BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat adalah suatu keadaan yang tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan tetapi juga meliputi sejahtera secara fisik, mental, dan sosial (World Health Organization, 2006). Berdasarkan 4 th International Conference on Population and Development di Kairo tahun 1994, kesehatan reproduksi sendiri merupakan keadaan sehat secara menyeluruh yang meliputi sistem reproduksi, fungsi reproduksi, dan proses reproduksi (Glasier et al., 2006). Salah satu bagian dari kesehatan reproduksi adalah kesehatan seksual. Kesehatan seksual merupakan kombinasi antara seks fisik, emosional, intelektual dan sehat, sehingga seks merupakan pengalaman positif untuk memperbaiki kualitas hidup manusia dan membuat masyarakat menajdi lebih baik. Kesehatan seksual manusia dibangun melalui interaksi antara individu dan masyarakat luas, dan perkembangannya tergantung pada ekspresi dasar kebutuhan manusia, termasuk keintiman, ekspresi, emosional dan cinta (World Health Organization, 2006). 1
2 Salah satu keadaan yang menyebabkan terganggunya kesehatan seksual adalah disfungsi seksual. Disfungsi seksual menurut Organisasi Internasional Klasifikasi Dunia Kesehatan Penyakit-10 (ICP-10) merupakan kondisi seseorang yang tidak mampu melakukan hubungan seksual. Ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya gairah seksual, ketidaktertarikan melakukan hubungan seksual, kegagalan respon organ genitalia, disfungsi orgasme, vaginismus, disparenia, dan dorongan seksual yang berlebihan. Hal ini menyebabkan penderitaan yang ditandai dengan kesulitan interpersonal (American Psychiatric Association, 1994). Disfungsi seksual lebih banyak dialami oleh wanita (43%) daripada laki-laki (33%). Pada wanita, disfungsi seksual biasanya berkaitan dengan periode kehamilan dan persalinan (Wylie, 2007). Wang et al. (2003) menemukan bahwa sebanyak 70,59% wanita mengalami disfungsi seksual pasca melahirkan pada 3 bulan pertama pasca melahirkan. Jumlahnya menurun menjadi 55,63% pada 3 sampai 6 bulan pasca melahirkan, dan berkurang menjadi 34,17% pada 6 bulan ke atas setelah melahirkan. Disfungsi seksual yang paling banyak dialami oleh wanita setelah melahirkan adalah disparenia. Penyebab disfungsi seksual antara lain ketidaknyamanan luka
3 insisi termasuk luka pasca pembedahan, berkurangnya libido, perubahan bentuk tubuh, serta anorgasme yang dihubungkan dengan nyeri dan trauma (Dixon et al., 2000; Clarkson et al., 2001; Buhling et al., 2006). Beberapa penelitian melaporkan bahwa kesehatan seksual wanita postpartum dipengaruhi oleh cara persalinan (Safarinejad et al., 2009). Nervus pudendus yang menginervasi klitoris, vulva, dan perineum, bisa saja rusak selama proses persalinan vaginal karena tekanan kepala bayi atau penggunaan alat bantu seperti forceps (Pollack et al., 2004). Terlebih lagi, prolaps vagina akibat melahirkan bisa menyebabkan hipotonik pada otot-otot di sekitar vagina sehingga kemampuan mencapai orgasme berkurang (Gungor et al., 2007). Lain halnya dengan cara persalinan seksio cesarea, cara ini menjaga kekuatan otot penyokong vagina, dan menjaga fungsi normal seksual, serta mempertahankan susunan fungsional dan anatomis pelvic floor dan organ intra pelvis. Oleh karena itu, melahirkan secara sesar mulai menjadi pilihan. Selama satu dekade, jumlah operasi sesar di Amerika Serikat meningkat tajam. Pada tahun 2008 tercatat terdapat 10,8 % atau 673.047 operasi sesar yang sebenarnya tidak diperlukan. Angka tersebut masih jauh lebih rendah daripada China yang
4 memiliki 1.976.606 kasus operasi sesar yang tidak dibutuhkan atau setara dengan 31,8% kasus (Gibbons et al., 2010). Para calon ibu memilih seksio cesarea karena persalinan bisa terjadwal dan menghindari rasa sakit ketika melahirkan. Studi mengenai efek jangka panjang dua cara persalinan tersebut terhadap fungsi seksual sangat terbatas. Dean et al. (2008) menyebutkan bahwa setelah 6 bulan postpartum, kepuasan seksual dan tonus otot vagina mengalami penurunan yang signifikan pada wanita dengan cara persalinan vaginal daripada seksio cesarea. Di sisi lain, Baytur et al. (2005) menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara fungsi seksual dengan cara persalinan dan kekuatan otot pelvis. Hal yang sama diutarakan oleh Hosseini et al. (2012) yang melakukan penelitian pada 114 wanita dengan persalinan vaginal dan 99 operasi sesar. Wang et al. (2003) dan Xu et al. (2003) juga memaparkan tidak ada hubungan yang signifikan antara cara persalinan dengan masalah seksual pascsa 6 bulan persalinan. Belum ada bukti pasti mengenai peran operasi sesar dalam mengurangi angka kejadian disparenia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membandingkan prevalensi disparenia pada wantia postpartum dengan
5 cara persalinan vaginal dan seksio cesarea di Yogyakarta. Terlebih lagi hingga saat ini, belum banyak penelitian yang melaporkan prevalensi disparenia di Indonesia, terutama di provinsi Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan antara cara persalinan vaginal dengan seksio cesarea terhadap prevalensi disparenia pada wanita postpartum? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara persalinan terhadap disparenia sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup wanita pada periode postpartum.
6 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui prevalensi disparenia pada wanita postpartum. b. Untuk mengetahui pengaruh cara persalinan terhadap prevalensi disparenia postpartum. D. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain: 1) Sexual Function of Primiparous Women After Elective Caesarean Section and Normal Vaginal Delivery. (Hosseini et al., 2012) Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada semua domain fungsi seksual wanita antara kelompok persalinan vaginal normal dengan kelompok seksio cesarea. 2) Tesis Perbedaan Fungsi Seksual Wanita Pasca Persalinan Pervaginam dengan Episiotomi dan Seksio Sesarea. (Jembawan, 2014) Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna pada fungsi seksual wanita pasca persalinan pervaginam dengan episiotomi dibandingkan dengan pasca seksio cesarea.
7 3) The Effect of the Mode of Delivery on the Quality of Life, Sexual Function, and Sexual Satisfaction in Primiparous Women and Their Husbands. (Safarinejad et al., 2009) Kesimpulan: Pada wanita sehat dengan kehamilan normal singleton cukup bulan, persalinan vaginal dengan bantuan alat memiliki risiko tertinggi dalam menimbulkan disfungsi seksual sedangkan persalinan seksio cesarea terencana memiliki risiko yang paling rendah. 4) Caesarean Section and Postnatal Sexual Health (Barrett et al., 2005) Kesimpulan: Seksio cesarea tidak disarankan untuk dijadikan faktor protektif fungsi seksual pada wanita postpartum. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Bagi peneliti dan dokter sejawat/ tenaga medis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran prevalensi disparenia, di Bantul pada khususnya, dan hubungannya dengan cara persalinan. Dengan adanya informasi ini, diharapkan dapat dilakukan edukasi kepada pasien pasca melahirkan agar angka kejadian disparenia dapat dikurangi.
8 2) Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memberikan data dasar dan masukan untuk penelitian selanjutnya mengenai disparenia dan faktor risikonya 3) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru mengenai disparenia sehingga masyarakat dapat mewaspadainya dan tidak malu bila ingin berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan.