BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Apa yang dimaksud dengan PHSL?

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

Sumber : Nurman S.P. (

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

PENGELOLAAN HARA TANAMAN PADI SISTEM GOGORANCAH DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN NUTRIENTS MANAGEMENT OF THE GOGO RANCAH RICE SYSTEM IN RAINFED SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. sayuran terutama sawi. Hal ini terjadi karena sawi memiliki kandungan gizi yang

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI. Mildaerizanti, Desi Hernita, Salwati dan B.Murdolelono BPTP JAMBI BPTP NTT

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

PERAKITAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA SPESIFIK LOKASI PADI SISTEM GOGO RANCAH DI DESA SEMAWUNG KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

: Kasar pada sebelah bawah daun

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI

III. BAHAN DAN METODE

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, K PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) KEPRAS

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI DOSIS PEMUPUKAN

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat bergantung pada hujan. Saat musim hujan, penanaman padi di sawah tadah hujan bisa dilakukan penggenangan, akan tetapi disaat musim kemarau, penanaman padi harus digogokan (tidak dilakukan penggenangan) akibat sangat terbatasnya air pada saat musim kemarau. Lahan sawah tadah hujan umumnya tidak subur (miskin hara), sering mengalami kekeringan, dan petaninya tidak memiliki modal yang cukup, sehingga agro ekosistem ini disebut juga sebagai daerah miskin sumber daya (Toha dan Juanda, 1991). Potensi sawah tadah hujan di Indonesia cukup besar yaitu 2,1 juta ha yangtersebar di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (Balitsereal 2002). Namun lahan sawah tadah hujan umumnya memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, antara lain ditunjukkan oleh rendahnya ketersediaan hara esensial tanaman, terutama N, P, K, dan kandungan bahan organik, serta rendahnya produktivitas tanaman dengan agihan curah hujan yang tidak menentu. Hasil padi sawah tadah hujan rata-rata 2-3 ton per hektar (IRRI 1997). Menurut Swain et al. (2005) kendala umum yang dihadapi dalam bertani pada lahan sawah tadah hujan di Asia adalah lahan tidak subur, dan kurangnya varietas yang dapat beradaptasi dengan ekosistem tersebut. Untuk dapat mengatasi ketidak suburan lahan sawah tadah hujan, maka perlu dilakukan Pengelolaan Tanaman Terpadu, salah satunya adalah pengelolaan pupuk yang baik dengan teknolologi Pengelolaan hara Spesifik Lokasi (PHSL). 2.1.2 Sistem Gogo Rancah Sistem penanaman padi di Indonesia secara garis besar dikelompokan menjadi dua, yaitu padi sawah dan padi gogo. Pada sistem sawah, tanaman padi sepanjang hidupnya selalu dalam keadaan tergenang air. Sedangkan pada sistem 5

gogo, tanaman padi ditumbuhkan tidak dalam kondisi tergenang. Sistem gogo rancah merupakan kombinasi dari sistem sawah dan sistem gogo. Pada sistem gogo rancah, padi ditanam pada awal musim hujan pada petakan sawah, kemudian secara perlahan digenangi dengan air hujan seiring dengan bertambahnya curah hujan (Purnowo dan Heni, 2007). Produksi padi gogo rancah di Indonesia masih rendah karena petani belum mampu menerapkan teknik budidaya anjuran, varietas yang ditanaman umumnya varietas lokal atau tradisional, pengendalian gulma dan penyakit kurang intensif, serta belum menerapkan pemupukan yang berimbang (Widyantoro et al., 2007). Untuk meningkatkan produktivitas padi gogo rancah di Indonesia diperlukan pengelolaan pupuk yang tepat yaitu dengan cara menggunakan teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi. 2.1.3. Pengelolaan HaraSpesifik Lokasi (PHSL) Pengelolaan hara spesifik lokasi (PHSL) merupakan suatu pendekatan untuk menyediakan hara bagi tanaman padi saat dan bila dibutuhkan. Aplikasi dan pengelolaan hara secara dinamis disesuaikan dengan kebutuhan tanaman (BPTP Maluku, 2011). Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko penggunaan pupuk yang berlebihan. Menurut Jansen et al. (1990) konsep PHSL telah dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an. Yang kemudian diteliti terhadap sekitar 200 petani lahan sawah irigasi di enam negara Asia Tenggara termasuk Indonesia pada tahun 1997-2000 (Dobermann et al. 2002). Buresh et al. (2006) mengemukakan bahwa penggunaan teknologi PHSL berpotensi meningkatkan hasil gabah sekitar 400 kg per hektar per musim tanam. 2.1.4. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Zahrah (2011) dengan judul aplikasi pupuk bokashi dan NPK organik pada tanah ultisol untuk tanaman padi sawah dengan sistem SRI dan parameter pengamatannya adalah serapan hara N, P, K, jumlah anakan produktif, jumlah bulir per malai, persentase gabah bernas, berat gabah kering per rumpun, bobot 1000 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi berbagai dosis pupuk bokashi dan NPK organik berpengaruh terhadap jumlah serapan hara N, P, 6

dan K tanaman, anakan produktif, panjang malai, jumlah bulir per malai, berat gabah kering per rumpun, dan berat 1000 biji. Dengan perlakuan terbaik adalah pemberian bokashi 30 ton per hektar(3 kg petak -1 ) dan pemberian NPK organik 600 kg per hektar (60 g petak -1 ) dengan hasil anakan produktif 19,0 batang per rumpun, panjang malai, jumlah bulir per malai 210,7 bulir, persentase gabah bernas 97,63%, berat gabah kering 94,35 g per rumpun, berat 1000 biji 29,6 g. Hasil penelitian Barus (2009) yang berjudul uji efektivitas kompos jerami dan pupuk NPK terhadap hasil padi dengan parameter pengamatan pertumbuhan vegetatif, komponen hasil dan produksi (ubinan) padi. Hasil penelitian menyebutkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman akan tetapi pemberian 10 t per hektarkompos jerami di tambah dengan 100 % NPK memberikan jumlah anakan padi terbanyak (16,8), dan paling sedikit pada perlakuan tanpa NPK. Jumlah gabah per malai paling banyak diperoleh pada perlakuan kombinasi kompos + 75 % NPK dan terendah pada perlakuan tanpa NPK. Perlakuan kompos ditambah 75 % NPK meningkatkan jumlah gabah 8,7 % dibandingkan hanya 100% NPK, dan meningkat sebesar 14,2 % dibandingkan perlakuan hanya kompos, sedangkan terhadap bobot 1000 butir perlakuan tidak berpengaruh nyata. Hasil penelitian (Setiawan, 2006) yang berjudul pengaruh pemberian guano sebagai substitutor urea terhadap ketersediaan dan serapan unsur N tanaman sawi ( Brasicca juncea L. ), pada inseptisol Wlingi, Blitar dengan parameter pengamatan pengaruh perlakuan terhadap kadar N total dan N mineral tanah, pengaruh perlakuan terhadap serapan tanaman, pengaruh perlakuan kombinasi terhadap pertumbuhan tanaman sawi (tinggi tanaman dan jumlah daun) dan hubungan kadar N total tanah, N mineral tanah, serapan N dan pertumbuhan tanaman sawi. Hasil penelitian menyebutkan pemberian kombinasi Urea dan Guano berpengaruh nyata terhadap kadar N-Total dalam tanah dan berpengaruh sangat nyata terhadap N Mineral tanah pada 42 HST. Perlakuan A5 (Guano 100%) dapat meningkatkan kadar N total dalam tanah sebesar 42,07 % pada awal tanam, sebesar 29,27 % pada 22 hst dan sebesar 15,24 % pada 42 hst. Pemberian Guano 100 % merupakan perlakuan terbaik yang dapat menggantikan penggunaan Urea. Perlakuan ini menghasilkan nilai N mineral tertinggi pada 22 HST dan 42 7

HST dibanding keempat kombinasi perlakuan lainnya. Hasil serapan menunjukkan kadar serapan N tertinggi dengan rata-rata serapan 68,78 g tanaman - 1. Untuk kombinasi paling efektif yang memadukan Urea dan Guano terdapat pada perlakuan A4 yaitu (25%Urea+75% Guano). Pada perlakuan ini terdapat pola distribusi N mineral yang stabil yaitu 160,68 mg kg -1 pada 0 HST, 124,6 mg.kg -1 pada 22 HST dan 8.8 mg.kg -1 pada 42 HST. Pada perlakuan kombinasi Urea dan Guano (50% Urea + 50% Guano) berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah daun dan tinggi tanaman. 2.2. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang rumusan masalah, tujuan penelitian dan tinjauan pustaka maka dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Pengelolaan pupuk NPK maupun kombinasinya dengan Organofosfat dan pupuk organik dari jerami pada tanaman padi gogo rancah di lahan sawah tadah hujan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah individu per rumpun, jumlah malai per rumpun, panjang malai, jumlah bulir per rumpun, bulir bernas, pesentase bulir bernas, bobot 1000 butir, GKP dan GKG. 2. Pengurangan 25% dosis pupuk anjuran disertai penambahan materi lokal jerami (75% NPK 15-15-15 + pupuk organik dari jerami) memiliki tinggi tanaman, jumlah individu per rumpun, jumlah malai per rumpun, panjang malai, jumlah bulir per rumpun, bulir bernas, pesentase bulir bernas, bobot 1000 butir GKP dan GKG yang tidak berbeda nyata dengan pemupukan NPK 15-15-15 dosis anjuran, sehingga (75% NPK 15-15-15 + pupuk organik dari jerami) bisa dijadikan sebagai alternatif teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) di Desa Semawung Ke. Andong Kab. Boyolali. 2.3. Definisi dan Pengukuran Variabel Agar terhindar dari penafsiran yang berbeda-beda terhadap hipotesis yang dikemukakan, maka dibuat definisi dan pengukuran variabel sebagai berikut: Variabel terikat: Pemupukan NPK dan kombinasinya dengan, pupuk Organofosfat maupun pupuk organik dari jerami. 8

Variabel bebas : 1. Dosis merupakan kadar dari sesuatu (kimiawi, fisik, biologis) yang dapat mempengaruhi suatu organisme secara biologis. Dosis pupuk NPK dan Organofosfat dengan satuan kg per hektar. 2. Tinggi tanaman (cm) adalah panjang tanaman yang diukur mulai dari atas permukaan tanah sampai bagian tertinggi tanaman maksimum (cm) pada fase vegetatif diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang dilakukan pada 15 minggu, 30 minggu, 45 dan 60Hari Setelah Tumbuh (HST)serta menjelang panen pada 10 sampel tanaman tiap petak. Tinggi tanaman fase generatif diukur pada saat menjelang panen diukur dari permukaan tanah sampai malai terpanjang pada 10 rumpun sampel tiap petak. 3. Jumlah individu per rumpun (tanaman) adalah jumlah total individu dalam setiap rumpun. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah individu total tiap rumpun pada 10 sampel rumpun pada 15, 30, 45, dan 60 HST. 4. Jumlah malai per rumpun (batang) adalah total malaiyang ada di dalam setiap rumpun dan dihitung pada saat tanaman menjelang panen dengan mengambil 10 sampel rumpun tiap petak. 5. Panjang malai (cm),merupakan panjangnya malai yang diukur dari buku terakhir sampai ujung butir malai (tanpa rambut malai) dan diukur setelah panen dengan mengambil sampel sebanyak 10 rumpun tiap petak. 6. Jumlah bulir per rumpun (butir), merupakan jumlah total bulir yang ada pada setiap rumpun. Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah total bulir (gabah isi + gabah hampa) dari 10 sampel rumpun pada setiap petak. Jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai (butir), dilakukan dengan menghitung jumlah gabah isi dan gabah hampa secara terpisah. 7. Persentase bulirbernas. (%), persentase gabah yang berisidan pengukuran dilakukan dengan membandingkan antara jumlah gabah isi per malaidengan jumlah gabah total per malai. 8. Berat gabah panen (kg), berat gabah yang dihasilkan pada saat panen. Penentuan Gabah Kering Panen (GKP) dengan mengukur gabah sesaat setelah dipanen dan penentuan Gabah Kering Giling (GKG) dilakukan dengan 9

mengambil contoh 1 kg GKP kemudian dikeringkan dan dihitung berat kering dari 1 kg GKP. Dari hasil pengeringan diperoleh (GKG) dari 1 kg (GKP). Dari data tersebut dikonversi menjadi ton per hektar. 9. Bobot 1000 butir (gram), merupakan berat 1000 butir gabah. Pengukuran dilakukan dengan menimbang 1000 butir contoh (GKG) kadar air maksimal 14 % dengan menggunakan timbangan dengan skala terkecil. 10