BAB II PEMBAHASAN. dalam praktek sehari-hari. Istilah terowongan kapal digunakan karena daerah yang

dokumen-dokumen yang mirip
CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAHAN AJAR III CARPAL TUNNEL SYNDROME

LATIHAN PEREGANGAN OTOT PERGELANGAN TANGAN, TANGAN DAN LENGAN SEBAGAI BENTUK USAHA PENCEGAHAN DAN REHABILITASCARPAL TUNNEL SYNDROME

Carpal tunnel syndrome

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM TEROWONGAN KARPAL (CARPAL TUNNEL SYNDROME) ALDY S. RAMBE. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP Kerangka Teori

BAB II CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Gerakan Berulang

CARPAL TUNNEL SYNDROME

II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati terhadap nervus

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

CARPAL TUNNEL SYNDROME ( C T S )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh ligamen-ligamen kuat yang mempersatukan tulang-tulang ini. Ulna distal

CARPAL TUNNEL SYNDROME

I. PENDAHULUAN. nervus medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME. Laporan Kasus

BAB I PENDAHULUAN. yang berulang-ulang. Salah satunya adalah mengetik atau menekan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan yang dilakukan setiap hari dapat menimbulkan berbagai macam. penyakit. Salah satunya adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan suatu sistem kerja tetap bagi para pekerjanya, yaitu sistem

SINDROM CARPAL TUNNEL. Jeffrey N. Katz, M.D., dan Barry P. Simmons, M.D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terowongan carpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat tersebut. 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL. Pasien atas nama Ny.IA berumur 65 tahun yang mengeluh pergelangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fascia telapak tangan adalah sinambung dengan fascia punggung

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan

CARPAL TUNEL SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. saraf yang terjadi ketika saraf medianus pada pergelangan tangan terjepit

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup sehat bagi setiap penduduk akan mewujudkan kesehatan yang

HUBUNGAN DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN SINDROMA TEROWONGAN KARPAL DI RS BETHESDA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berat. Apabila terjadi gangguan pada tangan maka kita akan kesulitan untuk

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA. DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Journal Reading ULFA ELSANATA ( )

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya di kantor, tetapi juga di rumah, sekolah, bahkan kafe-kafe. Dari

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROM DENGAN MODALITAS ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN. DI RS.AL.dr.RAMELAN. SURABAYA.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengobati kecelakaan kerja dan penyakit sudah lama diketahui dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. batasan World Health Organization (WHO) adalah keadaan sejahtera dari

BAB I PENDAHULUAN. optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai

Factors Affecting The Occurrence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) in Cleaning Workers of Onion Bark at Trade Unit Bawang Lanang Iringmulyo Metro City

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan fungsi yang tiada batasnya. subjek dalam populasi umum. Insiden dan prevalensi dari negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. efektif dalam arti perlunya kecermatan penggunaan daya, usaha, pikiran, dana dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Semarang dalam kurun waktu Mei Juni pada tahun 2015.

KELUHAN SUBJEKTIF CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEMERAH SUSU SAPI DI BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh,

CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penurunan kapasitas fungsi dapat menyebabkan penurunan. patologi morfologis maupun patologi fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. sering di gunakan. Masalah pada pergelangan tangan sering dialami karena

2. KLARIFIKASI ISTILAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci : Carpal Tunnel Syndrome (CTS), pengrajin, batu tatakan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan masyarakat dan bangsa bertujuan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. yang optimal. Kesehatan optimal yaitu dimana keadaan sejahtera dari badan, jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Terowongan Karpal atau Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita

GAMBARAN RISIKO KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA PEKERJA WANITA DI PT. BOGATAMA MARINUSA MAKASSAR

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI ULTRA SOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME SINISTRA DI RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kehidupan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. pemerahan yang dilakukandan batas maksimum residu dalam bahan makanan. menggunakan tangan (Handayani dan Purwanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) teknologi. Seolah-olah hidup manusia sudah sangat tergantung pada

Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas tersebut antara lain memasak, mencuci, menulis, mengetik, dan

ABSTRAK. Deteksi Dini Sindrom Terowongan Karpal

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA DI RS AL Dr. RAMELAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. entrapment neuropathy. Sindroma ini disebabkan oleh entrapment dari nervus

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terdiri dari berbagai anggota gerak yang saling menopang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya

TELAAH PUSTAKA CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME SINISTRA DI RSUD SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencukupi kehidupan dan/atau untuk aktualisasi diri. Namun dalam

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

HUBUNGAN REPETITIVE MOTION DENGAN KELUHAN CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI BAGIAN KONVEKSI I PT. DAN LIRIS SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. banyak tenaga kerja untuk mengoperasikan peralatan kerja industri.

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME BILATERAL DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

ABSTRAK. di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah

Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan


MAKALAH WRIST DROP. Disusun Oleh : BINARTHA UTAMI Pembimbing : dr. Aida Fithrie, Sp.S

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi

Transkripsi:

BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Sindrom terowongan karpal merupakan suatu kumpulan gejala akibat kompresi nervus medianus pada pergelangan tangan. Penyakit ini sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Istilah terowongan kapal digunakan karena daerah yang dilewati oleh nervus medianus tersebut berbentuk seperti terowongan dan dikelilingi oleh delapan tulang yang disebut tulang karpal. Pada sindrom ini muncul gejala akibat kompresi pada nervus medianus, yang berjalan melewati terowongan. (Basuki Andi, 2011) Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus. (Gorsché Ron, 2001)

Sumber : Harvey Simon, 2012 2.2 EPIDEMIOLOGI CTS adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai. Nervus medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Wanita lebih banyak menderita penyakit ini daripada pria. Perbandingan antara wanita dengan pria adalah 6:1. Diduga perubahan hormonal memegang peranan dalam meningkatkan insiden timbulnya CTS pada wanita. (Basuki Andi, 2011) Insiden bedah antara penduduk yang bekerja di Montreal telah dihitung menjadi 0,9 per 1.000 untuk dewasa. Dalam studi kelompok pekerja tertentu, kejadian di pengguna komputer sebenarnya tidak berbeda dengan populasi umum, sedangkan di pengepakan daging, itu dilaporkan setinggi 11 per 100 orang per tahun. (Gorsché Ron, 2001)

2.3 PATOGENESIS CTS dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi, suatu reaksi yang secara normal terjadi pada jaringan yang mengalami kerusakan, akibat cedera berulang, trauma atau kondisi medis lain. Adanya proses inflamasi pada terowongan karpal yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan terjadinya jebakan pada mervus medianus yang terletak di dalamnya. Atritis rematoid, diabetes mellitus, penyakit tiroid, kehamilan, dan menopause merupakan beberapa keadaan yang dapat menimbulkan gejala CTS. Factor mekanik dan vascular diduga merupakan factor terpenting dalam pathogenesis terjadinya CTS. Awalnya factor mekanik mempunyai peranan yang lebih besar, namun pada akhirnya kedua factor tersebut akan saling mempengaruhi. (Basuki Andi, 2011) 2.4 ETIOLOGI Sebagian besar kasus CTS (> 50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat berkontribusi sebagai penyebab. Pada umumnya kasus CTS penyebab pasti masih belum diketahui. Aktivitas berulang pada tangan umunya diduga sebagai penyebab sindroma ini. Pekerjaan mempunyai dengan resiko terjadinya CTS. Factor resiko tersebut adalah gerakan berulang, gerakan kecepatan tinggi, posisi sendi yang tidak nyaman, tekanan langsung pada pergelangan tangan, vibrasi, dan postur pergelangan tangan yang dipertahankan untuk jangka waktu lama. (Dewanto, at all. 2009) 1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan. Gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. 3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis. 4. Metabolik: amiloidosis, gout. 5.Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan. 6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma. 7.Penyakit kolagen vascular: artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik. 8. Degeneratif: osteoartritis. 9. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan. 2.5 GEJALA Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari

sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan. Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus. Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam (Basuki Andi, 2011: N. Katz, at all. 2002). Pada penderita CTS pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus. (Accident Compensation Corporation, 2009) Keluhan penyerta penyebab CTS di antaranya adlah diabetes mellitus yaitu komplikasi dari neuropati diabetic, perubahan hormonal khususnya pada wanita (kehamilan, menopause, penggunaan kontrasepsi oral), obesitas, hipotiroid, arthritis rheumatoid dan faktor genetic.

2.6 DIAGNOSA Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu : 2.6.1. Pemeriksaan fisik Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah (N. Katz, at all. 2002) : a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud. b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari (Basuki Andi, 2009) dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam. d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat

dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK. e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK. Sumber : Medicastroe.com f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa. j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa. k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK. 2.6.2 Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik) (Gorsche Ron, 2001) a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus STK. b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik. 2.6.3 Pemeriksaan radiologis. (Dewanto, at all. 2009)

Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. 2.6.4 Pemeriksaan laboratorium. (Gorsche Ron, 2001) Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap. 2.7 DIAGNOSA BANDING (Basuki Andi, 2009) 1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya. 2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otototot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. tangan. 3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak 4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari.

KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah. 2.8 TERAPI Selain ditujukan langsung terhadap CTS, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya CTS. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu : all. 2009) 2.8.1 Terapi konservatif (non operatif) (Basuki Andi, 2009: Dewanto, at 1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid. Ibuprofen dan piroksikam merupakam NSAID yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri pada CTS. 3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. 4. lnjeksi steroid. Penggunaan steroid dapat dengan menghambat proses inflamasi. Pada penelitian Cochrane didapatkan bahwa injeksi steroid local memberikan perbaikan klinis yang lebih baik dibandingkan dengan steroid oral. Pemberian peroral dapat memberikan efek samping berupa mual, muntah, bahkan perdarahan lambung. 5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika. 6. Vitamin B6 (piridoksin). 7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

2.8.2 Terapi Operatif Operasi umumnya terapi nonoperasi efektif untuk kasus ringan/ jika gejala CTS menetap,direkomendasikan terapi operasi CTS. Tindakan operasi dilaksanakan bila telah ada atrofi otot. Tujuan operasi CTS untuk membelah lapisan transkunervus (TCL). Ketika TCL, dipotong tekanan nervus dibawahnya akan berkurang. Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada safar. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka. (Gorsche Ron, 2001: Accident Compensation Corporation, 2009) Terapi operatif untuk membebaskan tekanan pada terowongan karpal

Sumber : medicastore.com 2.9 PROGNOSIS Prognosis biasanya baik. Beberapa factor bias menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk, seperti status mental dan penggunaan alcohol. Penelitian menunjukan bahwa 34% pasien CTS idiopatik mengalami resolusi sempurna( remisi ) dalam 6 bulan. Tingkat remisi lebih tinggi pada kelompok usia muda, wanita, dan selama kehamilan. Indicator prognosis yang positif adalah durasi gejala yang singkat dan usia muda. Sedangkan, gejala bilateral dan maneuver Phalen yang positif merupakan indicator prognosis yang buruk (Dewanto, at all. 2009)

BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Berfikir Carpal Tunnel Syndrome Definisi Klasifikasi Epidemiologi Patogenesis Etiologi Gejala Diagnosis Diagnosis Banding Operatif Terapi Non operatif Prognosis 3.2 Kerangka Konsep

Adapun konsep penelitian dari penentuan angka prevalensi kasus nyeri punggung bawah di RSUP Sanglah adalah sebagai berikut : Pasien Carpal Tunnel Syndrome Karakteristik pasien Carpal Tunnel Syndrome Umur Jenis kelamin Keluhan penyerta Penyakit penyerta penyebab Terapi

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data sekunder berupa rekam medis di RSUP Sanglah Denpasar bulan April 2015 Oktober 2016 untuk melihat karakteristik penderita CTS berdasarkan karakteristik subjek penelitian dan karakteristik klinis penyakit. Peneliti menggunakan metode ini karena memiliki keuntungan mudah dilaksanakan, relatif murah, tidak memerlukan waktu yang lama, dan dapat memberikan gambaran karakteristik penyakit. 4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi Penelitian 1.Populasi Target Populasi target dalam penelitian ini adalah penderita CTS. 2.Populasi Terjangkau Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah penderita CTS yang datang ke poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2015 Oktober 2016.

4.2.2 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah penderita CTS yang datang ke poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2015 Oktober 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi. 1.Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Adapun kriteria inklusi sampel yang diteliti adalah: Pasien dengan catatan rekam medis CTS yang datang ke poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2015 Oktober 2016. 2. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek memenuhi kriteria inklusi namun tidak dapat diikut sertakan dalam penelitian. Adapun kriteria eksklusi sampel yang diteliti adalah: 1) Catatan rekam medis tidak ditemukan atau tidak lengkap. 2) Catatan rekam medis tidak sesuai dengan data yang diinginkan. 4.2.3 Cara Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik total sampling. Pada teknik penentuan sampel ini, setiap data subjek yang didapatkan dari rekam medis dengan kriteria data sesuai kebutuhan penelitian dimasukkan ke dalam analisis data. 4.2.4 Besar Sampel

Besar sampel adalah semua penderita CTS yang datang ke poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2015 Oktober 2016. 4.3 Variabel Penelitian Klasifikasi variabel penelitian: 1. Variabel terikat: kejadian CTS 2. Variabel bebas: 1) Umur 2) Jenis kelamin 3) Penyebab CTS 4) Terapi 5) Keluhan penyerta 6) Penyakit penyerta 4.4 Definisi Operasional Variabel Defisiensi operasional variable dalam penelitian ini antara lain: Carpal tunnel syndrome : kumpulan gejala yang disebabkan oleh kompresi nervus medianus di pergelangan tangan berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibujari, telunjuk,jari tengah dan setengah sisi. Variable yang mempengaruhi, yang akan diamati dalam penelitian, sebagai berikut: 1.Umur 2.Jenis kelamin

3.Penyebab CTS 4.Terapi 5.Keluhan penyerta 6. Penyakit Penyerta 4.5 Spesimen Penelitian 1. Rekam medis Berkas atau catatan penting yang berisikan informasi mengenai penderita CTS yang datang ke poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2015 Oktober 2016. 4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.6.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar. 4.6.2 Waktu Peneltian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 Oktober 2016. 4.7 Prosedur Pengambilan Penelitian 1. Pengambilan data sekunder pasien yang terdiagnosis CTS pada rekam medis pasien di poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2015- Oktober 2016. 2. Tahap pengolahan dan analisis data. 3. Tahap penyusunan laporan. 4.8 Pengolahan Analisis Data

1. Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik subyek penelitian dengan menyajikan distribusi frekuensi dari masing masing variabel yang diteliti, dinyatakan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi untuk mengetahui proporsi masing masing variabel. 4.9 Kelemahan Penelitian 1. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insiden, maupun prognosis. 2. Tidak dapat menggambarkan faktor risiko sebagai efek tetapi hanya dapat menggambarkan karakteristik penyakit pada suatu waktu dan tempat tertentu. 3. Menggunakan data sekunder berupa rekam medis sehingga, terdapat kemungkinan adanya data yang tidak lengkap.