BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan interlayer Ni 5 wt.% Al dan temperatur pengelasan difusi terhadap kekuatan tarik geser dan distribusi kekerasannya. Pengamatan foto makro dan SEM dilakukan untuk mengidentifikasi kegagalan yang terjadi pada sambungan. Jenis kegagalan sambungan dapat menjelaskan kekuatan geser sambungan Baja SS400 dan AA5083. 4.1. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi Baja SS400 dicoating dengan Ni 5 wt.% Al menggunakan thermal spray, coating ini digunakan sebagai interlayer pada pengelasan difusi. Hasil pengamatan foto mikro penampang melintang dari hasil coating substrate SS400 dengan Ni 5 wt.% Al ditunjukkan pada Gambar 4.1. Morfologi pada lapisan coating menunjukkan struktur yang pipih dan berlapis-lapis (lamellar structure), struktur tersebut merupakan ciri dari coating arc thermal spray. 31
32 Oxide Coating Lamellar Structure Void Substrate Gambar 4.1. Mikro struktur coating Ni 5wt.% Al Prinsip kerja arc spray yaitu dengan mengkonsletkan wire (kawat) Ni 5 wt.% Al yang disambung ke kutub (+) dengan wire yang disambung ke kutub (-) pada gun, sehingga timbul hubungan pendek yang mengakibatkan melelehnya wire tersebut, bersamaan dengan itu partikel cair tersebut disemprot dengan udara bertekanan pada substrat baja SS400. Ni 5 wt.% Al cair akan bertabrakan terhadap substrat, hal tersebut berdampak pada percikan yang dihasilkan memiliki
33 mikrostruktur pipih memanjang yang berorientasi sepanjang permukaan substrat. Temperatur tinggi yang dihasilkan dari arc spray ini menyebabkan partikel cair yang mengandung aluminium selama dalam prosesnya di udara menuju substrat, bereaksi dengan udara sekitarnya dan membentuk cangkang tipis oksida (aluminium oksida/al2o3) disekitar partikel pada fasa cair. Partikel cair yang teroksidasi tersebut ketika mencapai substrat akan mulai menyebar dan membentuk oxide seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1. Porositas/void juga terbentuk pada semua spesimen coating thermal spray, void disebabkan oleh terperangkap udara dan gas ketika partikel cair bertabrakan pada substrat selama proses arc spray. Lapisan coating dengan jumlah void yang sedikit menghasilkan kekuatan ikatan substrat dengan coating yang baik dan lapisan coating yang lebih homogen. Kajian analisis ini didukung oleh pendapat dari penelitian Sampath et al (2004), Deshpande et al (2006), Brito et al (2012) dan Toma et al (2013). Spesimen baja SS 400 dengan AA5083 disambung dengan metode difusi menggunakan hot press pada temperatur 500oC, 525oC dan 550oC dengan tekanan 5 Mpa selama 30 menit. Temperatur pengelasan merupakan parameter penting dalam proses pengelasan difusi. Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur mikro pada daerah difusi dengan menggunakan SEM. Foto struktur mikro sambungan difusi pada variasi ketebalan interlayer dan temperatur yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 4.2 sampai Gambar 4.6. Foto mikro pada Gambar 4.2 menunjukkan reaksi yang terbentuk antara interlayer Ni dengan AA5083 pada ketebalan interlayer 0,2 mm dan temperatur holding time 500oC tidak tampak jelas, ketika temperatur holding dinaikkan pada temperatur 525oC mulai terlihat jelas senyawa intermetalik reaksi antara interlayer Ni dengan AA5083, tetapi lapisan reaksi intermetalik ini masih terputus-putus seperti ditunjukkan pada garis berwarna kuning. Meningkatnya temperatur difusi pada temperatur 550oC membuat lapisan intermetalik reaksi antara interlayer Ni dengan AA5083 menjadi lebih tebal dan merata sepanjang daerah interface AA5083 dengan interlayer Ni, hal ini berlaku pada seluruh variasi ketebalan interlayer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6. Temperatur difusi mempengaruhi kekuatan luluh material dan tingkat laju difusi atom,
34 sehingga hal tersebut juga menentukan homogenitas komposisi dan struktur mikro interface difusi. Chen et al (2007) mengatakan bahwa dalam sambungan difusi bimetal A-B dimana Tm (A) > Tm (B), deformasi biasanya terjadi pada permukaan dari bahan yang lebih lunak ("B"), terlepas dari konfigurasi paduan pada permukaan yang lain ("A"). Hal ini terkait dengan fakta bahwa material "A" memiliki kekuatan yang lebih besar dan melting point yang lebih tinggi. Dengan demikian, kecenderungan difusi atom dari Al dan Fe sisi ke sisi Ni lebih besar dari arah sebaliknya. Akibatnya, total zona difusi pada interface Al-Ni lebih besar daripada interface Fe-Ni. IMC (a) (b) Void (c) Gambar 4.2. Foto SEM hasil sambungan difusi ketebalan interlayer 0,2 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC
35 (a) (b) (c) Gambar 4.3. Foto SEM hasil sambungan difusi ketebalan interlayer 0,4 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC (a) (b) (c) Gambar 4.4. Foto SEM hasil sambungan difusi ketebalan interlayer 0,6 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC
36 (a) (b) (c) Gambar 4.5. Foto SEM hasil sambungan difusi ketebalan interlayer 0,8 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC (a) (b) (c) Gambar 4.6. Foto SEM hasil sambungan difusi ketebalan interlayer 1,0 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC
37 Perlakuan panas pada proses pengelasan difusi menyebabkan terjadinya pembentukan satu atau dua lapisan senyawa intermetalik antara Ni coating dan AA5083 seperti yang ditunjukkan dari hasil pengamatan mikro menggunakan SEM dengan perbesaran 2000 kali pada daerah kontak antara Ni coating dengan substrat Al yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 sampai Gambar 4.11. Bahkan, pada variasi temperatur 500oC dengan ketebalan interlayer 0,2 sampai 0,6 mm hanya terbentuk satu lapisan reaksi senyawa intermetalik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 (a), Gambar 4.8 (a) dan Gambar 4.9 (a). Gambar 4.8 (a) dan (b) menunjukkan peningkatan temperatur pengelasan pada temperatur 525oC dan 550oC yang menghasilkan terbentuknya dua lapisan senyawa intermetalik yang berbeda antara Ni coating dan substrat Al. Pengujian EDS menjadi acuan untuk penjelasan yang lebih valid untuk menjelaskan lapisan senyawa intermetalik yang terbentuk dan ditabelkan pada Tabel 4.1. (Data EDS terlampir dalam lampiran). Lapisan intermetalik yang berdekatan dengan substrat Al merupakan lapisan yang pertama terbentuk (berwarna dark grey), sehingga pada semua hasil pengelasan difusi terbentuk lapisan senyawa intermetalik ini dengan kecederungan intermetalik yang terbentuk yaitu senyawa intermetaik. Adabi dan Amadeh (2015) menjelaskan proses terbentuknya intermetalik diawali dengan nukleasi ditempat yang terpisah. terbentuk oleh nukleasi yang heterogen pada beberapa tempat selama tahap awal fase transformasi. Selain itu nukleasi terbentuk pada substrat Al karena nilai koefisien difusi Ni pada Al lebih tinggi daripada koefisien difusi Al pada Ni. Setelah sambungan terbentuk pada beberapa tempat yang terpisah dan terbentuk lapisan tipis intermetalik secara terus menerus hingga menyambung sepanjang area kontak interface dan menebal. Ketika ketebalan lapisan intermetalik mencapai nilai kritis dan interface -Ni juga jenuh oleh nikel, intermetalik Al 3Ni bereaksi dengan Ni untuk membentuk senyawa intermetalik kedua.
38 Ni 2nd IMC 1st IMC Al (a) (b) Micro crack (c) Gambar 4.7. Foto SEM hasil IMC yang terbentuk pada ketebalan interlayer 0,2 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC Ni Al (a) (b) (c) Gambar 4.8. Foto SEM hasil IMC yang terbentuk pada ketebalan interlayer 0,4 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC
39 Ni Al (a) (b) Void (c) Gambar 4.9. Foto SEM hasil IMC yang terbentuk pada ketebalan interlayer 0,6 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC Ni 2nd IMC 1st IMC Al (a) (b) Micro void (c) Gambar 4.10. Foto SEM hasil IMC yang terbentuk pada ketebalan interlayer 0,8 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC
40 Ni Al (a) (b) Void Micro void (c) Gambar 4.11. Foto SEM hasil IMC yang terbentuk pada ketebalan interlayer 1,0 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC Hasil EDS lapisan kedua ini cenderung membentuk intermetalik AlNi (berwarna light grey) dan mulai terbentuk pada temperatur 525 oc dan 550oC. Difusi nikel pada lapisan intermetalik menyebabkan peningkatan ketebalan lapisan intermetalik AlNi seperti yang terjadi pada peningkatan temperatur 525oC menuju 550oC. Berdasarkan pengamatan pada Gambar 4.7, 4.8, 4.9, 4.10 dan 4.11 menunjukkan lapisan intermetalik yang terbentuk dari pengelasan difusi, memperlihatkan pada seluruh kondisi ketebalan lapisan intermetalik meningkat seiring dengan peningkatan temperatur pengelasan difusi. Secara umum, ketebalan lapisan intermetalik bergantung pada energi aktivasi, yang merupakan energi yang dibutuhkan pada solid state difusi Ni dan/atau Al pada lapisan intermetalik, biasanya ditentukan oleh persamaan Arrhenius: k =k 0 exp ( RTQ ) (4.1)
41 Dimana, k adalah pertumbuhan konstan, k0 adalah konstan, R adalah konstanta gas, dan Q adalah energi aktivasi untuk pertumbuhan lapisan (Balogh and Smith, 2014). Ketika temperatur pengelasan rendah, konsentrasi atom Al pada interface sangat kecil dan ketebalan intermetalik yang terbentuk hanya tipis. Namun, ketika temperatur pengelasan dinaikkan, konsentrasi atom Al pada interface meningkat, sehingga ketebalan intermetalik secara bertahap meningkat dengan meningkatnya temperatur pengelasan. Difusi atom yang terjadi pada hasil sambungan yaitu atom Al berdifusi secara interstisi pada atom Ni. Difusi interstisi terjadi oleh adanya mekanisme perpindahan atom karena gerakan atom didalam rongga atom. Jari-jari atom aluminium (118 pm) yang lebih kecil daripada jari-jari atom nikel (149 pm) menyebabkan atom aluminium bergerak menyusupi rongga-rongga atom aluminium selama proses difusi terjadi (Clementi et al, 1967). Peningkatan temperatur meningkatkan energi aktivasi aluminium untuk berdifusi lebih mendalam pada rongga-rongga atom nikel. Hasil pengamatan foto SEM pada daerah intermetalik, variasi ketebalan interlayer Ni 0,2 mm sampai 1,0 mm tidak memberikan dampak secara morfologi pada ketebalan lapisan intermetalik yang dihasilkan, akan tetapi dari fasa senyawa yang dihasilkan menunjukkan adanya peningkatan komposisi aluminium pada intermetalik yang terbentuk. Hal tersebut dapat diamati pada Tabel 4.1 dimana persentase atomik dari aluminium pada intermetalik 1 dan intermetalik 2 meningkat dengan meningkatnya temperatur pengelasan dan ketebalan interlayer. Secara umum, penambahan interlayer Ni ini telah berhasil menghindarkan terbentuknya intermetalik Fe-Al secara langsung, dimana intermetalik Fe-Al tersebut memiliki sifat yang sangat keras dan rapuh.
42 Tabel 4.1. Jenis intermetalik yang terbentuk berdasarkan spektrum titik EDS. Tebal coati ng (mm) Tem p. (oc) 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 AA 5083 Intermetalik 1 (% At) Al Ni Al 500 500 500 500 500 525 525 525 525 525 72 34,7 30,8 29,2 29,7 35,6 30,2 30,3 28,7 28,6 28 65,3 69,2 70,8 70,3 64,4 69,8 69,7 71,3 71,4 0,2 550 0,4 0,6 0,8 550 550 550 33,2 28,8 28,5 27,8 66,8 71,2 71,5 72,2 1,0 550 27,9 72,1 4.2. Phase AlNi3 2 2 2 2 Intermetalik 2 (% At) Ni Al 47 92,6 52,5 57,2 82,1 43,2 56,3 53 7,4 47,5 42,8 17,8 52,8 43,7 64,9 44,1 43,1 46,8 35,1 55,9 56,9 53,2 40,2 59,8 Ni Coating Phase AlNi Ni AlNi AlNi AlNi3 AlNi AlNi 5 AlNi AlNi AlNi 2 Ni Al 92,7 95,1 93,9 92,1 93,8 94,6 94,9 94,1 93,4 92,7 7,3 4,9 6,1 7,9 6,2 5,4 5,1 5,9 6,6 7,3 92,7 7,3 93,7 91,7 91,9 6,3 8,3 8,1 92,3 7,7 Kekuatan Tarik Geser Hasil Pengelasan Difusi Hasil pengujian kekuatan tarik geser sambungan Baja SS400 dan AA5083 dengan interlayer Ni ditunjukkan pada Gambar 4.12. Hasil kekuatan tarik geser menunjukkan terjadinya peningkatan kekuatan tarik seiring dengan meningkatnya ketebalan lapisan interlayer Ni dan kemudian menurun. Peningkatan kekuatan tarik ini memiliki trend yang berbeda pada tiap variasi temperatur. Spesimen dengan variasi temperatur 500oC kekuatan tarik meningkat seiring dengan meningkatnya variasi ketebalan interlayer dan mencapai titik tertinggi pada variasi 1,0 mm. Kekuatan tarik pada variasi temperatur 525 oc terjadi peningkatan pada ketebalan interlayer 0,4 mm dan kemudian menurun. Kekuatan tarik pada variasi 550oC terjadi peningkatan yang signifikan pada ketebalan interlayer 0,4 mm dan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada ketebalan interlayer
43 0,8 mm kemudian menurun. Kekuatan tarik geser mencapai nilai terbaik pada variasi temperatur 525oC dan ketebalan interlayer 0,4 mm dengan nilai kekuatan tarik geser sebesar 13,28 N/mm2. Gambar 4.12. Grafik hasil pengujian tarik geser Baja SS400 dengan AA5083 terhadap ketebalan lapisan interlayer Ni 5 wt.% Al. Penampang patahan uji tarik geser pada bagian aluminum ditunjukkan pada Gambar 4.13, 4.14, 4.15, 4.16 dan 4.17. Peningkatan temperatur pengelasan dari 500oC ke 525oC pada ketebalan interlayer Ni 0,2 dan 0,4 mm, menyebabkan peningkatan kekuatan tarik geser sekitar 6,08%. Peningkatan kekuatan tarik geser ini berhubungan dengan lapisan reaksi difusi yang terbentuk, ketika temperatur pengelasan rendah, hubungan antara atom substrat Al dengan interlayer Ni belum terealisasi/terbentuk secara merata (Shang et al, 2012), sehingga dari hasil penampang patahan yang ditunjukkan pada Gambar 4.13 (a) dan 4.14 (a) menunjukkan hanya terdapat sedikit interlayer Ni yang menempel pada substrat Al (lapisan interlayer Ni masih menempel secara utuh pada baja SS400). Temperatur pengelasan yang meningkat, menghasilkan difusi yang merata pada daerah interface, sehingga ketebalan senyawa intermetalik lebih merata dan
44 koneksi atom yang baik dapat terbentuk antara interface Ni dan substrat Al yang dibuktikan pada Gambar 4.14 (b) yaitu dengan banyaknya lapisan Ni yang menempel pada substrat Al. Peningkatan temperatur pengelasan dari 525oC ke 550oC menyebabkan penurunan kekuatan tarik geser sekitar 13,89%. Perilaku ini menunjukkan bahwa peningkatan temperatur yang terus meningkat, menyebabkan tingkat difusi atom dan pertumbuhan ketebalan lapisan senyawa intermetalik meningkat tajam, sementara itu, banyak juga cacat las seperti void difusi dan microcracks yang dihasilkan pada daerah difusi. Peningkatan temperatur pada 550oC menyebabkan tegangan sisa selama proses pendinginan sehingga menyebabkan terjadinya microcrack. Selain itu microcrack juga disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien ekspansi termal antara nikel dengan aluminium (Cao et al, 2014). Peningkatan temperatur pada proses pengelasan difusi dapat menyebabkan pembentukan Kirkendall void pada interface antara intermetalik dan substrat Al. Pembentukan Kirkendall void yang dihasilkan dari adanya perpaduan kekosongan di interface dapat menyebabkan pemisahan fase produk intermetalik dari substrat Al (Adabi dan Amadeh, 2015). Kirkendall void yang terbentuk selama difusi terjadi karena adanya perbedaan tingkat laju difusi antara nikel dan aluminium. Lapisan senyawa intermetalik yang tebal dan berbagai cacat pengelasan yang dihasilkan menyebabkan penurunan kekuatan tarik geser. Kajian analisis ini didukung oleh pendapat penelitian dari Wang et al (2013), Shang et al (2012) dan Mahendran et al (2010).
45 Gambar 4.13. Foto penampang patahan pada ketebalan interla yer 0,2 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC Al Ni Gambar 4.14. Foto penampang patahan pada ketebalan interlayer 0,4 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC Gambar 4.15. Foto penampang patahan pada ketebalan interlayer 0,6 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC
46 Gambar 4.16. Foto penampang patahan pada ketebalan interlayer 0,8 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC Gambar 4.17. Foto penampang patahan pada ketebalan interlayer 1,0 mm dengan temperatur difusi (a) 500oC (b) 525oC dan (c) 550oC Variasi ketebalan interlayer 0,6 mm 1,0 mm memiliki trend nilai kekuatan tarik yang tidak beraturan, sehingga memiliki kajian analisis yang berbeda dari variasi ketebalan interlayer Ni 0,2 mm 0,4 mm. Hal tersebut dikarenakan kegagalan tarik geser pada ketebalan interlayer Ni terjadi pada daerah coating interlayer Ni, kegagalan pada daerah coating ini disebabkan oleh void dan oxide yang terbentuk pada daerah coating Ni. Seperti yang kita ketahui, bahwa semakin tebal lapsan coating Ni, maka semakin banyak pula oxide dan void yang terbentuk didalamnya. Void dan oxide yang terdapat pada coating Ni akan menyebabkan initial crack, yaitu penyebab terjadinya konsentrasi tegangan saat diberi pembebanan. Keberadaan void dan oxide yang banyak tersebar dalam coating Ni ini juga menyebabkan terjadinya intial crack secara bersamaan pada beberapa tempat (multi cracks), yang mengakibatkan semakin menurunnya nilai kekuatan tarik geser. Pengamatan foto hasil SEM pada Gambar 4.18 menjadi acuan untuk penjelasan yang lebih valid, pada gambar tersebut dapat terlihat jelas kegagalan terjadi pada daerah coating Ni. Kegagalan terjadi karena lepasnya ikatan antar partikel Ni hasil coating thermal spray yang disebabkan oleh adanya void dan oxide Al2O3 yang terbentuk, sehingga nilai kekuatan tarik geser pada ketebalan interlayer 0,6 mm 1,0 mm bergantung pada jumlah void dan oxide yang terbentuk pada coating Ni.
47 Void Unmelted particle Oxide Gambar 4.18. Foto SEM penampang patahan pada daerah coating Ni 4.3. Distribusi Kekerasan Hasil Pengelasan Difusi Pengujian distribusi kekerasan dilakukan menggunakan micro vickers mengunakan beban 200 gf dengan jarak identasi tiap 0,1 mm. Distribusi kekerasan variasi ketebalan interlayer 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1,0 mm ditunjukkan pada Gambar 4.19, 4.20, 4.21, 4.22 dan 4.23 secara berurutan. SS400 Interlayer AA5083 Gambar 4.19. Grafik distribusi kekerasan variasi ketebalan interlayer 0,2 mm.
48 SS400 Interlayer AA5083 Gambar 4.20. Grafik distribusi kekerasan variasi ketebalan interlayer 0,4 mm. SS400 Interlayer AA5083 Gambar 4.21. Grafik distribusi kekerasan variasi ketebalan interlayer 0,6 mm. SS400 Interlayer AA5083
49 Gambar 4.22. Grafik distribusi kekerasan variasi ketebalan interlayer 0,8 mm. SS400 Interlayer AA5083 Gambar 4.23. Grafik distribusi kekerasan variasi ketebalan interlayer 1,0 mm. Dua garis putus-putus menunjukkan masing-masing garis batas sisi SS 400 dan sisi AA5083. Secara umum kecenderungan distribusi kekerasan pada tiap variasi temperatur dan variasi ketebalan interlayer Ni adalah hampir sama. Kekerasan pada daerah difusi meningkat secara signifikan dan kekerasan pada kedua sisi substrat SS 400 dan AA5083 terdistribusi merata dengan nilai kekerasan pada sisi SS 400 sekitar 103 HVN, sedangkan nilai kekerasan pada sisi AA5083 sekitar 73 HVN. Selain itu, kekerasan mikro pada kedua daerah interface menunjukkan hasil yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3. Interface Ni-AA5083 memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi (150 HVN) dibandingkan dengan kekerasan pada interface Ni-SS400 (115 HVN), perbedaan kekerasan ini berkaitan dengan terbentuknya lapisan intermetalik pada interface Ni-AA5083. Hal tersebut berlaku pada semua variasi temperatur maupun variasi ketebalan interlayer Ni.
50