BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Disfungsi seksual merujuk pada masalah yang. terjadi selama siklus respons seksual yang menghambat

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Disfungsi seksual merujuk pada masalah yang terjadi selama siklus respons seksual yang menghambat seseorang untuk merasakan kepuasan dari aktivitas seksualnya. Agak sulit untuk memperkirakan prevalensi disfungsi seksual pada wanita karena parameternya tidak sejelas disfungsi seksual pada laki-laki (Chen et al., 2013). Namun, penelitian epidemiologis secara konsisten menemukan bahwa disfungsi seksual merupakan gangguan yang lebih sering terjadi pada wanita dibanding lakilaki dengan prevalensi 40% pada populasi wanita secara umum dan 50% pada wanita yang berada dalam periode perimenopause dan postmenopause (Palacios, Castaño, & Grazziotin, 2009). Etiologi disfungsi seksual pada wanita bersifat multifaktorial dan dapat meliputi tiga faktor, yaitu faktor biologis, psikoseksual, dan kontekstual (Graziottin, Serafini, & Palacios, 2009). Faktor biologis umumnya meliputi masalah-masalah organik (gangguan panggul), kondisi neurologis (terutama terkait nyeri), penyakit metabolik (diabetes), dan 1

2 2 gangguan afektif (depresi dan kecemasan). Faktor psikoseksual meliputi faktor emosional, afektif, dan psikologis. Sementara itu, faktor kontekstual meliputi hal-hal yang bersifat kekinian, seperti masalah kesehatan dan fungsi seksual pasangan. Walaupun banyak wanita yang mengalami masalah seksual pada periode postpartum, namun penelitian dalam hal ini masih belum terlalu banyak dilakukan. Persalinan merupakan transisi kehidupan utama yang memiliki efek signifikan pada fungsi seksual wanita. Hubungan seksual pasangan sering mengalami jeda pada periode perinatal dan berbagai perubahan organik dan metabolik yang terjadi selama persalinan dapat mempengaruhi fungsi seksual wanita postpartum. Perasaan malu dan kesibukan dengan bayi merupakan salah satu alasan mengapa wanita tidak melaporkan kejadian disfungsi seksual postpartum. Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab disfungsi seksual pada wanita postpartum adalah depresi postpartum. Depresi pospartum adalah suatu episode depresi mayor yang bermula dalam 4 minggu setelah persalinan. Insidensi depresi postpartum di Amerika Serikat adalah per tahun dengan prevalensi umum dalam populasi secara keseluruhan sebesar 13% (Horowitz & Goodman,

3 3 2005). Penelitian Wignyosumarto (2000) pada 224 ibu yang melakukan persalinan di 3 rumah sakit di Kota Yogyakarta menemukan prevalensi depresi postpartum di Yogyakarta adalah sebesar 13,4%. Depresi postpartum merupakan gangguan mood serius dan sering ditemui, yang muncul dalam beberapa minggu postpartum dan menimbulkan risiko signifikan bagi keadaan ibu, anak, dan keluarga. Munculnya gejala depresi dalam masa yang kritis tersebut dapat mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengenali dan merespons anaknya dengan cara yang sensitif dan dalam menumbuhkan hubungan ibu-anak. Depresi juga dapat mempengaruhi fungsi-fungsi lain seorang wanita, termasuk fungsi seksualnya. Laurent & Simons (2009) dalam ulasannya menyatakan bahwa semua fase dalam siklus respons seksual berhubungan dengan depresi kecuali fase resolusi. Gangguan nyeri sering ditemukan pada orang yang mengalami depresi, terutama pada wanita dibanding pria. Gangguan hasrat seksual ditemukan hingga mencapai 50% pada orang yang mengalami depresi. Kemungkinan mengalami gangguan hasrat seksual dapat mencapai 5 kali pada orang yang mengalami depresi dibanding orang yang

4 4 tidak mengalam depresi. Gangguan bangkitan seksual juga sering ditemukan, baik pada laki-laki maupun perempuan. Belum ada penelitian yang jelas menunjukkan apakah disfungsi seksual disebabkan oleh depresi, atau sebaliknya. Namun, korelasi antara keduanya telah banyak dibuktikan. Palacios et al. (2009) menemukan bahwa prevalensi masalah seksual pada orang dengan depresi adalah dua kali lipat dibanding kontrol orang yang sehat. Hubungan antara depresi dan disfungsi seksual tampaknya bersifat resiprokal dan bidireksional, keduanya sering muncul bersamaan dan susah dipisahkan. Maka, wanita yang mengalami depresi pada periode postpartum diperkirakan juga berisiko tinggi mengalami disfungsi seksual. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara depresi dan disfungsi seksual pada wanita postpartum di RSUD Panembahan Senopati Bantul?

5 5 I.3 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara depresi postpartum dengan perubahan fungsi seksual wanita postpartum. Penelitian lain juga menunjukkan hubungan antara disfungsi seksual dan gangguan depresi. Penelitian yang dilakukan Morof, Barrett, Peacock, Victor, & Manyonda (2003) menemukan bahwa wanita yang mengalami depresi (skor EPDS > 13) memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk melanjutkan hubungan seksual setelah 6 bulan postpartum, lebih sedikit terlibat dalam aktivitas seksual, dan lebih sering melaporkan masalah seksual dibanding wanita yang tidak mengalami depresi. Penelitian yang dilakukan Brown & Lumley (2000) menemukan bahwa kelelahan dan masalah hubungan meningkat tiga kali lipat sedangkan masalah seksual, inkontinensia urin, nyeri punggung, dan penyakit ringan seperti common cold meningkat dua kali lipat pada wanita yang memiliki skor EPDS >13 dibanding wanita yang tidak. Penelitian yang dilakukan Moel, Buttner, O Hara, Stuart, & Gorman (2010) menemukan terdapat perbedaan hasrat seksual (diukur dengan kuesioner LIFE-II)

6 6 antara wanita yang mengalami depresi postpartum (diukur dengan kuesioner HRSD dan BDI) dan yang tidak mengalaminya, dan walaupun terjadi peningkatan hasrat seksual setelah diberikan pengobatan untuk depresi, wanita yang pulih sempurna tetap mengalami hasrat dan kepuasan seksual yang lebih rendah dibanding wanita yang sama sekali tidak mengalami depresi pada periode 2 tahun postpartum. Penelitian yang dilakukan Chivers, Pittini, Grigoriadis, Villegas, & Ross (2011) menemukan bahwa wanita postpartum dengan skor EPDS yang meningkat memiliki total skor FSFI serta skor domain bangkitan, orgasme, dan kepuasan yang lebih rendah. Belum ada penelitian di Yogyakarta yang menunjukkan hubungan antara depresi postpartum yang dinilai dengan kuesioner EPDS dan disfungsi seksual yang dinilai dengan skor FSFI. I.4 Tujuan Penelitian I.4.1 Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara depresi dan disfungsi seksual pada wanita postpartum di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

7 7 I.4.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui angka prevalensi disfungsi seksual dan tingkat depresi pada wanita postpartum di RSUD Panembahan Senopati Bantul. 2. Untuk mengetahui perbandingan risiko mengalami disfungsi seksual pada wanita yang mengalami depresi dan yang tidak mengalaminya. I.5 Manfaat Penelitian I.5.1 Manfaat praktis Menjadi bahan pertimbangan bagi dokter dan petugas kesehatan untuk mengetahui risiko terjadinya disfungsi seksual pada wanita postpartum, terutama yang mengalami depresi. I.5.2 Manfaat bagi ilmu pengetahuan Sebagai tambahan informasi ilmiah dalam bidang ilmu kesehatan terutama kaitan antara aspek psikologis dengan fungsi reproduksi wanita postpartum.