Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan I Gst. Ayu Agung Cupu Tyasningrum 1), Ni Luh Nyoman Kebayantini 2), Gede Kamajaya 3) 123 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Udayana Email: gekarum33@gmail.com 1, kebayantini@gmail.com 2, kamajaya_1965@yahoo.com 3 ABSTRACT The Balinese Hinduism community performs religious ceremonies using a means called banten, banten as a means of religious ceremony to accompany every ceremony in the daily life of Balinese Hinduism community. Banten is made in a cooperative manner by the Balinese Hinduism community, but the emergence of thought and efficiency in society makes banten as consumer goods (commodity) that are traded by certain parties then known by the term commodification. Banten commodification caused by several things due to knowledge and skill, limited time and effort, economic limitation and strong market ideology. Banten commodification happened by the process which covering production, distribution, and consumption process. Then, banten commodification have the impact on the social, cultural, economic and material. Keywords: banten, commodification, market ideology. 1. PENDAHULUAN Agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat dan menjadi bagian dari sistem sosial. Agama merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kebanyakan orang, praktik-praktik keagamaan merupakan bagian dalam kehidupan banyak orang (Raho, 2013: 1). Praktik agama yang dilaksanakan oleh umat Hindu-Bali mencangkup ritual, dharma wacana, pemujaan dan pengorbanan. Agama Hindu memiliki tiga kerangka dasar, yaitu : (1 )tatwa, (2) susila dan (3) upacara (Arwati, 1992: 5). Tatwa adalah filsafat dari ajaran agama Hindu dan mengandung filosofi yang mendalam tentang pokok-pokok keyakinan tentang ajaran agama Hindu. Susila adalah tata susila atau etika yang didasari oleh tatwa. Upacara merupakan aktivitas-aktivitas untuk berhubungan atau mendekatkan diri dengan Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk persembahan atau korban suci yang disebut dengan yadnya. Yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu terdiri dari lima macam yang disebut dengan panca yadnya dan pelaksanaanya dilakukan melalui empat jalan yang disebut dengan catur marga. Pelaksanakan ajaran agama Hindu di Bali pada kenyataanya lebih banyak diwarnai dengan jalan bhakti dan karma, yang mana penekanannya lebih kepada bentuk ritus dan simbolik dibandingkan dengan pemahaman atas pengetahuan dan filsafat agama (Kebayantini, 2013: 1). Dalam pelaksanaan ritual tersebut umumnya umat Hindu-Bali memakai simbol persembahan berupa sarana upacara dalam bentuk banten. Banten merupakan wujud perlambangan kemahakuasaan Tuhan, alam semesta dan diri manusia sendiri (Sukahet,
2016: 67). Banten biasanya dibuat bergotongroyong dalam setiap kegiatan upacara keagamaan di Bali terutaman di desa pejaten. Masyarakat desa merupakan masyarakat yang masih bersifat tradisional dan kental dengan budaya gotong-royong. Kegiatan gotong-royong di Bali disebut dengan ngayah, ngoupin atau matulungan. Namun saat ini kegiatan gotong-royong mulai mengalami kemunduran di kalangan masyarakat desa. Dilihat dari bagaimana banten diperoleh dan diakses oleh masyarakat desa Pejaten dari tukang banten menandakan telah terjadinya komodifikasi banten di desa Pejaten. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Kebayantini (2010) Komodifikasi Upacara Ngaben Gotong Royong di Gerya TamanSari Lingga, Kelurahan Banyuasri, Kabupaten Buleleng. Penelitian Kebayantini menjelaskan menjelaskan bahwa ada sebuah motif ekonomi dalam pelaksanaan upacara ngaben yang ditawarkan oleh Sulinggih yang diproduksi melalui sebuah wacana dengan biaya murah sehingga mampu menarik minat masyarakat. Artinya kegiatan ini sengaja digagas dan dirancang untuk didistribusikan agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat layaknya seperti sebuah komoditas lainya yang diperjual-belikan di pasaran. Penelitian Subrata (2004) Komodifikasi Tari Barong. Penelitian Subrata menjelaskan bahwa globalisasi memberikan pengaruh dan dampak yang sangat besar terhadap Bali, terutamaya pada pariwisata yang ada di Bali. Dimana pariwisata di Bali berbasis dan didukung oleh nilai dan estetika dari budaya yang sangat kental sehingga menarik minat para wisatawan untuk mengunjungi Bali. Kebudayaan Bali menjadi tak terkendalikan dan termaknai lagi salah satunya dalam bidang kesenian tari yaitu Tari Barong. Untuk membedakan Tari Barong sebagai kesenian sakral (untuk upacara keagamaan) dan profan (boleh dipertontokan/untuk hiburan) adalah dengan cara komodifikasi sehingga tak tercampur-adukan. Dimana komodifikasi yang dilakukan tidak lepas dari motif ekonomi untuk mendukung perekonomian masyarakat Bali. 2.2 KONSEP Penelitian ini menggunakan dua konsep yaitu komodifikasi banten dan masyarakat Desa Pejaten. Komodifikas banten merupakan banten yang dulunya diproduksi tidak untuk diperjual-belikan tetapi sebagai sarana upacara keagamaan. Namun kini banten secara sadar dan sengaja diproduksi untuk diperjual-belikan, dengan kata lain sudah dikomodifikasikan. Banten tidak hanya di produksi untuk ritual keagamaan lagi tetapi banten juga didistribusikan agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang mana tujuannya adalah untuk mencari keuntungan. Kedua adalah masyarakat Desa Pejaten, dimana masyarakat desa yang secara umum masih bersifat tradisional dan kental akan budaya gotong-royongnya mulai terpengaruh oleh kehidupan masyarakat kota yang bersifat heterogen dan modern terutama dalam hal melaksanakan kegiatan beragama mereka dengan membeli segala sesuatu yang menjadi pelengkap upacara keagamaan yang berupa banten. Saat ini hampir sebagian masyarakat Desa Pejaten sudah mulai beralih
untuk membeli banten dan tak jarang pula langsung dengan jasa pemangkunya. 2.3 LANDASAN TEORI Teori yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah teori komodifikasi dari Fairclough. Fairclough (1992: 207) komodifikasi adalah proses dimana domain-domain dan institusi-institusi sosial yang perhatiannya tidak hanya memproduksi komoditas dalam pengertian ekonomi yang sempit mengenai barangbarang yang akan dijual tetapi bagaimana diorganisasikan dan dikonseptualkan dari segi produksi, distribusi dan konsumsi komoditas. Meminjam teori dari Fairclough, maka komodifikasi banten dapat dipahami melalui tiga proses yaitu, proses produksi, distribusi dan konsumsi. 3. METODELOGI PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN DAN LOKASI Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptifkualitatif dengan mengambil lokasi penelitian di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. 3.2 SUMBER DATA Data dalam penelitian ini menggunakan informasi dari informan dan hasil wawancara. Selain itu data diperoleh dari data jumlah penduduk di Desa Pejaten, harga banten, dan jumlah penjual banten. 3.3 PENENTUAN INFORMAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive dan menggunakan key person atau informan kunci yang berdasarkan pada teori kejenuhan dimana pengumpulan data yang diperoleh sudah dapat dihentikan apabila data yang diperoleh sudah menunjukan kesamaan dan tidak ada menunjukan adanya data yang baru. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi di griya, tempat serati, dan warungwarung. Kemudian pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara mendalam kepada sulinggih, serati, tokoh masyarakat dan masyarakat Desa Pejaten. 3.4 TEKNIK ANALISIS DATA Teknik analisis data dilakukan melalui pereduksian data yang diperoleh informan dan disajikan sehingga memudahkan untuk melakukan penarikan kesimpulan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Pejaten terletak di wilayah Kecmatan Kediri, kabupaten Tabanan. Terletak ±5 km ke arah selatan dari pusat kota Tabanan dan ±27 km dari kota Denpasar. 4.1 GAMBARAN UMUM BANTEN Banten dikenal dengan sebutan wali, dimana wali berarti Bali (Arwati, 1992: 12). Artinya banten hidup dan berkembang di pulau Bali sehingga Bali juga diiartikan sebagai tempat pelaksanaan agama Hindu melaksanakan kegiaan agamanya dengan menggunakan persembahan banten. 4.2 PENYEBAB KOMODIFIKASI BANTEN Banten sudah menjadi komoditi yang dengan sengaja dan secara sadar diperjualbelikan oleh pihak-pihak tertentu. Semua itu tidak terlepas dari beberapa faktor-faktor yang mendukung terjadinya komodifikasi banten, diantaranya keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan, keterbatasan waktu dan tenaga
dan keterbatasan ekonomi serta munculnya ideologi pasar (Kebayantini, 2013: 124). Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan menjadi penyebab pertama dari komodifikasi banten di Desa Pejaten, dimana masyarakat Pejaten terutamanya perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar membuat banten. Nyatanya dalam proses pembelajaran membuat banten juga membutuhkan ketekunan dan keseriusan mengingat begitu banyaknya jenis dan namanama banten. Hanya mereka yang mampu mengikuti, tekun dan serius dalam mendalami tentang silsilah banten yang kemudian disebut dengan serati (tukang banten). Serati inilah yang dianggap mampu dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan lebih membuat dan mengenal banten dengan baik. Keterbatasan waktu dan tenaga menjadi penyebab kedua dari komodifikasi banten, hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat desa Pejaten sudah bekerja dan tinggal di luar desa Pejaten. Ketika di Desa terdapat kegiatan ngayah/ngoupin maka mereka tidak senantiasa memiliki waktu luang untuk mengikuti kegiatan ngayah/ngoupin. Selain itu, pelaksanaan kegiatan tersebut juga memerlukan tenaga ekstra dalam mempersiapkan konsumsi dan tenaga tersebut sangat terbatas mengingat kesibukan masyarakat untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan mereka. Keterbatasan ekonomi juga menjadi penyebab komodifikasi banten di Desa Pejaten. Masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi yang terbatas tentu harus memperhitungkan dengan tepat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Salah satu pemenuhan kebutuhan mereka sebagai umat Hindu-Bali adalah dengan melaksanakan upacara keagamaan yang menggunakan sarana. Sarana upacara dibuat dengan bahan-bahan jajan, pisang, kelapa, telur yang saat ini semua harus dibeli dan ketika hari raya besar harga semua bahanbahan menjadi mahal. Selain itu ketika masyarakat melangsungkan upacara keagamaan di kediamannya maka harus mengajak kerabat dekat sebagai wujud silaturahmi (menjaga hubungan dengan kerabat). Dari pelaksanaan upacara keagamaan, kerabat yang diundang tentunya harus diberikan sugguhan berupa makaan dan minuman. Disinilah letak dari pengeluran biaya yang banyak dari masyarakat, masyarakat akan terbebani dua kali lipat dalam melaksanakan upacara keagamaan. Selanjutnya adalah ideologi pasar. Ideologi pasar juga menjadi penyebab dari komodifikasi di Desa Pejaten. Dimana ideologi pasar memunculkan ide/gagasan baru dibalik tindakan sosial dalam pelaksanaan setiap upacara keagamaan dikalangan masyarakat desa Pejaten. Hal ini terlihat dari bagaimana masyarakat mengkonsumsi banten dan selalu bergantung dengan pasar untuk memenuhi kebutuhan beragamnya. 4.3 PROSES KOMODIFIKASI BANTEN Meminjam teori dari Fairclough, maka komodifikasi banten di Desa Pejaten dapat di pahami melalui tiga proses yaitu melalui kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Produksi, proses untuk menghasilkan banten oleh tukang banten (serati) yang kemudian untuk tujuan agar bisa didistribusikan dan
dikonsumsi oleh masyarakat desa pejaten. Produksi banten dilakukan dengan cara perpaduan antara produksi langsung dan outsourching. Produksi banten dilakukan secara langsung oleh tukang banten (serati) dan beberapa bahan atau banten diperoleh melalui orang lain yang menjadi mitra kerja yang sama-sama bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Distribusi, penyaluran banten yang telah diproduksi oleh tukang banten (serati) kepada konsumen. Penyaluran banten melalui dua cara yaitu banten langsung diantarkan oleh tukang banten (serati) dan langsung diambil oleh konsumen ke rumah tukang banten (serati). Konsumsi, penggunaan, pemakaian dan penghabisan banten sebagai sarana upacara melalui kegiatan upacara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat desa Pejaten. Di Desa Pejaten, pengguna banten mengalami peningkatan yang dilihat dari adanya penigkatan produksi banten dan banyaknya jumlah tukang banten (serati). Masyarakat Pejaten yang menggunakan banten berasal dari kelas pekerja yang beragam mulai dari PNS, pedagang, wiraswasta, dan lain sebagainya. 4.4 DAMPAK KOMODIFIKASI BANTEN Adapun dampak atau akibat dari komodifikasi banten di Desa Pejaten yaitu melemahnya gotong-royong dimasyarakat dan mulai terjadinya perubahan tradisi dimasyarakat dalam proses pembuatan banten sebagai pelengkap upacara keagamaan umat Hndu-Bali. Akibat lain yang ditimbulkan adalah melemahnya pengetahuan kaum muda akan banten yang dengan mudah diperoleh melalui tukang banten (serati). Selain itu, dampak lainnya yang diakibatkan oleh komodifikasi banten yaitu meningkatkan pendapatan sebagian masyarakat desa Pejaten melalui jual-beli banten yang dilakukan oleh masyarakat desa Pejaten. 5. KESIMPULAN Komodifikasi banten di desa Pejaten disebabkan oleh adanya keterbataan pengetahuan dan ketrampilan, keterbatasan waktu dan tenaga, keterbatasan ekonomi dan adanya ideologi pasar. Komodifikasi terjadi melalui tiga proses diantaranya proses produksi banten, distribusi banten dan konsumsi banten oleh masyarakat desa Pejaten. Dimana komodifikasi ini mampu menjadi alternative atau solusi bagi masyarakat Pejaten yang memiliki keterbatasan pengetahuan,waktu,dan materi untuk tetap bisa melaksanakan kegiatan upacara keagamaan tanpa merubah makna dari upacara itu sendiri. Namun komodifikasi juga akan menimbulkan dampak atau akibat dan hal ini berdampak pada bagaimana masyarakat yang sudah mulai mengalami penurunan nilai kebersamaan dalam bergotong royong dan nantinya juga berpengaruh terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kebiasaan terdahulu yang ada di masyarakat. Sehingga bagaimanapun perubahan yang terjadi agar tetap mampu diimbangi dengan rasa kebersamaan dan saling menghormati agar tidak terjadinya perpecahan dan terjalinnya hubungan yang harmonis. 6. DAFTAR PUSTAKA Arwati, Ni Made Sri. 1992. Upacara Upakara. Denpasar: Upada Sastra
Fairclough, Norman. 1992. Discourse and Social Change. Cambridge: Polito Press Kebayantini, Ni Luh Nyoman. 2010. Komodifikasi Upacara Ngaben Gotong Royong di Geriya Tamansari Lingga, Kelurahan Banyuasri, Kabupaten Buleleng. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana Kebayantini, Ni Nyoman. 2013. Komodifikasi Upacara Ngaben di Bali. Denpasar: Udayana University Press. Raho SVD, Bernard. 2013. Agama Dalam Persepektif Sosiologi. Jakarta: OBOR. Subrata, I Wayan. 2014. Komodifikasi Tari Barong. Surabaya: Paramitha. Sukahet, Putra. 2016. Hindu Bali Menjawab Masalah Aktual.Denpasar: Wisnu Press.