BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMASI PEMILIHAN THRESHOLD DAN OPERATOR FUZZY LOCAL BINARY PATTERN MENGGUNAKAN MULTI OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM GIBTHA FITRI LAXMI

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

Lingkup Metode Optimasi

BAB 2 LANDASAN TEORI

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Bab II Konsep Algoritma Genetik

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi.

OPTIMALISASI SOLUSI TERBAIK DENGAN PENERAPAN NON-DOMINATED SORTING II ALGORITHM

BAB 2 LANDASAN TEORI

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

BAB II LANDASAN TEORI

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

OPTIMASI MULTI-OBJECTIVE UNTUK DISTRIBUSI BEBAN KERJA PEGAWAI MENGGUNAKAN NSGA-II AHMAD KHAIDIR TELEMATIKA CIO - TEKNIK ELEKTRO - ITS

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 kv DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOMBINASI FUZZY DAN ALGORITMA GENETIKA

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing

BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING. Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERSOALAN PEDAGANG KELILING (TSP)

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

PENENTUAN JALUR TERPENDEK PADA APLIKASI OJEK ONLINE GO-JEK DENGAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK (PNN) DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO)

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

Optimasi Cluster Pada Fuzzy C-Means Menggunakan Algoritma Genetika Untuk Menentukan Nilai Akhir

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC)

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana :

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

SIMULASI PENGENDALIAN KECEPATAN MOBIL OTOMATIS MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY DAN ALGORITMA GENETIKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta

BAB 2 LANDASAN TEORI

Serealia, umbi, dan hasil olahannya Kacang-kacangan, bijibijian,

BAB III. Metode Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas.

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PENJADWALAN DOSEN DENGAN FUZZY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK. Kata kunci: Algoritma Genetika, Shortest Path Problem, Jalur Terpendek

Denny Hermawanto

PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek

PENYELESAIAN KNAPSACK PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM MENENTUKAN SPESIFIKASI PC BERDASARKAN KEMAMPUAN FINANSIAL KONSUMEN

PENENTUAN JARAK TERPENDEK PADA JALUR DISTRIBUSI BARANG DI PULAU JAWA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA. Abstraksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGENALAN ALGORITMA GENETIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci : Optimasi, Naïve Bayes, Risiko Kredit, Algoritma Genetika, Seleksi Fitur.

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

OPTIMASI DYNAMIC PRICING MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA BERDASARKAN MODEL PERMINTAAN PADA HOTEL JW MARRIOTT SURABAYA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

MODEL PENYELESAIAN JOB SHOP SCHEDULING PROBLEM MENGGUNAKAN METODE LOCAL SEARCH ALGORITHM DENGAN CROSS OVER

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Penerapan Algoritma Genetika Multi-objective NSGA-II Pada Optimasi Portofolio Saham

Penyelesaian Puzzle Sudoku menggunakan Algoritma Genetik

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial

OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

BAB I PENDAHULUAN. telah diadopsi untuk mengurangi getaran pada gedung-gedung tinggi dan struktur

PENGENALAN ANGKA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK. Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM

Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ALTERNATIF MODEL PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

PEMANFAATAN ALGORITMA FUZZY EVOLUSI UNTUK PENYELESAIAN KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS

ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN AKAR PERSAMAAN SEBUAH FUNGSI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam hal ini, digunakan dua fuzzy rule untuk mendapatkan nilai biner dan nilai fuzzy, berdasarkan deskripsi relasi antara nilai pada circular sampling p! dan piksel pusat p!"#$"% (Iakovidis 2008), yaitu : Rule R 0 : Semakin negatif nilai p! maka nilai kepastian terbesar dari d! adalah 0. Rule R 1 : Semakin positif nilai p! maka nilai kepastian terbesar dari d! adalah 1. Gambar 1 Membership function m0() dan m1() sebagai fungsi dari Δpi. Dari rules R 0 dan R 1, dua membership function m! ( ) dan m! ( ) dapat ditentukan. Fungsi m 0 () mendefinisikan derajat dimana d! adalah 0. Membership function m! ( ) adalah fungsi menurun (Gambar 1) yang didefinisikan sebagai berikut : m! i = 0 if p! F!!!!!!.! if F < p! < F 1 if p! F (1) Sementara, membership function m! ( ) mendefinisikan derajat dimana d! adalah 1. Fungsi m! ( ) didefinisikan sebagai berikut (Gambar 1) :

6 m! i = 1 if p! F!!!!!!.! if F < p! < F 0 if p! F (2) dimana F ε (0,255] merepresentasikan threshold FLBP yang akan mengontrol derajat ketidakpastian. Metode LBP original hanya menghasilkan satu kode LBP saja, sedangkan dengan metode FLBP akan menghasilkan satu atau lebih kode LBP. Gambar 7 menyajikan contoh pendekatan FLBP, dimana dua kode LBP (A,B) mencirikan ketetanggaan 3x3. Masing-masing nilai LBP yang dihasilkan memiliki tingkat kontribusi (C A, C B ) yang berbeda, bergantung pada nilai-nilai fungsi keanggotaan m 0 () dan m 1 () yang dihasilkan. Untuk ketetanggaan 3 3, kontribusi C LBP dari setiap kode LBP pada histogram FLBP didefinisikan sebagai berikut (Keramidas 2008):! C!"# = m!" (i)!!! Total kontribusi ketetanggaan 3 3 ke dalam bin histogram FLBP yaitu :!"" C!"#!"#!! = 1 Pada Gambar 2 yang menunjukan matriks hasil nilai LBP menggunakan fuzzifikasi. Proses fuzzifikasi satu daerah ketetanggaan 3x3 akan menghasilkan 1 sampai 2 n nilai LBP, dimana n merupakan banyaknya nilai Δp i (selisih antara piksel pusat dan piksel tetangga) yang masuk kedalam rentang fuzzy. Proses tersebut dapat mengatasi masalah representasi tekstur yang dihasilkan oleh metode original LBP, yang cenderung memiliki perbedaan rentang nilai LBP yang jauh antara tetangganya.

7 Jatropha curcas Linn. 247 251 253 251 252 240 190 152 211 250 159 130 114 158 219 104 85 96 107 160 74 69 80 89 117 Nilai keabuan piksel 135 143; 159 15; 31 135; 143 143; 159; 15; 31; 175; 191; 47; 63 14; 15; 30; 31 135; 143; 151; 159; 167; 175; 183; 191; 199; 207; 215; 223; 231; 239; 247; 255 5; 7; 13; 15;21; 23; 29;31; 37;39;45; 47;53; 55; 61;63; 133; 135; 141;143;149; 151; 157; 159; 165; 167;173; 175; 181; 183;189; 191 15; 31; 143; 159 Nilai FLBP Gambar 2 Skema komputasi FLBP dengan F=19 (Valerina 2012). Valerina (2012) melakukan percobaan setiap nilai threshold FLBP (F) untuk identifikasi tumbuhan, sehingga mendapatkan akurasi identifikasi yang beragam (Gambar 3), akurasi yang tertinggi didapat terlihat pada nilai threshold FLBP, F = 4. Pengambilan nilai threshold FLBP dilihat dalam hal adanya pengaruh besarnya nilai threshold FLBP terhadap komputasi. Semakin besar rentang nilai parameter, semakin banyak piksel yang harus diproses. Akurasi (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 FLBP (8,1) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Parameter fuzzifikasi F

8 Akurasi (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 FLBP (8,2) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Parameter fuzzifikasi F Gambar 3 Hasil akurasi klasifikasi citra menggunakan FLBP. 2.2 Probabilistic Neural Network (PNN) PNN merupakan Artificial Neural Network (ANN) yang menggunakan teorema probabilitas klasik (pengklasifikasian Bayes). PNN diperkenalkan oleh Donald Specht pada tahun 1990. PNN menggunakan pelatihan (training) supervised. Training data PNN mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan hasil training melainkan nilai yang dimasukkan (tersedia) (Wu et al. 2007). Gambar 4 Struktur PNN. Struktur PNN pada Gambar 4 terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keputusan/keluaran. Lapisan masukan merupakan objek x yang terdiri atas k nilai ciri yang akan diklasifikasikan pada n kelas. Proses-proses yang terjadi setelah lapisan masukan adalah:

9 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan. Setiap node pola merupakan perkalian titik (dot product) dari vektor masukan x yang akan diklasifiksikan dengan vektor bobot x!", yaitu Z! = x. x!", Z! kemudian dibagi dengan bias tertentu σ dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi radial basis, yaitu radbas n = exp ( n)!. Dengan demikian, persamaan yang digunakan pada lapisan pola adalah. f x = exp (!!!!")! (!!!!" )!!!! ket x, merupakan matriks objek dengan i baris dan j kolom 2. Lapisan penjumlahan (summation layer) Menerima masukan dari node lapisan pola yang terkait dengan kelas yang (5) ada. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah: p x =!! (!!)!!!!! exp( (!!!!")! (!!!!" )!!! )! (6)!!! 3. Lapisan keluaran (output layer) Menentukan kelas dari input yang diberikan. Input x akan masuk ke Y jika nilai p! x paling besar dibandingkan kelas lainnya. 2.3 Algoritme Genetika Algoritme genetika atau genetic algorithm (GA) adalah pengoptimasian dan teknik pencarian berdasarkan prinsip genetik dan seleksi alam (Haupt & Haupt 2004). GA dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi kombinasi, yaitu dengan mendapatkan suatu nilai solusi optimal terhadap suatu permasalahan yang mempunyai banyak kemungkinan solusi (Hermawanto 2003). GA digunakan untuk menemukan solusi dalam masalah yang kompleks melalui kumpulan-kumpulan metode atau teknik seperti fungsi evaluasi (fitness function), pindah silang, mutasi, dan seleksi alam (Owais et. al 2005).

10 GA dikarakterisasi dengan 5 komponen dasar yaitu : 1 Representasikan kromosom untuk memudahkan penemuan solusi dalam masalah pengoptimasian. 2 Inisialisasi populasi. 3 Fitness function yang mengevaluasi setiap solusi. 4 Proses genetik yang menghasilkan sebuah populasi baru dari populasi yang ada. 5 Parameter genetika seperti ukuran populasi, probabilitas proses genetik, banyaknya generasi, dan lain-lain. Gen dan Cheng (2000) menjelaskan bahwa algoritme genetika memelihara populasi dari individu (Pi) pada setiap generasi ke-i. Setiap individu merepresentasikan sebuah solusi potensial yang kemudian dievaluasi untuk dinilai fitness-nya dan setiap individu menjalani transformasi stokastik menggunakan operasi genetik untuk membentuk individu baru. Ada dua jenis transformasi yang digunakan yaitu mutasi dan pindah silang (crossover). Transformasi tersebut akan menghasilkan individu baru C(i) yang akan dievaluasi kembali. Setelah beberapa generasi dilakukan pada setiap individu, hasil akhir yang didapat menjadi konvergen dan terbaik. Individu terbaik inilah yang diharapkan menjadi solusi optimal atau suboptimal dari masalah. Struktur umum dari algoritme genetika dijelaskan sebagai berikut: Prosedur: Algoritme Genetika begin i 0; inisialisasi P(i); evaluasi P(i); while (i <= maksimum iterasi) do begin rekombinasi P(i); evaluasi C(i); pilih P(i+1) dari P(i) dan C(i); i i + 1; end end

11 2.3.1 Inisialisasi Populasi Algoritme Genetika (GA) dimulai dengan sebuah group dari kromosom yang disebut populasi. Populasi memiliki N pop kromosom dan berbentuk matriks dengan ukuran N pop x N bits serta diisi dengan bilangan acak (Bagchi 1999). 2.3.2 Fungsi Evaluasi Fungsi Evaluasi atau fitness function adalah ukuran kinerja atau fungsi yang mengevaluasi seberapa baik nilai setiap solusi yang terjadi (Klabbankoh 1999). Nilai evaluasi dari sebuah kromosom tergantung seberapa baik kromosom tersebut memecahkan masalah yang ada (Mitchell 1998). 2.3.3 Seleksi Seleksi adalah proses memilih individu pada populasi yang memiliki nilai evaluasi baik untuk dilanjutkan ke proses pindah silang dan mutasi (Cox 2005). Proses seleksi harus terjadi disetiap iterasi agar kromosom dalam populasi dapat berkembang sehingga mendapatkan anggota kromosom yang paling sesuai dengan fungsi tujuannya (Haupt & Haupt 2004). 2.3.4 Pindah Silang Pindah silang dikenal sebagai recombination dimana dalam prosesnya terjadi pertukaran informasi antara induk dalam mating pool sehingga menghasilkan individu baru yang merupakan solusi (Bagchi 1999). Pindah silang merupakan komponen paling penting dalam GA pada proses genetik (Gen & Cheng 1997). Pindah silang ini bisa juga berakibat buruk jika ukuran populasi sangat kecil. Dalam suatu populasi yang sangat kecil, suatu kromosom dengan gen-gen yang mengarah ke solusi akan sangat cepat menyebar ke kromosomkromosom lainnya. Probabilitas pindah silang Pc digunakan untuk mengatasi masalah penyebaran tersebut. Teknik pindah silang dapat dilakukan dalam berbagai cara mulai dari one point crossover atau disebut satu titik potong, sampai multiple-point crossover (Klabbankoh 1999). Jika struktur direpresentasikan sebagai string biner, crossover dapat diimplementasikan dengan memilih titik secara acak, titik potong yang dipilih akan menyebabkan antar gen dari kromosom induk saling bertukar.

12 Sebagai contoh dua kromosom induk melakukan pindah silang antar posisi 5 sampai posisi 11 (Gambar 5). 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 Hasil pindah silang menghasilkan kromosom baru 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 Gambar 5 Ilustrasi pindah silang dua titik potong (two point crossover) 2.3.5 Mutasi Mutasi adalah operator genetik kedua yang digunakan dalam GA. Kromosom yang dihasilkan memiliki kemungkinan bernilai lebih baik atau lebih buruk dari kromosom sebelumnya. Jika kromosom yang terpilih lebih buruk dari kromosom sebelumnya maka kromosom yang terpilih memiliki peluang tereliminasi pada proses seleksi. Mutasi berguna untuk mengembalikan kerusakan akibat proses genetik (Aly 2007). Proses mutasi diimplementasikan pada setiap gen dengan besar probabilitas mutasi Pm. Semakin besar nilai Pm maka proses terjadinya mutasi pada populasi akan semakin banyak. Contoh proses mutasi diperlihatkan pada Gambar 6. Gambar 6 Proses mutasi kromosom. 2.4 Multi Objective Genetic Algorithm (MOGA) Algoritme genetika multi obyektif merupakan metode baru Algoritme Genetika (GA) dengan tujuan memecahkan permasalahan multi obyektif (Yandra & Tamura 2007). Permasalah optimasi multi obyektif memiliki beberapa fungsi obyektif, misalnya seperti meminimumkan atau memaksimumkan, dengan bentuk umum sebagai berikut: Minimize/Maximize : f m (x), m = 1, 2,, M; Ketentuan : g j (x) 0, j = 1, 2,, J;

13 h k (x) = 0, k = 1, 2,, K; x (L) i x i x (U) i, i = 1, 2,, N; Kumpulan kendala akhir disebut variable batas, yang membatasi setiap (L) variabel keputusan x i untuk mengambil nilai di dalam x i batas bawah dan x i- (U) batas atas. 2.5 Pareto Optimality Optimasi multi-obyektif tidak mungkin memiliki solusi optimal tunggal yang secara bersamaan mengoptimalkan semua tujuan. Hasil yang dihasilkan adalah seperangkat solusi yang optimal dengan tingkat yang bervariasi dari nilai tujuan yang disebut solusi Pareto Optimality (Goldberg 1989). Sifat Pareto ditunjukan pada Gambar 7 dan dapat diformalkan menggunakan hubungan dominasi antara solusi alternatif. Solusi yang ditemukan melalui konsep ini bukan berupa satu titik melainkan kumpulan beberapa titik disebut pareto frontier atau pareto set. Pareto set adalah kumpulan titik-titik yang kesemuanya memenuhi konsep pareto optimality. Gambar 7 Pareto Optimality (Goldberg 1989) 2.6 Crowding Distance Crowding distance merupakan cara untuk membandingkan antara solusi dengan urutan/rank non-domination yang sama. Crowding distance dilakukan dengan sebuah estimasi parameter yang berbentuk kubus antara front solusi sama (i-1) dan terdekat. Fungsi crowding distance melibatkan f m dan f (i+1) m untuk setiap (i-1) fungsi objektif m dari setiap solusi i dengan f m f i m f (i+1) max min m, f m dan f m merupakan nilai maksimum dan minimum fungsi objektif m dan M adalah total

14 jumlah objektif. Crowding distance untuk setiap solusi i dihitung menggunakan rumus : (7) CD(i) =, jika solusi i adalah batas semua solusi dari setiap fungsi objektif. Sebuah solusi i dikatakan mendominasi solusi j dalam ukuran crowding distance jika : rank(i) < rank(j) or (rank(i) = rank(j) and CD(i) > CD(j)) (Deb et. al 2002). 2.7 Elite Strategy Elite Strategy memiliki sejumlah ne individu anggota populasi baru yang akan diganti dengan sejumlah ne anggota himpunan solusi optimal pareto. Individu yang dibuang dari populasi dipilih secara acak dengan ketentuan individu yang dibuang adalah individu solusi yang tidak ikut menjadi anggota himpunan solusi optimal pareto. Populasi yang sudah mengalami elite strategy siap untuk kembali menjalani proses evaluasi dan seleksi.