INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium)"

Transkripsi

1 INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium) I Putu Suadityawan, Ni Luh Nyoman Kebayantini, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana ipt.suadityawan@gmail.com, suka_arjawa@yahoo.com ABSTRACT Ngaben is a religious ceremony conducted by Hindu-Balinese society and has shifted. The shift indicates a change in the interrelation between people in the ceremony ngaben in crematorium. Research question divided into two questions: 1) What factors encourage people choose held ceremony ngaben in crematorium and 2) How the social interaction between people in conducting ceremony ngaben in crematorium. The theory used in this research is the social exchange theory George Caspar Homans. The social exchange theory find an exchange that happened between people who are involved in the ceremony ngaben in crematorium. The people involved in the ceremony ngaben in crematorium have the motivation to benefits earned and affect the social interactions. The research method used was qualitative. Research sites in the Secretariat Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi and Crematorium Santha Yana. The result of research shows the factors that encourage people choose held ceremony ngaben in Crematorium Santha Yana is a socio-cultural, social structure, economy, and energy and time. Social interaction in the ceremony ngaben in Crematorium Santha Yana is cooperation and conflict. The conclusion of this research is people choose ceremony ngaben in Crematorium because effective and efficient. Keywords: ngaben in crematorium, social interaction 1. PENDAHULUAN Upacara ngaben merupakan upacara kematian masyarakat Hindu-Bali dan termasuk dalam upacara pitra yadnya. Upacara ngaben dilaksanakan oleh keluarga yang masih hidup dan ditujukan kepada roh leluhur atau anggota keluarga yang meninggal. Menurut Keriana (2010: 23), dasar pokok pelaksanaan pitra yadnya adalah pitra rnam, yaitu kewajiban 1 terhadap orang tua dan leluhur. Berdasarkan keyakinan masyarakat Hindu- Bali, anak yang dilahirkan dari kedua orang tuanya mempunyai kewajiban atau berhutang budi kepada orang tua, karena orang tualah yang merawat dari sejak berbentuk janin. Ngaben merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan para keturunan sebagai wujud bhakti kepada yang telah mendahului mereka.

2 Berdasarkan cara pengorganisasian upacara ngaben, Kebayantini (2013: 6-7) menjelaskan ada sejumlah varian yang disesuaikan dengan desa, kala, dan patra. Pertama, ngaben niri, yaitu upacara ngaben yang dilakukan secara mandiri oleh keluarga yang diaben. Kedua, ngaben ngerit (massal), yaitu penggorganisasian upacara ngaben secara kolektif. Maksudnya, ada sejumlah keluarga bergabung menjadi satu untuk merancang dan melaksanakan upacara ngaben secara bersama-sama. Ketiga, ngaben ngiring, yaitu seseorang ikut serta ngaben pada salah satu keluarga, biasanya keluarga dari wangsa brahmana atau wangsa ksatria yang sedang melangsungkan upacara ngaben bagi salah seorang anggota keluarganya yang meninggal dunia. Pelaksanaan upacara ngaben di Bali sering kali rumit dan timbul masalah, menurut Kebayantini (2013: 7) hal ini karena dibangun oleh budaya agama dengan tingkat rigiditas yang tinggi. Masyarakat Hindu-Bali terjebak oleh tradisi yang cenderung mengkonstruksi kemegahan prosesi ritual yang menghabiskan biaya tinggi, tetapi mengabaikan kemampuan individu yang menyelenggarakan upacara tersebut. Selain ketiga pengorganisasian upacara ngaben yang ada, beberapa tahun belakangan muncul alternatif pilihan pelaksanaan upacara ngaben, yaitu ngaben di krematorium. Penyedia jasa ngaben di krematorium adalah Yayasan Santha Yana Dharma dibawah naungan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi. Upacara ngaben di krematorium dilaksanakan di Krematorium Santha Yana dan dikerjakan secara professional, tanpa melibatkan desa atau banjar pakraman. Suka Arjawa (2010: 9), menjelaskan disamping mempunyai makna agama dan makna kebudayaan, ngaben mempunyai unsur sosial. Unsur sosial tersebut cukup kompleks sehingga sangat mempengaruhi model dan pola-pola interaksi yang ada. Berbagai kerumitan upacara yang diselenggarakan, berpengaruh terhadap pola interaksi sosial. Interaksi merupakan ciri yang paling utama dalam proses sosial. Keberhasilan, kegagalan, kekacauan, biaya sampai dengan citra upacara, sangat ditentukan oleh interaksi sosial tersebut. Dalam ngaben konvensional, wujud interaksi sosial yang terlihat adalah kerja sama, kompetisi dan konflik. Dalam ngaben konvensional, kerja sama yang terjadi berdasarkan asas gotong royong. Suka Arjawa (2010: 9-20) menjelaskan gotong royong yang terjadi pada upacara ngaben, adalah sebuah keharusan. Dalam setiap upacara ngaben, memerlukan keterlibatan massa. Massa yang diorganisir oleh lembaga adat ini akan mengerjakan segala 2

3 keperluan upacara tersebut. Kompetisi dalam pelaksanaan upacara ngaben yang paling sederhana terlihat pada keluarga batih, ketika ada keinginan maupun tuntutan agar kualitas pelaksanaan upacara ngaben minimal harus sama dengan apa yang pernah dilaksanakan sebelumnya pada keluarga tersebut. Sedangkan konflik dalam pelaksanaan upacara ngaben terlihat pada kasus-kasus yang menunjukan ngaben tidak dapat dilaksanakan karena berbagai kondisi dan persoalan yang dihadapi individu. Dalam ngaben di krematorium, keterlibatan massa yang diorganisir Yayasan Santha Yana Dharma dalam upacara ngaben di krematorium tidak sebanyak seperti di upacara ngaben konvensional dan wujud interaksi sosial yang dominan terlihat adalah kerja sama. Dalam ngaben di krematorium, kerja sama yang terjadi berdasarkan asas professionalitas dan menjadi sebuah keharusan, sehingga pihak-pihak yang terlibat didalamnya berusaha menekan munculnya konflik. 2. KAJIAN PUSTAKA Pada tingkatan akademis, banyak karya-karya ilmiah mengenai upacara ngaben, baik dari segi alternatif, efektifitas, penyederhanaan maupun perspektif lainnya. Salah satunya adalah Sukraaliawan (2007) dalam tesis berjudul Upacara Ngaben Massal Masyarakat Desa Pakraman Sudaji, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng : Sebuah Kajian Budaya. Isi dari tesis ini menjelaskan perubahan tradisi dalam hal pelaksanaan Upacara ngaben di Desa Pakraman Sudaji, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng yakni adanya ngaben massal. Ngaben massal muncul sebagai solusi terhadap permasalahan besarnya biaya upacara ngaben yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat di Desa Pakraman Sudaji. Ngaben massal lebih menekankan pada aspek progresifitas, efisien dan fragmatis tanpa mengurangi makna filosofis ( tatwa) dari ajaran Agama Hindu. Salah satu yang membahas tentang ngaben di krematorium adalah Suka Arjawa (2010) dalam disertasi berjudul Pergeseran Pelaksanaan Ritual Ngaben Di Bali (Tinjauan Terhadap A spek Sosial Ngaben Yang Mendorong Munculnya Ngaben Krematorium) menjelaskan upacara ngaben yang dilakukan oleh masyarakat Hindu-Bali telah bergeser dibandingkan dengan ritual yang ada yakni ngaben konvensional. Pergeseran terjadi karena situasi ketika menyelenggarakan ngaben konvensional dilakukan serta perkembangan intelektual masyarakat Hindu di Bali. Akibatnya muncul pikiranpikiran baru tentang pelaksanaan upacara. 3

4 Dari konstruksi sosial dan intepretasi, maka tercipta sikap rasionalitas terhadap bagaimana upacara dilakukan. Muncullah ide ngaben di krematorium. Cara ini tidak bergantung banyak pada desa atau banjar pakraman. Fungsi desa sebagai pelaksana upacara digantikan oleh krematorium. Melaksanakan upacara ngaben di krematorium lebih efisien ekonomi, waktu untuk melakukan upacara serta untuk menghindari krisis saat melakukan kremasi. Perbedaan dengan kedua penelitan sebelumnya adalah dari kedua peneliti tersebut tidak ada yang membahas mengenai interaksi sosial yang terjadi dalam pelaksaan upacara ngaben di krematorium. Penelitian ini menggunakan teori pertukaran sosial dari George Caspar Homans. Teori ini membayangkan perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas, nyata atau tidak nyata, dan kurang lebih sebagai pertukaran hadiah atau biaya, sekurangkurangnya antara dua orang (Upe, 2010: 175). Substansi teori pertukaran Homans terletak pada proposisi fundamental, yakni nilai, dan rasionalitas. Proposisi nilai, makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, maka makin besar pula kemungkinan ia melakukan tindakan itu (Upe, 2010: 177). Proposisi rasionalitas, dalam memilih di antara berbagai tindakan alternatif, seseorang, akan memilih satu di antaranya, yang dia anggap saat itu memiliki value (Ritzer dan Goodman, 2010: 365). Faktor utama yang menentukan perilaku manusia adalah motivasi terhadap benefit (manfaat) atau value (nilai) yang akan diterima dari perilakunya tersebut. Benefit hanya bisa didapatkan dalam interaksi apabila kedua belah pihak saling memberikan benefit pada pihak lain dan masing-masing pihak harus mempunyai sumber daya (resources) (Pitana dan Gayatri, 2005: 22-23). 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di 2 tempat, yakni Sekretariat Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi dan Krematorium Santha Yana. Jenis data yang dihimpun yakni data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data penelitian ini berupa sumber data primer dan sekunder. Penentuan informan menggunakan teknik purposive dan teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian Dalam perkembangannya, Bali 4

5 mengalami perubahan seiring adanya pengaruh global, dimana lebih mengedepankan budaya material. Secara tidak langsung, masyarakat dituntut untuk dapat bertindak lebih efektif serta efisien dalam kehidupannya, termasuk saat menyiapkan dan menyelenggarakan upacara agamanya. Jika sebelumnya masyarakat Hindu-Bali membuat perlengkapan upacara keagamaannya sendiri, sekarang kebanyakan masyarakat Hindu-Bali membelinya. Apalagi saat ini perlengkapan upacara keagamaan dengan mudah dapat ditemui dan dibeli di warung, toko, maupun pasar-pasar tradisional. Perubahan sosial budaya yang menarik adalah muncul dan berkembangnya ngaben di krematorium. 4.2 Organisasi Warga Pasek : Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi Warga Pasek Kata pasek berasosiasi juga dengan kata-kata Pacek, Pakis atau Paku. Di Jawa kita mengenal Paku Buwono, Paku Alam, dan Paku Negara. Semua istilah tersebut mengandung makna adanya fungsi khusus dari sekelompok masyarakat yaitu di dalam memelihara keamanan dan pembangunan masyarakat (Brahmanda, 2000: 1). Warga Pasek mengambil Mpu Gnijaya sebagai titik tolak di dalam penyusunan silsilah Warga Pasek dan Pura Lempuyang Madya sebagai Pura Kawitan. Sesuai dengan babad Pasek, Mpu Gnijaya mempunyai 7 orang putra yang bergelar Mpu. Ketujuh Mpu inilah yang kemudian menurunkan warga Pasek sehingga warga Pasek dikenal dengan Warga Pasek Sanak Pitu atau Warga Pasek Sanak Sapta Rsi (Brahmanda, 2000: 2) Sejarah Kelahiran Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi Brahmanda (2000: 4-19) menjelaskan, bagi masyarakat Hindu-Bali, ketidaktahuan terhadap kawitan, atau ketidakjelasan lelintihan atas warga (soroh), sering disebutkan sebagai orang kehilangan arah. Usaha pencarian kawitan ini secara tidak langsung membentuk jaringan antar pemaksan dari pura-pura yang terkait dengan warga Pasek yang kemudian menjadi awal kelahiran organisasi kewargaan. Sejumlah tokoh warga Pasek dari beberapa dadya dan dadya agung seluruh Bali mengadakan pertemuan di Klungkung. Pertemuan tersebut menghasilkan deklarasi pembentukan organisasi warga Pasek yang disebut dengan Ikatan Warga Pasek (Brahmananda, 2000: 4) Tujuan dan Program Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi 5

6 bertujuan meningkatkan kualitas hidup warganya, baik material maupun spiritual, didalam usaha mendekati pencapaian Moksartham-Jagadhita. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka ada banyak program kerja yang dicanangkan oleh Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi. Program tersebut antara lain : melakukan pendidikan atau pelatihan calon pemangku pemula, pinandita, bhawati, dan tukang banten, diklat bahasa bali pengadaan buku-buku, penyuluhan, rehabilitasi/renovasi pura-pura warga, pelaksanaan upacara di Catur Parhyangan, melaksanakan upacara dwijati untuk menjadi pandita Mpu, memprogamkan beasiswa untuk warga yang kurang mampu, latihan yoga, dan sebagainya (Brahmananda, 2000: 21). Dalam perkembangannya Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi mencetuskan ngaben di krematorium dan Krematorium Santha Yana sebagai program kerja Unit Organisasi Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi Dalam mencapai tujuan dan menjalankan program yang dicanangkan maka dibentuklah unit penunjang, antara lain Koperasi Santha Yana Pasek dan Yayasan Santha Yana Dharma. Yayasan Santha Yana Dharma mempunyai unit pendukung antara lain Krematorium Santha Yana, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Santha Yana Kumara, Majalah Suara Pasek, dan Diklat- Diklat Kepemangkuan. 4.3 Krematorium Santha Yana Sarana dan Prasarana di Krematorium Santha Yana Sarana dan prasarana di Krematorium Santha Yana antara lain yakni sarana akomodasi yang berjumlah 2 unit, peti mati, tempat memandikan jenazah, tempat menaruh jenazah, tempat mengusung jenazah untuk menuju kuburan, banten, dan tempat pembakaran jenazah di kuburan Biaya Upacara Ngaben di Krematorium Santha Yana Biaya pelaksanaan upacara ngaben di Krematorium Santha Yana dibagi menjadi dua kategori, yakni Warga Negara Indonesia (WNI) dengan rentang harga Rp dan Warga Negara Asing (WNA) dengan rentang harga Rp dan ada 4 paket yang disediakan Pelaksanaan Upacara Ngaben di Krematorium Santha Yana Pelaksanaan upacara ngaben di krematorium dimulai dengan menjemput jenazah di rumah duka atau di rumah sakit, 6

7 kemudian jenazah dibawa menuju krematorium Santha Yana. Sesampainya di krematorium Santha Yana jenazah diupacarai dan selanjutnya dimandikan. Setelah dimandikan jenazah dibakar ditempat yang sudah disediakan. Setelah jenazah sudah menjadi abu, tulang-tulang yang masih tersisa dikumpulkan kemudian diupacarai. Abu jenazah dapat dilarung di Sungai Ayung yang bersisian dengan krematorium atau dapat dilarung ditempat lain (Indah, 2011: 1). 4.4 Faktor-Faktor Pendorong Warga Masyarakat memilih Upacara Ngaben di Krematorium Faktor Sosial Budaya Menurut Kebayantini (2013: 93) pilihan-pilihan terhadap cara pelaksanaan upacara ngaben merupakan sebuah sikap, kecenderungan dalam mempersepsi, merasakan, melakukan, berpikir, yang diinternalisasikan oleh individu-individu masyarakat Hindu-Bali tergantung pada kondisi objektifnya. Sebagai sistem disposisi, upacara ngaben berdasarkan jejak-jejak historisnya merupakan kecenderungan yang bersifat ajeg. Walaupun bersifat ajeg, upacara ngaben dapat dilihat sebagai struktur yang bersifat lentur dan dapat diubah. Artinya, upacara ngaben masih menyediakan ruang adaptasi bagi individu-individu masyarakat Hindu-Bali sesuai dengan kedudukan, status sosial dan status ekonominya di masyarakat. Upacara ngaben di krematorium, misalnya, merupakan salah satu cara baru model pelaksanaan upacara ngaben. Setelah melalui sosialisasi, upacara ngaben di krematorium dapat diterima dimasyarakat Hindu-Bali dari berbagai ragam kedudukan, status sosial dan status ekonomi. Keluarga duka dalam menyelenggarakan upacara ngaben di krematorium dipengaruhi oleh faktor imitasi dan sugesti. Keluarga duka sebelum memilih melaksanakan upacara ngaben di krematorium mendapat sugesti dari keluarga duka yang terlebih dulu melaksanakan upacara ngaben di krematorium dan akhirnya memilih untuk melakukan hal yang sama Faktor Struktur Sosial Pada masa lalu, ketika masyarakat Hindu-Bali masih bersifat homogen dan hidup sebagai petani secara komunal, mereka merancang dan melaksanakan berbagai macam upacara keagamaan termasuk upacara ngaben secara bersama-sama dalam komunitas tertentu (Kebayantini, 2013: 3-4). Hal tersebut terwujud ke dalam sistem ngayahang dan nguopin yang berarti memberikan sumbangan waktu, tenaga serta material 7

8 berupa bahan perlengkapan upacara dalam suatu kegiatan upacara keagamaan. Adanya pengaruh global menyebabkan Bali mengalami perubahan dan budaya progresif berkembang, dimana lebih mengedepankan budaya material. Masyarakat Hindu-Bali tidak sepenuhnya hidup secara komunal, sekarang mereka terdiferensiasi ke dalam ranah-ranah baru dan berujung pada tuntutan untuk dapat bertindak efektif serta efisien, termasuk dalam hal menyiapkan dan menjalankan upacara keagamaannya, dalam hal ini upacara ngaben. Keluarga duka yang mengingikan pelaksanaan upacara ngaben dilaksanakan dengan efektif dan efisien cenderung memilih upacara ngaben di krematorium. Akan ada pro dan kontra dengan pilihan tersebut. Pihak pro dan kontra berasal dari pihak adat, masyarakat, dan anggota keluarga. Dengan adanya dukungan dari pihak pro, akan memantapkan keluarga duka dengan pilihannya. Ada pula keluarga duka yang akhirnya mengurungkan niatnya dikarenakan lebih banyak yang kontra serta situasi dan kondisi yang dialaminya Faktor Ekonomi Secara umum dalam pelaksanaan upacara ngaben di krematorium kategori biaya yang dibutuhkan tidak berbeda dengan ngaben konvensional, yaitu ke upakara dan konsumsi. Hanya saja, dalam pelaksanaan upacara ngaben di krematorium, biaya upakara sudah pasti karena ada paket-paket yang disediakan oleh pihak yayasan dan pihak keluarga duka bisa memperhitungkan tamu yang akan diundang saat puncak acara serta jumlah konsumsi yang akan disuguhkan. Snack dan nasi disediakan sendiri oleh keluarga duka. Berbeda dengan ngaben konvensional, dimana biaya yang dikeluarkan untuk upakara dan konsumsi tidak dapat dikontrol oleh keluarga duka. Jenis paket yang diambil juga mempengaruhi konsumsi yang akan disuguhkan, jika paket yang diambil adalah paket sampai pada tahap membakar mayat yang memerlukan waktu 2-3 jam, maka konsumsi yang biasanya disuguhkan adalah makanan ringan saja atau makanan berat saja, namun tidak menutup kemungkinan menyuguhkan keduaduanya. Jika paket yang diambil adalah paket upacara ngaben lengkap yang memerlukan waktu kurang lebih 7 jam, konsumsi yang biasanya disuguhkan adalah snack dan nasi. Konsumsi seperti snack dan nasi biasanya disiapkan sendiri dari keluarga duka Faktor Tenaga dan Waktu Dalam penyelenggaraan upacara ngaben di krematorium, secara umum 8

9 tenaga kerja juga tetap diperlukan. Tenaga kerja tersebut berasal dari Yayasan Santha Upacara Ngaben di Krematorium Santha Yana Yana Dharma, Jero Mangku Alit dan Kerja Sama keluarga duka. Tenaga kerja yang terlibat Kerja sama dalam upacara ngaben dalam pelaksanaan upacara ngaben di di krematorium terjadi antara keluarga duka krematorium disebut dengan kru. Kru yang dengan kru dan pendeta. Kerja sama berasal dari pihak Yayasan Santha Yana berlangsung dari awal hingga akhir upacara. Dharma berjumlah 9 orang dan dibagi ke dalam kru penjemputan serta kru Kerja Sama Sebelum Hari H pelaksanaan. Sedangkan Jero Mangku Alit membawahi khusus kru banten. Semua kru Sebelum hari H, kerja sama terjadi antar keluarga duka, pegawai Yayasan yang ada dikoordinir oleh ketua kru dari Santha Yana Dharma, Sulinggih, Jero awal hingga akhir upacara ngaben di Mangku Alit, kru banten, ketua kru dan kru krematorium. Ketua Kru bertanggung jawab penjemputan. Kerja sama dimulai dari atas kelancaran pelaksanaan upacara keluarga duka dengan pegawai Yayasan ngaben di krematorium yang dilaksanakan Santha Yana Dharma dalam hal adanya di Krematorium Santha Yana dan di areal kesepakatan menggunakan jasa Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi. Krematorium Santha Yana, paket yang Waktu yang diperlukan dalam diambil dan administrasi pelaksanaan upacara ngaben di Setelah mencapai kesepakatan, krematorium relatif cukup singkat jika keluarga duka akan mendapatkan nomor dibandingkan dengan pelaksanaan urut pelaksanaan ngaben di krematorium. upacara ngaben konvensional. Dalam Pegawai Yayasan Santha Yana akan pelaksaan upacara ngaben di krematorium, menjelaskan kepada keluarga duka jika keluarga duka memilih paket lengkap (ngaben, nganyut, nyekah) maka waktu yang diperlukan kurang lebih selama tujuh jam. Jika keluarga duka memilih paket hemat ( mekingsan di geni) maka waktu yang diperlukan kurang lebih selama empat jam. mengenai no urut tersebut yakni urutan penjemputan jenazah dan pukul berapa upacara ngaben di krematorium dimulai. Jero Mangku Alit bekerja sama dengan kru banten dalam hal penyiapan, pengerjaan banten dan pembagian tugas pada hari H. Berikutnya ketua kru bekerja sama dengan 4.5 Pola-Pola Interaksi Sosial dalam kru penjemputan. Ketua kru menjelaskan jenazah dijemput pukul berapa, dijemput 9

10 dimana, jenazah dijemput pada hari apa, dan berapa jenazah yang dijemput pada hari itu. Pada saat bersamaan, pegawai Yayasan Santha Yana Dharma menghubungi sulinggih yang bernaung dalam Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi untuk menanyakan siapa yang tidak ada halangan untuk memimpin upacara ngaben di krematorium pada hari serta jam yang sudah ditentukan Kerja Sama Pada Hari H Pada hari H pelaksanaan upacara ngaben di krematorium, kerja sama terjadi antar keluarga duka, kru penjemputan, kru pelaksanaan, kru banten, dan sulinggih. Diawali kerja sama yang terjadi antara kru penjemputan dengan keluarga duka dalam hal penjemputan dan pengangkutan jenazah dari rumah duka maupun rumah sakit menuju Krematorium Santha Yana. Sesampainya jenazah di Krematorium Santha Yana, kru pelaksanaan bekerja sama dengan kru penjemputan untuk mengurus jenazah yang baru tiba, seperti menurunkan jenazah dari ambulance dan meletakkan jenazah ditempat yang telah disediakan. Selain bekerja sama dengan kru penjemputan, kru pelaksanaan bekerja sama dengan kru banten, sulinggih, dan keluarga duka. Kru pelaksanaan bekerja sama dengan kru banten dalam hal memastikan ketersediaan banten dan lengkap saat upacara ngaben di krematorium berlangsung. Sedangkan kru pelaksanaan bekerja sama dengan sulinggih dalam hal kelancaran pelaksanaan upacara ngaben di krematorium. Terakhir kru pelaksanaan bekerja sama dengan keluarga duka dalam hal diperlukannya peranan keluarga dalam pelaksanaan upacara ngaben di krematorium, seperti persembahyangan bersama mendoakan jenazah, memandikan jenazah, mengusung jenazah ke kuburan, memungut abu tulang dari jenazah, serta menghanyutkan abu tulang jenazah ke sungai Bentuk Kerja Sama dalam Upacara Ngaben di Krematorium Bentuk kerja sama yang terjadi pada upacara ngaben di krematorium adalah kerja sama spontan, kerja sama langsung, kerja sama kontrak, dan kerja sama tradisional. Kerja sama spontan, seperti saat pihak keluarga duka dan kru pelaksanaan yang spontan bekerja sama menurunkan jenazah dari mobil ambulance yang dilakukan tanpa diperintah siapapun sebelumnya. Kerja sama kontrak terjadi antara keluarga duka dan pemerintah sebagai pengguna jasa dengan pihak Yayasan Santha Yana Dharma sebagai 10

11 penyedia jasa. Kedua belah pihak bekerja sama setelah mencapai kesepakatan bersama dalam hal pelaksanaan upacara ngaben di krematorium. Kerja sama langsung terjadi antara pihak Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi membawahi kru penjemputan serta kru pelaksanaan, dan jero mangku alit yang membawahi kru banten. Dalam penyelenggaraan upacara ngaben di krematorium, masing-masing kru bekerja sesuai tugas yang diberikan setelah mengetahui upacara apa saja yang akan diselenggarakan, berapa total upacara yang akan diselenggarakan, penjemputan jenasah, dan lain sebagainya dibawah pengawasan ketua kru dan pegawai Yayasan Santha Yana Dharma. Kerja sama tradisional merupakan bentuk kerja sama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial (Soekanto, 2012: 67). Walaupun dituntut bekerja secara professional, tetap saja dalam pelaksanaan upacara ngaben di krematorium nilai gotong royong tetap ada Konflik Konflik dalam upacara ngaben di krematorium terjadi antara keluarga duka, anggota keluarga, warga dasa adat, kru penjemputan dan pihak Yayasan Santha Yana Dharma Konflik Sebelum Hari H Konflik sebelum hari H terjadi pada internal keluarga duka. Beberapa anggota keluarga besar menyayangkan mengapa memilih ngaben di krematorium dan pada saat pelaksanaan upacara ngaben di krematorium anggota keluarga besar tersebut tidak hadir. Konflik juga terjadi antara keluarga duka dengan warga desa adat. Keputusan keluarga duka memilih melaksanakan upacara ngaben di krematorium kurang mendapat dukungan dari warga desa adat di kampungnya. Mereka menganggap bahwa hal-hal yang baru akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki dan laksanakan secara turun-temurun. Menurut mereka seharusnya melaksanakan upacara ngaben seperti biasanya yaitu konvensional, hal-hal yang diluar kebiasaan dari tatanan hidup dalam hal ini upacara ngaben di krematorium merupakan sebuah hal yang baru. Konflik yang tidak berujung pada kekerasan, hanya perbedaan persepsi saja. Dari segi positif, konflik yang terjadi pada keluarga duka dengan warga desa adat, secara tidak langsung mengenalkan adanya alternatif penyelenggaraan upacara ngaben yakni upacara ngaben di krematorium kepada masyarakat dikampungnya, karena dikampungnya informasi-informasi yang masuk tergolong lambat. 11

12 4.5.7 Konflik Pada Hari H Konflik yang terjadi pada H terjadi antara keluarga duka dengan kru penjemputan mengenai terjadinya keterlambatan penyelenggaraan upacara ngaben di krematorium. Pada tahap ini biasanya akan bisa diselesaikan dengan baik melalui musyawarah. Pihak Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi akan memberi tahu keluarga duka mengenai alasan keterlambatan pelaksanaan upacara ngaben di krematorium. Lancar atau tidaknya pelaksanaan upacara ngaben di krematorium nomor urut 1 akan mempengaruhi no urut berikutnya, jika pelaksanaannya lancar maka no urut berikutnya akan lancar dan jika pelaksanaannya mengalami keterlambatan maka no urut berikutnya akan mengalami keterlambatan. Dari segi positif, konflik yang terjadi antara keluarga duka dengan Yayasan Santha Yana Dharma mengenai adanya keterlambatan pelaksanaan upacara ngaben di krematorium akan menjadi masukan yang positif untuk Yayasan Santha Yana Dharma untuk kedepannya agar terus meningkatkan kualitas pelayanannya dan terpacu untuk lebih baik lagi dari yang sebelum-sebelumnya Konflik Setelah Hari H Konflik setelah hari H terjadi antara keluarga duka dengan Yayasan Santha Yana Dharma. Pada awalnya, keluarga duka mendatangi Yayasan Santha Yana Dharma dan mengaku mengalami kesulitan ekonomi. Karena Yayasan Santha Yana Dharma berusaha meringankan beban umat khususnya masyarakat Hindu-Bali, maka keluarga tersebut diberikan keringanan dan membayar seikhlasnya. Beberapa waktu berlalu, pegawai Yayasan Santha Yana Dharma mendapatkan info dari seseorang mengenai keluarga duka tersebut. Ternyata setelah ditelusuri keluarga tersebut tergolong mampu. Melihat kondisi tersebut membuat Yayasan Santha Yana Dharma membuat sistem khusus untuk keluarga duka yang kurang mampu. Jika keluarga duka yang merasa kurang mampu namun ingin melaksanakan upacara ngaben dikrematorium harus melampirkan surat keterangan kurang mampu dari instansi terkait. Namun konflik yang terjadi tidak berujung pada pelaporan atas dasar penipuan atau keluarga tersebut dicekal. Justru dari kejadian tersebut pihak Yayasan Santha Yana Dharma dapat masukan untuk memperbaiki sistem yang ada agar selanjutnya menjadi lebih baik. 12

13 5. SIMPULAN Yayasan Santha Yana Dharma sebagai penyedia jasa upacara ngaben di krematorium menawarkan alternatif dalam penyelenggaraan upacara ngaben. Dengan adanya alternatif tersebut, diharapkan agar masyarakat Hindu-Bali dapat melaksanakan upacara ngaben dengan perasaan nyaman, namun tidak memberatkan dari segi ekonomi, waktu serta tenaga, namun kebutuhan sosial religiusnya dapat dipenuhi. Ditengah berbagai situasi serta kondisi yang ada, keluarga duka menunjukkan sisi rasionalitas dengan memilih menyelenggarakan upacara ngaben di Krematorium Santha Yana. Keluarga duka termotivasi dengan manfaat dan nilai yang akan didapatkannya dengan melaksanakan upacara ngaben di krematorium jika dibandingkan dengan upacara ngaben konvensional. Manfaat atau nilai tersebut dibagi menjadi dua yaitu eksplisit ( jasa dan efisiensi) dan implisit (kepuasan sosial religius). Faktor-faktor yang mendasari keluarga duka memilih menyelenggarakan upacara ngaben di krematorium adalah faktor sosial budaya, faktor struktur sosial, faktor ekonomi, serta faktor tenaga dan waktu. Untuk mendapatkan manfaat tersebut, keluarga duka bekerja sama dengan pihak Yayasan Santha Yana Dharma. Didalamnya terjadi pertukaran sosial dalam bentuk eksplisit berupa barang dan jasa. Berdasarkan motivasi yang dimiliki oleh kedua belah pihak, pola interaksi sosial yang terjadi didalamnya lebih mengutamakan kerja sama dan meminimalisir konflik. 6. DAFTAR PUSTAKA Buku Kebayantini, Ni Nyoman Komodifikasi Upacara Ngaben di Bali. Denpasar : Udayana University Press Keriana, I Ketut Prosesi Upakara dan Yadnya. Denpasar : Gandapura Pitana, I Gde & Putu G. Gayatri Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : CV Andi Offset Ritzer, George & Douglas J. Goodman Teori Sosiologi Modern, Edisi Ke-6. Jakarta : Kencana Upe, Ambo Tradisi Dalam Sosiologi. Jakarta : Rajawali Pers Tesis Sukraaliawan, I Nyoman. (2007). Upacara Ngaben Massal Masyarakat Desa Pakraman Sudaji, Kecamatan 13

14 Sawan, Kabupaten Buleleng : Sebuah Kajian Budaya. Tesis. Denpasar : Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Disertasi Suka Arjawa, I Gusti Putu Bagus Pergeseran Pelaksanaan Ritual Ngaben Di Bali (Tinjauan Terhadap Aspek Sosial Ngaben Yang Mendorong Munculnya Ngaben Krematorium). Disertasi. Surabaya : Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Jurnal Brahmananda, I Gde Pitana Mengenal Lebih Dalam Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi, Mengurai Kelaluan & Menapak Kenantian Internet Indah. (2011). Ngaben Krematorium, Sebuah Alternatif. Diakses 10 Maret 2014 dari com/ngaben-krematorium-sebuahalternatif/

15 15

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) Oleh I Wayan Agus Gunada Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Ngaben merupakan

Lebih terperinci

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Every human being is obliged to pay the debt

Lebih terperinci

SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA Jl. M. Khafhi I/99 Rt 07/02 Ciganjur, Jagakarsa Jakarta Selatan Email : pitra2014@yahoo.com dan Website : www.pitrayadnya.com MAKSUD DAN TUJUAN 1. Memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018

SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018 SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018 Berdasarkan hasil evaluasi pendaftaran donatur yang umumnya berusia diatas 60 tahun dan pelayanan Yayasan Pitra Yadnya Indonesia tahun 2017 yang berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan

BAB I PENDAHULUAN. secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bali memiliki kekhasan sosial dalam membina kekerabatan secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan ikatan sosial dalam

Lebih terperinci

Schulte Nordholt (2009) ini merupakan kritik atas penelitian Geertz (1980) atas negara teater dalam masyarakat Bali pra-kolonial yang menunjukkan

Schulte Nordholt (2009) ini merupakan kritik atas penelitian Geertz (1980) atas negara teater dalam masyarakat Bali pra-kolonial yang menunjukkan Bab VII. KESIMPULAN Pembentukan identitas merupakan sebuah proses yang dinamis. Proses ini tidak terhenti pada satu titik tertentu, tetapi terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu dan sejarah identitas

Lebih terperinci

Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan

Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan I Gst. Ayu Agung Cupu Tyasningrum 1), Ni Luh Nyoman Kebayantini 2), Gede Kamajaya 3) 123 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

LAPORAN PERKEMBANGAN YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA Jl. M. Khafhi I/99 Rt 07/02 Ciganjur, Jagakarsa Jakarta Selatan Email : pitra2014@yahoo.com dan Website : www.pitrayadnya.com MAKSUD DAN TUJUAN 1. Melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang telah menciptakan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang astronomi, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain-lain sehingga timbul

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract 1 PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI Ida Bagus Gede Candra Prayoga Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Abstract Cultural values are

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Program Pendampingan Keluarga (KK Dampingan) merupakan salah satu program pokok non-tema yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa peserta

Lebih terperinci

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK 1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been

Lebih terperinci

kepercayaan Hindu Bali digolongkan sebagai orang jang belum beragama (Geertz 1964, Ramstedt 2004).

kepercayaan Hindu Bali digolongkan sebagai orang jang belum beragama (Geertz 1964, Ramstedt 2004). BAB I. PENDAHULUAN Sebagai sebuah proses yang dinamis, identitas tidak dapat dilepaskan dari sejarah atas identitas itu sendiri. Identitas kekinian merupakan cerminan sejarah. Melalui kesejarahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan segala sesuatu yang melatarbelakangi penataan dan pengembangan daya tarik wisata di Pantai Purnama, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan yang akan

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. observasi angket, dan wawancara, yang diperoleh dari responden. Adapun

BAB III PENYAJIAN DATA. observasi angket, dan wawancara, yang diperoleh dari responden. Adapun 29 BAB III PENYAJIAN DATA Dalam pembahasan ini penulis akan menyajikan data hasil observasi angket, dan wawancara, yang diperoleh dari responden. Adapun data yang berhasil diperoleh melalui observasi,

Lebih terperinci

BAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji

BAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji 82 BAB IV Kesimpulan Komersialisasi seni pertunjukan yang menurut para tokoh sosiologis maupun antropologis yang lebih menekankan bahwa komersialisasi seni pertunjukan di Bali telah memberikan banyak dampak

Lebih terperinci

46 47 48 49 50 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Bapak Albert Taguh (Domang Kabupaten Lamandau) 1. Apakah yang dimaksud dengan upacara Tewah? 2. Apa tujuan utama upacara Tewah dilaksanakan? 3. Siapa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan pustaka 1.1 Konsep Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial-Budaya Secara umum, sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat adalah karena adanya sesuatu yang dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PERUSAHAAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN MASYARAKAT (Corporate Social Interaction With The Community Plant Oil Palm)

INTERAKSI SOSIAL PERUSAHAAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN MASYARAKAT (Corporate Social Interaction With The Community Plant Oil Palm) INTERAKSI SOSIAL PERUSAHAAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN MASYARAKAT (Corporate Social Interaction With The Community Plant Oil Palm) Herianja 1, Azhar 1, Agussabti 1* 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA oleh : Ida Bagus Miswadanta Pradaksa Sagung Putri M.E Purwani Bagian Hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

PENGARUH PARIWISATA TERHADAP PERALIHAN FUNGSI TANAH PEKARANGAN DESA (PKD) (STUDI DI DESAPAKRAMAN PADANGTEGAL, UBUD, GIANYAR)

PENGARUH PARIWISATA TERHADAP PERALIHAN FUNGSI TANAH PEKARANGAN DESA (PKD) (STUDI DI DESAPAKRAMAN PADANGTEGAL, UBUD, GIANYAR) PENGARUH PARIWISATA TERHADAP PERALIHAN FUNGSI TANAH PEKARANGAN DESA (PKD) (STUDI DI DESAPAKRAMAN PADANGTEGAL, UBUD, GIANYAR) Abstrak Gusti Ngurah Mendrawan I Nyoman Wita A.A Istri Ari Atu Dewi Hukum dan

Lebih terperinci

EFISIENSI BIAYA PADA MASING-MASING PAKET UPACARA NGABEN DI YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU (YPUH) KABUPATEN BULELENG, SINGARAJA

EFISIENSI BIAYA PADA MASING-MASING PAKET UPACARA NGABEN DI YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU (YPUH) KABUPATEN BULELENG, SINGARAJA EFISIENSI BIAYA PADA MASING-MASING PAKET UPACARA NGABEN DI YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU (YPUH) KABUPATEN BULELENG, SINGARAJA 1 Nyoman Adi Hanggara, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja, 2 Ni Kadek Sinarwati Jurusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kelompok sosial pengrajin gerabah di Desa Melikan bisa dikategorikan sebagai Paguyuban. Pengrajin di Desa Melikan sendiri berdasarkan ciri-ciri dan kriterianya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wisata religi bukan merupakan hal baru dalam dunia pariwisata. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Wisata religi bukan merupakan hal baru dalam dunia pariwisata. Pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wisata religi bukan merupakan hal baru dalam dunia pariwisata. Pada awalnya kegiatan wisata dimulai dari pergerakan manusia yang melakukan ziarah dan perjalanan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Jika seseorang mendengar kata pura maka asosiasinya adalah pulau Bali dan agama Hindu. Jika seseorang mengaku berasal dari Bali maka asosiasi yang muncul adalah orang

Lebih terperinci

PERANCANGAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL BUKU UPACARA ADAT NGABEN UMAT HINDU BALI

PERANCANGAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL BUKU UPACARA ADAT NGABEN UMAT HINDU BALI PERANCANGAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL BUKU UPACARA ADAT NGABEN UMAT HINDU BALI Noviyanti Universitas Bina Nusantara Jln. K. H. Syahdan no. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480 novi92_marquerite@yahoo.com

Lebih terperinci

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama, IDG Windhu Sancaya Pura Besakih: Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali IDG Windhu Sancaya* Judul buku : Pura Besakih; Pura, Agama, dan Masyarakat Bali Penulis : David J. Stuart Fox Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu ABSTRAK Perancangan Pasraman Hindu di Buleleng merupakan suatu upaya dalam memberikan pembinaan serta pendidikan secara mental dan fisik baik jasmani maupun rohani kepada seluruh masyarakat Hindu, khususnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2 HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2 Pemahaman agama Hindu bisa didekati dengan tiga cara yaitu dengan mempelajari dan melaksanakan tattwa atau filsafat, bertindak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penggunaan teknologi sederhana telah diterapkan di desa-desa salah satunya Desa

BAB V PENUTUP. Penggunaan teknologi sederhana telah diterapkan di desa-desa salah satunya Desa BAB V PENUTUP Kesimpulan Modernisasi telah mempengaruhi perilaku dan kehidupan masyarakat. Pedesaan yang notabene masih tergolong tradisional tidak luput mengalami perubahan. Adapun proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta sering disebut sebagai kota

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta sering disebut sebagai kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau biasa disebut dengan nama DKI Jakarta, merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta sering disebut sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) : SENI BUDAYA BALI Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali Oleh (Kelompok 3) : Dewa Made Tri Juniartha 201306011 Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012 I Gusti Nyoman Arya Sanjaya 201306013 Dicky Aditya

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DRAFT MATERI SANGKEP 11 JUNI 2017

DRAFT MATERI SANGKEP 11 JUNI 2017 DRAFT MATERI SANGKEP 11 JUNI 2017 I. EVALUASI PROGRAM BANJAR YG SUDAH BERJALAN 1.1. KEGIATAN YANG SDH DILAKSANAKAN 18-19 Maret 2017 : Serasehan dengan Bimas Hindu Kanwil Depag Jabar 19 Maret 2017 : Baksos

Lebih terperinci

EKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

EKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO EKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Oleh I Gede Made Gandhi Dwinata I Made Sarjana Ni Putu Purwanti Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dibagi menjadi empat sub-bab yang berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan dari seminar tugas akhir. Pembahasan latar belakang menguraikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang terletak di pulau Sumatera, tepatnya berada di ujung Pulau Sumatera yang merupakan pintu masuk pendatang dari pulau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 07 TAHUN TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN, PENGABUAN JENAZAH DAN PERIZINAN DI BIDANG PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO Oleh: Wahyu Purwiyastuti, S.S., M.Hum Dra. Emy Wuryani, M.Hum Disampaikan dalam Seminar Hasil Pengabdian Masyarakat (IbM) Bekerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Adat Kuta sebagaimana desa adat lainnya di Bali, merupakan suatu lembaga adat yang secara tradisi memiliki peran dalam mengorganisasi masyarakat dan menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB 1 Perilaku Konsumen

BAB 1 Perilaku Konsumen BAB 1 Perilaku Konsumen Tujuan Pembelajaran Pembaca memahami mengenai mengenai sejumlah konsep yaitu: 1. Definisi Perilaku Konsumen. 2. Perspektif Utilitarianisme. 3. Perspektif Hedonisme. 4. Sisi Positif

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 BUPATI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) OLEH: KOMANG HERI YANTI email : heryan36@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI

PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan tidak bosan-bosannya membaca, menerjemahkan, mengkaji, menghayati, menyalin dan menciptaklan

Lebih terperinci

PERNYATAAN PUTU SATYA MANGGALA PARAMARTA NIM Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan Battra

PERNYATAAN PUTU SATYA MANGGALA PARAMARTA NIM Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan Battra PERNYATAAN PUTU SATYA MANGGALA PARAMARTA NIM. 1021005040 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan Battra Pijat Dalam Penyembuhan Penyakit (Studi Perilaku Pencarian Pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. justru menciptakan efek-efek yang tidak diharapkan. Sifat ambigu dan kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. justru menciptakan efek-efek yang tidak diharapkan. Sifat ambigu dan kompleks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Teknologi merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan masyarakat. Dia berperan sebagai alat yang diniatkan sebagai perangkat untuk membantu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Tahapan selanjutnya adalah proses penganalisaan terhadap data dan fakta yang di temukan, kemudian di implementasikan berupa hasil temuan penelitian untuk diolah

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Penyusun Nama : Asteria Agustin NIM : D2C 007 012 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Program pendampingan keluarga (PPK) merupakan program unggulan yang dikembangkan sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN-PPM

Lebih terperinci

SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR)

SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR) SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR) oleh I Gusti Ayu Sri Haryanti Dewi Witari I Ketut Wirta Griadhi A.A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

Implementasi Struktur Data tree pada Sistem Informasi Upacara yadnya Berbasis Android

Implementasi Struktur Data tree pada Sistem Informasi Upacara yadnya Berbasis Android Implementasi Struktur Data tree pada Sistem Informasi Upacara yadnya Berbasis Android I Made Wahyu Saputra, A.A. Kompiang Oka Sudana, I Made Sukarsa Jurusan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan.

BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan. BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN 4.1 Aspek Geografis dan Kondisi Fisik Pantai Kedonganan terletak di Kelurahan Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang:

Lebih terperinci

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village MENINGKATNYA INTENSITAS KONFLIK DESA PAKRAMAN DI BALI Anak Agung Istri Ngurah Dyah Prami Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1021005005 E-mail: dyahprami@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan gb. 1.1. Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar Potensi dan daya tarik Pantai Lebih 1. Potensi alam Pantai

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI

KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI Oleh Luh Putu Diah Puspayanthi I Ketut Sudantra Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah yang mendasari penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN Kegiatan pendampingan keluarga adalah salah satu program wajib dalam KKN-PPM Universitas Udayana. Program pendampingan keluarga melibatkan beberapa keluarga (KK Dampingan)

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89 UPACARA MAPAG TOYA DI PURA BEDUGUL DESA PAKRAMAN NYANGLAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu) Oleh I Nyoman Hari Mukti Dananjaya, I Pt. Sudharma, I Md. Adi Surya Pradnya Institut

Lebih terperinci

SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda (Vaisnava)

SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda (Vaisnava) Jl. Pondok Bambu Batas No 14 RT 001 RW 012 Kelurahan Pondok Bambu Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur Email : pitra2014@yahoo.com Website : SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda Oleh: TIM Ashram Vaisnava

Lebih terperinci

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Abstrak Program IPTEKSS bagi Masyrakat (IbM) di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten

Lebih terperinci

PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN KAIN TENUN IKAT TRADISIONAL DI DESA RINDI, KECAMATAN RINDI, KABUPATEN SUMBA TIMUR

PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN KAIN TENUN IKAT TRADISIONAL DI DESA RINDI, KECAMATAN RINDI, KABUPATEN SUMBA TIMUR PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN KAIN TENUN IKAT TRADISIONAL DI DESA RINDI, KECAMATAN RINDI, KABUPATEN SUMBA TIMUR SKRIPSI Oleh : UMBU KUDU NIM : 1121005013 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci