterampilan, kemampuan, sikap dan perilaku. Diperoleh kesimpulan bahwa hanya dua faktor yang memiliki hubungan kuat yaitu faktor kompensasi dan lingkungan kerja yang aman. Dhamayanti (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kepuasan Karyawan Melalui Faktor-faktor Quality of Work Life di PT. Inti Abadi Kemasindo, melalui analisis regresi biner dapat diketahui bahwa karyawan puas baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum karyawan puas terhadap faktor-faktor QWL di perusahaan dengan urutan masing-masing faktor adalah integrasi sosial dalam lingkungan kerja, ketaatan pada berbagai ketentuan formal dan normatif, kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan, relevansi sosial kehidupan kekaryaan, kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan sehat, keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi, imbalan yang memadai dan adil dan kesempatan berkembang dan keamanan berkarya di masa depan.