VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

dokumen-dokumen yang mirip
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN MURABAHAH

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

IV. METODE PENELITIAN

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV METODE PENELITIAN

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

BAB IV HASIL PENELITIAN

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8

BAB III METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2003). Populasi dalam penelitian

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. data dari perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (penawaran saham

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di lakukan dikantor Dinas Pendapatan Pengelolaan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan responden (sampel)

Oleh : Fuji Rahayu W ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

IV. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Latar Belakang Penjual Lahan yang Melakukan Transaksi Lahan

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras

BAB III METODE PENELITIAN. sebagai salah satu input faktor produksi yang memiliki peran penting. Permintaan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. nasabah pembiayaan dengan akad murabahah pada BTM Ulujami pada

BAB III METODE PENELITIAN. dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu Unit. tercatat di BEI pada tahun

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pengambilan data melalui ICMD (Indonesia Capital Market Directory).

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berada di wilayah

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

Kata Kunci: Relationship marketing, Petani, Tengkulak, Sayuran

BAB III METODE PENELITIAN. berupa rasio-rasio keuangan bank yang meliputi Capital Adequacy Ratio (CAR),

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 sampai Maret 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan teknik sampling yang digunakan adalah teknik accidental sampling. menggunakan kartu Indosat Ooredoo.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

IV. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode purposive sampling, dengan adanya beberapa kriteria dalam

BAB 3 METODE PENELITIAN. jenis data yang berbentuk angka (metric) yang terdiri dari:

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI PENERAPAN AKUNTANSI PADA PARA PEMILIK UKM (USAHA KECIL

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti menguji pengaruh return on asset (ROA), leverage, ukuran perusahaan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penulis melakukan penelitian di Koperasi Karyawan (KOPKAR) Sari Madu PG.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Gambaran Umum Dana Pensiun Karyawan Pupuk Kujang

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan

BAB IV HASIL PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODE PENELITIAN IV.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. saham pada perusahaan food and beverages di BEI periode Pengambilan. Tabel 4.1. Kriteria Sampel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah biaya dana

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

BAB V HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh pembiayaan dengan alokasi kebutuhan sektor agribisnis. Adapun jumlah responden adalah sebanyak 40 orang yang berasal dari tiga wilayah, yaitu Kecamatan Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. Responden dibagi menjadi dua jenis usaha, yaitu on-farm dan off-farm. Jenis usaha on-farm terdiri dari petani sebanyak 26 orang (65 persen) dan peternak sebanyak 6 orang (15 persen), sedangkan jenis usaha off-farm terdiri dari pedagang sebanyak 7 orang (17,5 persen), dan 1 orang pelaku industri rumah tangga (2,5 persen). Responden dengan jenis usahatani mayoritas menanam padi, jagung, umbiumbian, dan sayur-mayur seperti bayam dan kangkung, sedangkan peternak umumnya memiliki ternak pembesaran kambing dan budidaya ikan yaitu ikan gurame, ikan bawal, dan ikan mas. Adapun responden dengan usaha dagang memiliki usaha penjualan daging ayam segar dan sayur-mayur, sedangkan responden dengan usaha industri rumah tangga memiliki usaha pembuatan dan penjualan kripik singkong. Tabel 12. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Jenis Usaha Tahun 2012 Jenis Usaha Jumlah Responden (orang) Proporsi (%) On-farm Petani 26 65,0 Peternak 6 15,0 Off-farm Pedagang 7 17,5 Industri Rumah Tangga 1 2,5 Total 40 100,0 Adapun beberapa karakteristik umum responden lainnya meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Usia anggota yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara 19 tahun hingga 66 tahun. Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berada pada usia 26-36 tahun yaitu sebanyak 20 orang (50 persen), sedangkan responden 65

dalam rentang usia 37-47 tahun berjumlah 11 orang (27,5 persen). Proporsi responden terkecil adalah responden dengan usia 48-66 yaitu hanya berjumlah 4 orang (10 persen). Tabel 13. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Usia Tahun 2012 Usia (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) 19-25 5 12,5 26-36 20 50,0 37-47 11 27,5 48-66 4 10,0 Total 40 100,0 Jenis kelamin responden seluruhnya adalah wanita sesuai dengan ketentuan yang dimiliki oleh Koperasi Baytul Ikhtiar. Hal tersebut dikarenakan sistem Grameen Bank yang memang memiliki sasaran anggota layanan berjenis kelamin wanita. Oleh karena itu, anggota layanan Koperasi Baytul Ikhtiar tidak ada yang berjenis kelamin pria. Selain usia dan jenis kelamin, terdapat pula karakteristik umum responden lainnya yaitu tingkat pendidikan. Berdasarkan Tabel 14, tingkat pendidikan responden terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tidak tamat SD, SD, dan SLTP/sederajat. Responden yang tidak menamatkan pendidikan SD berjumlah 13 orang (32,5 persen), sedangkan responden yang mendominasi adalah responden yang berpendidikan sampai dengan SD/sederajat dengan jumlah 23 orang (57,5 persen), dan sisanya adalah responden yang telah menempuh pendidikan hingga tingkat SLTP/sederajat sebanyak 4 orang (10 persen). Tabel 14. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) Tidak Tamat SD 13 32,5 SD/sederajat 23 57,5 SLTP/sederajat 4 10,0 Total 40 100,0 66

7.2. Karakteristik Pembiayaan Responden Sektor Agribisnis Berdasarkan hasil penelitian terhadap anggota Koperasi Baytul Ikhtiar, diperoleh karakteristik pembiayaan responden sektor agribisnis. Karakteristik anggota koperasi diidentifikasi melalui beberapa variabel yang dimiliki oleh masing-masing responden. Variabel-variabel tersebut meliputi lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha. Karakteristik responden tersebut akan diterangkan pada Tabel 15 dengan pembagian perhitungan berdasarkan jenis usaha yang dijalankan. Tabel 15. Analisis Parameter yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis KBI Tahun 2012 Variabel On-Farm (N=32) Off-Farm (N=8) Rata-Rata Lama Keanggotan (Thn) 3 1.88 2.28 Aset Anggota (Rp) 111.275.141 83.326.875 97.301.008 Omset Usaha (Rp/Tahun) 8.981.031 178.362.500 93.671.766 Pendapatan Bersih (Rp/Tahun) 3.735.206 26.739.000 15.237.103 Frekuensi Pembiayaan (Kali) 2,75 2,125 2,44 Jumlah Pengajuan Pembiayaan (Rp) 996.875 1.062.500 1.029.688 Jumlah Pembiayaan yang Diterima (Rp) 903.125 975.000 939.063 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 15, dapat dilihat beberapa karakteristik rata-rata yang dapat dideskripsikan dari variabel lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, jenis usaha, dan jumlah pembiayaan yang diterima anggota. Oleh karena itu, data tersebut dapat menunjukkan adanya kecenderungan dari setiap jenis usaha agribisnis tersebut. Hasil rataan di atas dapat menunjukkan adanya keterkaitan antara lama keanggotaan dengan frekuensi pembiayaan responden. Frekuensi pembiayaan responden untuk jenis usaha on-farm adalah 2,75 kali dalam 3 tahun dan untuk usaha off-farm adalah 2,12 kali dalam 1,88 tahun keanggotaan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin lama keanggotan responden, maka semakin tinggi pula frekuensi pembiayaan yang diterima. Hal ini pun sesuai dengan ketentuan 67

koperasi yang memberikan jangka waktu angsuran selama 50 pekan, yang artinya setiap satu tahun sekali anggota dapat mengajukan pembiayaan kepada koperasi. Berdasarkan jumlah rata-rata aset responden, jenis usaha on-farm memiliki nilai rata-rata aset yang lebih besar daripada responden yang menjalankan usaha off-farm. Hal tersebut disebabkan responden sektor pertanian sebagian besar memiliki lahan usaha, sehingga nilai aset umumnya didominasi oleh nilai lahan tersebut. Adapun nilai lahan per meter persegi berkisar antara Rp 30.000,- hingga Rp 45.000,- di daerah Rumpin, sedangkan di daerah Taman Sari dan Dramaga mencapai Rp 50.000,- hingga Rp 75.000,- per meter persegi. Berdasarkan data luas lahan pada Tabel 16, terdapat 22 responden yang memiliki lahan milik dari total 30 responden yang mengusahakan lahan pertanian. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden pertanian memiliki lahan milik sebagai aset responden. Tabel 16. Jumlah dan Proporsi Luas Lahan Milik dan Non Milik Responden Sektor Pertanian KBI Tahun 2012 Status Lahan Luas Lahan (m 2 ) Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) Milik <500 5 16,67 500-5000 14 46,67 5001-10000 2 6,67 >10000 1 3,33 Non Milik <500 1 3,33 500-5000 4 13,33 5001-10000 3 10,00 >10000 0 0,00 Total 30 100 Berkaitan dengan omset usaha, responden usaha on-farm memiliki nilai omset usaha yang lebih rendah daripada usaha off-farm per tahunnya. Rendahnya nilai omset tersebut disebabkan oleh perputaran modal usaha on-farm yang membutuhkan waktu hingga hitungan bulan, sehingga penjualan komoditi hanya dapat dilakukan dalam beberapa kali dalam satu tahun. Berbeda halnya dengan rata-rata omset yang diterima oleh responden usaha off-farm, dimana perputaran modal terjadi setiap hari sehingga total penjualan per tahun tergolong tinggi. 68

Nilai pendapatan bersih responden bergantung pada jumlah pendapatan dan pengeluaran rumah tangga responden. Pendapatan rumah tangga responden umumnya berasal dari keuntungan usahatani, perdagangan, upah sebagai buruh tani, gaji suami, hingga bantuan dari anak, sedangkan pengeluaran rumah tangga responden berkisar antara biaya dapur, biaya listrik, pulsa, kredit, arisan, bahan bakar kendaraan, renovasi rumah, dan lain sebagainya. Berdasarkan data tersebut, nilai pendapatan bersih per tahun yang diperoleh responden jenis usaha on-farm lebih kecil daripada jenis usaha off-farm. Hal ini disebabkan oleh responden usaha off-farm yang dapat memperoleh pendapatan usaha setiap hari karena adanya perputaran penjualan produk secara cepat, sedangkan rensponden usaha on-farm hanya memperoleh pendapatan usaha pada saat panen dan pada waktu penjualan komoditi berlangsung. Jumlah pengajuan pembiayaan responden pada penelitian kali ini berkisar antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 3.000.000,-. Rata-rata jumlah pengajuan pembiayaan responden jenis usaha on-farm bernilai Rp 996.875,- sedangkan responden usaha off-farm memiliki rata-rata Rp 1.062.500,-. Pada umumnya, responden usaha on-farm mengajukan pembiayaan dengan peruntukan modal investasi pengadaan alat-alat pertanian dan modal tani, mulai dari bibit, pupuk, obat, sewa kerbau, dan upah tenaga kerja, sedangkan responden usaha off-farm memiliki peruntukan untuk modal pembelian komoditi yang akan diperdagangkan. Pada dasarnya, jumlah pengajuan ini bergantung pada kebutuhan tiap usaha responden. Selisih rata-rata jumlah pengajuan pembiayaan antara kedua jenis usaha pun tidak terlalu besar, walau responden dengan usaha off-farm memiliki rata-rata nilai yang lebih tinggi. Jumlah pembiayaan yang diterima responden pun beragam sesuai dengan kisaran jumlah yang diajukan. Realisasi pembiayaan yang tertinggi adalah sebesar yaitu Rp 3.000.000,- dan pembiayaan terendah yang diterima adalah senilai Rp 500.000,-. Adapun nilai rata-rata yang diterima responden usaha on-farm bernilai Rp 903.125,- sedangkan responden dengan usaha off-farm memiliki rata-rata Rp 975.000,- artinya nilai rata-rata yang diterima responden off-farm lebih besar daripada responden dengan usaha on-farm. 69

7.3. Keragaan Regresi Faktor-Faktor Pembiayaan Sektor Agribisnis Dalam membuat suatu persamaan regresi linear berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar yang perlu diperhatikan, yaitu normalitas, autokorelasi, multikolinieritas, dan heterokedastisitas. 1. Normalitas ditunjukkan dengan hasil plot garis dari standarized residual cummulative probability. Berdasarkan hasil uji tersebut, sebaran data tidak berada pada garis normal yaitu P-value (0,000) < α (0,1). Oleh karena itu, salah satu cara agar sisaan menjadi normal dapat dilakukan dengan Transformasi Box- Cox (Lampiran 1). Dengan dilakukannya transformasi tersebut, data berada pada garis normal dan nilai P-Value (0,977) > α (0,1) sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas terpenuhi (Lampiran 1). 2. Heteroskedastisitas ditunjukkan melalui plot antara standardized residual dengan variabel terikat yang memperlihatkan bahwa tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut sehingga data tersebut homogeni atau komponen error tidak heteroskedastisitas. Hal ini juga dapat diperjelas dengan hasil White Test yang menunjukkan nilai P-Value > α sehingga data tersebut homogen atau komponen error tidak heteroskedastisitas (Lampiran 2). 3. Autokorelasi dapat ditunjukkan melalui uji Durbin-Watson dan diperoleh nilai d=1,44 yang mendekati nilai d=2. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji T dan uji F adalah valid (Lampiran 3). 4. Multikolinieritas ditunjukkan melalui hasil VIF (Variance Inflation Factors). Diketahui bahwa nilai VIF dari seluruh variabel bebas adalah lebih kecil dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinier pada variabel bebas atau tidak terdapat hubungan yang kuat antar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini (Lampiran 4). 7.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar, dapat dilakukan melalui pengujian dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Pada penelitian ini diduga terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis. Faktor-faktor 70

tersebut terdiri dari yaitu lama keanggotaan (X 1 ), aset anggota (X 2 ), omset usaha per tahun (X 3 ), pendapatan bersih per tahun (X 4 ), frekuensi pembiayaan (X 5 ), jumlah pengajuan pembiayaan (X 6 ), dan jenis usaha (D 1 ). Pengujian ini menggunakan tingkat kepercayaan 90 persen atau taraf nyata (α) 10 persen. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dari pengolahan 40 anggota responden pada Tabel 17, diperoleh persamaan sebagai berikut: Y = 2.34E-07 + 1.98E-09X 1-3.31E-11X 2-1.33E-10X 3 + 2.59E-10X 4-2.15E-08X 5-4.93E-11X 6-2.73E-08X 7 Tabel 17. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis di KBI Tahun 2012 Variabel Koefisien T-hitung P-value VIF Lama Keanggotaan 1.98E-09 0.2504 0.8039 7.385195 Aset Anggota -3.31E-11-0.6293 0.5336 1.304202 Omset Usaha per Tahun -1.33E-10-1.3866 0.1751 2.857057 Pendapatan Bersih per Tahun 2.59E-10 0.3660 0.7167 3.707163 Frekuensi Pembiayaan -2.15E-08-1.9844 0.0558 9.235893 Jumlah Pengajuan Pembiayaan -4.93E-11-2.7609 0.0095 3.697151 Jenis Usaha -2.73E-08-1.2714 0.2127 1.872862 Konstanta 2.34E-07 11.207 0.0000 R 2 = 78,10 % R 2 (adj) = 73,31 % F-hitung = 16.30316 P-value = 0,000 Durbin Watson = 1.44151 Tabel 17 merupakan rangkuman hasil regresi model faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat beberapa hasil uji statistik yaitu uji T, uji F, dan koefisiensi determinasi (R 2 ) sebagai uji ketepatan model. Nilai P-value dari statistik F lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yaitu P-value (0,000) < α (0,1) sehingga terdapat minimal satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Selain itu, hasil koefisien determinasi dapat menunjukkan akurasi model dugaan (goodness of fit). Pada penelitian ini koefisien determinasi (R 2 ) memiliki nilai 78,1 persen yang menandakan bahwa sebesar 78,1 persen variasi variabel terikat (jumlah pembiayaan yang diterima) dapat dijelaskan secara nyata oleh variabel-variabel 71

bebas dalam model, sedangkan sisanya sebesar 21,9 persen dapat dijelaskan oleh variabel error, yaitu variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Pengujian terhadap pengaruh nyata masing-masing variabel bebas secara parsial dilakukan dengan uji T. Berdasarkan hasil uji, variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota koperasi sektor agribisnis berjumlah tiga dari tujuh variabel yang diduga. Variabel-variabel tersebut antara lain frekuensi pembiayaan dan jumlah pengajuan pembiayaan pada tingkat kepercayaan 90 persen dan variabel omset usaha per tahun pada tingkat kepercayaan 80 persen. Adapun variabel lainnya seperti lama keanggotaan, aset anggota, pendapatan bersih per tahun, dan jenis usaha tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota koperasi sektor agribinis. 7.4.1. Lama Keanggotan (X 1 ) Lama keanggotaan menjadi faktor penduga untuk mengetahui pengaruh besarnya pembiayaan yang diterima anggota sektor agribisnis karena semakin lama keanggotaan seseorang maka pihak koperasi akan lebih mengenal karakter anggota dan mengetahui sejauh mana perkembangan usaha anggota, sehingga pembiayaan yang diterima dapat lebih besar. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik yang menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara lama keanggotan dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila lama keanggotaan meningkat satu satuan, maka pembiayaan yang diterima anggota akan meningkat sebesar Rp 3.029,24, ceteris paribus. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa KBI tetap mempertimbangkan lama keanggotaan dalam menentukan besarnya pembiayaan yang diberikan kepada anggota sektor agribisnis. Walaupun demikian, hasil uji statistik menunjukkan hasil bahwa nilai p-value untuk lama keanggotaan (X 1 ) bernilai 0,803 yakni lebih besar dari nilai α (0,1), maka p-value > α dan hal ini menunjukkan bahwa lama keanggotaan tidak signifikan mempengaruhi besarnya pembiayaan untuk sektor agribisnis. 72

Tabel 18. Lama Keanggotan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Lama Keanggotan (Tahun) Jumlah (Orang) Proporsi (%) < 3 22 55,00 3-5 12 30,00 > 5 6 15,00 Total 40 100,00 Data di atas menunjukkan bahwa responden sektor pertanian sebagian besar resmi tercatat sebagai anggota KBI kurang dari tiga tahun, yaitu mencapai 55 persen responden. Selain itu, terdapat 12 responden (30 persen) yang telah menjadi anggota selama 3-5 tahun dan hanya 6 responden (15 persen) yang telah menjadi anggota selama lebih dari 5 tahun. Hal ini sesuai dengan keadaan lapang yang menunjukkan bahwa responden dengan lama keanggotaan yang semakin tinggi akan memperoleh pembiayaan yang lebih besar. 7.4.2. Aset Anggota (X 2 ) Aset anggota pada penelitian ini diukur dari nilai aset usaha dan aset rumah tangga responden. Hal tersebut didasari dari model Grameen Bank pada KBI yang menggunakan pendekatan rumah tangga anggota. Nilai aset anggota menjadi faktor penduga terhadap besarnya pembiayaan yang diterima responden karena dapat menggambarkan kepemilikan harta responden, sehingga apabila aset anggota semakin besar maka diduga pihak KBI berani untuk memberikan jumlah pembiayaan yang lebih tinggi. Namun, berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa variabel anggota memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yaitu apabila nilai aset anggota meningkat satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diterima anggota akan menurun sebesar Rp 15.562,- ceteris paribus. Hasil perhitungan tersebut tidak sesuai dengan dugaan sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan karena KBI pada dasarnya tidak memperhitungkan besar aset yang dimiliki anggota. KBI menilai bahwa jaminan kepercayaan dari anggota jauh lebih penting dari aset yang dimiliki. Penentuan wilayah sasaran KBI pun diawali dengan melakukan pemetaan blok-blok pemukiman masyarakat miskin yang didukung dengan data sekunder wilayah setempat. Hal ini sesuai dengan misi KBI 73

untuk memprioritaskan pembiayaan bagi masyarakat miskin yang berlokasi sangat jauh dari perkotaan dan memiliki keterbatasan akses terhadap pembiayaan. Selain itu, berdasarkan hasil uji statistik, p-value bagi aset anggota bernilai 0,593 dan nilai tersebut lebih tinggi dari pada nilai α (0,1), maka p-value > α. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aset anggota tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis di KBI. Tabel 19. Aset Anggota Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Aset Anggota (Juta Rp) Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) <50 16 40,0 50-100 14 35,0 101-245 6 15,0 >245 4 10,0 Total 40 100,0 Berdasarkan data pada Tabel 19, dapat ditunjukkan bahwa sebanyak 40 persen atau 16 responden memiliki aset yang bernilai kurang dari Rp 50.000.000, sedangkan responden yang memiliki aset dikisaran lebih dari atau sama dengan Rp 50.000.000,- hingga Rp 100.000.000,- berjumlah 14 orang (35 persen). Responden yang memiliki nilai aset yang lebih tinggi, yaitu antara Rp 100.000.000,- sampai dengan Rp 245.000.000,-, berjumlah 6 orang dan sisanya sebanyak 4 orang memiliki aset yang bernilai lebih dari Rp 245.000.000,-. Nilai aset ini didominasi oleh nilai kepemilikan lahan yang dijabarkan pada Tabel 16 dan nilai bangunan tempat tinggal. Lahan dan bangunan tempat tinggal tersebut umumnya berasal dari warisan orang tua yang saat ini telah menjadi milik responden. Besarnya nilai aset yang dimiliki responden tidak menjamin besarnya pembiayaan yang diterima. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya responden dengan kepemilikan aset dibawah Rp 50.000.000,- yang menerima pembiayaan lebih besar daripada responden yang memiliki aset di atas Rp 200.000.000,-. Oleh karena itu, nilai aset tidak menjadi pertimbangan pihak koperasi dalam memberikan pembiayaan karena yang terpenting bagi koperasi adalah dapat menjangkau lapisan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap pembiayaan mikro. 74

7.4.3. Omset Usaha per Tahun (X 3 ) Omset usaha per tahun merupakan total penjualan yang diterima responden sehingga dapat menggambarkan aktivitas dan perkembangan usaha yang dijalankan. Omset usaha menjadi faktor penduga yang mempengaruhi pembiayaan KBI karena semakin besar omset usaha maka tingkat kemampuan usaha dalam menghasilkan penjualan produk semakin besar, sehingga koperasi dapat memberikan pembiayaan yang besar pula. Namun, tidak demikian dengan hasil uji statistik yang menunjukkan variabel omset usaha per tahun yang berhubungan negatif terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila omset usaha anggota naik satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diterima anggota menurun sebesar Rp 8.921,- ceteris paribus. Bahkan nilai tersebut berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan sektor agribisnis dengan hasil p-value variabel omset usaha lebih kecil dari taraf nyata 20 persen, yaitu p- value (0,175) < α (0,2). Tabel 20. Omset Usaha per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Omset Usaha per Tahun (Juta Rp) Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) < 45 33 82,5 45 155 4 10,0 > 156 3 7,5 Total 40 100,0 Berdasarkan data pada Tabel 20, dapat ditunjukkan bahwa omset per tahun yang diperoleh responden sektor agribisnis cukup beragam. Responden yang memiliki omset usaha per tahun kurang dari Rp 45.000.000,- merupakan jumlah responden dengan proporsi tertinggi yaitu 82,5 persen. Dalam memberikan pembiayaannya, KBI justru memprioritaskan bagi pembiayaan dengan omset usaha yang kecil. KBI menganggap bahwa usaha mikro dengan omset usaha yang rendah lebih membutuhkan pembiayaan daripada usaha yang telah lama berdiri dan memiliki omset yang besar. Dalam hal ini, konsep pemberdayaan masyarakat miskin bagi KBI sangat jelas nampaknya. 75

7.4.4. Pendapatan Bersih per Tahun (X 4 ) Pendapatan bersih per tahun merupakan hasil dari perhitungan total pendapatan yang dikurangi dengan besarnya pengeluaran rumah tangga. Pendapatan bersih per tahun menjadi faktor penduga yang mempengaruhi besarnya pembiayaan sektor agribisnis. Semakin besar pendapatan bersih anggota maka diduga akan semakin besar pula kemampuan responden dalam melunasi angsuran tiap minggunya, sehingga dapat memberikan gambaran bagi koperasi bahwa usaha yang dijalankan memiliki prospek untuk dibiayai lebih besar. Hal ini sesuai dengan hasil uji stastistik yang menunjukkan bahwa variabel pendapatan bersih ini memiliki hubungan yang positif dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila pendapatan bersih anggota naik satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar Rp 6.834,- ceteris paribus. Namun, nilai p-value untuk pendapatan bersih per tahun adalah 0,71 yang bernilai lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Oleh karena itu, p-value > α (0,1) dan dapat disimpulkan bahwa faktor pendapatan bersih per tahun tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan sektor agribisnis. Tabel 21. Pendapatan Bersih per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Pendapatan Bersih per Tahun (Juta Rp) Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) < 8 35 87,5 8 25 2 5,0 > 25 3 7,5 Total 40 100,0 Pendapatan bersih per tahun responden koperasi didominasi oleh responden yang memiliki pendapatan bersih kurang dari Rp 8.000.000,- per tahun, yaitu mencapai 87,50 persen atau sebanyak 35 orang. Adapun responden dengan kisaran pendapatan bersih Rp 8.000.000,- hingga Rp 25.000.000,- per tahun hanya berjumlah 2 orang (5 persen). Nilai pendapatan bersih ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur kekuatan menabung para responden per tahun (saving power). Oleh karena itu, semakin tinggi pendapatan bersih responden maka akan semakin tinggi pula saving power responden tersebut, sehingga kemampuan responden dalam 76

memenuhi kewajibannya semakin besar. Hal ini yang menyebabkan KBI cenderung memberikan pembiayaan yang lebih besar kepada responden yang memiliki pendapatan bersih besar. Oleh karena itu, faktor ini dinilai tepat untuk digunakan KBI sebagai penentu jumlah pembiayaan yang diberikan kepadaanggota. 7.4.5. Frekuensi Pembiayaan (X 5 ) Frekuensi pembiayaan dapat diartikan sebagai ukuran pengalaman dalam mengambil pembiayaan. Frekuensi pembiayaan menjadi faktor penduga yang mempengaruhi pembiayaan koperasi sektor agribisnis. Semakin sering anggota melakukan pinjaman, maka anggota tersebut diduga lebih memahami tentang pembiayaan yang diberikan dan bagaimana mengalokasikan pembiayaan tersebut dengan baik, sehingga hasil nya pun diduga sesuai dengan yang diharapkan dan pengembalian pembiayaan dapat berjalan lancar. Namun, dugaan tersebut tidak sesuai dengan hasil uji yang menunjukkan bahwa variabel frekuensi pembiayaan memiliki hubungan yang negatif dengan besarnya pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila frekuensi pembiayaan meningkat satu satuan, maka pembiayaan yang diterima anggota akan turun sebesar Rp 1.166,- ceteris pasribus. Bahkan, p-value untuk frekuensi pembiayaan bernilai 0,057 yang artinya lebih kecil daripada taraf nyata 10 persen, sehingga faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan pada sektor agribisnis KBI. Tabel 22. Frekuensi Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Frekuensi Pembiayaan (Kali) Jumlah (Orang) Proporsi (%) < 3 20 50,00 3 5 17 42,50 > 5 3 7,50 Total 40 100,00 Proporsi terbesar dimiliki oleh responden sektor agribisnis dengan frekuensi pembiayaan kurang dari 3 kali, yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak 20 orang responden. Selanjutnya, frekuensi pembiayaan sebanyak 3 sampai dengan 5 kali dimiliki oleh 17 orang (42,50 persen) dan responden yang telah melakukan 77

pembiayaan lebih dari 5 kali hanya berjumlah 3 orang (7,5 persen). KBI dalam hal ini lebih berfokus pada penyaluran pembiayaan anggota-anggota baru pada sektor agribisnis. Kondisi ini dapat dilihat dari proses koperasi dalam melakukan penumbuhan wilayah baru yang didominasi oleh sektor pertanian, yaitu di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Di sisi lain, koperasi yang cenderung memberikan pembiayaan kepada anggota baru tersebut juga didasari dari adanya prinsip pemerataan pembiayaan bagi anggota, jadi dengan kata lain koperasi berfokus untuk dapat menjangkau anggota baru sebanyak-banyaknya dalam rangka misi perluasan jangkauan wilayah sasaran KBI. 7.4.6. Jumlah Pengajuan Pembiayaan (X 6 ) Jumlah pengajuan pembiayaan merupakan faktor penduga yang mempengaruhi pembiayaan sektor agrbisnis yang diberikan oleh KBI. Jumlah pengajuan pembiayaan harus rasional dan sesuai dengan kebutuhan tiap anggota sehingga koperasi dapat melihat sejauh mana pengajuan tersebut akan dialokasikan terhadap usahanya. Diduga bahwa semakin besar jumlah pengajuan pembiayaan, maka diduga koperasi akan meningkatkan jumlah pembiayaan yang diberikan. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel jumlah pengajuan pembiayaan memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila jumlah pengajuan meningkat satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diberikan koperasi akan menurun sebesar Rp 13.269,- ceteris paribus. Bahkan, p-value variabel ini bernilai 0,0095 yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yaitu p-value < α sehingga faktor penduga ini berpengaruh signifikan terhadap besarnya pembiayaan sektor agribisnis. Tabel 23. Jumlah Pengajuan Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Jumlah Pengajuan Pembiayaan (Rp) Jumlah (Orang) Proporsi (%) 500000 1000000 28 70,00 1000001 2000000 10 25,00 > 2000000 2 5,00 Total 40 100,00 78

Berdasarkan data pada Tabel 23, sebanyak 28 orang atau 70 persen responden mengajukan pembiayaan antara Rp 500.000,- hingga Rp 1.000.000,- sedangkan responden yang mengajukan pembiayaan Rp 1.000.001,- hingga Rp 2.000.000,- berjumlah 10 orang (25 persen). Adapun responden yang mengajukan pembiayaan diatas Rp 2.000.000 hanya berjumlah 2 orang. Pada dasarnya, KBI tidak hanya mempertimbangkan besarnya pembiayaan yang diberikan berdasarkan jumlah pengajuan pembiayaan saja, tetapi juga mempertimbangkan dari segi pengalokasian pembiayaan yang akan diterima oleh anggota. Selain itu, hubungan negatif antara variabel ini dengan jumlah pembiayaan yang diberikan menunjukkan pula bahwa KBI lebih berfokus pada pembiayaan usaha mikro yang cenderung mengajukan pembiayaan yang lebih rendah daripada usaha skala yang lebih besar. 7.4.7. Jenis Usaha (D 1 ) Jenis usaha merupakan penggolongan responden yang menjalankan jenis usaha pertanian atau peternakan pada sistem on-farm atau jenis usaha perdagangan maupun industri rumah tangga pada sistem off-farm. Dengan adanya penggolongan ini, diduga bahwa responden yang memiliki usaha on-farm akan menerima pembiayaan yang lebih besar dari pada jenis usaha off-farm. Hal tersebut diduga karena umumnya siklus perputaran modal responden dengan usaha on-farm lebih lambat daripada usaha off-farm, sehingga kebutuhan pembiayaan dari responden usaha on-farm diduga bernilai lebih tinggi. Namun, uji statistik menunjukkan nilai koefisien yang negatif yang berarti bahwa jenis usaha on-farm memiliki hubungan negatif dengan jumlah pembiayaan yang diterimanya, yakni apabila pengajuan pembiayaan dilakukan oleh responden dengan jenis usaha on-farm, maka jumlah pembiayaan yang diterima akan menurun sebesar Rp 1.060,- ceteris paribus. Tabel 24. Jenis Usaha Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Jenis Usaha Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) On-farm 32 80,00 Off-farm 8 20,00 Total 40 100,00 79

Berdasarkan data pada Tabel 24, dapat dilihat bahwa jenis usaha responden didominasi oleh jenis usaha on-farm, yaitu sebanyak 32 orang dengan proporsi sebesar 80 persen. Dengan hasil yang menunjukkan hubungan yang negatif antara jenis usaha on-farm dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, maka dapat dikatakan bahwa KBI memperhitungkan risiko usaha on-farm yang dianggap lebih besar daripada risiko usaha off-farm. Hal tersebut menjadikan pembiayaan yang diberikan koperasi terhadap jenis usaha on-farm cenderung lebih kecil dari jenis usaha off-farm. 80