Raycasting Pada Augmented Reality Dimensi Tiga

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

21 Juli Presentasi Sidang Tugas Akhir

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

Aplikasi Peta Interaktif Berbasis Teknologi Augmented Reality Kawasan Pariwisata Pulau Bawean

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Sistem Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem informasi yang

VISUALISASI GERAKAN OBJEK 3D PADA AUGMENTED REALITY DENGAN DETEKSI TUMBUKAN BERBASIS BOUNDING BOX

Markerless Augmented Reality Pada Perangkat Android

BAB IV IMPLEMENTASI SISTEM DAN EVALUASI. Aplikasi Virtual Punch Training ini membutuhkan Kinect sebagai media

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN PETA TIGA DIMENSI INTERAKTIF JURUSAN ARSITEKTUR INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MENGGUNAKAN UNREAL ENGINE

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. tersebut, tampilan layar program, serta petunjuk penggunaan program.

3.2.1 Flowchart Secara Umum

BAB III LANDASAN TEORI

Bab V Metode Penelitian

IMPLEMENTASI SENSOR KAMERA KINECT UNTUK MENGUKUR PANJANG OBJEK BENDA MENGGUNAKAN METODE ITERATIVE CLOSEST POINT. Tugas Akhir

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menekankan pada objek virtual tiga dimensi gedung-gedung

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel

SISTEM KAMERA DENGAN PAN-TILT TRIPOD OTOMATIS UNTUK APLIKASI FOTOGRAFI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP.

BAB 1 PENDAHULUAN. Augmented Reality menjadi semakin luas. Teknologi Computer Vision berperan

RANCANG BANGUN APLIKASI PROMOSI APARTEMEN DENGAN FITUR TIGA DIMENSI MENGGUNAKAN UNITY 3D (STUDI KASUS : DR APARTEMEN SUKOLILO SURABAYA)

Tugas Akhir PANDITYA WIRANGGA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

PENGEMBANGAN PETA INTERAKTIF TIGA DIMENSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER MENGGUNAKAN UNREAL ENGINE

Pengembangan Sistem Konversi Citra ke G-Code untuk Aplikasi Manufaktur

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menjalankan aplikasi ini adalah : Prosesor Pentium IV 2.6 Ghz. Graphic Card dengan memori minimum 64 MB

IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Interior Design in Augmented Reality Environment

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION

ANALISIS. memungkink. haji. berikut.

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

pbab 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM APLIKASI uji coba terhadap program aplikasi pengenalan plat nomor kendaraan roda empat ini,

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. simulasi untuk mengetahui bagaimana performanya dan berapa besar memori

Rancang Bangun Sistem Pelacakan Obyek Menggunakan CCTV dan Webcam. Kampus ITS, Surabaya

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan yang semakin modern menuntut manusia untuk selalu

Implementasi Augmented Reality pada Pemodelan Tata Surya

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

DEFORMASI OBYEK TIGA DIMENSI DENGAN METODE LAPLACIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. akan dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan aplikasi. Untuk itulah,

Interior Design in Augmented Reality Environment

BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANG BANGUN SISTEM PELACAKAN OBJEK SECARA REAL TIME BERDASARKAN WARNA

BAB III ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Program aplikasi rute pengiriman barang dengan algoritma Genetik ini dibuat

Implementasi Augmented Reality Pada Brosur Pemasaran Perumahan Vila Dago Boulevard Pamulang

Pengembangan Sistem Identifikasi Telapak Tangan dengan Menggunakan Metode Filter Bank Gabor

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN OBJEK VISUAL UNTUK PENGAMANAN DAN PEMANTAUAN FASILITAS PLTA

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Saat melakukan perancangan program aplikasi ini digunakan hardware dan

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB III ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Pengujian

Oleh : Deni Purwanti Dosen Pembimbing : 1. Drs.Soetrisno, MI. Komp 2. Drs. I Gst. Ngr. Rai Usadha, M.Si

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

Bab III. Analisa dan Perancangan Sistem

Panorama 360 o untuk Virtual Touring pada Museum Tugu Pahlawan Surabaya

BAB 4. komponen yang sangat berperan penting, yaitu komponen perangkat keras

ANALISIS PENGGUNAAN METODE MARKER TRACKING PADA AUGMENTED REALITY ALAT MUSIK TRADISIONAL JAWA TENGAH

MENERAPKAN APLIKASI AUGMENTED REALITY PADA OBYEK-OBYEK MUSEUM RADYA PUSTAKA. Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB IV METODE PENELITIAN. Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 5.86GT/s, Cache 12MB, Quad-Core, Socket LGA1366 (No HSF)

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

NASKAH PUBLIKASI MENERAPKAN APLIKASI AUGMENTED REALITY PADA OBJEK-OBJEK MUSEUM RADYA PUSTAKA

Rancang Bangun Aplikasi Piano Virtual Menggunakan Teknologi Augmented reality dan Vuforia SDK

BAB I PENDAHULUAN. maupun non verbal. Komunikasi secara verbal menggunakan kata-kata lisan untuk. mengungkapkan ekspresi penggunanya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Fino Nurcahyo Nugrohoadi

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

PEMBUATAN BROSUR PERUMAHANA BERBASIS AUGMENTED REALITY DENGAN PERMODELAN 3D ABSTRAKS

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) A-20

PENGEMBANGAN PETA INTERAKTIF TIGA DIMENSI GEDUNG UTAMA PT. SEMEN INDONESIA ( PERSERO ) Tbk. WILAYAH TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN UNREAL ENGINE RANDY

PEMBIMBING : Dr. Lulu Chaerani Munggaran, SKom., MMSI

Rancang Bangun Sistem Kontrol Level dan Pressure Steam Generator pada Simulator Mixing Process di Workshop Instrumentasi

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Kholid Fathoni, S.Kom., M.T.

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 Raycasting Pada Augmented Reality Dimensi Tiga Wahyu Setyo Budi, Supeno Mardi Susiki Nugroho, dan Christyowidiasmoro Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: Wahyu.setyo.budi10@mhs.ee.its.ac.id, mardi@ee.its.ac.id, christyowidiasmoro@ee.its.ac.id Abstrak Augmented reality saat ini adalah sebuah teknologi yang digunakan secara luas di berbagai bidang, seperti permainan digital, hiburan, periklanan, bahkan pendidikan. Teknologi augmented reality saat ini terbatas pada memunculkan objek virtual pada lingkungan nyata dua dimensi. Munculnya objek pada augmented reality juga masih tergantung pada posisi marker, sehingga interaksi antara objek virtual dan lingkungan nyata masih sangat terbatas. Pada pengerjaan tugas akhir ini solusi yang ditawarkan adalah dengan menggunakan kamera kedalaman untuk memberikan interaksi objek virtual pada augmented reality pada lingkungan nyata dimensi tiga. Interaksi ini dimungkinkan dikarenakan solusi yang ditawarkan menggunakan algoritma iterative closest point untuk mendapatkan rekonstruksi dimensi tiga dari lingkungan nyata dan dapat melakukan camera tracking, sehingga interaksi yang terbatas pada adanya marker dapat dihilangkan. Kata Kunci Augmented reality, Kinect. A I. PENDAHULUAN UGMENTED reality adalah sebuah teknologi yang saat ini sudah digunakan pada bidang yang sangat luas, seperti permainan digital, hiburan, periklanan bahkan pendidikan. Munculnya objek pada augmented reality juga masih tergantung pada posisi marker, sehingga interaksi antara objek virtual dan lingkungan nyata masih terbatas. Pada penelitian sebelumnya dengan judul fixed point augmented reality menggunakan Kinect [1], telah didapatkan hasil berupa sistem augmented reality yang mampu menghilangkan keterbatasan interaksi terhadap marker, namun posisi kamera harus statis. Pada tugas akhir ini solusi yang ditawarkan adalah sebuah sistem augmented reality yang di dalamnya terdapat fungsi camera tracking yang mampu menghitung posisi relatif kamera terhadap lingkungan nyata, sehingga posisi kamera dapat bergerak secara bebas. Gambar 1 Desain program. II. DESAIN SISTEM DAN IMPLEMENTASI Gambar 1 merupakan desain dari sistem secara keseluruhan. Sistem terbagi atas dua program utama, yaitu program untuk melakukan rekonstruksi dimensi tiga dan program untuk menjalankan fungsi augmented reality. A. Rekonstruksi Dimensi Tiga Rekonstruksi dimensi tiga dari objek nyata menggunakan kamera Kinect dan menggunakan perangkat lunak dengan bantuan pustaka Kinect Fusion dari Kinect SDK. Proses rekonstuksi dimensi tiga terdiri dari lima bagian utama[2]. 1) Pengambilan data kedalaman dari kinect Pada penggunaan kamera Kinect, data kedalaman dapat diaktifkan dengan cara mengaktifkan fungsi DepthStream pada pustaka Kinect SDK. Data kedalaman yang digunakan pada aplikasi ini memiliki resolusi 320 x 240 piksel. Resolusi kecil diambil agar pemrosesan data kedalaman dapat dilakukan dengan cepat, dikarenakan permrosesan data kedalaman dengan ukuran yang besar memerlukan sumber daya yang sangat besar. 2) Konversi Depth Map Data yang didapatkan dari Kinect sebenarnya adalah data dua dimensi yang berada dalam koordinat gambar. Dalam konversi ini, data dalam koordinat gambar akan dirubah menjadi data dalam data tiga dimensi pada koordinat kamera yang disebut sebagai vertice. Konversi diperlukan karena data yang dapat diproses untuk tahap selanjutnya adalah datayang memiliki data x, y, dan z. Proses konversi dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan matematis dengan memperhitungkan parameter intrinsik dari kamera Kinect. 3) Menghitung Point Normal Langkah selanjutnya adalah menghitung arah normal dari setiap titik yang ada pada depth map. Tujuan dari perhitungan point normal ini adalah untuk mengetahui arah orientasi normal dari suatu titik terhadap titik-titik yang ada di

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 2 sekelilingnya. Arah ini nantinya akan disimpan pada setiap titik yang ada. 4) Camera Tracking Iterative Closest Point (ICP) adalah sebuah algoritma yang digunakan untuk alignment dua buah bentuk dimensi tiga. ICP menghitung posisi kamera pada setiap depth frame dengan cara melakukan alignment antara frame yang diproses dengan frame sebelumnya. Pada tahap ini, frame yang diproses dengan frame sebelumnya tidak boleh memiliki jarak yang sangat jauh. Hal ini disebabkan karena algoritma Iterative Closest Point menggunakan metode penghitungan jarak terdekat antara kedua titik untuk mencari korespondensi. Perbedaan yang jauh akan membuat algoritma ini gagal mencari korespondensi karena kesalahan estimasi yang akhirnya menghasilkan galat yang sangat besar. Ilustrasi algoritma ICP dalam melakukan proses alignment dari dua buah depth map dapat dilihat pada gambar 2. 1) Atur Parameter Kamera Pada proses sebelumnya telah didapatkan parameter ekstrinsik dari kamera yaitu berupa matrix 4x4 pada persamaan 1. m1 [ m2 m3 m4 m5 m6 m7 m8 m9 m10 m11 m12 m13 m14 ] m15 m16 Persamaan 1 didekomposisi sehingga menjadi parameter yang digunakan pada aplikasi Augmented reality yang menggunakan Microsoft XNA Game Studio. Beberapa parameter yang diperlukan adalah posisi kamera (persamaan 2), target kamera (persamaan 3), pitch (persamaan 4), roll (peramaan 5), dan yaw (persamaan 6). Pada saat inisiasi awal, semua parameter tersebut bernilai nol. x m1 m5 m9 [ y] = [ m2 m6 m10] z m3 m7 m11 T m13 [ m14] m15 (1) (2) x m1 m5 m9 [ y] = [ m2 m6 m10] z m3 m7 m11 T 0 [ 0] 1 Gambar 2 Ilustrasi algoritma ICP Dengan menggunakan algoritma ICP pada pustaka Kinect Fusion, luaran yang didapatkan adalah parameter ekstrinsik dari kamera yaitu berupa matrix 4x4 [3]. 5) Volumetric Integration [2] Pustaka Kinect fusion menggunakan volumetric surface representation sebagai representasi dari rekonstruksi dimensi tiga dari objek nyata. Integrasi dari depth data terhadap volume dilakukan pada setiap frame secara terus menerus sampai program dihentikan. Proses integrasi menggunakan running average untuk mengurangi noise. Pada saat kamera bergerak memindai lingkungan nyata, lubang yang ada pada volume akan terisi. Volume akan menjadi lebih detail ketika kamera mendekati lingkungan nyata dan mendapatkan depth data dengan resolusi yang lebih tinggi. B. Aplikasi Augmented Reality Setelah proses rekonstruksi dimensi tiga, beberapa data akan digunakan oleh aplikasi augmented reality sebagai data masukan. Proses ini terbagi menjadi empat bagian utama. pitch = atan2(m7, m11) rad roll = atan2(m2, m1) rad yaw = atan2 ( m3, m7 2 + m11 2 ) rad 2) Render Data RGB Kamera Kinect menangkap gambar RGB dengan kecepatan sebesar 30 fps. Untuk keperluan augmented reality, gambar yang ditangkap oleh kamera Kinect harus ditampilkan pada bagian program kedua. Streaming video ini nantinya akan digambar pada XNA sebagai sebuah texture yang berada pada sebuah persegi panjang di depan kamera. Video tersebut akan selalu diperbarui pada setiap frame. 3) Render Objek Virtual Pada augmented reality ini, program akan memunculkan objek virtual pada lingkungan nyata. Posisi dari keluarnya objek virtual telah ditentukan sebelumnya pada satu koordinat x, y, z. (3) (4) (5) (6)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 3 Pada program ini, objek virtual akan selalu berada pada posisi yang sama walaupun posisi kamera bergerak. Posisi objek virtual yang selalu berada pada posisi yang tetap walaupun terjadi pergerakan kamera dapat dilihat pada gambar 3.7 a dan 3.7 b. Pada gambar tersebut posisi objek virtual yang berupa teko selalu berada pada posisi yang sama walaupun kamera bergeser. terkena cahaya nantinya akan diambil dan digunakan sebagai depth masking pada augmented reality. (a) (b) Gambar 5 Ilustrasi raycast Gambar 5 adalah ilustrasi raycasting. Titik berwarna kuning adalah sumber raycast yang berupa kamera dan garis kuning adalah ilustrasi cahaya yang diarahkan ke rekonstruksi dimensi tiga. Gambar 3 (a) dan (b) Hasil render objek virtual dari sudut pandang berbeda. Mulai A Sebelum render objek virtual dilakukan, proses yang sebelumnya dilakukan adalah inisiasi parameter kamera pada Microsoft XNA Game Studio dengan menggunakan parameter yang didapatkan dari algoritma ICP pada proses sebelumnya. Setelah itu proses yang selanjutnya dilakukan adalah proses render data RGB sebagai texture. Setelah kedua proses tersebut selesai dilakukan, proses yang selanjutnya dilakukan adalah melakukan render objek virtual sesuai dengan posisi yang sudah ditentukan sebelumnya (0, 0, 1.5f). Parameter kamera dari ICP Inisiasi kamera pada XNA Set maxjeda Set jeda jeda = maxjeda? Reset jeda 4) Depth Masking Tahapan selanjutnya adalah melakukan depth masking pada augmented reality. Depth masking memberikan efek interaksi kedalaman antara objek nyata dan objek virtual. Hasil dari depth masking dapat terlihat pada gambar 4. pada gambar 4 sebagian objek virtual berada di belakang objek nyata. Render data RGB Render Objek Virtual Increment Jeda Render Depth Masking Update data Depth Masking (Raycasting) A Selesai Gambar 6 Alur Render Depth Masking Gambar 4 Depth masking pada augmented reality Depth masking ini dilakukan dengan mendapatkan depth map dari rekonstruksi dimensi tiga dari sudut pandang kamera saat itu. Untuk mendapatkan depth map dari sudut pandang kamera digunakan metode raycasting. Metode raycasting dilakukan dengan memancarkan sinar dari posisi tertentu, pada kasus ini dari posisi kamera, dan semua titik yang Gambar 6 adalah alur render setelah depth masking diaktifkan. Bagan dengan warna biru menunjukkan proses mendapatkan data dan render depth masking. Data yang didapatkan dari proses raycasting digunakan pada augmented reality sebagai depth masking. Proses ini dilakukan setelah proses render data RGB dan objek virtual selesai. Pada proses raycsting terdapat jeda yang diatur tiap beberapa frame sesuai dengan maxjeda. Saat hitungan jeda masih di bawah nilai maxjeda, maka data yang digunakan sebagai depth masking adalah data hasil raycast sebelumnya. Ketika jeda sama dengan maxjeda, maka proses raycasting baru dilakukan. Hal ini dapat menghemat sumber daya yang digunakan untuk menjalankan sistem, sehingga performa sistem dapat meningkat.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 4 III. HASIL PENGUJIAN Pengujian dari software dan hardware yang telah diimplementasikan untuk mengetahui apakah fungsi dari sistem yang direncanakan telah bekerja sesuai dengan rancangan. Tabel 1 Spesifikasi komputer Komponen Spesifikasi Sistem Operasi Windows 7 Ultimate 64-bit Processor Intel Core i7 CPU @2.2 GHz (4CPUs) Memory 4096MB RAM Versi DirectX DirectX 11 Versi DxDiag 8.15.10.2626 64-bit Unicode Display Adapter Name NVIDIA GeForce GT 640M Total Display Memory 2GB Spesifikasi komputer yang digunakan dalam pengujian ini ditampilkan pada Tabel 1. A. Pengujian Dengan Benda Sederhana Dari sistem yang telah dibuat dilakukan analisa untuk dapat menentukan performa dari aplikasi yang dibuat pada beberapa skenario yang mungkin dihadapi. Skenario pertama yang dibuat adalah sebuah lingkungan nyata yang sangat sederhana, yaitu sebuah sebuah kubus dengan sisi yang rata. Lingkungan nyata pada pengujian ini dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 8. Ilustrasi pengujian Dari pengujian yang dilakukan, didapatkan beberapa hasil. Hasil dari pengujian pertama dapat dilihat pada tabel 2. No 1 2 Tabel 2 Hasil pengujian pada benda sederhana Hasil Pengujian 3 Gambar 7 Lingkungan nyata pengujian Pada pengujian ini, kotak diletakkan sejauh 1 meter di depan kamera. Pemilihan lokasi ini berada pada jarak ideal penangkapan data kedalaman Kinect, yaitu 0.8 m 4 m. pengujian diawali dengan memunculkan objek virtual berupa teko di belakang posisi kotak. Langkah selanjutnya adalah menggerakkan kamera dengan beberapa macam gerakan dan melihat posisi objek virtual. Ilustrasi dari pengujian pertama dapat dilihat pada gambar 7. 4

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 5 Dari hasil pada tabel 2. Posisi awal objek virtual adalah pada baris nomor 1. Baris selanjutnya menunjukkan perubahan posisi dan target kamera. Dari hasil pengujian terlihat bahwa posisi objek tetap berada pada posisi semula walaupun kamera dirubah posisi dan targetnya. Pada pengujian terlihat bahwa depth masking memiliki performa yang terlihat cukup baik meskipun masih terdapat celah antara objek virtual dan objek nyata. Celah ini ditandai dengan warna merah pada gambar. B. Pengujian Dengan Benda Tak Beraturan Skenario yang digunakan saat ini adalah melakukan pengujian pada lingkungan nyata yang memiliki sebuah objek nyata dengan bentuk yang tak beraturan. Objek dengan bentuk tak beraturan yang dimaksud adalah objek yang bidangnya tidak merupakan bagian dari model bangun ruang dimensi tiga primitiv (kubus, balok, limas, dll). Tujuan dilakukan pengujian ini adalah untuk melihat seberapa handal sistem dalam memberikan depth map yang tepat pada objek yang bentuk bidangnya tidak beraturan. Ilustrasi dari pengujian kali ini dapat dilihat pada gambar 9. data rekonstruksi dimensi tiga yang digunakan sebagai depth masking tidak memiliki detail yang baik. No 1 2 Tabel 3 Hasil pengujian pada benda tak beraturan Hasil Pengujian 3 Gambar 9 Ilustrasi pengujian Pengujian diawali dengan memunculkan objek virtual berupa teko di belakang posisi benda nyata. Percobaan dilakukan beberapa kali dengan menggunakan objek nyata yang berbeda untuk melihat kemampuan sistem jika pada lingkungan nyata terdapat objek nyata dengan bentuk tidak beraturan. Hasil dapat dilihat pada tabel 3. Dari hasil pengujian terhadap beberapa benda dengan bentuk yang tidak beraturan terlihat bahwa depth masking tidak berjalan sempurna, ada beberapa area yang memiliki oleh depth masking yang tidak sempurna dan tidak sesuai dengan lingkungan nyata. Area yang seharusnya ditandai oleh kurva merah merupakan area yang kesalahan dalam depth masking. Hal ini dikarenakan kemampuan kamera Kinect yang kurang presisi. Dari hasil juga terlihat bahwa semakin rumit bentuk objek nyata, semakin besar galat pada depth masking. Galat yang paling besar dapat dilihat pada percobaan dengan objek nyata nomor 5 pada table 3. Pada area yang ditandai warna merah seharusnya gambar objek virtual yang ditutupi objek nyata dapat terlihat dari celah objek nyata, namun objek nyata dikenali sebagai objek pejal dan tidak terdapat lubang, sehingga objek virtual tertutup penuh. Hal ini diakibatkan karena Kinect tidak memiliki presisi yang tinggi, sehingga 4 5 C. Pengujian Pengaruh Nilai Jeda Depth Masking Terhadap Performa Sistem Pada pengujian ini parameter yang akan diukur adalah hubungan antara performa dan kualitas depth masking. Fitur depth masking membutuhkan sumber daya yang besar, sehingga membuat performa dari sistem menurun. Dalam

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 6 pengujian ini performa sistem diukur dengan besarnya frame per second yang dapat diraih. Untuk membuat performa sistem naik dapat dilakukan dengan memberikan jeda pada fitur depth masking. Depth masking tidak diperbarui pada setiap frame, namun diberikan jeda beberapa frame sebelum depth masking diperbarui. Tindakan ini dapat membuat performa sistem meningkat, namun ada waktu jeda antara video streaming dan depth masking. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 10. FPS 15 10 5 0 14.24 6.95 7.61 8.26 8.99 9.374 10.82 0.072 0.144 0.263 0.484 0.667 0.821 0.924 tanpa depth mask FPS 0 1 3 5 7 9 Jeda Frame Perbaharuan visual Depth Mask Gambar 10. Grafik hasil pengujian pemberian jeda depth masking Pengujian ini akan mencari nilai jeda yang optimal agar performa sistem dapat naik, namun tidak memberikan jeda update depth masking yang terlalu lama. Dari hasil pengujian ini didapatkan bahwa pengaruh depth masking terhadap performa sistem cukup besar, yaitu terjadi penurunan rata-rata performa sistem sebesar 7.29 fps atau sebesar 51.19% dari performa sistem. Pada pengujian ini pemberian jeda sebesar 3 frame jeda untuk update depth mask memberikan hasil yang paling optimal. Jika jeda update depth frame di atas 3 frame, maka jeda update depth frame akan bernilai lebih dari 0.5 detik. Jeda selama 0.5 detik adalah nilai yang masih dapat diterima pada pengujian berdasarkan pengamatan visual. D. Pengujian dan Analisa Pada Objek Virtual Bergerak Skenario yang digunakan pada pengujian kali ini adalah dengan menggunakan objek virtual yang bergerak sesuai dengan jalur gerakan yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada lingkungan nyata terdapat sebuah kubus dengan sisi yang rata. Pada saat inisiasi, objek virtual berada pada posisi (-.5f, 0, 1.5f). Koordinat ini menempatkan objek virtual berada di belakang objek nyata (pada sumbu z) jika ditinjau dari posisi inisiasi kamera. Pada pengujian sistem kali ini, objek virtual bergerak searah sumbu x dengan kecepatan 0.003f per frame. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat seberapa handal sistem dalam menangani objek virtual yang terus bergerak pada saat sistem sedang berjalan. Gambar 11 (a) Jalur pergerakan objek virtual (b) setelah pergerakan kamera Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 11 a. Pada saat inisiasi awal, pesawat berada di sebelah kanan dari objek nyata yang berupa kubus. Pada saat program berjalan, objek virtual bergerak searah sumbu x mengikuti garis. Garis berwarna hijau adalah garis yang menunjukkan posisi objek virtual tidak tertutup oleh depth masking, sedangkan garis merah adalah koordinat dimana objek virtual tertutup oleh depth masking. Dari hasil pengujian terlihat bahwa pada beberapa koordinat objek virtual yang seharusnya tertutup oleh depth masking ternyata tidak tertutupi oleh depth masking, begitu juga sebaliknya. Gambar 11 b adalah hasil sistem ketika posisi kamera berubah. Ketika kamera bergerak terlihat bahwa objek virtual tetap berada pada jalur yang sama seperti saat posisi kamera belum bergerak (gambar 11 a). hal ini menunjukkan bahwa sistem berjalan dengan cukup baik pada kasus objek virtual yang bergerak jika ditinjau pada konsistensi posisi objek virtual terhadap pergerakan kamera. E. Pengujian Kecepatan Pergerakan Kamera Skenario yang digunakan pada pengujian ini adalah dengan menggerakkan kamera pada kecepatan tertentu. Dari hasil pengujian sebelumnya diketahui bahwa performa sistem cukup rendah dengan performa maksimal sebesar 14.24 fps. Dengan performa yang rendah, kecepatan pergerakan kamera tidak bisa terlalu tinggi dikarenakan akan mengakibatkan kegagalan dalam proses camera tracking. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kecepatan kamera yang dapat diterima sebagai masukan sistem tanpa terjadi kegagalan camera tracking. Pada pengujian ini, di lingkungan nyata terdapat sebuah kubus dengan sisi yang rata dengan jarak 1 meter di depan kamera. Fitur fepth masking diaktifkan dengan menggunakan jeda sebesar 3 frame. Kamera digerakkan searah dengan sumbu x sejauh 50 cm. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.5. Dari pengujian didapatkan hasil bahwa keberhasilan camera tracking sebesar 100% dapat diraih dengan kecepatan pergerakan kamera sebesar 0,1 m/detik.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 7 Tabel 4.5 Hasil pengujian kecepatan pergerakan kamera No Kecepatan (m/detik) Percobaan Presentase Keberhasilan (%) 1 2 3 4 5 1 0,250 x x x x v 20 2 0,167 x x v x v 60 3 0,125 v v x v v 80 4 0,100 v v v v v 100 5 0,083 v v v v v 100 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil perancangan, simulasi dan pengujian dari keseluruhan sistem dalam Tugas Akhir ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan adanya pergerakan kamera, objek virtual tetap berada pada posisi seharusnya. 2. Pengujian performa menunjukkan bahwa pengaruh fitur depth mask terhadap performa sistem cukup tinggi. Saat fitur ini diaktifkan dengan jeda 0 frame terjadi penurunan performa sebesar 7.29 fps dari 14.24 fps menjadi 6.95 fps atau sebesar 51.19% dari performa sistem. 3. Nilai jeda antara depth masking yang paling optimal berdasarkan hasil pengamatan adalah sebesar 3 frame dengan performa sistem sebesar 8.26 fps dan perbaharuan visual depth masking adalah 0.484 detik. Peningkatan performa sistem yang terjadi dengan penggunaan nilai ini adalah sebesar 1.31 fps atau 18.85% jika dibandingkan dengan tanpa penggunaan jeda. 4. Kecepatan pergerakan kamera sebesar 0,1 m/detik adalah kecepatan kamera maksimum dengan keberhasilan camera tracking sebesar 100%. B. Saran Penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan fitur segmentasi pada rekonstruksi dimensi tiga sebagai posisi keluarnya objek virtual. Dengan fitur tersebut munculnya dapat dibangun sebuah smart terrain yang bersifat adaptif terhadap kondisi lingkungan nyata. DAFTAR PUSTAKA [1] Ashari, Riska Wahyu. Fixed Point Augmented Reality Menggunakan Kinect. Publikasi Tugas Akhir. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2013. [2] Izadi, Zahram. KinectFusion: Real-time 3D Reconstruction and Interaction Using a Moving Depth Camera. Microsoft Research. Cambridge University, 2011. [3] Colas, Francis. Iterative Closest Point Algorithm. [Presentation] Zurich : ETHZurich, 2011.