BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a) b) c) d)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a) b) c) d)"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan Permukaan Spesimen Shot Peening Spesimen SS AISI 316 yang diberi perlakuan shot peening memiliki pengaruh terhadap permukaan sesuai dengan variasi yang digunakan. Pada penelitian ini, variasi yang digunakan yaitu variasi diameter steel ball dengan ukuran 0,4 mm; 0,6 mm dan 0,7 mm. Hasil yang berpengaruh terhadap permukaan dapat dilihat pada gambar 4.1. a) b) c) d) Gambar 4.1 Hasil foto permukaan dari spesimen shot peening. a) spesimen raw material, b) spesimen shot peening variasi diameter 0,4 mm, c) spesimen shot peening variasi diameter 0,6 mm, dan d) spesimen shot peening variasi diameter 0,7 mm Pada gambar 4.1 terlihat perbedaan dari masing-masing spesimen sebelum hingga setelah diberi perlakuan shot peening. Gambar 4.1 a) memperlihatkan kondisi awal dari spesimen setelah diamplas dengan permukaannya masih bersih dan bening. Pada gambar 4.1 b) adalah kondisi spesimen setelah diberi perlakuan shot peening menggunakan diameter steel ball 0,4 mm. Kondisi permukaan pada 52

2 spesimen 4.1 b) terlihat adanya cekungan-cekungan halus bekas tumbukan yang terjadi antara bola baja dengan spesimen. Hal yang sama juga terlihat pada spesimen 4.1 c) dan 4.1 d). Hanya saja pada kedua spesimen tersebut bekas cekungannya makin jelas terlihat. Hal ini diakibatkan dari pengaruh besarnya diameter steel ball selama perlakuan shot peening berlangsung. 4.2 Hasil dan Pembahasan Pengujian Spesimen Shot Peening Hasil dan Pembahasan Pengamatan Struktur Makro Pada pengamatan struktur makro ini terlihat perbedaan antara spesimen raw material dengan spesimen yang diberi perlakuan shot peening. Terlihat perubahan kontur permukaan spesimen setelah diberikan perlakuan shot peening seperti pada gambar 4.2 a), b), c) dan d). a) b) c) d) Gambar 4.2 Hasil dan Pembahasan foto struktur makro dari spesimen shot peening. a) spesimen raw material, b) spesimen shot peening variasi diameter 0,4 mm, c) spesimen shot peening variasi diameter 0,6 mm, dan d) spesimen shot peening variasi diameter 0,7 mm Pada gambar 4.2 a) menunjukkan spesimen sebelum di shot peening yang memperlihatkan kondisi asli dari permukaan spesimen dimana 53

3 terdapat banyak goresan yang disebabkan proses pengamplasan yang kurang sempurna sehingga Hasil dan Pembahasan yang didapat tidak sesuai dengan harapan penulis. Pada gambar 4.2 b) sampai dengan d), terlihat cekungan yang diakibatkan oleh tumbukan bola baja dengan spesimen selama perlakuan shot peening berlangsung. Pada gambar 4.2 d) pada bagian pojok kanan atas terdapat berkas hitam yang berasal dari kotoran yang berasal dari kompresor. Selama penelitian berlangsung, permukaan spesimen shot peening SS AISI 316L diamati struktur makro nya menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1x pada jarak 200 µm. Pada gambar 4.2 b) dengan perlakuan diameter bola baja 0,4 mm terlihat bentuk cekungan bekas tumbukkan antara bola baja dengan permukaan spesimen. Pada permukaannya juga terdapat beberapa lubang cacat sebagai akibat dari perlakuan yang dilakukan. Hal yang sama juga dialami pada spesimen dengan perlakuan diameter bola baja 0,6 dan 0,7 mm. pada gambar 4.2 c) dan d) terlihat bentuk cekungan yang lebih dalam dan tetapi lubang cacat akibat perlakuan menjadi semakin sedikit. Cacat yang dimaksud yaitu bisa berupa cacat lubang dan juga cacat akibat lelah selama diberi perlakuan. Semakin berkurangnya jumlah lubang cacat adalah akibat dari variasi diameter itu sendiri. Hal ini dikarenakan perbedaan bentuk cekungan yang dihasil dan Pembahasankan pada setiap variasi diameter steel ball. Semakin dalam cekungan maka kemungkinan cacat juga berkurang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmed (2015), pengaruh penggunaan variasi diameter material abrasif yang digunakan juga dapat mempengaruhi hasil dari permukaan perlakuan shot peening. Pengaruh yang dimaksud berupa bentuk cekungan yang dihasilkan. Bentuk cekungan tersebut berasal dari meningkatnya energi kinetik yang dihasilkan dari perlakuan tersebut. Mengutip dari Pandey et al (2001) bahwa peningkatan energi kinetik yang terjadi selama perlakuan berlangsung maka dapat mempengaruhi deformasi plastis dan penetrasi yang terjadi dapat meningkat. 54

4 Arifvianto et al (2013) dalam penelitiannya juga membenarkan bahwa perlakuan permukaan menggunakan material abrasif sebagai media perlakuannya dapat merubah kontur dari permukaan spesimen. Dalam penelitian yang dilakukan, tumbukan yang terjadi antara spesimen dengan material abrasif dapat mengakibatkan permukaan memiliki cacat dan cekungan-cekungan pada permukaan dan dapat secara signifikan meningkatkan ketidak teraturan pada permukaan Hasil dan Pembahasan Pengamatan Struktur Mikro Pengamatan struktur mikro yang dilakukan juga memperlihatkan perbedaan perubahan butiran-butiran yang terdapat pada sub permukaan spesimen. Hasil dari pengamatan struktur mikro dapat dilihat pada gambar 4.3 a), b), c) dan d). Hasil pengamatan struktur mikro dapat dilihat pada gambar 4.3. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan pembesaran sebesar 100x pada jarak 100µm, menggunakan cairan etsa HCl + HNO 3 dengan kadar 3:1. Pengamatan dilakukan pada penampang melintang dari spesimen shot peening dengan variasi perlakuan diameter steel ball 0,4 mm; 0,6 mm dan 0,7 mm. Hasil yang diperlihatkan pada pengamatan struktur mikro terlihat perbedaan pada bagian tepi spesimen. Terlihat pada 4.3 a) masih utuh dari tepi hingga ke bagian sub permukaannya. Perubahan mulai terlihat pada gambar 4.3 b) - d) mengalami perubahan pada bagian tepi permukaan. Dapat dilihat pada bagian tepi mengalami pemadatan seiring dengan meningkatnya variasi diameter steel ball. Pada gambar 4.3 juga terlihat berkas hitam di tepian spesimen yang diakibatkan dari penggunaan cairan NaOH3 dengan tujuan untuk membersihkan spesimen dari kotoran yang menempel pada spesimen. Multigner et al (2009) menjelaskan bahwa perlakuan sand blasting dapat menghasilkan perubahan signifikan terhadap struktur mikro dari 55

5 material pada bagian yang tertembak, dimana hal tersebut searah dengan adanya deformasi plastis selama proses perlakuan berlangsung. Sehingga, pemadatan yang terjadi pada permukaan hingga ke subpermukaan spesimen dapat berpengaruh terhadap kekerasan spesimen. Bentuk butiran yang terdapat pada subpermukaan sebelum diberi perlakuan juga mengalami perubahan menjadi lebih pipih yang diakibatkan pemadatan yang berlangsung selama perlakuan. Bagherifard et al (2015) dalam penelitiannya juga membenarkan bahwa perlakuan shot peening diketahui dapat menyebabkan mekanisme deformasi yang bermacam-macam terhadap spesimen yang menghasilkan tegangan kekerasan yang juga menghasilkan perbaikan butiran. Pada gambar 4.3 terlihat ada beberapa bagian yang menunjukkan adanya butiran halus dan butiran kasar di subpermukaan spesimen. Butiranbutiran tersebut semakin jelas terlihat pada spesimen dengan variasi perlakuan diameter steel ball 0,6mm. Menurut Chen et al (2013) menjelaskan bahwa butiran-butiran yang terjadi pada butiran di subpermukaan material terjadi karena adanya proses deformasi butiran dan juga menunjukkan titik terdalam dari material tersebut mengalami deformasi plastis nya. 56

6 Gambar 4.3 Hasil foto struktur mikro dari penampang potongan spesimen shot peening. a) Spesimen Raw Material; b) Spesimen shot peening variasi diameter 0,4mm; c) spesimen shot peening variasi diameter 0,6 mm dan d) spesimen shot peening variasi diameter 0,7 mm Hasil dan Pembahasan Pengujian Kekasaran Perlakuan shot peening yang diberikan kepada spesimen SS AISI 316L memiliki pengaruh terhadap kekasaran permukaannya. Hasil yang didapat juga berbeda sesuai dengan penggunaan diameter steel ball yang berbeda. Hasil pengujian kekerasan pada permukaan spesimen shot peening dapat dilihat di gambar 4.4 dan tabel

7 Kekasaran Tabel 4.1 Nilai Kekasaran Spesimen Shot Peening. Kode (mm) Variasi (mm) Kekasaran test 1 test 2 test 3 Ratarata Simpangan Rm 0 0,032 0,045 0,07 0,05 0,02 0,4 0,4 3,282 2,801 2,588 2,89 0,36 0,6 0,6 3,097 3,583 2,815 3,17 0,39 0,7 0,7 3,957 4,01 4,107 4,02 0,08 4,50 4,00 3,50 4,02 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 2,89 3,17 0,50 0,00 0,05 Rm 0,4 0,6 0,7 Diameter Steel Ball (mm) Gambar 4.4 Grafik nilai kekasaran rata-rata (Ra) dari masing-masing spesimen shot peening. Pada gambar 4.4 terlihat peningkatan kekasaran spesimen yang berasal dari pengaruh penggunaan variasi diameter steel ball. Terlihat pada spesimen raw material memiliki nilai kekasaran sebesar 0,05 μm. Hal yang berbeda terlihat pada nilai kekasaran spesimen yang sudah diberi perlakuan shot peening. pada spesimen dengan variasi diameter steel ball 0,4 mm memiliki nilai kekasaran sebesar 2,9 μm. Peningkatan kekasaran yang tidak 58

8 terlalu jauh terjadi pada spesimen dengan variasi diameter steel ball 0,6 mm yang memiliki kekasaran sebesar 3,2 μm. Kekasaran yang paling besar dimiliki oleh spesimen dengan variasi diameter steel ball 0,7 mm yang memiliki nilai kekasaran sebesar 4,0 μm. Perlakuan shot peening juga memiliki pengaruh terhadap perubahan nilai kekasaran permukaan suatu material. Seperti yang terlihat pada gambar 4.4 yang memperlihatkan nilai kekasaran rata-rata dari masing-masing spesimen. Nilai kekasaran rata-rata paling tinggi dimiliki oleh spesimen dengan perlakuan diameter steel ball 0,7 mm dengan nilai kekasaran ratarata yaitu sebesar 4,02 µm. Dari grafik pada gambar 4.4 di dapat nilai kekasaran permukaan yang meningkat dimulai dari peningkatan nilai kekasaran permukaan antara spesimen RM dengan spesimen perlakuan variasi diameter steel ball 0,4 mm. Berdasarkan peningkatan nilai kekasaran permukaan tersebut, maka pengaruh penggunaan variasi diameter steel ball dapat mempengaruhi kekasaran permukaannya. Pengukuran kekasaran dilakukan dengan mengambil nilai Ra yang merupakan nilai kekasaran rata-rata. Marteau et al (2014) menjelaskan bahwa penggunaan variasi diameter media penembakan dapat mempengaruhi pada kerapatan alur dari Hasil dan Pembahasan perlakuan dan berhubungan dengan nilai rata-rata kekasaran permukaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marteau et al (2014) parameter perlakuan yang digunakan yaitu variasi diameter bola. Material bola yang digunakan juga berbeda, yaitu baja 304L dan baja 100C6 dengan diameter 1-2 mm. Hasil yang didapat juga menunjukkan bahwa penggunaan variasi diameter bola baja dengan kekerasan yang lebih tinggi dari spesimen dapat mempengaruhi topografi permukaan spesimen. Jadi, dari penjelasan tadi dapat dikatakan bahwa pengaruh dari penggunaan variasi diameter steel ball yang digunakan oleh penulis memiliki pengaruh dalam meningkatkan kekasaran permukaan. 59

9 Ketebalan Rata-Rata (mm) Hasil dan Pembahasan Pengukuran Ketebalan Selama perlakuan shot peening berlangsung, terjadi deformasi yang diakibatkan interaksi antara spesimen dengan bola baja. Salah satu jenis deformasi yang terjadi yaitu berkurangnya ketebalan spesimen. Berikut gambar 4.5 dan tabel 4.2 yang menunjukkan nilai rata-rata pengurangan ketebalan dari spesimen shot peening. Tabel 4.2 Nilai Pengurangan Ketebalan Spesimen Shot Peening PROSES RM 0,4 (mm) 0,6 (mm) 0,7 (mm) TEBAL (mm) 3,83 3,82 3,83 3,798 3,79 3,8 3,7 3,683 3,695 3,66 3,67 3,685 RATA-RATA (mm) SD (mm) 3,827 0, ,796 0, ,693 0, ,672 0, ,850 3,800 3,750 3,827 3,796 3,700 3,650 3,693 3,672 3,600 3,550 RM 0,4 0,6 0,7 Diameter Steel Ball (mm) Gambar 4.5 Grafik Rata-rata Nilai Ketebalan Spesimen Shot Peening 60

10 Pada gambar 4.5 dapat terlihat pengurangan ketebalan spesimen shot peening SS AISI 316L, terutama pengurangan ketebalan pada spesimen RM terhadap spesimen dengan perlakuan variasi diameter steel ball 0,4. Akan tetapi, hal yang berbeda justru terjadi pada ketebalan variasi diameter steel ball 0,6 mm dimana pengurangan ketebalannya tidak terlalu jauh dengan spesimen RM. Secara keseluruhan, pada grafik tersebut untuk spesimen dengan perlakuan variasi diameter steel ball 0,7 mm memiliki ketebalan paling rendah apabila dibandingkan dengan spesimen yang lain. Pada tabel 4.2 juga terlihat nilai rata-rata pengurangan ketebalan spesimen akibat dari pengaruh perlakuan shot peening. Spesimen RM yang digunakan sebagai acuan kondisi awal spesimen memiliki ketebalan sebesar 3,87 mm. Pengurangan ketebalan terjadi dimana ada penumbukan frontal dari partikel steel ball selama proses perlakuan shot peening (Saputra, 2015). Apabila melihat dari penggunaan variasi diameter steel ball, maka penipisan yang paling besar terjadi pada spesimen variasi perlakuan 0,7 mm Hasil dan Pembahasan Pengukuran Wettability Besarnya nilai sudut kontak yang dimiliki oleh suatu material secara langsung memiliki pengaruh terhadap penyerapan pada permukaan implan yang juga berpengaruh terhadap penempelan sel dan fungsinya pada permukaan tisu implan (Bagherifard et al, 2015). Hasil dari pengukuran sudut kontak (wettability) dan nilai rata-rata sudut kontak dari spesimen SS AISI 316L dapat dilihat pada gambar 4.6, gambar 4.7 dan tabel

11 Kode Tabel 4.3 Nilai Wettablity Spesimen Shot Peening Variasi (mm) Tetes 1 (ᵒ) kontak sudut Tetes 2 (ᵒ) Tetes 3 (ᵒ) Ratarata (ᵒ) Simpangan (ᵒ) Rm 0 73,13 75,12 71,07 73,11 2,03 0,4 0,4 67,84 71,98 69,69 69,84 2,07 0,6 0,6 65,90 69,42 64,68 66,67 2,46 0,7 0,7 64,77 66,58 63,63 64,99 1,49 a) b) c) d) Gambar 4.6 Hasil dan Pembahasan pengukuran wettability dari spesimen shot peening. a) spesimen raw material, b) spesimen shot peening variasi diameter 0,4 mm, c) spesimen shot peening variasi diameter 0,6 mm, dan d) spesimen shot peening variasi diameter 0,7 mm 62

12 Sudut Kontak ( ) 78,00 76,00 74,00 72,00 70,00 68,00 66,00 64,00 62,00 60,00 58,00 56,00 73,11 69,84 66,67 64,99 Rm 0,4 0,6 0,7 Diameter Steel Ball (mm) Gambar 4.7 Grafik nilai rata-rata wettability dari spesimen shot peening. a) spesimen raw material, b) spesimen shot peening variasi diameter 0,4 mm, c) spesimen shot peening variasi diameter 0,6 mm, dan d) spesimen shot peening variasi diameter 0,7 mm Dari gambar 4.6, terlihat penurunan nilai wettability dari masingmasing spesimen. Nilai sudut kontak terbesar pada spesimen shot peening terdapat pada spesimen RM, dimana spesimen ini digunakan sebagai kondisi awal sebelum diberi perlakuan. Penurunan nilai wettability mulai terlihat seiring dengan membesarnya variasi perlakuan steel ball. Pada gambar 4.6 b), mulai terlihat penurunan nilai wettability pada spesimen variasi perlakuan diameter steel ball 0,4 mm. Perincian nilai wettability dari masing-masing spesimen terlihat pada tabel 4.3. Pengambilan data nilai wettability dari spesimen shot peening dilakukan sebanyak 3 kali untuk mengetahui nilai rata-rata dari besaran sudut kontak yang dimiliki. Apabila melihat tabel 4.3 terlihat bahwa nilai rata-rata wettability yang terkecil dimiliki oleh spesimen variasi perlakuan diameter steel ball 0,7 mm. Dari data yang dimiliki, proses perlakuan shot peening juga memiliki pengaruh terhadap nilai wettability suatu material. Seperti yang terdapat pada gambar 4.6, 4.7 dan tabel 4.3 yaitu semakin besar diameter 63

13 steel ball yang digunakan, maka nilai sudut kontak yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini memiliki hubungan dengan kekasaran permukaan dan kekerasan mikro nya. Apabila dihubungkan dengan dua parameter tersebut, maka pengurangan nilai wettability suatu material juga memiliki dampak secara langsung terhadap nilai kekerasan mikro dan kekasaran permukaannya. Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al (2015) bahwa semakin besar variasi diameter steel ball maka dapat mempengaruhi nilai wettability dari suatu permukaan material. Mengutip dari Rupp et al (2014) dalam Ahmed et al (2015) menjelaskan bahwa nilai wettability berpengaruh terhadap karakteristik permukaan seperti ikatan kimia di permukaan dan topografi permukaannya. Sifat fisik dari permukaan juga mempengaruhi dari penyebaran air pada saat melakukan kontak dengan permukaan material. Menurut Baier et al (1968) nilai wettability dari suatu permukaan material dipengaruhi oleh seberapa kasar permukaan dari material tersebut. Apabila suatu tetesan air di teteskan diatas permukaan yang memiliki kekasaran yang tidak terlalu kasar, maka nilai sudut kontak dari suatu permukaan juga akan besar. Begitu sebaliknya apabila suatu permukaan material diberi tetesan air yang permukaannya kasar, maka akan menghasilkan nilai sudut kontak yang kecil. Akan tetapi, dengan semakin kecilnya nilai wettability dari suatu permukaan material akan berdampak positif terhadap penggunaan implan pada pasien. Semakin kasar dan semakin suka air (hydrophobic) suatu material, terutama yang digunakan sebagai implan, akan berdampak terhadap penempelan sel dan keberhasilan pengikatan tulang pada saat implan terpasang (Wilson et al (2005) dan Deligianni et al (2001)). Menurut Ahmed et al (2015) interaksi yang terjadi antara permukaan terluar dari suatu biomaterial terhadap lingkungannya adalah proses yang sangat dinamis, dimana penempelan sel secara langsung dan tidak langsung dihasilkan oleh protein yang sebelumnya menempel pada permukaan. 64

14 Bagherifard et al (2015) menjelaskan bahwa pengaruh perlakuan shot peening merupakan faktor utama dalam menghambat penempelan bakteri pada implan seperti fisiokemikal yang berada di alam, akan tetapi tidak mampu memperbaiki kolonisasi bakteri untuk jangka panjang. Maka, dari foto wettability spesimen SS AISI 316L yang terdapat pada gambar 4.6 dapat dikatakan bahwa material ini mengalami proses perubahan menjadi hydrophobic. Hal ini dikarenakan nilai wettability yang semakin menurun sehingga material SS AISI 316L dapat digunakan untuk keperluan alat-alat medis Hasil dan Pembahasan Pengujian Kekerasan Mikro Nilai kekerasan yang dihasilkan selama perlakuan shot peening juga dapat mempengaruhi dari kekuatan material itu sendiri. Spesimen plat SS AISI 316L diuji menggunakan metode microvickers. Pada gambar 4.10 dan tabel 4.4 sampai dengan tabel 4.10 mempresentasikan perubahan nilai distribusi kekerasan pada spesimen shot peening. Tabel 4.4 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen RM Spesimen 1 No d1 d2 d rata-rata JARAK INDENTOR NILAI KEKERASAN (HVN) 1 13, ,75 0,05 245, ,5 0,1 254,4 3 13, ,25 0,15 228, , , , , , , ,

15 No d1 Tabel 4.5 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen RM Spesimen 2 d2 d ratarata JARAK INDENTOR NILAI KEKERASAN (HVN) ,05 274, ,1 274, ,15 274, ,2 274, ,25 236, ,3 236, ,35 236, ,4 236, ,45 236, ,5 236,5 Tabel 4.6 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen RM Spesimen 3 No d1 d2 d rata-rata JARAK INDENTOR NILAI KEKERASAN (HVN) ,05 274, ,1 274, ,15 274, ,2 274, ,25 236, ,3 236, ,35 236, ,4 236, ,45 236, ,5 236,5 66

16 Tabel 4.7 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,4mm Spesimen 1 No d1 d2 JARAK NILAI d rata-rata INDENTOR KEKERASAN (HVN) 1 11,5 11,5 11,5 0, ,5 2 11,5 11,5 11,5 0,05 350,5 3 11,5 11,5 11,5 0, , ,5 11,75 0,1 335, ,15 274, ,5 0,2 254, , , , ,4 206 No d1 Tabel 4.8 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,4mm Spesimen 2 d2 d ratarata JARAK NILAI KEKERASAN INDENTOR (HVN) 1 11, ,25 0, , ,05 321, , , ,1 321, ,15 321,9 6 12, ,25 0,2 308,9 7 13, ,75 0,25 245, ,3 236, ,35 236, ,4 236,5 67

17 Tabel 4.9 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,4mm Spesimen 3 No d1 d2 d ratarata INDENTOR (HVN) JARAK NILAI KEKERASAN , ,1 2 11, ,75 0,05 335,8 3 11, ,75 0, ,8 4 11, ,75 0,1 335, ,15 321, ,2 321, ,25 274,3 8 13, ,75 0,3 245, ,35 236, ,4 236,5 Tabel 4.10 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,6mm Spesimen 1 No d1 d2 JARAK NILAI d rata-rata INDENTOR KEKERASAN (HVN) , , ,05 383, , , ,1 321, ,15 321, ,2 274, ,5 0,25 220, ,3 236, ,5 0,35 220, ,5 0,4 220,5 68

18 Tabel 4.11 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,6mm Spesimen 2 JARAK NILAI d rata-rata No d1 d2 INDENTOR KEKERASAN (HVN) , , ,05 383, , , ,1 383, ,15 383, ,2 321, ,25 274,3 8 13, ,75 0,3 245, ,35 236, ,4 236,5 Tabel 4.12 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,6mm Spesimen 3 No d1 d2 JARAK d rata-rata NILAI KEKERASAN INDENTOR (HVN) , , ,05 383, , , ,1 383, ,15 383, ,2 321,9 7 12, ,75 0,25 285,2 8 13, ,25 0,3 264, ,35 236, ,4 236,5 69

19 Tabel 4.13 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,7mm Spesimen 1 No d1 d2 d rata-rata JARAK INDENTOR NILAI KEKERASAN (HVN) , ,1 2 11,5 11,5 11,5 0,05 350,5 3 11,5 11,5 11,5 0, ,5 4 12,5 12,5 12,5 0,1 296,7 5 12,5 12,5 12,5 0,15 296, ,2 236, ,5 0,25 220, ,5 0,3 220, ,5 0,35 220, ,5 0,4 220,5 No d1 d2 Tabel 4.14 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,7mm Spesimen 2 d rata-rata JARAK INDENTOR NILAI KEKERASAN (HVN) , , ,05 383, , , ,1 383, ,15 383, ,2 321, ,25 274, ,3 274, ,35 236, ,4 236,5 70

20 KEKERASAN (HVN) No d1 d2 Tabel 4.15 Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Variasi Diameter Steel Bal 0,7mm Spesimen 3 d rata-rata JARAK INDENTOR NILAI KEKERASAN (HVN) , , ,05 463,6 3 10, ,25 0, , ,1 383,1 5 11, ,75 0,15 335, ,2 321,9 7 13, ,25 0,25 264, ,3 236,5 9 13, ,75 0,35 245, ,4 236,5 600,0 500,0 400,0 RM 0,4 0,6 0,7 300,0 200,0, 100,0 0,0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 Jarak indentasi Gambar 4.8 Distribusi nilai kekerasan spesimen sesuai dengan variasi perlakuan shot peening. 71

21 Kekerasan (HVN) 400,0 350,0 300,0 250,0 200,0 240,1 289,5 315,2 321,2 150,0 100,0 50,0 0,0 RM 0,4 0,6 0,7 Diameter Steel Ball (mm) Gambar 4.9 Grafik Rata-Rata Nilai Distribusi Kekerasan Spesimen Shot Peening. Gambar 4.10 Bekas Injakan Kekerasan Micro Vickers pada Spesimen Shot Peening SS AISI 316L. Pada gambar 4.8 terlihat grafik nilai rata-rata distribusi kekerasan spesimen shot peening mengalami penurunan seiring dengan semakin jauhnya jarak indentasi dan gambar 4.9 terlihat grafik nilai rata-rata 72

22 distribusi kekerasan spesimen yang meningkat seiring dengan membesarnya ukuran diameter steel ball selama perlakuan shot peening Mengacu pada Ahmed et al (2014) dan Bagherifard et al (2015), penurunan nilai kekerasan juga berpengaruh terhadap efek yang ditimbulkan dari shot peening itu sendiri. Mengingat selama perlakuan yang terjadi terdapat pada bagian permukaan spesimen, maka nilai kekerasan tertinggi hanya terdapat pada bagian yang mendekati permukaan spesimen. Variasi diameter steel ball memiliki pengaruh dalam meningkatkan kekerasan spesimen. Seperti yang terlihat pada gambar 4.8 yang memperlihatkan distribusi nilai kekerasan pada bagian subpermukaan. Menurut data pada gambar 4.8, spesimen shot peening memiliki nilai kekerasan pada 5 titik awal dari 10 titik yang di uji. Terlihat bahwa nilai kekerasan pada 5 titik awal terdapat pada spesimen variasi diameter steel ball 0,6 mm. justru hal ini dirasa berbanding terbalik dimana seharusnya nilai kekerasan paling tinggi dimiliki oleh spesimen diameter steel ball 0,7 mm. Dimana peneliti sebelumnya seperti Ahmed (2015) dan Azar et al (2010) dimana perubahan variasi perlakuan dapat meningkatkan nilai kekerasan spesimen. Menurut Ahmed et al (2014), meningkatnya nilai kekerasan satu material akibat dari perlakuan permukaan yang diterima mengacu pada dislokasi massa jenis yang terjadi di dalam sub permukaan dimana juga terjadi perubahan struktur berupa pemadatan pada butiran-butiran di sub permukaan material tersebut. Biehler et al (2015) juga menjelaskan bahwa pengaruh cakupan penembakan terhadap tegangan sisa pada spesimen dapat berhubungan dengan beban siklus yang terjadi selama perlakuan berlangsung. Cakupan luasan penembakan adalah satu parameter yaitu jumlah tembakan dan intensitas tembakan yang menimpa permukaan spesimen selama perlakuan berlangsung. 73

23 Bagherifard et al (2016) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa perlakuan shot peening pada suatu material dapat meningkatkan nilai kekerasan di wilayah dekat permukaan spesimen. Nilai kekerasan mikro pada spesimen RM juga memiliki peningkatan pada daerah dekat ke permukaan yang dikarenakan oleh pengaruh proses pemotongan sehingga menghasilkan perubahan struktur mikro di subpermukaannya. Hal ini memiliki kesamaan dengan nilai kekerasan pada spesimen RM yang dimiliki oleh penulis. Peningkatan nilai kekerasan juga berpengaruh dengan variasi perlakuan shot peening pada permukaan spesimen. Semakin besar energi kinetik yang diterima oleh permukaan maka dapat meningkatkan nilai distribusi kekerasan spesimen. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Shen et al (2010) dan Bagherifard et al (2009) dalam Hashemi et al (2011) bahwa perlakuan shot peening memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan permukaan dan pada subpermukaan spesimen. Hal ini dipengaruhi oleh adanya tegangan akibat tekanan tumbukan, pengerasan, perbaikan butiran dan regangan yang diakibatkan perubahan struktur martensit pada permukaan selama perlakuan berlangsung. Dari penjelasan tersebut, maka hasil pengujian kekerasan mikro yang dilakukan oleh penulis memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti yang disebutkan pada penjelasan tadi. Apabila melihat data yang dimiliki oleh penulis, nilai distribusi kekerasan pada penampang melintang spesimen shot peening memiliki peningkatan pada setiap variasi diameter steel ball yang digunakan selama perlakuan berlangsung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa perbedaan nilai distribusi kekerasan pada masing-masing spesimen bisa diakibatkan karena kesalahan penulis sendiri selama penelitian berlangsung, seperti kesalahan dalam memotong hingga kesalahan yang terjadi selama perlakuan shot peening berlangsung. Pengujian kekerasan mikro dilakukan menggunakan metode micro Vikcers dengan pembebanan sebesar 25 gf. Jumlah titik yang diuji sebanyak 74

24 10 titik. Jarak yang digunakan yaitu dari tepi ke titik ke -5 diberi jarak 25 µm, sementara dari titik 6 ke titik ke 10 diberi jarak 50 µm Hasil dan Pembahasan Pengujian Korosi Hasil dan Pembahasan dari pengujian korosi yang dilakukan pada spesimen SS AISI 316L yang diberi perlakuan shot peening juga memiliki perbedaan dari setiap variasi diameter steel ball. Hasil dari pengujian korosi berupa diagram Tafel dan grafik dapat dilihat pada gambar 4.11, gambar 4.12 dan tabel Gambar 4.11 Diagram Tafel Uji Laju Korosi Spesimen Shot Peening 75

25 Laju Korosi (mpy) Tabel 4.16 Parameter Hasil Pengujian Korosi. Parameter Spesimen Shot Peening Pengujian RM 0,4 mm 0,6 mm 0,7 mm Ecorr (mv) -1221,1-1150,9-1153,4-1143,5 Rp (Ω*cm^2) 2,86E+02 2,14E+02 2,05E+02 1,95E+02 r^2 0,9781 0,989 0,9957 0,9972 Icorr (µa/cm^2) 200,23 227,32 255,6 257,52 βc (mv) ,5-239,2-242,9 r^2 0,9992 0,9994 0,999 0,9989 βa (mv) 1882,8 612,4 461,9 436 Parameter Pengujian Spesimen Shot Peening RM 0,4 mm 0,6 mm 0,7 mm Ecorr (mv) -1185,5-1105,1-1127,1-1126,2 Rp (Ω*cm^2) 5,51E+02 1,82E+02 2,34E+02 1,81E+02 r^2 0,9688 0,9969 0,9923 0,9976 Icorr (µa/cm^2) -149,62-246,53-186,9-227,85 βc (mv) -217,3-222,9-204,4-214,6 r^2 0,9993 0,9982 0,9982 0,9983 βa (mv) 2226,3 353,6 410,9 319,5 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 38,42 39,36 35,88 28,37 RM 0,4 0,6 0,7 Diameter Steel Ball (mm) Gambar 4.12 Grafik rata-rata nilai laju korosi spesimen shot peening SS AISI 316L dalam mpy (mill per year). 76

26 Tabel 4.17 Golongan Tingkat Korosivitas dari Suatu Spesimen berdasarkan Relative Corrosion Resistance (Chodijah, 2008). Relative Corrosion Resistance mpy mm / yr µm / yr nm / h pm / s Sangat Tahan 1 5 0,02 0, Tahan ,1 0, Sedang , Mudah Sangat Mudah >200 >5 >5000 >500 >200 Pada tabel 4.16 berisi parameter pengujian korosi menggunakan metode elektrokimia dan gambar 4.12 yang memperlihatkan diagram tafel dari hasil pengujian korosi. Pada gambar 4.11 terlihat grafik laju korosi dari spesimen SS AISI 316L yang diberi perlakuan shot peening. Dapat dilihat bahwa spesimen RM (Raw Material) memiliki laju korosi yang paling rendah. Dari variasi yang digunakan, terlihat variasi diameter steel ball 0,7 mm memiliki nilai laju korosi paling tinggi. Apabila melihat dari nilai laju korosi yang dimiliki oleh spesimen RM, terjadi peningkatan laju korosi yang cukup signifikan. Sementara untuk spesimen dengan variasi diameter steel ball 0,6 mm dan 0,7 mm menunjukkan efek yang tidak terlalu berarti terhadap laju korosi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al (2015) bahwa besaran media abrasif yang digunakan selama perlakuan memiliki pengaruh yang tidak terlalu signifikan terhadap laju korosi. Hal ini dapat terlihat dari kenaikan dan penurunan nilai rata-rata laju korosi pada masing-masing spesimen shot peening. Dimulai dari spesimen variasi perlakuan diameter 0,4 mm dengan 0,6 mm. Perbedaan nilai laju korosi pada kedua spesimen tersebut hanya terpaut 0,2 mpy. Peningkatan laju korosi juga terlihat pada spesimen variasi perlakuan diameter 0,7 mm 77

27 dimana memiliki laju korosi paling tinggi dari spesimen yang digunakan dalam penelitian. Dari data pada gambar 4.11 dapat diartikan bahwa penggunaan variasi diameter bola baja dapat mempengaruhi ketahanan korosi pada material (Ahmed et al, 2015). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al (2015) menjelaskan bahwa semakin kecil penggunaan diameter bola baja mempengaruhi nilai kerapatan arus yang di dapat selama pengujian korosi. Kekasaran permukaan yang dihasilkan dari perlakuan shot peening juga berpengaruh apakah spesimen tersebut memiliki laju korosi yang tinggi atau tidak. Dalam penelitian yang lain Ahmed et al (2014) yang mengutip dari Lee et al (2009) dan Hao et al (2009) menjelaskan bahwa spesimen yang diberi perlakuan shot peening mengalami penurunan ketahanan korosinya seiring dengan terbentuknya permukaan yang semakin kasar. Permukaan yang kasar dan heterogenitas yang terjadi pada permukaan juga dipengaruhi dari penggunaan intensitas perlakuan (termasuk penggunaan variasi diameter steel ball). Semakin tinggi kekasaran dan tingginya heterogenitas suatu permukaan justru merupakan satu hal yang memungkinkan untuk terjadinya korosi lubang pada permukaan spesimen. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Geng et al (2015) dimana morfologi permukaan spesimen berupa bentuk permukaan berpengaruh terhadap ketahanan korosi suatu material. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Geng et al (2015), dijelaskan bahwa celah antara bekas tembakan material abrasif dengan matriks permukaan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada lembaran pasif hasil dari perlakuan permukaan. Dengan terjadinya diskontinuitas lembaran pasif hasil perlakuan permukaan, maka kemungkinan untuk mendapatkan nilai Icorr yang tinggi juga semakin besar. Chen et al (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa salah satu faktor meningkatnya ketahanan korosi suatu material adalah terjadinya 78

28 difusi unsur Kromium (Cr) di dalam spesimen ke permukaan akibat dari terbentuknya butiran nano yang dihasilkan setelah perlakuan. Khusus untuk spesimen dengan variasi perlakuan steel ball 0,6mm memiliki nilai ketahanan korosi yang lebih baik daripada spesimen variasi perlakuan 0,4mm dan 0,7mm. Menurut hipotesa penulis, seperti yang terlihat pada gambar 4.4 pada spesimen perlakuan steel ball 0,6mm memiliki bentuk butiran yang memadat dengan jumlah lebih banyak akibat dari proses deformasi yang terjadi selama perlakuan berlangsung sehingga adanya difusi dari unsur Kromium (Cr) sehingga permukaan spesimen variasi perlakuan steel ball 0,6mm menjadi lebih tahan korosi daripada spesimen variasi perlakuan steel ball 0,4mm dan 0,7mm. Unsur Klorida yang terdapat pada cairan SBF juga yang menyebabkan terjadinya korosi pada permukaan spesimen SS AISI 316L. Dari penjelasan diatas, maka hal tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dimana proses perlakuan shot peening justru dapat meningkatkan laju korosinya. Cacat yang diakibatkan dari perlakuan shot peening memiliki pengaruh terhadap laju korosi dari spesimen SS AISI 316L. Menezes et al (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dalam pengujian laju korosi diambil dua parameter hasil, yaitu Ecorr (nilai potensial laju korosi) dan Icorr (nilai kerapatan arus laju korosi). Dua parameter tersebut dapat dikatakan sebagai acuan apakah satu material memiliki ketahanan korosi yang baik atau tidak. Apabila selama pengujian antar spesimen memiliki nilai Ecorr yang sama tetapi nilai Icorr tinggi, maka dapat dikatakan bahwa spesimen tersebut korosif. Apabila nilai Icorr yang didapat setelah pengujian lebih rendah dari spesimen sebelumnya, maka dapat dikatakan spesimen tersebut tidak korosif. Dari perhitungan untuk mencari laju korosi yang dilakukan oleh penulis dan setelah di rata-rata, maka spesimen SS AISI 316L memiliki ketahanan korosi yang sedang berdasarkan pada kriteria yang terdapat pada 79

29 table Sehingga, dapat dikatakan bahwa material SS AISI 316L dapat digunakan untuk pembuatan implan tetapi hanya untuk jangka pendek. 80

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Proses Shot peening Perlakuan shot peening pada material stainlees steel 304 memiliki pengaruh yang dapat dilihat pada gambar 4.1.(a) raw material, material sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan disajikan dalam bentuk gambar dan grafik. Penyajian dalam bentuk gambar dan grafik dengan tujuan agar lebih mudah dalam menganalisa dan memudahkan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING

PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEKERASAN MATERIAL BIOMEDIK PLAT PENYAMBUNG TULANG STAINLESS STEEL AISI-304 Syahrudiyannto 1,a, Aris Widyo

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI SUDUT PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKASARAN PERMUKAAN, DAN WETTABILITY PADA STAINLESS STEEL AISI-304

PENGARUH VARIASI SUDUT PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKASARAN PERMUKAAN, DAN WETTABILITY PADA STAINLESS STEEL AISI-304 PENGARUH VARIASI SUDUT PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKASARAN PERMUKAAN, DAN WETTABILITY PADA STAINLESS STEEL AISI-34 Adi sulaiman 1,a, Aris Widyo Nugroho 1,b, Sunardi 1,c

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Pembuatan Alat Shot Peening 1. Bahan a. Kotak plastik dengan kapasitas 10 liter b. Selang kompor gas dengan diameter 15 mm c. Plat baja d.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1. Pembuatan Mesin Shot Peening 1. Alat a. Mesin las listrik b. Kunci kombinasi c. Gergaji besi d. Mesin penekuk plat e. Gerinda potong f. Mistar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Kajian Pustaka Perlakuan shot peening merupakan salah satu treatment yang bertujuan untuk memberikan tegangan sisa tekan pada permukaan suatu komponen yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Spesimen 4.1.1. Proses Pengelasan Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap masing-masing benda uji, pada pengelasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Anodizing Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan variasi intensitas arus 0,016A/mm 2, 0,022A/mm 2, 0,028A/mm² dan waktu pencelupan 10 menit, terdapat kegagalan atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Shot peening merupakan salah satu perlakuan permukaan yang bertujuan untuk memberikan tegangan sisa tekan pada permukaan suatu komponen sehingga dapat memperbaiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan disampaikan mengenai metode penelitian yang meliputi alat dan bahan penelitian yang digunakan beserta proses pembuatannya, parameter-parameter yang digunakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Shot peening merupakan metode perlakuan dingin (cold working) yang bertujuan untuk memperbaiki karakteristik permukaan seperti kekerasan permukaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Shot peening bukanlah hal yang asing lagi di dunia engginering. Telah ada beberapa penelitian tentang perlakuan ini. Beberapa penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit.

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Anodizing Hasil anodizing spesimen aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit yang dijaga antara 40-45 o C dan waktu pencelupan anodizing selama 5, 10 dan 15 menit dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan pada material logam implant bisa terjadi dengan beberapa mekanisme, diantaranya kegagalan karena korosi, mekanikal, fatigue, korosi jaringan, over loading,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan prosedur pengujian pada Bab III maka didapatkan hasil pengujian Imersi, Potensiodinamik dan SEM sebagai berikut : 4.1 Hasil Pengujian Immerse Dari hasil

Lebih terperinci

JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS

JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS PENYUSUN : HERI WIBOWO, MT. PENYUSUN LAPORAN : NAMA... NIM... KELOMPOK/ KELAS... JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Pada persiapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini bermaksudkan untuk mengurangi terjadinya kesalahan dan penghentian yang terlalu lama sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di INLASTEK (Institut Las Teknik) Surakarta dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Sidang TUGAS AKHIR Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Latar Belakang Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 Batasan Masalah Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 PERMASALAHAN Abdul Latif Mrabbi /

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk mempermudah penelitian proses anodizing maka dibuat diagram alir penelitian proses anodizing, dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1. Mulai Observasi

Lebih terperinci

Peningkatan Ketahanan Korosi Pada Material Biomedik Plat Penyambung Tulang SS 304 Dengan Gabungan Metode Shot peening dan Electroplating Ni-Cr

Peningkatan Ketahanan Korosi Pada Material Biomedik Plat Penyambung Tulang SS 304 Dengan Gabungan Metode Shot peening dan Electroplating Ni-Cr 160 JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 18, No. 2, 160-167, November 2015 Peningkatan Ketahanan Korosi Pada Material Biomedik Plat Penyambung Tulang SS 304 Dengan Gabungan Metode Shot peening dan Electroplating

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan proses pengelasan gesek (friction welding) dan pengujian tarik dari setiap spesimen benda uji, maka akan diperoleh data hasil pengujian. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4 cm BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Makro dan Mikro Gambar 5.1 menunjukkan bahwa pengelasan MFSW dengan feedrate 1 mm/min mengalami kegagalan sambungan dimana kedua pelat tidak menyambung setelah

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, baja HSLA 0.03% Nb digunakan sebagai benda uji. Proses pemanasan dilakukan pada benda uji tersebut dengan temperatur 1200 0 C, yang didapat dari persamaan 2.1.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai langkah-langkah dalam melakukan penelitian, diagram alir penelitian, proses pengujian tarik geser, proses pengujian kekerasan dan proses

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro. 30 III. METODOLOGI 3.1 Material dan Dimensi Spesimen Bahan yang dipilih dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah. Baja karbon ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Stara -1. Pada Progran Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Stara -1. Pada Progran Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, STRUKTUR MAKRO, KEKASARAN, KETEBALAN DAN KEKERASAN MENGGUNAKAN STEEL BALL 0.7 MM PADA MATERIAL STAINLESS STEEL AISI-304 TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN BAB IV HASIL PENGUJIAN 4.1 Komposisi Kimia Baja yang digunakan untuk penelitian ini adalah AISI 1010 dengan komposisi kimia seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1. AISI 1010 Tabel 4.1. Komposisi kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode analisa, yaitu suatu usaha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode analisa, yaitu suatu usaha 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan beberapa pengujian dengan tujuan mengetahui hasil pengelasan preheat setelah PWHT, pengujian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai

Lebih terperinci

Tingkat Kekasaran Permukaan Stainless Steel 316L Akibat Tekanan Steelballpeening

Tingkat Kekasaran Permukaan Stainless Steel 316L Akibat Tekanan Steelballpeening Tingkat Kekasaran Permukaan Stainless Steel 316L Akibat Tekanan Steelballpeening Rudianto Raharjo a *, Teguh Dwi Widodo b, Bayu Satriya Wardhana dan Septian Wahyutama Jurusan Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc SIDANG TUGAS AKHIR oleh : Rosalia Ishida NRP 2706 100 005 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc Dalam penggunaannya, baja sering mengalami kerusakan, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Proses Melting Route Aluminum foam Jika semua tahapan proses pembuatan aluminum foam dengan metode melt route dilakukan, maka dihasilkan produk aluminum foam utuh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil pengamatan kecerahan spesimen anodizing Setelah dilakukan pengujian maka diperoleh data-data pengujian material. Kemudian data dijelaskan pada sub-sub pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

Teknika ATW(2013) halaman 1

Teknika ATW(2013) halaman 1 PENGARUH KUAT ARUS TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI LAPISAN CHROMATE COATING PADA LOGAM ALUMINIUM Oleh: Bambang Hari P 1), Y. Yulianto K 2), Martinus Heru P 3) 1); 2); 3) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Muhammad Nanang Muhsinin 2708100060 Dosen Pembimbing Budi Agung Kurniawan, ST,

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 1 Januari 2017; 10-14 STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L Ojo Kurdi Departement Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

MICRO HARDNESS TESTER

MICRO HARDNESS TESTER MICRO HARDNESS TESTER I. PENDAHULUAN Ada beberapa cara pengukuran kekerasan yang cukup dikenal dalam litbang material di antaranya adalah uji kekerasan gores, uji kekerasan pantul (dinamis) dan uji kekerasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penelitian yang dilakukan sesuai dengan diagram alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 3.2. ALAT DAN BAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3. 1Diagram Alur Penelitian Mulai Studi literatur Identifikasi masalah Persiapan spesimen uji Pemilihan material spesimen ( baja SS-400 ) Pemotongan dan pembuatan kampuh las Proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Spesifikasi bearing Metode pengujian Persiapan Pengujian: Pengambilan bahan pengujian bearing baru, bearing bekas pakai dan bearing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua. logam atau lebih yang menggunakan energi panas.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua. logam atau lebih yang menggunakan energi panas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua logam atau lebih yang menggunakan energi panas. Teknologi pengelasan tidak hanya digunakan untuk memproduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengelasan Pada FSW Hasil pengelasan menggunakan metode friction stir welding ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pengelasan dengan metode FSW merupakan pengelasan yang terjadi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi PENGARUH SHOT PEENING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN SIFAT MEKANIS SAMBUNGAN FRICTION STIR WELDING PADA ALUMINIUM SERI 5083 Wartono, Sutrisna Jurusan Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional,

Lebih terperinci

PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR

PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMEN DAN PENDEKATAN ELEMEN HINGGA UNTUK MENENTUKAN JARAK OPTIMAL ANTAR MANIK LAS PADA PENGELASAN RSW BAJA SPCD Disusun Oleh : Antony Rizky Allesa NRP. 2104 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti pada saat ini, banyak orang beranggapan bahwa kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat mahal. Kesehatan seseorang bisa terganggu akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 3.2. Studi Pustaka dan Survey Lapangan Studi pustaka menggunakan literature dari buku dan jurnal sedangkan survey lapangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama mencakup peralatan pembuatan paduan Al-Si dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan implan tulang (osteosynthesis) dalam negeri meningkat seiring dengan jumlah korban patah tulang akibat bencana alam dan kecelakan yang terjadi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengelasan Pada FSW Pengelasan menggunakan metode friction stir welding ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pengelasan dengan metode FSW ini merupakan pengelasan yang terjadi

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 PENDAHULUAN Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang memberikan umur pahat yang optimal dari pahat HSS dengan memvariasikan kecepatan potong

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEKERASAN PADA LEFT HAND MAIN LANDING GEAR AXLE SLEEVE HASIL PROSES SHOT PEENING

ANALISIS TINGKAT KEKERASAN PADA LEFT HAND MAIN LANDING GEAR AXLE SLEEVE HASIL PROSES SHOT PEENING ANALISIS TINGKAT KEKERASAN PADA LEFT HAND MAIN LANDING GEAR AXLE SLEEVE HASIL PROSES SHOT PEENING Ir. Indra Setiawan,MBA 1, Bayu Priyadi 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Dosen Penguji... Error! Bookmark not defined. persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak...

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MEKANIK STATIS BAJA UNS G10450 YANG MENGALAMI PROSES SHOT PEENING. Dini Cahyandari * ) Abstrak

KARAKTERISTIK MEKANIK STATIS BAJA UNS G10450 YANG MENGALAMI PROSES SHOT PEENING. Dini Cahyandari * ) Abstrak KARAKTERISTIK MEKANIK STATIS BAJA UNS G10450 YANG MENGALAMI PROSES SHOT PEENING Dini Cahyandari * ) Abstrak Shot peening adalah proses pengerjaan dingin pada permukaan material dengan cara penyemprotan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi pemesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas konvensional

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 Oleh: Pathya Rupajati (2706 100 039) Dosen Pembimbing: Prof.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN ph 3 ph 7 ph 12 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian. 26 3.2 MATERIAL YANG DIGUNAKAN Material yang digunakan dalam pengujian korosi ini adalah jenis

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan Sampel Pemotongan Sampel Sampel 1 (tanpa perlakuan panas) Perlakuan panas (Pre heat 600 o C tiap sampel) Sampel 2 Temperatur 900 o C

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Langkah-langkah utama dalam proses pengelasan dengan metode FSW dapat dilihat pada Gambar 3.1. Mulai Identifikasi Masalah Persiapan Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengukur nilai sifat fisis, sifat mekanik dan sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip Galvanizing. Sifat fisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Pemilihan Bahan. Proses Pengelasan. Pembuatan Spesimen. Pengujian Spesimen pengujian tarik Spesimen struktur mikro

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Pemilihan Bahan. Proses Pengelasan. Pembuatan Spesimen. Pengujian Spesimen pengujian tarik Spesimen struktur mikro BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian 3.1.1. Diagram Alir Penelitian Mulai Pemilihan Bahan Proses Pengelasan Pembuatan Spesimen Pengujian Spesimen pengujian tarik Spesimen struktur mikro Menganalisa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Pengaruh tegangan dan..., Budi 37 Setiawan, FT UI, 2008 3.2. MATERIAL YANG DIGUNAKAN Material yang digunakan dalam

Lebih terperinci