4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Diagram TS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda yang diamati dalam

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Musim Hujan. Musim Kemarau

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Upwelling dengan Jumlah Tangkapan Ikan Cakalang Pada Musim Timur Di Perairan Tamperan, Pacitan

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Universitas Sumatera Utara, ( 2) Staff Pengajar Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

BAB II LANDASAN TEORITIS

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

3. METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

Analisis Spasial dan Temporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Sumatera Barat

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

5 PEMBAHASAN 5.1 Penyebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

PENDAHULUAN Latar Belakang

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 1-8 Online di :

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

POKOK BAHASAN : ANGIN

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra )

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian karakter massa air di Selat Sunda berdasarkan nilai sebaran suhu permukaan laut, yaitu massa air yang berasal dari Laut Jawa, massa air yang berasal dari Samudera Hindia dan percampuran dari kedua tipe massa air tersebut. Massa air di Laut Jawa cenderung dicirikan dengan suhu permukaan laut yang tinggi, sementara massa air dari Samudera Hindia memiliki suhu permukaan laut yang lebih rendah. Wilayah perairan Selat Sunda yang merupakan percampuran dari kedua karakteristik massa air tersebut, memiliki distribusi suhu permukaan laut yang bersifat dinamis, dan bergeser ke utara atau selatan tergantung dorongan arus dominan. 4.1.1. SPL Musim Barat Sebaran SPL yang dapat diamati pada musim barat dapat dilihat pada Gambar 3. Bulan November merupakan awal masuknya musim barat di perairan Selat sunda. Distribusi SPL pada musim barat yaitu bulan November-Januari berada pada kisaran 27-29 C. Rendahnya SPL di perairan Selat Sunda pada musim barat diduga karena adanya indikasi dominansi massa air dingin yang berasal dari Samudera Hindia dan juga diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan di perairan tersebut ( Amri, 2002). 17

18 Pola pergerakan SPL di Selat Sunda merupakan SPL perata-rataan bulanan dari data 8 harian citra Aqua MODIS. Pada gambar terlihat bahwa di bulan November, SPL di laut Jawa lebih tinggi dibandingkan SPL di selatan Jawa, sedangkan SPL di perairan Selat Sunda cukup hangat dengan kisaran 29 C berada di ujung mulut selatan selat. Memasuki bulan Desember, terlihat adanya pergerakan massa air yang bersuhu 29 C di perairan dekat Lampung, mulut selat bagian utara dan selatan. Pada bulan Januari SPL di perairan Selat Sunda menjadi semakin rendah dengan kisaran nilai 25 C-28 C. November Desember Januari 0 C Gambar 3. Distribusi SPL pada Musim Barat 4.1.2. SPL Musim Peralihan 1 Bulan Februari merupakan awal masuknya musim peralihan 1, yang ditunjukan oleh Gambar 4. Tampilan gambar tersebut juga menunjukan bahwa distribusi SPL di Samudera Hindia cukup hangat dibandingkan SPL di Utara Jawa, sehingga berpengaruh terhadap hangatnya SPL di perairan Selat Sunda di bagian selatan mulut selat. Kondisi ini berbeda jauh saat memasuki bulan Maret, SPL di Samudera Hindia terlihat lebih rendah dibandingkan di Utara Jawa,

19 sehingga mengakibatkan SPL di Selat Sunda menjadi lebih rendah pada bulan Maret dan meningkat pada bulan April sebagai akhir musim peralihan 1. Februari Maret April 0 C Gambar 4. Distribusi SPL pada Musim Peralihan 1 4.1.3. SPL Musim Timur Gambar 5 menunjukan SPL bulanan pada bulan Mei hingga Juli. Bulan Mei merupakan awal masuknya musim timur, SPL pada musim timur terlihat lebih hangat dibandingkan pada musim barat dan musim peralihan. SPL tinggi terlihat tersebar di perairan Selat Sunda, Indikasi ada dominansi massa air hangat yang berasal dari Laut Jawa seperti terdeteksi citra suhu permukaan laut pada musim timur, diperkuat juga oleh data temporal suhu permukaan laut (Gambar 8). Mei Juni Juli 0 C Gambar 5. Distribusi SPL pada Musim Timur

20 4.1.4. SPL Musim Peralihan 2 Bulan Agustus merupakan awal masuknya musim peralihan 2, dicirikan dengan rendahnya nilai SPL di selatan Jawa akibat pengaruh dari angin muson tenggara. SPL pada musim peralihan 2 menjadi lebih rendah dibandingkan musim timur, hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. Agustus September Oktober 0 C Gambar 6. Distribusi SPL pada Musim Peralihan 2 Fluktuasi rata-rata bulanan SPL di perairan Selat Sunda dari tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Gambar 7. Pada musim peralihan 2 ( Agustus-Oktober) dan musim barat (November-Januari) nilai suhu permukaan laut cenderung menurun dibandingkan dengan SPL pada musim peralihan 1 (Februari-April) dan musim timur (Mei-Juli), sehingga grafik tersebut menunjukan SPL yang cenderung meningkat memasuki musim timur sedangkan rendah pada musim barat. Hal ini menunjukan adanya indikasi dominasi massa air hangat yang berasal dari Laut Jawa. Suhu permukaan laut di perairan Selat Sunda dan sekitarnya bervariasi sepanjang tahun. Suhu permukaan laut berkisar antara 26,9 C sampai 30,9 C.

21 Fluktuasi nilai SPL ini cenderung meningkat memasuki musim timur dan menjadi rendah memasuki musim barat dan peralihan. SPL ( 0 C) 30.00 29.50 29.00 28.50 28.00 27.50 27.00 26.50 jan feb mar apr mei juni juli ags sept okt nov des Bulan Gambar 7. Fluktuasi nilai rata-rata bulanan SPL di perairan Selat Sunda dan sekitarnya tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. 4.2. Variasi nilai SPL di perairan laut Selat Sunda 31.00 30.00 SPL ( 0 C) 29.00 28.00 27.00 2007 2008 2009 2010 26.00 25.00 Gambar 8. Nilai rata-rata SPL di perairan Selat Sunda dari tahun 2007 sampai 2010 Grafik di atas menunjukan variasi SPL di perairan Selat Sunda selama periode tahun 2007 sampai 2010. Terlihat pada grafik bahwa musim timur

22 memiliki kisaran nilai SPL 29 C -30 C yang diduga merupakan suhu optimum bagi ikan pelagis. SPL cenderung meningkat pada musim timur. Adapun adanya perbedaan SPL yang rendah pada musim timur di tahun 2008 yaitu 28 C, diduga karena adanya pengaruh dari kondisi perairan laut yang dinamis, menurut Manurung. et al (1998), variabilitas faktor lingkungan perairan Selat Sunda sangat tinggi, hal ini berpengaruh terhadap ketersediaan ikan dan kondisi oseanografi di perairan Selat Sunda. 4.3. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a Sebaran spasial distribusi konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda mulai tinggi pada bulan Februari (Musim Peralihan 1) dan mencapai maksimum pada bulan Juni (Musim Timur). Pada bulan November dan Desember konsentrasi klorofil-a rendah dan tinggi kembali pada bulan Januari sebagai akhir musim barat. Distribusi konsentrasi klorofil tinggi pada musim Timur diduga akibat tingginya konsentrasi klorofil-a di Selatan Jawa bagian barat dan bergerak ke Selat Sunda. Tingginya konsentrasi klorofil-a di Selatan Jawa pada musim timur diduga karena pengaruh dari pergerakan massa air yang kaya akan nutrien akibat fenomena upwelling dan berpengaruh juga ke perairan sekitarnya dalam hal ini dapat mencapai perairan Selat Sunda, namun untuk validasi lebih akurat diperlukan tambahan data tinggi paras muka laut. Selain itu, dari sebaran spasial diketahui bahwa Laut Jawa memberikan pengaruh besar pada konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda, hal ini terlihat dari tingginya konsentrasi klorofil-a pada musim timur ( Mei-Juli) yang penyebaranya mencapai perairan Selat Sunda. Tingginya konsentrasi klorofil-a pada musim

23 timur diduga akibat pengaruh dari pergerakan arus yang bergerak dari wilayah timur menuju perairan barat yang membawa serta massa air yang kaya akan nutrien ke Selat Sunda. Sebaran spasial rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a selama tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Gambar 9. Januari Februari Maret Mg/m 3 April Mei Juni Mg/m 3 Juli Agustus September Mg/m 3 Oktober November Desember Mg/m 3 Gambar 9. Sebaran spasial bulanan konsentrasi klorofil-a tahun 2007-2010.

24 4.4. Variasi nilai konsentrasi klorofil di perairan Selat Sunda 0.80 0.70 0.60 Konsentrasi Klorofil-a (mg/m 3 ) 0.50 0.40 0.30 0.20 2007 2008 2009 2010 0.10 0.00 Gambar 10. Sebaran rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Sunda tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Variasi distribusi konsentrasi klorofil di Selat Sunda disebabkan oleh adanya pengaruh dari 2 karakteristik massa air yang berbeda yaitu aliran massa air dari Samudera Hindia dan massa air dari utara Jawa. Perairan Samudera Hindia cenderung mempunyai konsentrasi klorofil-a yang rendah dibandingkan perairan utara Jawa, hal ini dikarenakan Perairan Samudera Hindia merupakan perairan lepas pantai, adapun terjadinya peningkatan nilai klorofil-a pada musim timur, diduga akibat adanya fenomena upwelling di perairan selatan Jawa di musim timur (Amri, 2002).

25 Grafik di atas memperlihatkan variasi yang cenderung meningkat pada periode musim timur ( Gambar 10). Musim barat cenderung mempunyai konsentrasi klorofil-a yang relatif rendah. Variasi nilai konsentrasi klorofil-a di perairan ini tidak terlepas dari pengaruh angin musiman yang terjadi di perairan Indonesia. Pada musim barat, aliran massa air dari Samudera Hindia yang lebih dingin lebih dominan masuk ke perairan Selat Sunda, sehingga karakteristik massa air di perairan tersebut lebih rendah dengan konsentrasi klorofil yang rendah, hal ini dapat dilihat pada tampilan sebaran spasial bulanan konsentrasi klorofil-a tahun 2007 sampai tahun 2010 (Gambar 9). Sebaliknya, pada musim timur massa air dari Laut Jawa lebih dominan mendorong massa air hangat dengan kandungan klorofil tinggi masuk ke Selat Sunda, sehingga pada musim ini dapat diindikasikan sebagai musim yang optimal untuk penangkapan. Menurut Muripto (2000), Selat Sunda merupakan perairan yang dipengaruhi oleh aliran dua massa air utama, yaitu massa air Laut Jawa dan Samudera Hindia. Oleh karena itu faktor oseanografi yang berpengaruh adalah pergerakan angin di Selat Sunda dan sekitarnya. Adanya pergerakan arah dan kecepatan angin apabila dihubungkan dengan sebaran konsentrasi klorofil akan memperkuat pernyataan bahwa tinggi atau rendahnya nilai konsentrasi klorofil-a dipengaruhi oleh angin dan perubahan musim. Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin muson. Letak geografi Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia membuat kawasan ini paling ideal untuk berkembangnya angin muson. Perairan Selat Sunda merupakan salah satu kawasan yang dipengaruhi oleh angin muson. Angin muson barat berhembus pada bulan Oktober sampai April,

26 mengakibatkan belahan bumi selatan khususnya Australia bertemperatur tinggi dan tekanan udara rendah, sebaliknya di Asia memiliki temperatur rendah dan tekanan udara tinggi. Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari Benua Asia ke Benua Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan. Angin muson timur berhembus setiap bulan April sampai Oktober, ketika matahari mulai bergeser ke belahan bumi utara, sehingga terjadi pergerakan angin dari benua Australia ke benua Asia melalui Indonesia, angin ini tidak banyak mengakibatkan turun hujan, oleh karena itu disebut juga sebagai musim kemarau. Pola pergerakan angin berdasarkan Gambar 11, menunjukan bahwa di perairan Selat Sunda dan sekitarnya dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur. Pada periode musim barat hingga awal musim peralihan, angin bertiup dari arah barat laut ( Desember Maret). Bulan November dan April ( musim pancaroba), dimana pengaruh musim barat dan musim timur masih ada, menyebabkan terjadi pergerakan pola angin yang berlawanan di daerah Samudera Hindia sehingga terjadi pembelokan arah ke Selat Sunda dan Laut Jawa dengan kecepatan angin yang lebih tinggi di wilayah Samudera Hindia dibandingkan wilayah Laut Jawa, sehingga berpengaruh ke perairan Selat Sunda. Pada musim timur dan peralihan 2 pergerakan angin bertiup dari arah timur yaitu datang dari Samudera Hindia dan memiliki kecepatan yang tinggi menuju Selat Sunda. Berikut merupakan pola pergerakan angin yang dapat dilihat pada Gambar 11.

27 Gambar 11. Pola pergerakan angin di Selat Sunda dan sekitarnya. Sumber : Data angin ECMWF

28 4.5. Produksi Ikan Pelagis Data hasil tangkapan ikan pelagis yang diperoleh merupakan data sekunder dari TPI Labuan Pandeglang Banten, Dinas Perikanan Kabupaten Pandeglang, dan hasil wawancara. Data tersebut berupa data waktu penangkapan (bulan), jumlah dan jenis hasil tangkapan dari alat penangkapan ikan pelagis yaitu pukat cincin ( purse seine). Data produksi ikan yang digunakan adalah jenis ikan pelagis yang dominan selalu tertangkap setiap bulannya di TPI Labuan, data ikan tersebut yaitu jenis ikan tongkol (Euthynnus sp) yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis CPUE ( Cacth Per Unit Effort) untuk melihat kelimpahan ikan di suatu periran. Data ini dikumpulkan selama kurun waktu 2 tahun yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2010. Menurut Nyebakken (1988), ikan pelagis merupakan organisme yang hidup di perairan terbuka. Sementara itu Amin, et.al (1991), menyatakan ikan pelagis umumnya bertingkah laku bergerombol pada siang hari dan berpencar pada malam hari. Perairan Selat Sunda juga mempunyai sumber daya ikan yang banyak dimanfaatkan terutama jenis ikan pelagis, pemanfaatan sumber daya perikanan pelagis di Selat Sunda dilakukan dengan menggunakan alat tangkap mini purse seine ( pukat cincin mini). Produksi ikan ini di dapat dari data sekunder pelabuhan Labuan, Pandeglang Banten. Pada subbab berikut digambarkan hubungan antara SPL dan konsentrasi klorofil-a terhadap CPUE di perairan Selat Sunda. Menurut Muripto (2000), daerah penangkapan ikan pada musim timur terjadi di perairan sekitar Labuan yaitu di perairan Tanjung Lesung, Batu Hideung, Cikujang, Sumur dan Pulau Panaitan.

29 4.5.1. Hubungan SPL dengan catch per unit effort (CPUE) ikan tongkol di Selat Sunda Gambar 12 memperlihatkan hubungan antara SPL dengan CPUE ikan tongkol di perairan Selat Sunda yang diambil dari data perikanan. Secara umum, nilai SPL pada saat musim barat cukup rendah, dengan SPL berkisar antara 27-28 C serta diikuti oleh rendahnya nilai CPUE ikan tongkol, sedangkan pada saat Musim Timur (Mei-Juli), SPL di lokasi penelitian berada pada kisaran 29-30,5 C. Nilai CPUE ikan tongkol tinggi pada bulan Juni 2009 dan bulan Mei, Juni 2010. Tingginya nilai CPUE pada musim timur ini diduga karena ikan tongkol menyenangi perairan panas, sehingga SPL pada musim timur merupakan suhu yang optimum bagi penangkapan ikan tongkol di perairan tersebut. Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson periode tahun 2009-2010 (Lampiran 8), menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang erat antara parameter SPL dengan CPUE ikan tongkol, hal tersebut juga dapat dilihat dari diagram pencar yang tidak menyebar normal dimana variabel y merupakan nilai CPUE dan variabel x merupakan SPL. Selain itu juga, tidak adanya korelasi antara SPL dengan CPUE ini diperkuat dengan kecilnya nilai R 2 sebesar 0.27, hal ini diduga karena ikan tongkol tidak hanya dipengaruhi oleh suhu permukaan laut, tetapi juga sangat sensitif terhadap perubahan salinitas ( Gunarso, 1985). Berdasarkan data yang ada, menunjukan bahwa secara umum, hasil tangkapan tertinggi ikan tongkol terjadi pada musim timur dengan suhu 29-30,5 C, hal ini dapat diindikasikan bahwa suhu yang cocok untuk penangkapan ikan tongkol di Selat Sunda adalah pada saat Musim Timur ( Mei-Juli). Hubungan SPL dengan CPUE ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 12.

30 450.00 31 400.00 350.00 30 300.00 29 CPUE ( kg/unit) 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 28 27 26 SPL ( 0C) 0.00 25 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2009 2010 CPUE SPL Gambar 12. Hubungan antara Konsentrasi SPL dengan CPUE ikan tongkol 4.5.2. Hubungan Klorofil-a dengan CPUE ikan Tongkol Berdasarkan Gambar 13, diketahui bahwa CPUE ikan tongkol selama kurun waktu 2 tahun cenderung berfluktuasi. Secara umum, peningkatan nilai konsentrasi klorofil-a diikuti oleh peningkatan CPUE, hal tersebut terjadi pada Musim Timur (Mei-Juli). Tingginya konsentrasi klorofil-a yang terjadi di Selat Sunda pada Musim Timur akibat masukan massa air yang kaya akan nutrien dari wilayah upwelling di pesisir Selatan Jawa. Tingginya konsentrasi klorofil-a yang juga diikuti oleh peningkatan nilai CPUE ikan tongkol terjadi pada bulan Juni 2009 dan bulan Mei 2010, namun

31 tidak semua peningkatan CPUE ikan tongkol diikuti oleh tingginya konsentrasi klorofil-a, hal ini dikarenakan ada waktu sela (time lag) dimana naiknya nilai konsentrasi klorofil-a tidak langsung berdampak pada naiknya nilai CPUE, tetapi membutuhkan beberapa waktu sehingga klorofil yang ada telah dimanfaatkan oleh zooplankton sebagai sumber makanan, berikutnya zooplankton akan dimanfaatkan oleh ikan-ikan kecil sebagai bahan makanan atau dimakan langsung oleh ikan pelagis dalam hal ini ikan tongkol yang merupakan ikan karnivor. Nilai CPUE cenderung rendah pada Musim Barat dikarenakan rendahnya rata-rata konsentrasi klorofil-a, namum pada November 2010 terjadi peningkatan nilai CPUE, sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fitriah (2008), yang menyatakan bahwa kenaikan hasil tangkapan ikan tongkol tidak selalu langsung dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi klorofil-a di suatu perairan, dikarenakan adanya selang waktu (time lag) sekitar satu bulan antara naiknya konsentrasi klorofil dengan naiknya hasil tangkapan ikan tongkol. Berdasarkan uji statistik, menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang erat antara parameter konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan tongkol di perairan Selat Sunda, hal tersebut dapat ditunjukan dari diagram pencar yang menyebar tidak normal ( Lampiran 8 ). Rendahnya hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan tongkol ini, diduga diakibatkan oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan tongkol selain SPL dan konsentrasi klorofila, yaitu adanya waktu sela sebagaimana dijelaskan di atas. Selain itu juga, perlu adanya analisis salinitas dan arus di perairan Selat Sunda untuk analisis tambahan sehingga diharapkan dapat mendapatkan hasil yang lebih akurat. Hubungan antara konsentrasi Klorofil-a dan CPUE ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 13.

32 450.00 0.8 400.00 0.7 350.00 0.6 CPUE (kg/unit) 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 Klorofil-a (mg/m3) 0.00 0 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2009 2010 CPUE Konsentrasi Klorofil-a Gambar 13. Hubungan antara Konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan tongkol Berdasarkan analisis deskriptif, menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda tidak langsung diikuti oleh peningkatan CPUE ikan tongkol, hal ini diduga disebabkan karena ikan tongkol merupakan ikan karnivor yang tidak langsung memakan fitoplankton, ada waktu tunda (time lag) antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan CPUE. Secara umum Gambar 13 menunjukan bahwa terjadi waktu sela 1 bulan antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan CPUE ikan tongkol. Hal tersebut ditunjukan pada bulan Maret, Oktober 2009 dan April, Oktober 2010. Tingginya konsentrasi klorofil tidak disertai dengan peningkatan CPUE, akan tetapi 1 bulan berikutnya terjadi peningkatan CPUE.